Tada, Sore Dake de Yokattan Desu Chapter 08



Penerjemah : Kaito
Editor : Utsugi
Chapter 08 – Penghakiman

Selang beberapa hari setelah Masaya bunuh diri, aku terus bersembunyi di kamarku.
Aku meninggalkan kamarku beberapa kali, menjelaskan keadaan yang terjadi dengan cara mengunjungi Toguchi-sensei dan beberapa orang. Aku mulai menjelaskan, tetapi yang bisa aku katakan hanyalah “Aku tidak tahu.” Dan terus mengambil tindakan. Aku harus mempertahankan kesan arogan, dan harus terus bertindak seperti itu. “Aku diawasi. Mana mungkin aku ada hubungannya dengan kasus bunuh diri itu, ” kataku, kemudian ditonjok oleh ayahku, darah di mulutku menetes keluar.
Namun, memang tak terbantahkan kalau tidak ada bukti.
Mungkin Aku  akan mengungkapkan semuanya sekarang, aku kira? Tujuanku berkaitan dengan revolusi.
Beberapa kali aku berpikir seperti itu, tetapi jawabannya selalu "Tidak." Aku tidak berpikir orang-orang di sekitarku akan mempercayaiku.
Jadi, aku tidak bisa berbuat apapun, dan terus bersembunyi di dalam kamarku sampai waktunya dimana aku harus keluar. Aku menyegel kusen jendelaku erat-erat, tetapi aku masih tidak bisa tenang, dan menutup celah dengan selotip, merunduk di bawah selimutku.
Aku hanya bisa menggigil.
Ini Neraka.
Orang tuaku saling berteriak, bertengkar di lantai bawah.
TV di kamarku menunjukkan berita itu, menggambarkanku sebagai 'bocah SMP iblis', yang mendominasi empat orang, dan ketika sedang diawasi, salah satu dari mereka merasa putus asa.
"Tidak ... aku hanya sampah yang tidak berguna."
Sepertinya ada sekelompok awak media yang berkumpul di depan rumahku. Kulepas selotip sedikit - demi sedikit, menjulurkan kepalaku keluar dari jendela, dan menggigil ketika aku bertatapan dengan mereka. Ah, ngomong-ngomong, bibi yang tinggal di dekat rumahku sepertinya mengatakan di TV, “Ia anak yang suram. Aku tidak bisa menebak apa yang Ia pikirkan.” Cukup dengan omong kosong itu. Bagaimana mungkin tetanggaku bisa mengerti diriku?
Mereka tidak tahu apa pun tentang Tes Kekuatan Manusia, bakat Masaya, dan revolusiku.
"Sial. Aku harus terus hidup ... Aku akan diejek oleh anonymous, tapi aku akan menjadi sampah yang mengerikan ... ”
Aku tidak bisa mengaku kalah. Bukankah aku sudah memutuskan bahwa apapun pengorbanannya, aku akan terus melangkah dan menjadi sampah sejati?
Namun, hukuman terakhir yang Masaya berikan padaku terlalu berat.
Seluruh Jepang telah memakiku untuk "Mati".
Aku terengah-engah di tempat tidur, dan pada saat ini, smartphone di meja berdering. Smartphone itu hanya akan digunakan untuk menghubungi orang tuaku, jadi aku bertanya-tanya siapa orang itu. Aku membungkuk, dan mengangkatnya.
Pengirimnya adalah Sou. Ah, benar, aku mengiriminya alamat emailku.
“Aku khawatir karena kau tidak online. Eh, apa ini revolusi yang kau inginkan? ”
"TIDAK!"
Aku berteriak. Aku menekan tombol itu dengan keras, dan mengiriminya pesan.
“Ini bukanlah revolusi yang aku inginkan. Aku menginginkan hasil yang berbeda. Aku tak pernah menduga Masayaakan bunuh diri. ”
Dan dia segera mengirimku balasan, seolah-olah sedang mengobrol.
"…Sudah kuduga. Aku tahu kau bukan tipe orang yang benar-benar menginginkan orang lain lakukan sesuatu. Namun, kaulah yang menyebabkan semua ini. Apa kau mengerti?"
"Diam."
“Sejujurnya, aku kecewa. Aku memiliki harapan padamu, berharap bahwa Kau akan membicarakan hal ini denganku suatu hari nanti, tetapi akhirnya seperti ini. Kau membuat si Jenius Masaya Kishitani bunuh diri, dan Kotomi Ishikawa yang kau sukai sedang koma. ”
"Aku bilang tutup mulutmu."
“Hei, Sugawara, seperti yang kau bilang, kau bukan peringkat terakhir dalam Tes Kekuatan Manusia, ‘kan? Dengan kata lain, seseorang memilih dirimu. Apa kau tahu orang itu mungkin Kotomi Ishikawa? Apa kau tau ada orang lain yang memilihmu? "
"Diam! Diam! Berhentilah berbicara seolah-olah kau memahami kesulitanku. "
“Dia terikat dengan Tes Kekuatan Manusia, dan benar-benar iri padamu karena tidak peduli tentang orang lain. Dia memujamu, karena memiliki harapan untukmu. Kau mengkhianatinya, dan dia jatuh koma. "
Sou terus mengirim pesan.
"Kamu membuatku kecewa, Sugawara."
Aku melempar ponselku ke dinding, dan itu membuat suara berdebum lemah, dengan sedikit penyok di dinding saat memantul kembali. Baterai terlepas, dan mendarat di lantai, meskipun begitu, teleponnya tetap tidak rusak. Itu karena aku lemah.
Aku menghela napas, dan mengeluarkan dua permen karet dari kaleng di atas meja, memasukkannya ke mulutku. Aku bersandar di meja, memejamkan mata, menemukan telepon dan baterai yang tersebar, memasangnya kembali, dan mengirim pesan ke Sou.
“Kau tahu sesuatu, bukan? Mengapa Masaya meninggal? Katakan sesuatu. Siapa kau? Jawab aku? Apa yang kau lakukan pada Masaya? Apakah Kau membunuhnya?"
Sejak aku mulai berinteraksi dengan orang ini, semuanya berubah. Tentunya dia tahu sesuatu.
Tapi jawabannya sangat acuh.
“Sepertinya kau keliru. Aku tidak ada hubungannya dengan ini. Bahkan jika Kau menyalahkanku, situasinya takkan berubah menjadi lebih baik. ”
Dan pesan itu berakhir seperti ini,
“Tapi aku rasa kominikasiku denganmu akan berakhir, Sugawara. Aku benar-benar minta maaf, aku tak pernah punya niat untuk menghancurkan gaya hidupmu yang damai, dan itu adalah kesalahanku karena tidak dapat membangun kepercayaan denganmu. Selamat tinggal. Berkomunikasi denganmu sampai saat ini rasanya menyenangkan. ”
Setelah aku melihat pesan itu, aku mengirim beberapa pesan lagi, tetapi tidak ada jawaban.
Sou meninggalkanku.

Malam itu, rumahku benar-benar berisik, dan kemudian, aku menyadari orang tuaku pergi di malam hari.
Baru pada pagi berikutnya, aku menyadari mereka telah meninggalkan putra semata wayang mereka dan melarikan diri. Ada surat dengan kata-kata tercetak di atas meja, dan aku menghabiskan banyak waktu untuk menyadari hal ini. Seperti makan malam, aku bertugas menyiapkan sarapan, jadi hal pertama yang aku lakukan adalah pergi ke dapur. Aku memasukkan roti ke dalam pemanggang roti, mencampur telur dan daging asap di atas penggorengan, dan menyeduh teh merah. Orang tuaku masih belum bangun, dan aku merasa ragu-ragu, sampai aku menemukan surat itu.
Isi surat itu sederhana.
Mereka mengambil cuti dari perusahaan mereka, dan meninggalkan rumah ini. Ada satu minggu biaya rumah tangga untuk diriku, dan mereka berharap aku takkan meninggalkan rumah, dan tidak menghubungi perusahaan mereka.
"... Mereka meninggalkanku."
Gumamku. Sepertinya mereka ingin meninggalkan segalanya untukku. Aku yang menyebabkan semuanya, jadi aku bisa mengerti rasa sakit mereka. Tapi mereka pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun; apakah orang tua akan melakukan ini?
Bahkan orang tuaku meninggalkanku.
"Pada akhirnya, mereka berdua tak mau mendengarkanku ..."
Dan rumah kosong ini bagaikan penjara.

Selera makanku memburuk. Ketika aku terus memikirkan kejadian itu, perutku merasakan adanya suatu tekanan yang amat berat. Aku sudah mencoba makan beberapa kali, tetapi aku kemudian memuntahkannya.
Walaupun begitu ketika aku menjalani kehidupan seperti ini, pikiranku diluar dugaan menjadi lebih aktif.
Jadi, tanpa ada yang menyadari, aku menyelinap keluar rumah di tengah malam, melalui pintu belakang, dan pergi ke suatu tempat tertentu.
Aku mendatangi tempat tujuanku, dan menekan bel pintu beberapa kali, menendang pintu. Seorang wanita setengah baya yang tidak aku kenal, jelek, dan gemuk datang membuka pintu, kemudian aku mendorongnya ke samping, menyerbu masuk ke dalam rumah. Aku tak peduli bahwa aku adalah penyusup.
"Terima kasih!"
Aku berteriak dengan sekuat tenaga.
"Cepat tunjukkan dirimu! Kau ada di sini, ‘kan !? ”
Kouta Katou, mengenakan piama, datang dari kamarnya, dan wajah yang tertegun segera berubah menjadi ketakutan, jadi aku menangkapnya tepat di dadanya, dan dia memekik layaknya seekor domba.
Aku mendorongnya ke pintu.
“Kau adalah orang yang membully Masaya, ‘kan?”
Setelah insiden kekerasan terjadi, seseorang menuangkan tinta ke buku catatan Masaya. Aku telah memikirkan siapa pelakunya, dan akhirnya memikirkan satu orang yang cukup bodoh untuk melakukan ini.
“Kau pikir aku tidak menyadarinya? Kau pikir kamu bisa menggunakan waktu itu untuk mendorong semua kesalahan kepadaku, ‘kan! Hah! ”
Tapi Kouta Katou menggeleng untuk menyangkal,
"Tidak, tidak sama sekali. Cukup dengan omong kosong itu. I-itu kau, ‘kan, Sugawara? "
“Aku tak pernah mendekati meja Masaya di hari itu. Semua orang di kelas mengawasi gerak-gerikku, jadi aku kenal dengan baik. Dan juga, ini adalah merek yang berbeda dari yang sering aku pakai. ”
“A-aku sama! Lihatlah tas kaligrafiku, itu adalah merek yang berbeda! ”
Begitu aku mendengar perkataannya, aku memukul wajah Katou. Ibunya yang berdiri tepat di samping kami, mengeluarkan jeritan melengking, tapi aku tidak peduli.
Katou terjatuh ke lantai, dan aku menginjakkan kakiku di atas kepalanya.
"Aku tidak pernah bilang itu 'tinta', bodoh!"
Orang seperti dirinya harus benar-benar dihukum.
Aku ingin melampiaskan amarahku pada Katou, tapi ibunya melindunginya, "Aku memanggil polisi!" Dia terisak-isak dan berteriak. Aku ingin menghancurkan telepon di ruang tamu, tetapi aku menahannya.
Orang ini sama sekali tidak penting.
Aku mendorong ibu Katou ke samping lagi, menendang Katou sekali, dan berbalik untuk pergi. Pada saat ini, aku baru sadar kalau aku datang dengan sepatu kets.
Sungguh, tinggal di tempat ini hanya akan menyebabkan IQ milikku turun.
Aku berfikir sejenak, tetapi seseorang tiba-tiba memanggil aku.
“Sugawara! Tak peduli apa pun yang kau lakukan, kau hancur! ”
Orang yang berteriak adalah Kouta Katou. Aku bermaksud untuk segera pergi, jadi Ia pikir Ia di atas angin, dan mulai membual kepadaku.
“Semua orang akan berpikir bahwa kau yang melakukannya! Ini kesempatan bagus untuk membully Masaya tanpa risiko! Jika ada yang mengetahui bahwa itu aku, aku akan menyatakan bahwa aku diancam olehmu! Kamu adalah bocah SMP iblis! ”
“Oh, jadi siswa A yang mengungkapkan semuanya kepada media adalah kau ya?”
Aku berbalik, mengatakan ini.
Katou melirik.
“Aku hanya melakukannya sekali! Masaya tidak hanya dijahili olehku! Tidak peduli apapun yang terjadi, Kau yang membully Masaya! Dasar pembunuh! "
Aku seorang pembunuh.
Tapi kemudian, apa kau berani mengatakan bahwa Kau tidak ada hubungannya dengan kematian Masaya?
Aku tidak bermaksud untuk terus mengajar Katou. Banyak yang harus kukatakan padanya, tapi seperti diriku, dia orang yang bodoh, dan dia takkan mengerti apapun, tidak peduli betapa kerasnya mencoba menjelaskan padanya, dan bahkan jika Ia mengerti, itu tidak ada gunanya.
Jadi yang aku lakukan hanyalah mengalihkan kemarahanku. Yang aku lakukan adalah marah pada Katou.
"Jadi, makhluk bodoh takkan tahu bagaimana cara melindungi terhadap penyadapan, kan?"
Aku mengancam, dan mengeluarkan smartphone-ku dari saku.
Darah mengalir dari wajahnya, dan kemudian, dia kehilangan kekuatan ketika dia jatuh ke lantai.
"Kau harus bersyukur karena kau masih punya ibumu yang menghiburmu."
Aku mengejek, dan berbalik meninggalkan rumah Katou.
Kulitku yang robek saat aku mengayunkan tinju kananku ke gigi Katou. Aku mengelusnya, dan kembali ke rumah di bawah langit musim dingin. Aku tidak merasa bahwa aku telah menang; hanya membiarkan kemarahanku meledak akan menyebabkanku merasa lebih hancur. Dalam perjalanan kembali, aku muntah. Aku bersandar pada papan penunjuk jalan, mencoba menenangkan diriku.
"Sial…"
Sebenarnya, aku tidak merekamnya, aku hanya mengancamnya. Aku terlalu naif. hanya pergi ke rumahnya untuk membuat ulah. Aku sangat sedih melihat betapa tidak bergunanya diriku.
Tetapi bahkan jika aku merekam, semua kesalahan akan dialihkan padaku. Tidak ada yang akan percaya bahwa satu pelecehan akan membuat Masaya putus asa, dan tak ada yang akan serius melihat bukti yang mungkin aku berikan.
Orang yang menghukum Masaya tidak diragukan lagi adalah diriku.
Aku sampah.

Begitu sampai di rumah, aku menemukan bahwa teman sekelasku yang terkasih telah mengirimiku pesan. Sudah lama sejak aku memeriksanya, jadi hanya pada momen seperti ini aku bisa mendapatkannya.
Pembukaan itu pada dasarnya sesuatu yang hanya diketahui oleh teman sekelasku, dan ini membuktikan bahwa ini bukan lelucon.
Ada tiga puluh kalimat atau lebih dalam teks utama, semuanya menulis hal yang sama, dengan tulisan tangan yang berbeda.
"Untuk iblis yang membunuh Masaya, Mati!!."
Surat itu penuh dengan kata-kata seperti itu.
Itu berisi kemarahan 32 teman sekelasku, kecuali Masaya, Ishikawa, dan diriku.
Aku menggunakannya untuk menyeka hidungku, menggulungnya menjadi bola, dan melemparkannya ke tempat sampah.
Selain pergi ke rumah Katou, kemanapun itu aku akan pergi sendirian.
Aku tidak bisa makan sama sekali ketika siang hari, dan setelah matahari terbenam, aku merasa benar-benar lapar. Pada saat-saat seperti itu, aku akan keluar. Kesimpulanku sendiri adalah bahwa “pria muda kekurangan asupan kalsium”, “kekurangan zat besi”, dan berbagai hal yang mengakibatkan stres yang berlebihan, jadi aku pergi ke minimarket, dan memadukan belanjaanku dengan beberapa makanan Kanto atau hidangan sederhana. Sering kali, aku akan makan di tepi jalan, karena setiap kali aku pulang ke rumah untuk makan, aku akhirnya akan muntah.
Satu tempat yang sangat aku sukai adalah jembatan penyebrangan.

Jalan ini pada dasarnya adalah denyut nadi kota kami, dan bahkan pada tengah malam, beberapa mobil berlalu-lalang. Makan makanan panas di atas jembatan adalah hal yang unik, begitulah menurutku.
Aku mengamati jalan panjang yang tidak dapat dilihat mataku, dan berdoa agar aku dapat melarikan diri dari segala sesuatu. Karena aku tidak memiliki keberanian untuk bunuh diri.
Sendirian dalam kegelapan, aku menatap lampu mobil mobil yang melintas, sembari mengisi perutku.
Dinginnya udara di bulan Desember membuatku benar-benar menggigil sampai ke tulang.

Setelah tujuh hari, akhirnya aku melakukan tindakan.
Penderitaan selama satu minggu telah berlalu, dan aku memutuskan untuk memulai rencana revolusi lagi. Tidak ada pilihan lain, dan jika aku membuat pilihan lain pada momen seperti ini, harga yang telah aku bayarkan akan menjadi sia-sia.
Dan karena itu, karena harga yang telah aku bayarkan, aku tidak bisa menyerah.
Aku menyerah pada diriku sendiri. Aku sudah terjebak dalam pola pikir yang merusak diriku sendiri.
“Seluruh dunia adalah musuhku, tapi memangnya kenapa? Aku di hukum dengan hukuman mati oleh semua orang, digambarkan sebagai orang psycho oleh media, ditinggalkan oleh orang tuaku, ditolak oleh teman-temanku, dikutuk oleh teman sekelasku untuk 'Mati'. Tapi, dari awal memang tak ada yang berdiri di sisiku... tak ada orang di dunia ini yang akan mencintaiku ... memangnya kupikir aku ini siapa? Inilah diriku yang sebenarnya. ”
Masaya tidak ragu mengorbankan hidupnya untuk menghancurkan revolusiku.
Jadi aku memutuskan untuk bergerak  ke fase berikutnya - 'revolusi kedua'.
Kali ini, aku akan bertaruh pada hidupku, dan mengubah dunia ini.
“Hai, Masaya. Aku akan terus bertarung melawanmu. ”

Itu pilihan yang menyakitkan.
Satu anak siswa SMP tidak bisa berbuat banyak.
Pada momen seperti ini, semua rencanaku dihancurkan oleh Masaya, atau lebih tepatnya, mereka berbalik padaku. Perkataanku hanya akan menjadi sanggahan yang tidak ada artinya, dan yang paling penting, yang aku maksud tentang mengambil tindakan dengan cara menghilangkan, sangat mempengaruhi rencana revolusiku.
Rencana Masaya Kishitani lebih sempurna dari sebelumnya.
Selama tiga hari ini, aku minum lima puluh enam cangkir teh merah, dan mengunyah lima puluh tiga permen karet. Aku tidak mencoba untuk bersikap tenang dan belajar merokok, hanya karena aku sampah dengan nyali yang sangat kecil.
Aku merebus air panas untuk menyeduh teh merah sebanyak lima puluh tujuh cangkir, dan perlahan memikirkan kembali rencanaku.
Karena aku belum bersih-bersih, sampah di kamarku berserakan saat aku terus menulis dengan bolpoin.
Aku terus merevisi rencana dan merenungkannya, terus berpikir.
Tetapi dalam situasi sulit seperti itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan paling tidak, aku hanya bisa mengirim bangkai kucing dan surat yang aneh ke kotak surat keluarga Masaya. Aku tidak ingin bertemu ibu Masaya lagi, tapi tanpa menghilangkan 'Dia' sebagai ancaman besar, rencana itu mungkin takkan berhasil.
Maka, sekitar dua minggu setelah Masaya bunuh diri, ada peluang besar dalam revolusi kedua.
Saat itulah aku sedang makan keripik kentang di jembatan di waktu malam hari.
Seorang wanita langsing muncul di hadapanku untuk kesekian kali.

"Yo, Takkun."
Itu adalah wanita yang aku temui di food court sebelumnya, dan jika aku ingat dengan benar, namanya adalah Sayo. Sebagai perempuan, dia sangat tinggi, lebih tinggi daripada ayahku. Itu adalah pertama kalinya aku bertemu dengan seseorang yang sangat cocok untuk mengenakan pakaian pengendara. Dia muncul di jembatan, dan tidak di jalan. Itu saja tampaknya begitu tidak cocok pada tempatnya.
Kami pernah bertemu sebelumnya, tapi dia memanggilku dengan nama yang aneh. Mungkin dia salah orang.
“Siapa Takkun? Aku tidak punya nama itu. ”
"Aku tahu. Kau Taku Sugawara, kan? Itulah mengapa namamu Takkun. ”
Itu sangat aneh, tetapi ada sesuatu yang lebih penting. Jadi aku hanya mengabaikan sapaan anehnya dan melangkah kebalakang karena segan.
Dia tahu namaku.
Aku tak tahu seberapa banyak dia tahu tentang diriku, tapi itu terlalu berbahaya sekarang karena dia tahu namaku.
“Jadi aku tahu semua yang terjadi di kelasmu. Tapi santai saja, aku tak tahu kebenarannya; yang aku tahu adalah aku tidak tahu apa-apa. ”
Setelah bilang begitu, dia dengan cepat menjulurkan tangannya dan meraih kerahku. Aku dengan mudahnya ditangkap, mungkin karena kemampuan atletisku yang buruk. Aku mencoba memukul tangannya, tapi aku dipaksa untuk berpindah posisi, dan menekan ke pagar jembatan.
Sedetik kemudian, sebuah logam dingin merambat ke dadaku melalui pakaianku yang tipis.
Itu bukan situasi di mana aku bisa bersantai sama sekali.
"Ada apa?"Aku menurunkan suaraku, "Ingin beberapa tambahan? Ada beberapa keripik kentang di tanah. "
“Siapa yang akan memakannya? Apa yang kau lakukan pada Masaya Kishitani? Apa itu 'revolusi'? Katakan saja padaku."
Ah, aku segera menyadarinya. Dia juga menginterogasiku. Dia pernah menyemangatiku, tapi pada saat ini, dia mempertanyakan akan dosa-dosaku.
Sial, aku terlalu sedih.
Semua orang memilih untuk meninggalkanku. Tidak ada yang bersedia berdiri di sampingkusama sekali. Begitu aku menyadari ini, aku merasakan kesedihan di dalam hatiku. Jadi, sampah itu memang benar-benar sulit untuk bertahan hidup, ya? Apa memang sesulit itu?
Aku merasa ingin menangis. Aku menggigit bibirku dan menginjak keras kaki Sayo. Namun, dia menahanku dengan lebih kuat, sama sekali tidak goyah.
Sial, sial, sial.
“AKU SUDAH BILANG SEMUANYA. AKU MEMBULLY MEREKA SEMUA! ”Aku berteriak,“ MASAYA TELAH BERTANGGUNG JAWAB MENGUNGKAPKAN SEMUANYA DI INTERNET, JADI AKU MEMUKULNYA DENGAN AIR BOTOL. AKU TERUS MENGARAHKANNYA, DAN MEMBUATNYA BUNUH DIRI. IA LAYAK MENDAPATKANNYA! ”
Aku tidak bisa berhenti lagi.
Entah apakah itu rencananya, atau ini adalah revolusi. Aku menyerah pada yang lainnya, dan hanya bisa berteriak.
Karena seluruh Jepang mengharapkannya, ‘kan?
Apa ini yang namanya kebahagiaan?
“PEMBULLYAN ADALAH SEBUAH PENEMUAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MELAWAN PERADABAN! TAK PERLU BERMIMPI TENTANG TAKDIR NEGARA INI, HANYA MENGUNCI TIGA PULUH PEMUDA KE DALAM SAUNA! INI ADALAH PENAWAR UNTUK HARI YANG MEMBOSANKAN! TANPA KESENANGAN, MANUSIA TIDAK BISA HIDUP ”
Sial, sial, sial.
"MOTIF? HANYA KECEMBURUAN! CINTA PERTAMAKU ADALAH PACAR MASAYA! IA ADALAH ORANG POPULER! MAKA TAK ANEH JIKA AKU MENARGETKANNYA! INI DINAMAKAN REVOLUSI! BUKANKAH INI KEREN !? INI KEJAHATAN YANG SEMPURNA! ”
Sial, sial, sial.
"JADI AKU AKAN TERUS MELANJUTKAN DENGAN BALAS DENDAM! AKU TAKKAN MEMAAFKAN IBU MASAYA! DIA MEMAKSAKU DENGAN HUKUMAN BURUK UNTUK BERLUTUT DI HADAPAN ORANG! MANA MUNGKIN AKAN MEMAAFKAN SI LACUR TERSEBUT! AKU TAKKAN MEMAAFKAN KOTOMI ISHIKAWA SELAMA HIDUPKU! SEMUA ORANG TAK BISA DIMAAFKAN! SEMUA NYA MATI SAJA SANA! ”


"Takkun, sudah cukup."
Ucap Sayo di telingaku. Saat dia mengubah posisinya, aku segera sadar kembali. Dia memelukku, dari atas ke bawah.
Aku bisa merasakan kepalanya menekan dadaku. Karena terhalang pakaian pengendara, aku tidak bisa merasakan kehangatan tubuh, tetapi aku bisa merasakan tangannya memelukku.
"Itu sudah cukup. Mana mungkin kau bisa membully orang lain ... ”
Dia sepertinya memaksakan suaranya keluar.
“Aku berbicara dengan Takayoshi Komuro melalui telepon. Tentunya dia bersalah. Hanya saja mereka yang menonton berita itu tidak mengetahuinya, dan polisi serta guru dengan bukti yang tidak bisa diberitahu, tetapi bagaimanapun juga, kau bukan orang yang salah. ”
"Apa maksudmu ... itu tidak logis."
“Ini bukan masalah logika, tapi apa yang bisa aku rasakan. Ahh, ini gila; itu indra keenam. Aku tak berpikir seseorang yang akan merintih karena ditolak adalah iblis yang memaksa teman sekelasnya untuk bunuh diri. ”
Tentunya ada orang-orang seperti itu di dunia ini, pikirku, tetapi aku tidak bisa mengatakannya dengan keras. Aku tak bisa mengatakan apa-apa. Dan untuk beberapa alasan yang aneh, aku ingin menangis. Tapi aku takkan menangis. Ketika aku memulai revolusi, inilah yang sudah aku putuskan.
Aku tidak melawan, dan aku terus berdiri di atas jembatan. Dengan Sayo yang memelukku, aku melihat ke arah kendaraan yang berlalu lalang di bawah jembatan, melaju pergi seolah-olah mereka mengabaikanku. Jembatan tempat kami berdiri sedikit berguncang.
Setelah beberapa saat, dan meskipun enggan, aku mendorong tangan Sayo menjauh. Aku bukan lagi anak  kecil; Tidak mungkin aku terus mengandalkannya.
“Kau masih anak kecil. Kau boleh terus mengandalkan aku. "
Ucap Sayo, seolah membaca pikiranku.
Aku menggelengkan kepalaku.
“Aku sudah 14 tahun. Suaraku sudah agak BERAT, dan aku bisa masturbasi. ”
"Kau benar-benar suka lelucon kotor YA."
Sayo terkekeh.
"Apa kau tak keberatan untuk memberitahuku apa yang terjadi?"
"Mengapa?"
“Kakak perempuan Masaya sedang menyelidiki ini. Aku asistennya. "
Kalau tidak salah namanya Sanae, ‘kan? Aku ingat Masayapernah menyebutkannya beberapa kali. Setiap kali dia berbicara tentang kakak perempuan atau ibunya, dia akan terus bercerita tanpa henti.
Mempertimbangkan kemungkinan revolusi, aku mungkin harus bertemu dengannya, tetapi ada risiko untuk beberapa alasan yang cukup aneh.
“Aku takkan bicara, dan kamu tidak akan percaya siapa pun. Setiap idiot yang percaya perkataanku dengan sepenuh hati hanya akan menarikku ke bawah. "
"Apa yang akan menarikmu kebawah?"
"Revolusiku."
“Kalau begitu beritahu sendiri kakak Masaya. Tidak mungkin dia akan mempercayaimu. Dia takkan menyerah sampai dia mendapat jawaban yang bisa diterima. Dia sedikit bimbang sekarang, tapi aku yakin dia akan menyemangati dirinya lagi.
"... Dia takut pada sesuatu?"
"Yah ... aku tidak tahu. Dia sepertinya menyembunyikan sesuatu. Jika aku terus mengabaikan hal ini, dia mungkin akan membalas dendam padamu. Kau tahu tentang ibu Masaya juga, kan? Katakan yang sebenarnya, percayalah padaku. ”
Dia memukul dadanya dengan tinjunya. Senyum brilian Sayo ada di hadapanku, dan aku bisa mendengar suara keras dan gesekan baju pengendaranya. Dia sepertinya menyemangatiku.
Aku menatap pada tatapannya yang tulus, dan memikirkan beberapa rencana. Namun, karena perang batin yang sebelumnya terjadi, pikiranku tidak bisa berfungsi dengan baik. Dengan Dia mendesakku, "Baiklah," aku tak bisa mengatakan apapun selain mengucapkan itu.
Mengingat bahwa Sayo mengatakan sejauh ini, aku hanya bisa bertemu dengannya.
Sanae Kishitani, kakak perempuan korban yang aku tuntun untuk bunuh diri.
Tentu saja, aku mengerti arti dari semua ini.
Tolong tertawalah sekeras mungkin dan ejeklah diriku ini.
Aku membuat temanku putus asa, tersakiti oleh cinta pertamaku, ditinggalkan oleh orang tuaku, dikutuk oleh teman sekelasku untuk 'mati', dan bahkan ditinggalkan oleh temanku yang kukenal dari internet, dan seluruh Jepang ingin menghakimiku dengan 'hukuman mati '.
Tetapi ketika dipeluk oleh seorang wanita, hatiku melemah. Betapa bodohnya aku. Aku seharusnya dicerca sebagai anak SMP yang cabul.
Dan dengan demikian, aku dikhianati oleh orang yang sangat aku percayai.

Keesokan harinya, aku berada di bangku taman.
Aku memberi Sayo dua syarat.
Pertama, dia harus merahasiakan ini sampai aku bertemu dengannya.
Kedua, aku akan memutuskan waktu dan tempat.
Jadi, sekitar jam empat sore, aku pergi ke taman yang berjarak lima menit berjalan kaki dari rumah Masaya. Jika tidak ada hambatan, Sanae akan ada di sana.
"Dia mungkin puzzle terakhir."
Aku memainkan earphone-ku sembari merenung. Berbeda dengan saat berada di jembatan pada hari sebelumnya, pikiranku sudah sangat tenang.
Aku tidak bisa mempermalukan diriku lagi. Aku harus menghadapi ini dengan tenang.
Dan kemudian, biarkan revolusi kedua berhasil.
"Dan ada sesuatu yang ingin kutanyakan padanya."
Hanya ada satu keraguan yang aku miliki.
Ada sesuatu yang dikatakan Ishikawa yang tidak bisa aku pahami. Kupikir itu Katou, tapi sepertinya aku salah.
Pada bulan September, pakaian olahraga Masaya dirobek-robek.
Tentu saja, itu bukan diriku, dan juga bukan Ishikawa.
Menurut apa yang aku dengar dari Toguchi-sensei, sebelum jam pelajaran kelima, Masaya mengeluarkan pakaian olahraganya, dan menemukan bahwa mereka telah dirobek oleh sesuatu yang tajam. Aku di perpustakaan, jadi aku bukan saksi. Namun aku bisa memastikan bahwa hanya ada beberapa orang yang bisa mengambil pakaian olahraga Masaya dari tasnya, merobeknya, dan mengembalikannya. Ini benar-benar berbeda dari menumpahkan tinta ke notebook.
Mahasiswa masih pada liburan musim panas mereka pada bulan September, dan banyak yang kembali ke rumah.
Sayo mengatakan bahwa dia menyembunyikan sesuatu.
Jadi aku harus menjelaskannya.
Apakah orang yang memotong pakaian olahraga Masaya, adalah Sanae?
Ada suara langkah kaki di belakangku.
Dan ini adalah langkah terakhir.


close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama