Tada, Sore Dake de Yokattan Desu Epilog



Penerjemah : Kaito
Editor : Utsugi
Epilog: Di Ujung Dunia

"Karena kau berharap orang lain mendengarkannya, bukan?" Sayo mulai bersuara.

Sampai
dia mengatakan ini, aku tak pernah menyadari kalau diriku menggumamkan ini semua, dan sepertinya aku mengatakannya tanpa sadar. Ini sangat memalukan. Aku buru-buru menutupmulutku. Sebelum aku mengetahuinya, aku memiliki kebiasaan yang memalukan untuk 'menceritakan sebuah cerita', dan ini adalah untuk memungkinkanku untuk memasuki dunia yang sulit untuk bertahan hidup, memberitahukan bahwa aku memiliki kesulitan untuk bersosialisasi dalam masyarakat.
Tepat di sampingku, Sayo tersenyum padaku.
Aku tidak suka pemahaman itu terlihat sama sekali, tapi sayangnya, aku tidak punya kekuatan untuk melawan.
“Takkun, mana mungkin kau bisa menjadi sampah. Kau sangat mencintai manusia. Ucap Sayo,
“Pada akhirnya, kau tidak bisa membunuh siapapun. Apa-apaan dengan pisau itu? Bahkan tanpa bergerak, kau tidak bisa membidik dengan benar. ”
"..."
“Bukannya aku sudah memberitahumu? Untuk lebih mengandalkanku? Hai, ceritakan lebih banyak tentang ceritamu. ”
"Mengapa…?"
Aku selalu ingin menanyakan ini padanya,
"Apa kau berdiri di sisiku, Sayo?"
Dia sudah menyemangatiku, membantuku, membuatku bertemu dengan Sanae. Dia selalu berada di sisiku sepanjang waktu.
“Karena aku telah menyemangatimu.” Dia menunjukkan senyuman menggoda, “Namaku Sayo Fujimoto. Aku ditinggalkan oleh orang tuaku, dan pamanku, Kepala Sekolah, membesarkanku seorangdiri. "
Rahasia keluargaku sangatlah rahasia, bahkan Sanaepun tidak tahu tentang itu, sanggah Sayo.
Pada saat itu, aku menyadari mengapa dia begitu tertutup.
Dia dibesarkan oleh Kepala Sekolah yang sangat bersemangat tentang pendidikan, dan tentunya dia sangat luarbiasa, mampu mencari berita dari pamannya, dan sangat menguntungkan Sanae dalam penelitiannya.
Dan dia keponakan Sou.
Pada saat ini, dia mulai berkata,
“Aku mendengar dari pamanku tentang latar belakang keluarga dan pemikiran salah satu seorang anak SMP, bocah pemberani yang tidak mau mengakui apapun kepada siapapun dan terus hidup dengan kuat. Jadi, aku selalu menyemangatinya sepanjang waktu, Kau tahu? Aku tidak menduga kalau Ia adalah bocah yang menangis di kedai makanan. ”
"Bagaimana keberaniannya?"
“Sudah kubilang jangan mengolok-olok dirimu sekarang. Aku merasa agak mirip denganmu,  karena aku ditinggalkan oleh orang tuaku.  Aku mendengar bagaimana beraninya dirimu menghadapi dunia ini, dan merasa terdorong olehnya. Bahkan sekarang, aku kagum dengan usahamu. ”
Sama seperti saat berada di jembatan, Sayo memelukku, namun dengan lebih lembut, dan mengatakan kepadaku,
“Dunia ini tidak hanya dipenuhi dengan rasa putusasa seperti yang kau pikirkan, Takkun. Aku menyayangimu, jadi jangan bilang kalau dirimu adalah sampah. ”
Dalam pelukannya, aku tidak bisa menggerakkan jariku sedikitpun.  Tubuhku melemah, Segala beban yang ada seolah menghilang.  Aku tak pernah memiliki pengalaman seperti itu dalam hidupku sebelumnya, tapi untuk beberapa alasan yang aneh, rasanya seperti nostalgia.
Sepertinya ada sesuatu yang hilang dalam hatiku.
Aku ingin berteriak, tetapi ada perasaan aneh, dan aku tidak bisa bersuara.
Semua ingatanku, mulai dari masa kecilku, mulai terlitas dalam pikiranku seperti petasan.
Aku diabaikan oleh orang tuaku, ditendang dengan kasar pada momen tertentu, dan tidur di luar setiap malam, dengan tubuh yang menggigil. Tidak ada yang mengajariku cara untuk mandi, dan tidak ada yang membelikan pakaian yang pantas untukku. Selama sekolah dasar, tidak ada yang mau mendekatiku. Setiap kali aku menangis, “Seharusnya kami tidak melahirkanmu.” Mereka selalu berkata demikian.  Ketika serius, "Aku sampah." Aku dipaksa dudukdi depan cermin dan menggumamkan itu. Setelah aku berumur sepuluh tahun, semua pekerjaan rumah tangga mereka serahkan padaku, dan selama aku melakukan sesuatu yang salah, aku akan dipukuli habis-habisan. Sering kali aku ingin bunuhdiri, dan aku dengan sungguh-sungguh ingin menghilang dari dunia ini.
“Jangan menghilang begitu saja. Masih ada orang di dunia ini yang ingin mengenalmu.”
Salah seorang anak laki-laki sepertinya dapat memba capikiranku saat Ia mengatakan halini kepadaku,
"... Jangan lakukan ini." Ucapku, "Mengapa mencintai seseorang seperti diriku ... menghibur diri seperti itu sama sekali tidak berarti."
"Benarkah?"
"Ya!"
Dari dalam hatiku, aku menggeram, ingin menghapus harapan yang tidak ada gunanya.
Tetapi karena aku mendapatkan cinta dari Sayo, aku memiliki khayalan mustahil yang  terngiang dipikiranku, begitu banyak yang tidak membenci dirinya sendiri.
Apa yang menggantikannya adalah kemungkinan yang bodoh dalam pikiranku.
Surat Wasiat terakhir Masaya terlalu kejam, "Taku Sugawara adalah Iblis" ,itu adalah kata-kata yang tertulis, dan takdiragukan lagi itu akan meningkatkan rasa keadilan bagi semua orang di dunia. Namun, apakah Masaya benar-benar tipe yang tidak mengakui kesalahannya sendiri, seseorang yang dengan tidak masuk akal akan menempatkan orang lain untuk menjadi bersalah? Tidak, si jenius itu tidak sebodoh itu sebagai manusia.
Pesan yang Masaya tinggalkan untukku aneh. 'Pengkhianat' – kedengarannya seperti aku adalah orang yang melanggar janji, Masaya mematuhinya, kan? Atau itu berarti hanya Masaya yang tidak mengkhianati 'Aliansi TakuMasa' yang terbentuk dari keluarga yang tidak harmonis.
Hanya satu jawaban saja yang dapat memecahkan dua misteri ini.
Bahwa Masaya menghancurkan keluargaku sepenuhnya, melepaskanku dari orang tuaku.
Khayalan yang bodoh seperti itu terbayang di pikiranku. Bagaimana ini mungkin!?
"Juga, ini bukan penebusan yang aku minta ... yang aku inginkan adalah akhir yang berbeda ..."
Dalam kenanganku, di mana aku tidak pernah dicintai oleh orang tuaku, keinginan batinku menjadi dukungan hidupku. Di kelas, aku menghabiskan hari-hari tanpa berinteraksi dengan siapa pun, dan keinginanku menjadi lebih murni.
Aku berharap diejek, dihina. Selama mereka bisa tetap di sisiku, aku bersedia melakukan apasaja.
Aku berharap orang lain melihat diriku.
Aku berharap orang lain berbicara denganku.
Apapun akan kulakukan. Yang aku inginkan adalah berbicara dengan 'Dirimu'!
"Apa yang aku harapkan, sebenarnya, itu saja sudah lebih dari cukup..."
Aku mengucapkan itu, kemudian mengalami kesulitan bernapas. Mataku memanas, dan otot-ototku menggigil. Sesaat kemudian, air mata mengalir keluar dari mataku bagai sebuah bendungan yang bocor. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mendekap pada pakaian Sayo.
Aku sudah memutuskan untuk tidak menangis.
Sayo memberiku senyuman yang lembut, dan memelukku dalam genggamannya.
Merasakan kehangatan Sayo, aku menangis untuk waktu yang lama.


Sampah sejati tidak akan bisa mendapatkan akhir yang bahagia. Namun, cara revolusi ini berakhir, bukanlah akhir yang benar-benar buruk.
Karena akhir cerita ini begitu hangat.
Ahh, mungkin aku bukan lagi sampah.
Pada akhir revolusi panjang ini, ini adalah jawaban yang aku temukan.
Jadi pasti, aku akan bisa mendapatkan kebahagiaan.




close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama