The Result when I Time Leaped Chapter 103



Hadiah dan Keteledoran

Pada sekitaran jam 8 malam. Aku coba mengintip dari luar ruangan guru dan menyaksikan Hiiragi-chan tengah bekerja lembur.
“Sudah selarut ini ... Pekerjaan ini tidak ada habisnya ... Sepertinya takkan bisa selesai dalam waktu dekat ...”
Hiiragi-chan melirik jam dan mulai berlinangan air mata. Harus bekerja lembur demi sepeser uang memang cukup sulit, tetapi bekerja sampai 8 masih dianggap lucu. Masih ada beberapa guru di sekelilingnya, tapi mereka sudah membereskan barang-barang dan bersiap-siap untuk pulang.
Sepertinya Hiiragi-chan ditinggalkan sendirian. Hanya ada dia di ruang guru. Hiiragi-chan tampak gelisah. Sendirian di tempat di mana biasanya ada banyak orang akan membuatmu menjadi gugup. Aku memahami perasaan itu.
Aku mengetuk jendela. Hiiragi-chan melompat karena terkejut.
“Fuhyaah!? ...? Hah? Seiji-kun?”
Dengan ekspresi bingung dia mendekat ke arahku dan membuka kunci pintu.
“Kerja bagus.”
“Apa yang sedang kamu lakukan di sini? Bukankah seharusnya kamu sudah pulang ...? ”
“Aku hanya berpikir kalau kau bekerja sangat keras. Jadi ini, oleh-oleh.”
Aku menyerahkan Hiiragi-chan tas kresek yang berisi sekotak kue dari toko kue.
“Terima kasih. Aku akan melakukan yang terbaik.”
Ini hanya urusan sepele, tapi dia tampak sangat tersentuh.
“Kalau begitu, semoga beruntung.”
Ketika aku hendak pergi, bajuku ada yang pegang. Setengah dari tubuh atasnya menggantung keluar dari jendela. Rasanya seperti dia agak keras kepala.
“Tunggu ... aku akan membuat teh ...”
“Tidak usah, bagaimana dengan pekerjaanmu?”
“Istirahat. Aku hanya istirahat sebentar. ”
Sepertinya dia takkan membiarkanku pergi, dan aku hanya pasrah menyeretnya keluar dari ruang staf.
“Cuma sebentar saja, oke?”
“Eheheh. Yay! … terus, apa kamu bisa membantuku? A-aku akan jatuh. ”
Aku bisa melihat kaki Hiiragi-chan bergelantungan di belakangnya.
“Ya ya.”
Sambil memegang tubuh atasnya, aku mengembalikan Hiiragi-chan ke dalam. Mencuri kesempatan itu, dia mencium pipiku.
“Ah, hei.”
“Teeheehee ...”
Hiiragi-chan berbalik dengan senang ketika dia berjalan ke dapur ruang guru. Dia sekarang dalam suasana hati yang baik, sampai-sampai sepertinya dia melompat-lompat.
Diam-diam aku memasuki ruang guru, pintunya tidak ditutup.
“Permisi.”
Saat aku mengucapkan salam dan masuk, Hiiragi-chan berada di dapur ruang guru sedang kebingungan sambil membandingkan berbagai merek kopi.
“Mana yang lebih bagus…?”
Aku tidak terlalu peduli dengan merek kopi jadi apa saja tak masalah, tapi Hiiragi-chan bergumam pada dirinya sendiri sambil melihat ada banyak tanda tanya di atas kepalanya.
“Ada apa aja?”
Aku memasuki dapur dan memeriksa.
“Yang ditaruh di sini seharusnya punya kopi guru yang lain, tapi yang ditinggalkan di sini menyiratkan bahwa siapa pun boleh meminumnya.”
Apa yang terletak di rak kecil itu ada berbagai macam kopi, baik dari kopi instan hingga biji kopi. Beberapa bermerek biasa, tapi ada pula merek yang terlihat mahal juga.
Ini adalah pertama kalinya aku memasuki dapur ruang guru, tapi ada banyak hal di sini. Bahkan ada sikat gigi dan cangkir. Sampai kulkas juga ada.
“Seiji-kun, yang mana yang bagus?”
Dia berayun di sekitar punggungku dan memelukku.
Yang ini seperti ini, dan seperti itu, dia merentangkan tangannya ke pundakku dan mengajariku berbagai hal. Dia cukup dekat denganku, jadi payudaranya selalu menyentuh punggungku.
“... Kau melakukan ini dengan sengaja, ‘kan?”
Ketika aku melihatnya, dia memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung.
“Eh? Apa??”
Jadi, ini tidak disengaja? Tidak, lebih tepatnya, rasa keteledorannya tidak adil. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa dihitung. Aku juga tidak tahu kapan itu bisa diaktifkan secara acak ketika dia bersama seseorang yang bukan diriku.
“Payudaramu menyentuhku, Sensei.”
“Bukan Sensei. Panggil aku Haruka-san.”
“Payudaramu menyentuh punggungku, Haruka-san.”
“Kenapa kamu bersikap sopan? ... Yah ... tetap saja ... Aku memelukmu dengan erat ... jadi tidak mengherankan kalau mereka menyentuhmu ...? “
Setelah itu, orang ini berhenti memelukku dengan erat. Bersalah.
“Ini ... keteledoranmu adalah sesuatu yang baik-baik saja denganku ... tapi ada kemungkinan kamu melakukan sesuatu seperti itu kepada pria lain ... jadi itu sedikit mengganggu ...”
Seolah-olah aku tiba-tiba mulai berbicara dengannya dalam bahasa Prancis, Hiiragi-chan sepertinya memiliki banyak tanda tanya di atas kepalanya lagi.
“Padahal aku takkan memeluk siapa pun selain Seiji-kun?”
“…. I-Itu benar juga. ”
Yang berarti, dia takkan menempel begitu dekat dengan orang lain selain diriku. Begitu ya. Sungguh melegakan.
Ekspresi Hiiragi-chan kemudian sumringah, seolah-olah dia baru menyadari sesuatu.
“Se-Seiji-kun, bertingkah cemburu ...! A-apa yang harus aku lakukan? Itu sangat lucu…”
“Tidak, bukan itu.”
“Tidak apa-apa, jangan khawatir. Kamu anak yang baik, anak baik.”
Memperlakukanku seperti anak kecil, Hiiragi-chan mengelus kepalaku. Dia menyeringai cukup bahagia. Entah bagaimana itu membuatku frustrasi. Usia batinku lebih tua dari umurnya ...!
Seolah mencoba melarikan diri, aku memutuskan untuk minum kopi.
Hiiragi-chan kemudian menutup pintu dapur ruang guru yang terbuka.
“Oh ya, aku belum merebus airnya.”
“Baik.”
Memberinya respons acak, aku memasukkan air ke dalam ketel listrik dan menyalakannya. Ketel listrik mengeluarkan suara pelan.
“Seiji-kun, jadi kamu tidak suka kalau aku memeluk orang lain?”
“Yah…tentu saja….”
Ekspresi melonggarkannya tiba-tiba diberi kekuatan. Dia kemudian memelukku dengan erat.
“Sampai ... airnya mendidih ... oke? 
“Lampunya nyala, jadi orang bisa dengan mudah melihat dari luar, Sensei.”
Tap tap tap. Pachin. Tap tap tap.
Dia menjauhkan diri dariku sejenak, mematikan lampu, dan kemudian kembali ke posisi semula. Gerakannya cepat sekali.
“Seolah-olah kita sedang melakukan hal terlarang di sekolah pada malam hari.”
Hubungan kita sendiri sudah termasuk golongan "terlarang" , jadi aku akan bilang ini sudah terlalu terlambat.
Ada sedikit cahaya yang datang dari ruang guru, jadi bukan berarti dapur ruang guru benar-benar gelap. Aku bisa melihat Hiiragi-chan dengan lembut menutup matanya. Aku menciumnya sekali, dua kali, tiga kali, dan akhirnya dia menciumku.
Alarm berbunyi menandakan bahwa ketel listrik sudah selesai, tapi aku tidak menyadarinya. Pada akhirnya, "istirahat" terus berlanjut. Pada saat Hiiragi-chan memulai kembali pekerjaannya, jam menunjukkan pukul 9 malam.



close

1 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama