Chapter 06 – Makan Malam Bersama Satsuki
Malam itu, Satsuki
mampir ke minimarket dan mereka berjalan pulang bersama. Tooru duduk di atas
karpet dan menunggu gadis bercelemek menyelesaikan masakannya.
Aroma harum nan sedap
bisa tercium dari dapur. Perut Tooru terus keruyukan, yang mana biasanya
hampir tak pernah terjadi.
Bagaimanapun, ini
adalah pertama kalinya seorang gadis memasak untuknya, jadi Tooru hanya bisa
menunggu dengan sabar. Mudah-mudahan, peralatan dapurnya tidak terlalu
menghambat Satsuki.
Tooru sudah sering melihat
ibunya memasak ketika Ia masih tinggal di rumah. Tapi saat ini, sosok
mungil Satsuki yang imut ada di dapurnya. Itu bukanlah pemandangan yang
takkan membuat bosan Tooru.
Mungkin nasi, sup
miso, dan masakan daging babi pedas manis — atau setidaknya itulah yang Tooru
tebak dari bayangan fantasinya. Ia berencana untuk belajar sampai makan
malam sudah siap, tetapi sejauh ini, Tooru masih belum melakukannya.
Satsuki menggunakan
piring kecil untuk menyicipi rasa dan mengangguk puas pada
hasilnya. Melihat senyum manisnya mungkin membuat jantung Tooru berdetak
kencang.
“Maaf sudah membuatmu
menunggu lama.”
Satsuki membawa
nampan dan di atasnya ada semangkuk nasi panas, sup miso, dan salad
bayam.
Aroma yang berbeda
sebelumnya, jadi harusnya masih ada masakan lain selain ini. Tooru membersihkan
mejanya dari buku-buku untuk menikmati jamuan ini.
Bahkan nasi putih
biasa pun terlihat sangat mewah. Tapi, tidak, hal pertama yang harus
dicoba adalah bayam. Tooru meraihnya dengan sumpit dan kemudian
memasukkannya ke dalam mulutnya.
Lezat.
Bayam yang direndam
dalam campuran kaldu dan kecap setelah direbus. Namun, anehnya, bumbu tidak
mengalahkan rasa sayuran.
Perpaduannya
benar-benar sempurna — tidak terlalu matang, tapi juga tidak ada tanda-tanda kalau
bayamnya masih mentah. Itu dibuat dengan sempurna.
Berikutnya adalah sup
miso. Setelah meniupnya dengan lembut, Tooru mengambil mangkuk panas dan
meneguknya.
Rasanya enak
juga. Seharusnya tidak ada sesuatu yang istimewa di dalamnya, tetapi tetap
saja,entah kenapa ini terasa premium. Tahu panas dalam sup menghangatkan
bayam yang dingin di dalam perut. Lezat.
“Miyamoto, ini sangat
enak.”
Mendengar pujian
Tooru, Satsuki merasa senang sekaligus malu. Kemudian, dia membawa
hidangan terakhir.
Babi pedas manis dan
aroma kecap karamel dengan jahe yang tidak terlalu banyak maupun sedikit.
Nafsu makan Tooru
semakin bertambah dengan adanya daging. Tanpa basa-basi lagi, Ia mengambil
dan menggigit sepotong daging babi.
Sedikit rasa pahit
jahe sangat cocok dengan rasa babi yang sangat nikmat dan
berlemak. Ditambah dengan nasi membuat Tooru tersenyum.
“Caramu makan membuat
makananku terasa sangat enak. Itu hampir membuatku merasa sedikit malu. ”
Melihat Satsuki
menjadi malu-malu membuat Tooru ikutan malu juga, jadi Ia menunduk ke bawah
sambil mengunyah makanannya.
Akhirnya, setelah
menelan makanannya, dia menatap Satsuki lagi.
“Ini benar-benar
enak. Terima kasih sudah memasakannya untukku. "
“ ... ini tidak
adil.” balas Satsuki sambil cemberut.
Rasanya sungguh
menggemaskan melihat bagaimana Satsuki menyembunyikan wajahnya dengan
nampan. Dia melakukannya secara alami juga. Betapa menakutkannya dia
di masa depan.
“Kau memasak untuk
porsi dua orang, ‘kan? Ayo makan bersama.”
“Oke.”
Mengikuti ajakan
Tooru, Satsuki menyiapkan porsinya sendiri.
“Maaf, aku makan
duluan.”
“Tidak apa-apa, aku
tidak keberatan ... tapi aku senang kamu perhatian denganku.”
Satsuki kemudian
menaruh mangkuk sup ke mulutnya. Nah, itu tidak adil , pikir
Tooru.
Cowok tidak berdaya melawan
kalimat yang bikin cenat-cenut. Tapi, Tooru menganggap Satsuki hanya
sebagai adik perempuan.
Mungkin rasanya aneh bisa
terlalu berbakti kepada seseorang yang baru kau kenal, tapi mungkin lebih baik
untuk menganggapnya sebagai saudara perempuan.
Tooru adalah anak
tunggal, jadi Ia tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya — sosok
saudari yang begitu baik merawatnya.
Saat pikiran naif itu
terbesit di benaknya, Tooru mendadak merasa ada yang menatapnya.
Satsuki, dengan siku
di atas meja dan meletakkan dagunya di satu tangan, menatap Tooru.
“Ada apa?”
“Oh, tidak ada
apa-apa. Melihat betapa bahagianya kamu makan membuatku merasa ikut
bahagia juga.”
“Aku tidak melebih-lebihkan
saat kubilang masakanmu enak, tahu? Aku mungkin bakalan nambah, nih”
“Masih ada banyak
kok, jadi beritahu saja kalau mau.”
Bahkan ada porsi buat
nambah, ya? Kau terlalu perhatian.
Ironisnya, masakan
lezat Satsuki akan menyebabkan kenaikan berat badan. Jadi Tooru harus
mengendalikan diri.
“Hei, Miyamoto
...”
“Ya?”
“Sejak kapan kau mulai
memasak? Ini pengalaman berharga lebih dari beberapa tahun, ‘kan? ”
Ya, masakan Satsuki
setara dengan seorang ibu yang berpengalaman puluhan tahun di dapur. Dia
pasti sering membantu di dapur.
Lalu, Satsuki
mengalihkan pandangannya ke bawah. Ketika Tooru merasa panik karena Ia mungkin
mengatakan sesuatu yang salah, Satsuki menjawab.
“Aku sudah membantu
di rumah selama yang aku ingat. Karena itulah aku perlu belajar memasak
juga ... “
“I-Itu dia! Sebenarnya,
masakanmu adalah bomn.”
Ia melahap setengah
dari porsi daging jahe, benar-benar menggigit lebih banyak daripada yang bisa
dikunyahnya.
Satsuki tertawa kecil
melihat tingkah laku Tooru. Oh, syukurlah dia tertawa, pikir
Tooru.
“Terima kasih atas
perhatianmu.”
“Mm-hmm-hmph-mm ...
tidak seperti itu. Jangan permasalahkan hal itu. Ayo, cepat makan
sebelum dingin.”
Seolah-olah dia baru
saja menyadarinya, Satsuki mulai melanjutkan makan lagi.
Keadaan keluarga, ya? Tooru diam-diam menggerutu pada dirinya sendiri.
Keadaan keluarga, ya? Tooru diam-diam menggerutu pada dirinya sendiri.
Keluarga Tooru sama
sekali tidak kaya, tapi sejahtera. Ayahnya terkadang galak dan ibunya baik
hati. Itu adalah hal biasa baginya, jadi Ia berpikir begitu sampai SMP. Tapi
sekarang ...
Tentu, Satsuki pasti
akan menceritakan yang sebenarnya jika Tooru bertanya, tapi Ia akan membiarkannya
untuk saat ini. Tak ada gunanya menghancurkan kepercayaan yang telah mereka
bangun, jangan sampai Satsuki menghilang dari hidupnya.
Padahal, itu adalah
kecemasan yang tidak beralasan.
Mereka hanya saling
kenal selama beberapa hari, tetapi rasanya sangat disesalkan jika dia
pergi.
Mungkin itu karena
Satsuki benar-benar imut, mungkin karena dia sangat baik padan Tooru, tetapi
kemungkinan besar, karena keduanya. Hanya ada sesuatu yang genting jika Ia
mengabaikan Satsuki.
Apa yang harus Tooru
lakukan? Jawaban yang benar tidak datang dengan mudah karena mereka baru
saja berteman.