Tada, Sore Dake de Yokattan Desu Chapter 10




Penerjemah : Kaito
Editor : Utsugi
Chapter 10 – Revolusi

Panggilan yang aku lakukan masih tetap menyala.
Dengan earphone-ku yang masih tertancap, aku mulai meninggikan volume, dan sesegera mungkin mendengar drama serial di siang hari tentang cinta dan kebencian di dalam keluarga. Itu sangat mengejutkan, dan mereka sepertinya sedang bertengkar. Sepuluh menit kemudian, kedengarannya sudah tenang.
Ibu yang hanya mempedulikan putranya memanggil nama putrinya dengan penuh kasih sayang, dan putrinyan yang iri pada adik laki-lakinya meminta maaf atas dosa-dosa yang telah dia lakukan.
Aku menutup telepon.
Aku pikir akan terjadi keributan, tapi aku benar-benar bersyukur bahwa ibu Masaya tidak bunuh diri. Aku tidak ingin ada lebih banyak penderitaan di rumah Masaya. Ia sering mengeluh, tapi Ia sangat mencintai keluarganya.
"Alasan mengapa aku memilih taman ini adalah untuk memastikan si anak perempuan akan kembali menyelamatkan ibunya dengan sesegera mungkin."
Gumamku. Aku mengambil kaleng yang ditinggalkan Sanae, dan berbalik meninggalkan taman. Sekarang sudah jam enam sore, dan menjelang akhir Desember, langit mulai berubah gelap.
Aku ingin bertindak cepat.
Aku terus menunggu selama yang aku bisa, dan kali ini, ponselku berdering. Itu berasal dari ibu Masaya.
"Apa yang harus kami lakukan…? Apa yang kamu harapkan? ”
Itu adalah satu hal yang dia katakan, “Aku hanya berharap anda berjanji sesuatu padaku,” jadi hanya itu yang aku katakan, “Supaya tidak akan ada lagi korban seperti Masaya.”
Aku dengan sungguh-sungguh berdoa agar mereka bahagia lagi, dan memutuskan untuk pergi ke tujuan berikutnya.
“Sekarang semua bagian sudah berada di tempatnya, dan yang tersisa hanyalah tekadku.”
“Apa kau merencanakan semua ini?” Sanae menanyaiku dengan tegas, tapi bukan itu masalahnya. Jika bukan karena dewi keberuntungan membiarkannya muncul, aku mungkin takkan bisa menyelesaikan rencana ini. Tak peduli seberapa banyak yang aku mengatakan, menjadi sendirian, tidak ada seorangpun yang akan mempercayaiku.
Untuk meyakinkan ibu Masaya, aku membutuhkan kekuatan putrinya.
Dia tetap mengacuhkan putrinya, tapi fakta bahwa putrinya melakukan pelecehan pada Masaya membuatnya benar-benar terguncang, dan akibat didikannya yang ketat, secara tak terduga adalah penyiksaan bagi Masaya.
"Aku harap kalian berdua bahagia," aku bergumam.
Lalu, aku akan menuju tahap akhir.
Menuju ke Sekolah SMP Kuzegawa 2.
Ini benar-benar akhirnya.

Aku memutuskan untuk berjalan menuju tujuanku.
Biasanya, aku akan naik bus, dan jika aku berjalan, akan memakan waktu sekitar satu jam. Dalam perjalanan ke sana, aku menyempatkan pulang ke rumah; Aku harus mempersiapkan diri, jadi aku menghabiskan lebih banyak waktu.
Namun meski demikian, aku terus maju.
Aku tak tahu kapan lagi aku akan mengambil jalan seperti ini, atau apakah aku akan memiliki kesempatan untuk mengambil jalan seperti ini lagi.

Terakhir kali aku naik bus ketika pulang bersama Masaya, kami sempat berdiskusi. Kalau tidak salah itu di bulan Februari, saat kami masih kelas satu.
"Itu masih lebih baik daripada keluargamu, tapi keluargaku sedikit berbelit..."
Masaya duduk di dekat jendela saat Ia tiba-tiba mengatakannya. Ia terus melihat ke luar, tidak melihat ke mataku, tetapi nadanya tiba-tiba suram.
Dia menyandarkan kepalanya di jendela bus, dan menggerutu dengan kebencian.
Aku duduk di sebelahnya, menangkup tasku yang ada di lutut.
"Berbelit?"
“Ya, anehnya membingungkan. Ibu tiba-tiba berbicara tentang nilai dan kuliah tanpa peringatan; dia memiliki harapan besar untukku. Kakak selalu membully-ku setiap kali dia pulang ke rumah. Dia iri padaku; ini membuatku muak."
"Apa karena kau jenius, Masaya?"
"Ya. Tampaknya alasannya karena dia terasingkan ketika di kampusnya. Setelah aku punya pacar, dia terus membullyi-ku. Itu menyebalkan. ”
“Masaya, kakakmu itu cantik,‘kan? Dia kelihatannya populer. "
"Mungkin."
"Biarkan aku berhubungan seks dengannya."
"Jangan katakan itu di hadapan adiknya sendiri."
"Kau ingin aku mengatakan ini pada adik iparnya?"
"Mengapa kau berakting seolah sudah menikah dengan kakakku !?"
"Tapi kau kelihatannya benar-benar suram hari ini."
Aku bertanya, dan Masaya tidak segera menanggapi.
Setelah satu atau dua detik, dia mulai berbicara, dan ada kabut di jendela kaca.
"Kau ingat Kotomi Ishikawa?"
Itu nama yang tidak terduga. Tentu saja aku ingat nama itu.
"..aku ingin menyelamatkannya, tapi aku gagal."
Dan juga, dia adalah gadis yang berpacaran dengan Masaya.
Setelah mendengar jawabanku, “Jangan katakan itu gagal. Itu adalah pilihan yang tepat,” Masaya membantah.
Menghiburku dengan perkatannya. Jadi aku mengucapkan terima kasih, dan bertanya mengapa dia tiba-tiba menyebutkan nama Ishikawa.
“Kotomi masih merasa takut dengan Tes Kekuatan Manusia, dan tentang penilaian oleh orang lain terhadapnya. Dia terlalu bergantung padaku. "
Ucap Masaya sambil terus melihat ke luar jendela.
"Oh," aku menjawab dengan lesu. "Pelecehan itu benar-benar membuatnya trauma, ya?"
"Sepertinya begitu."
Masaya mengangguk, dan menghela nafas.
"Tapi belakangan ini, aku mulai memahami perasaan Kotomi."
Nada suaranya agak melankolis, terdengar bukan seperti orang seusiaku.
“Semua orang memanggilku pahlawan, tetapi sikap manusia bisa berubah dengan mudah. Gadis-gadis yang cemburu pada Kotomi mulai bersikap baik padanya setelah aku berpacaran dengannya. Bahkan aku merasa merinding melihatnya. Aku penasaran apakah suatu hari nanti, teman-temanku mungkin mengkhianatiku. ”
"Sejujurnya ... memang ada kemungkinan seperti itu."
"Ya. Jadi aku mulai merasa tidak nyaman tentang hubungan manusia. Menyebalkan ... yah, ini sedikit berbeda dari itu. ”
Masaya menatap ke telapak tangannya. Tentu saja, kita tidak bisa mengubah kenyataan yang menyedihkan ini.
"Masih ada bekas luka di hati Kotomi ... Aku juga terpengaruh, meski aku harus melindunginya."
"... Begitu ya ... aku juga ingin membantunya."
Aku menjawab tanpa berpikir. Aku melilitkan tali tasku pada jariku, dan melihatnya memerah saat aku melepasnya.
Namun, Masaya tampaknya telah menyadari pemikiranku melalui kalimat ini saja. Ia memasukkan tangannya ke kantong celananya, dan menatapku.
"Hanya perkiraanku, tapi kau suka Kotomi, bukan?"
Seperti yang diharapkan dari Masaya. Ia segera mengetahuinya.
Mungkin pikiranku jelas tertulis di wajahku.
"Tidak pada titik di mana aku menyukainya," aku tertawa, berusaha menghindari permusuhan yang akan datang, "Aku mengaguminya, tapi santai, aku bukan sampah yang akan mencuri pacar temanku yang baik."
Masaya menimpali,
"Eh, itu mustahil untukmu."
"Akan kubunuh kau."
“Kau bilang ingin membantunya, ‘kan?” Masaya mengabaikan balasanku, dan menjawab dengan serius, “Benarkah? Kau pernah gagal sekali, tapi kau ... apa kau tidak takut? ”
"Bukannya kau baru saja bilang "Jangan bilang itu gagal?" "
"Aku bersumpah aku tidak memiliki kesan seperti itu."
“... Sejujurnya, aku takut.” Kali ini, giliranku untuk mengabaikan kekonyolan Masaya, “Aku tidak ingin mengakhiri itu dengan menyedihkan. Aku memiliki kehidupan yang bergelombang; Aku tidak ingin terluka lagi. "
(E/N : bergelombang mungkin dapat diartikan seperti banyak rintangan, tidak dapat dipastikan atau mungkin juga penuh penderitaan,…)
"Kurasa begitu ..."
“Tapi ... jika dia benar-benar frustrasi, dan jika kau merasa tidak berdaya, katakan saja padaku. Aku pasti akan melindungi Ishikawa. "
Masaya tertawa kecil.
"Ini memang seperti dirimu."
“Jangan iri padaku. Aku mungkin juga menyelamatkanmu, Masaya, mengalahkan teman sekelasmu dan keluargamu. ”
"Kau melakukan itu untuk direnungkan."
"Apa lagi?" Mengatakan hal itu, aku kemudian melanjutkan, "Jadi, saat aku dalam masalah, bantu aku di sini, Masaya." Aku kemudian menambahkan, "Kau tahu ... aku juga memiliki masalah keluarga."
Masaya mengangguk, wajahnya menjadi lebih ramah.
"Serahkan saja padaku. Tak peduli apakah aku akan ditangkap atau dianiaya, bocah jenius Masaya-sama ini akan mampir untuk membantumu. Lain kali, Kau bisa menato Kalimat 'Taku memiliki Masaya'. Itu akan terlihat bagus."
“Tidak mau… kau suka berusaha dengan keras di sana. Kau berteman baik denganku karena kau dan aku sama-sama memiliki keluarga yang tidak harmonis, kan? ” Ucapku.
"Ya, kita teman baik, sekutu." Wajahnya memerah saat Ia mengatakan itu.
Lalu, Ia mengulurkan tangannya ke arahku.
“Mereka dari keluarga yang tidak harmonis harus saling membantu. Ini adalah aliansi TakuMasa. "
Apa-apaan dengan nama itu? Pikirku, tapi aku tidak pernah menolaknya.
“Woke.” Jadi aku bertukar tinju dengannya.

Aku masih mengingat aliansi TakuMasa.
Masaya tampaknya juga sama.
Ia meninggalkan dua surat wasiat untukku.
Salah satunya adalah yang diarahkan pada media dan masyarakat pada umumnya, "Taku Sugawara adalah iblis."
Dan surat yang satunya lagi ditinggalkan di loker sepatuku, pada hari sebelum Masaya bunuh diri. Itu adalah surat cinta yang pernah aku dapatkan selama hidupku.
Kata-kata manis yang tertulis di lembaran kertas mirip seperti buku teks. Itu adalah tulisan Masaya. Ini adalah satu-satunya kata yang ditulis:
"Pengkhianat."
Melihat hasilnya, Kupikir Ia benar.
Aku tidak bisa menyelamatkannya.
Kami tidak bisa pulang bersama, atau kembali ke hari-hari dimana kami mengobrol tanpa henti. Dari kata itu, aku mengerti hal ini dengan sangat baik.
Kami pantas mendapatkannya.
Masaya membully-ku, dan mengakhiri hidupnya dengan kesedihan.
Kemudian, Aku memiliki tujuan yang konyol, dan berjuang dalam keputusasaan.
Kami berdua layak mendapatkannya.

Namun, sepertinya akulah yang sedikit beruntung, dan tidak terlalu buruk.
Setelah Masaya meninggal, bahkan dengan reputasiku yang tercabik-cabik, aku masih memiliki seorang gadis yang menungguku untuk memberinya kebahagiaan.
Paling tidak, aku bisa menyelesaikan setengah dari apa yang aku janjikan dengan Masaya.
Dan dengan demikian, revolusi panjang ini akhirnya akan berakhir.
Revolusi ini lebih besar dari yang aku harapkan. Seluruh Jepang memaki diriku, dan media asing juga ikut menyororti insiden ini.
Seluruh dunia adalah musuhku.
Semua manusia menyumpahiku untuk 'mati'.
Di twitter, koran, 2ch, youtube, majalah hiburan, TV, facebook, LINE, Google+, surat di ruang tamuku, di dalam bus, LINE, podcast internet, berita asing, ruang kelas, Mixi, kafe di jalanan. Semua orang menghhujatku.
"Tapi meski aku adalah orang jahat, aku memiliki keinginan yang mirip seperti pria baik."
Karena aku adalah sampah sejati.
Selama dia bisa tersenyum lagi, aku baik-baik saja meski jatuh ke dalam neraka.
"Sekarang, aku akan melaksanakan kebahagiaan yang sesungguhnya."

Aku datang ke Sekolah SMP 2 Kuzegawa setiap hari, tapi ini mungkin pertama kalinya aku muncul di tempat parkir. Aku sering melewati tempat ini sebelumnya, tapi biasanya, aku takkan benar-benar memperhatikan tempat yang disebut 'tempat parkir'.
Itu jauh menghemat banyak waktu, dan tak ada siswa yang terlihat. Tempat parkir berada di belakang kompleks sekolah, ukurannya seperempat dari gedung olahraga. Hanya ada setengah dari mobil yang diparkir di siang hari. Lampu di tengah berkedip-kedip, dan aku punya banyak tempat untuk bersembunyi.
Aspal di musim dingin terasa dingin seperti es, dan saat aku duduk, pantatku terasa sakit. Aku bersembunyi dalam kegelapan, menunggu targetku muncul. Aku meringkukkan tubuhku, sembari mengingat Masaya dan Ishikawa dan berharap revolusi ini akan berakhir.
Beberapa guru memasuki mobil mereka, terlihat sangat lesu, dan sepertinya tidak menyadariku. Lalu, aku menurunkan kepalaku ke tempat mereka pergi. Tidak ada arti lain.
Seiring waktu berlalu, sedikit demi sedikit, aku merasa jantungku semakin berdebar.
Aku tak perlu cemas.
Yang harus aku lakukan adalah menguatkan tekadku.
Setelah beberapa saat, aku melihat kepala Toguchi-sensei di tempat parkir, tapi Ia juga bukan targetku. Aku tidak tertarik padanya; pasti akan ada seseorang yang  menghakiminya. Ada beberapa komentar di internet yang mengkritik Toguchi-sensei. Jika aku terus menyalahkannya, Ia akan terlihat sangat menyedihkan.
Jadi, aku memandangi mobilnya pergi tanpa melakukan apa-apa.
Sampai jumpa. Somoga selamat sampai tujuan.
Pada saat aku menyadarinya, kebanyakan guru sudah pulang, dan hanya dua mobil yang tersisa. Sekarang sudah jam delapan malam. Bahkan sebagai pegawai negeri, profesi mengajar benar-benar melelahkan. Salah satu dari mobil itu pasti punya anggota staf, dan aku tahu siapa yang lain.
"Aku tak pernah berpikir anda akan menunggu sampai akhir."
Maka, aku langsung muncul saat Kepala Sekolah Fujimoto tiba di tempat parkir.
Matanya sedikit melebar, tapi Ia tidak terlihat kaget.
“Oh Sugawara. Ada apa?"
Tentu saja, ini bukan pertama kalinya kami bertemu. Aku sudah bertemu dengannya dua kali, yang pertama, saat aku memukul Masaya dengan botol air, dan yang kedua saat Masaya bunuh diri. Kami hampir tak pernah berbicara secara langsung, tapi mengetahui penampilan masing-masing.
Pada saat ini, aku mengeluarkan pisau bertahan, dan mengarahkan ujungnya ke dada kepala sekolah.
Ada jarak lima meter di antara kami saat kami saling berhadapan.
"Jadi kau ingin membunuhku?" Kepala Sekolah Fujimoto tidak bergerak, "Kenapa?"
“Untuk mengakhiri Tes Kekuatan Manusia. Kami tidak membutuhkan hal semacam itu, ” Aku segera menjawab. “Kami hidup dalam mimpi buruk. Media merobek kontrak  yang dibesarkan oleh sistem pendidikan baru ini. Setelah kau mati, Tes tersebut pasti akan hilang dari dunia ini. "
"Kalau begitu, kau harus mengatakannya kepada semua orang, dan tidak menggunakan kekerasan."
“Melihat sikap anda, bahkan seorang anak SMP bisa tahu kalau anda tidak bermaksud mengatakannya. Jika anda mau, ibu Kishitani bisa melakukannya. "
Mendengar itu, "Oh?" Kepala Sekolah tampak sedikit terkejut.
“Jadi kau meyakinkan Akane Kishitani?"
"Yeah. Aku mengiriminya bangkai kucing, melakukan yang terbaik untuk mengejeknya, berbicara kasar padanya, dan menyuruhnya menyerah. Aku benar-benar ingin mengatakan padanya bahwa betapa sulitnya untuk memasukkan bangkai kucing setelah insiden itu terjadi. ”
"Jadi begitu, kau berhasil meyakinkannya…... itu sedikit rumit sekarang."
"Ini akan mudah dengan kematianmu."
Aku memegang pisau dengan kedua tangan. Selama aku menikamnya ke dada Kepala Sekolah, aku harusnya bisa menjaganya. Bahkan dengan kemampuan atletisku yang buruk, selama aku memiliki senjata, aku seharusnya bisa mengalahkan paman tua ini.
Semua yang kubutuhkan adalah membulatkan tekadku.
Aku tidak bisa gemetar begitu saja.
Untuk menyemangati diriku sendiri, aku terus melanjutkan,
“Yang aku inginkan hanyalah kebahagiaan. Aku takkan menjadi superstar di sekolah, tidak bisa nongkrong bareng dengan idola sekolah, dan yang aku butuhkan adalah tetap berada di sudut ruang kelas sementara semua orang bisa tertawa. Untuk alasan ini, aku memulai revolusi. Aku ingin mengakhiri intimidasi Masaya, menghancurkan Tes Kekuatan Manusia, dan hubungan manusia yang buruk. ”
Pisau di tanganku gemetar.
"Itu saja sudah cukup bagiku."
"Tapi kemudian, Masaya Kishitani bunuh diri," ucap kepala sekolah dengan geraman yang dalam.
Aku berteriak,
"Ya! Revolusi ini gagal! Ini adalah langkah terakhir dariku, jalan yang dipaksakan. Aku akan membunuhmu, dan mengakhiri Tes Kekuatan Manusia ini! ”
“Itu takkan berakhir. Pertama, apakah ada artinya untuk ini? Bahkan jika kau membunuhku, Kelas 2-1 tidak bisa kembali normal, dan itu bukanlah kelas yang kau inginkan lagi. ”
"Tidak, ini bukan lagi untuk diriku sendiri," aku mengejek diriku sendiri, "itu untuk 'teman normal' tertentu, yang takut dengan Tes Kekuatan Manusia."
Jadi, aku harus membunuh orang ini.
Aku mengumpulkan semua kekuatanku, dan mengarahkan pisau ini ke dada Kepala Sekolah. Aku menendang tanah, dan menerjang dengan sekuat tenaga.
Tapi Kepala Sekolah bergerak labih dahulu.
Ia mundur selangkah.
Itu hanya satu langkah mundur, dan rasanya seperti kekuatan super telah mengirimku ke samping. Seseorang melompat ke arahku, membungkus tubuhku dengan tanganny, dan mengunciku dengan teknik yang tidak aku ketahui. Ada rasa sakit yang tidak normal dari tangan kananku.
Aku tidak bisa menahan rasa sakit, dan tak bisa mengerahkan tenaga jadi aku melepaskan pisau. Orang itu kemudian beralih posisi, menjepitku ke tanah. Wajahku tertahan di aspal yang dingin.
"Takkun, sudah cukup!" Teriaknya di telingaku, suaranya hampir pecah,  hampir menangis, "Ada batas untuk semuanya!"
Orang itu adalah Sayo. Aku tidak tahu mengapa dia ada di sini, tetapi dengan dia menahan diriku, aku tidak bisa bergerak sama sekali.
“Kau juga mengkhianatiku!?” Aku mengecamnya, “Kenapa!? Kenapa tidak ada yang berdiri di sisiku!? ”
"Diam! Aku berada di sisimu sepanjang waktu !!” teriaknya, membalas ucapanku.
Aku mencoba yang terbaik untuk menggerakkan tubuhku, tapi aku tidak bisa membebaskan diri dari Sayo. Aku tidak bisa mengalahkannya sama sekali, baik dari kekuatan maupun keterampilan.
Aku melihat Kepala Sekolah mengambil senjata yang aku miliki — pisau. Ia memungutnya dengan ujung jarinya, dan memandangku seolah Ia menyentuh sesuatu yang kotor. Aku tidak bisa lepas dari pandangan itu.
“Dia memberitahuku segalanya tentangmu, dan itulah mengapa aku ragu-ragu selama ini. Dan juga, kami melihatmu bersembunyi di tempat parkir, jadi aku sudah waspada. Sugawara, apa yang kau lakukan kurang perencanaan. ”
Aku menoleh ke arah Sayo, dan dia dengan malu berkata, "Maaf." Kurasa Sanae menceritakan semuanya, dan dia tahu bahwa aku mungkin akan menyerang Kepala Sekolah.
Mungkin dia memiliki firasat buruk tentang kata-kata "Revolusi belum berakhir."
Jika itu masalahnya, aku benar-benar ceroboh.
"Hei, Sugawara, apa yang kau harapkan?"
Kepala Sekolah berlutut, dan pada dasarnya mengusapku.
“Tes Kekuatan Manusia bukanlah hal yang sia-sia, tidak seperti Accured interest. Tes akademik saja takkan cukup untuk bertahan hidup di masyarakat modern. ”
(E/N : Accured interest bunga obligasi dalam dunia perbankan, entah kenapa authornya suka banget masukin kalimat tak lazim buat pembedaharaan kata,… :v)
"Aku tahu," jawabku. “Tapi apa pendapatmu tentang masyarakat saat ini? Apa kau akan mempromosikannya? Merayakan lengsernya sejarah sekolah ini? Jangan menyalahkan semuanya sebagai 'kesalahan masyarakat' tanpa berpikir! ”
"Begitu ya. Jadi kau mengerti ini. ”
“APAKAH KAU MEMAHAMI PERASAAN DARI MURID YANG BERADA DI PERINGKAT TERAKHIR DALAM TES KEKUATAN MANUSIA? APA KAU MEMBANTU MEREKA YANG TELAH DIBULLY? KAU TIDAK MELAKUKAN APA-APA! KAU TIDAK TAHU RASA SAKIT MASAYA, KAU TIDAK TAHU AIR MATA ISHIKAWA! HANYA MEMBICARAKAN TEORI OMONG KOSONG, BERTINDAK SEPERTI HANYA KAU SEORANG YANG BIJAKSANA DI DALAM MASYARAKAT! ITULAH MENGAPA AKU HARUS MENGHANCURKAN TES INI! AKU INGIN MENGAKHIRI SEGALANYA !! ”
Aku berteriak di lantai dengan tak karuan, aku mungkin sudah berteriak, atau mungkin itu hanya penyesalan biasa.
Aku gagal.
Pada akhirnya, aku tidak bisa mencapai apapun.
Teknik kuncian Sayo melonggar, mungkin karena aku tidak terus melawan. Tapi pada saat ini, aku tidak punya niat untuk melarikan diri, dan berbaring di tanah, tragis dan kecewa.
Kepala Sekolah Fujimoto meminta Sayo untuk melepaskanku, dan berkata,
“Aku takkan mengatakan bahwa aku tidak mempertimbangkan ini; Aku akan menghubungi mereka yang berperingkat rendah pada Tes Kekuatan Manusia dan mencoba untuk berinteraksi dengan mereka. Tes Kekuatan Manusia itu sendiri tidak sempurna, dan aku perlu mendengar pendapat dari para siswa. Mana mungkin aku membiarkan muridku menderita. ”
Kepala Sekolah menepuk pipiku dan membersihkan wajahku.
Dengan pandangan tertegun, aku menatap Kepala Sekolah.
"Tunggu, kamu Sou?"
"Iya. Aku memiliki harapan yang luar biasa padamu secara khusus. Tentu saja, aku menyadari meningkatnya ketegangan dalam interaksi siswa. Namun, kau tetap di bawah, masih terus hidup. Aku terus berdoa agar kau menyadari, mampu membuktikan bahwa kepribadian hanyalah salah satu faktor pembentuk kemanusiaan. ”
Kepala Sekolah kemudian mengolok-olokku,
“Tapi kamu benar-benar naif. Tidak ada yang baik dan jahat di dunia ini. Mereka yang kita anggap baik bisa saja dianggap jahat jika dari perspektif orang lain, dan jika kita membaliknya, logika yang sama juga berlaku. Kau harus memahami ini lebih baik daripada orang lain, Taku Sugawara. Apa kau menikmati rasa superioritasmu dalam menghadapi massa yang bodoh? Apa kau membenci Masaya sebagai orang yang baik hati, bersama dengan teman sekelasmu yang berharap kamu mati? ”
Persepsi seperti itu memang tidak diragukan lagi adalah 'Sou'. Kata-kata yang dikatakan Kepala Sekolah itu mengguncangkan hatiku lebih kencang daripada yang ada di internet.
“Jadi karena suatu alasan, kau menjadi seorang fanatik yang menganggapku sebagai seseorang yang harus dihilangkan untuk menghapus Tes Kekuatan Manusia, mengayunkan pisau ini, tidak mau berbicara denganku, dan mengabaikanku saat aku adalah 'Sou' yang selalu mengawasi kesepianmu? Benar-benar tidak masuk akal, bodoh, dan konyol. Apa kau pikir kau ini seseorang yang bijak? Apa kau tidak menyadari bahwa kau adalah salah satu dari orang-orang bodoh itu juga? ”
"Diam…"
Aku hanya bisa merespon dengan lemah. Apa yang dikatakan Kepala Sekolah itu benar, sangat banyak sampai rasanya benar-benar kejam.
“Kau selalu membanggakan logika seperti itu, dan menganiaya orang lain. Kaulah yang memberikan akun youtube Toguchi-sensei ke media, ‘kan ...? ”
“Bahkan setelah menginvestigasi hal ini, apa kau masih tidak mengerti? Jadi bagaimana jika kau menghancurkan Tes Kekuatan Manusia? Apakah hubungan antar manusia akan lebih mudah? Dalam masyarakat modern, manusia harus bergantung pada pendapat orang lain. Kau bisa memahami ini jika kau sedikit bekerja. "
Akhirnya, Kepala Sekolah mengatakan,
“Betapa bodohnya dirimu. Tolong bicara dengan orang-orang di sekitarmu saat kau berada dalam masalah. Aku harus terus mengingatkanmu tentang ini. Jika kau lebih dulu mendiskusikan ini dengan 'Sou', semua tragedi ini tidak akan terjadi. ”
"..."
Menambahkan penghinaan terhadap luka di hatiku.
Tidak ada yang menyadari adanya pembullyan, dan aku tidak memiliki orang dewasa di sekelilingku yang bisa diajak bicara.
Aku memiliki banyak yang ingin aku gumamkan, tetapi aku tidak mau mengakui semua itu. Itu disebut tercela. Alasan mengapa aku tidak pernah melakukannya sampai saat ini adalah bahwa aku tidak ingin menjadi anak jahat yang mengkritik orang dewasa yang hina.
Dan kemudian, inilah yang aku tinggalkan untuk tekadku.
Satu-satunya hal yang aku lakukan setelah revolusiku gagal—
Resistensi yang benar-benar memberontak.
"Namun—" kata Kepala Sekolah saat Ia berbalik untuk pergi, "mengingat bagaimana kau bisa memaksa Akane Kishitani yang energik untuk berdiri di sisimu, aku mengakui bahwa itu mengesankan. Sepertinya aku akan sedikit sibuk; ada kebutuhan untuk melakukan perubahan pada Tes Kekuatan Manusia. ”
"..."
“Ini memang kenyataan yang kejam, tapi pelajaran selalu datang dengan kegagalan. Aku telah membuat banyak kesalahan yang dapat dianggap mimpi buruk, tapi kami takkan menyerah hanya karena satu kesalahan; kita harus belajar dari pengalaman, dan terus bergerak. Masaya Kishitani, Taku Sugawara, terima kasih atas data berhargamu. Rasanya tidak tepat untuk mengatakan ini sekarang — tapi kerja bagus, nak. ”
Dengan cara yang memuaskan, Kepala Sekolah berjalan menuju mobilnya.
Kerja bagus, nak. Kata-kata itu dengan dingin meludahiku, dan aku tidak bisa menyingkirkannya dari pikiranku.
Kenyataannya tidak begitu bagus. Tidak ada yang berubah dengan kematian Masaya, dan usahaku yang sia-sia.
"Bisa ..." tanpa sadar, aku berkata, "Apakah aku bisa mendapatkan kebahagiaan ...?"
"Kau seharusnya tahu sekarang, ‘kan?" Kepala Sekolah dengan dingin menyatakan, dan akhirnya lenyap dari pandanganku.
Di tempat parkir yang membeku ini, aku melakukan yang terbaik untuk tidak menangis.
Semua yang sudah aku lakukan, dan inilah hasilnya.
Akhir yang buruk tanpa penebusan.
Sekarang, ceritaku berakhir di sini.
Revolusi yang dangkal dan menyedihkan, bukan? Luar biasa, bukan? Seperti yang kuduga, ini benar-benar payah.
Kau mungkin berpikir itu bukanlah apa-apa.
Aku tidak tumbuh dewasa.
Bunuh diri Masaya tidak ada gunanya.
Tidak ada yang peduli tentang ini.
Itu tidak masalah sama sekali.
Revolusi ini gagal, dan aku hampir melakukan pembunuhan.
Aku mengarahkan satu-satunya temanku menuju kematiannya.
Cinta pertamaku terluka parah karena diriku.
Aku tidak bisa menghancurkan Tes Kekuatan Manusia yang sangat dia takuti.
Sungguh Akhir yang tragis, jadi ejeklah diriku. Jangan berharap lagi pada ceritaku.
Mengejekku karena berpikiran begitu dangkal. Aku dibully oleh teman baikku, teman-teman sekelasku memakiku untuk 'mati', seluruh Jepang berharap aku bunuh diri, jadi hina saja. Itu saja yang aku inginkan darimu. Moral dari cerita ini adalah, jangan pernah berkata seperti “Kau ingin menjadi seperti diriku.”
Ahh, itu benar. Cerita ini tidak penting sama sekali. Ini  pada dasarnya sampah.
Tidak ada gunanya mendiskusikan kehidupan sampah.
Aku tahu ini dengan baik — Jadi!

"... Kenapa aku masih menarasikan ini?"

"Karena kau berharap orang lain  mendengarkannya, bukan?" Suara Sayo terdengar.




close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama