Ojou-sama no Yousu ga Okashii Volume 1 Chapter 2 Bahasa Indonesia

Chapter 2 — Rencana Rahasia Ojou

 

 

Tendou-san, kamu ada waktu sekarang? Aku ingin meminta bantuan darimu, sekalian dengan Eito juga.

Yukimichi memanggilku dan Ojou sepulang sekolah, tepat saat kami hendak pulang. Dirinya memegang tas kertas besar yang tidak dikenalnya di tangannya.

“Yha, aku lagi senggang, jawab Ojou.

Aku akan menuruti apa pun yang diinginkan Ojou, tapi sebenarnya kamu ingin kami membantu apa? Dilihat dari tas kertas itu, sepertinya ada hubungannya."

Pengamatan yang tajam, Yukimichi mengangguk, mengeluarkan kotak seukuran tablet dari tas kertas. Itu tidak terlihat seperti sesuatu yang akan kamu temukan di pasaran. Permukaan kotak itu ditandai dengan teks tulisan tangan dengan spidol.

... 'Life Game (Sementara)'?

Ya. Seseorang yang kukenal memintaku untuk membuatnya, jadi kupikir aku akan mengujinya dan mengira kalian bisa membantu.

Di dalam kotak itu memang ada satu set lengkap materi untuk permainan simulasi kehidupan. Sekilas, itu dibuat dengan sangat baik.

Kau benar-benar terampil dengan kerajinan tangan begini.

Hentikan. Aku hanya kebetulan jago setelah diperintah oleh gadis-gadis begitu lama.

Aku sempat bertanya-tanya apa itu pantas dikasihani, tetapi karena dia tampak puas dengan keterampilannya, kurasa aku tidak perlu merusak suasana.

Kesampingkan keahlian Kazami, ini terlihat menarik. Mari kita coba, kata Ojou dengan antusias.

Jika Ojou berkata begitu... Aku setuju. Tampaknya aspek kerajinan tangan telah menggelitik minatnya.

Memang, gagasan tentang sesuatu yang kurang dapat diprediksi daripada permainan yang dibeli di toko mungkin telah membangkitkan rasa penasarannya.

Aturan dasarnya sama dengan permainan simulasi kehidupan lainnya, Yukimichi mulai menjelaskan. Kamu melempar dadu, menggerakkan sejumlah nomer yang ditunjukkannya, dan apa pun yang tertulis di kotak tempat kamu mendarat akan terjadi. Terkadang kamu akan memiliki tugas untuk diselesaikan.

Dadu? Bukan roulette?

Ya, aku tidak bisa membuat roulette tepat waktu. Jadi untuk hari ini, kita akan memakai dadu sebagai pengganti,” ucap Yukimichi, sambil mengeluarkan dadu sisi sepuluh.

Tunggu sebentar. Kazami, tidak ada yang lebih tidak dapat dipercaya di dunia ini daripada dadu yang kamu bawa,” ucap Ojou.

“Sembarangan saja kalau bicara!” protes Yukimichi.

"Itu karena perilaku biasamu yang tidak bisa dipercaya, balasnya.

Sejujurnya, aku setuju dengannya.

Ketika kau mengatakan 'tugas', itu berarti kita akan disuruh melakukan sesuatu, kan? Ada kemungkinan besar kamu berencana untuk mencuranginya sehingga Ojou dan aku akhirnya melakukan sesuatu yang aneh.

Kurangnya kepercayaanmu menyakitiku. Tapi, yah, aku tidak membawa dadu lainnya.

 Jangan khawatir tentang itu. Kebetulan aku punya dadu sendiri, kata Ojou, dengan lancar mengeluarkan dadu hitam bersisi sepuluh dari saku seragamnya.

...? Ojou, mengapa kau bahkan membawa dadu bersisi sepuluh? tanyaku.

Oh, itu hanya kebetulan. Itu hanya kebetulan ada di kantingku, katanya.

Uh-huh, gerutuku. Mungkinkah itu benar-benar kebetulan?

... Mungkin aku terlalu memikirkannya. Lagipula, tidak ada alasan bagi Ojou untuk secara khusus membawa dadu bersisi sepuluh di sakunya. Selain itu, dia tidak mungkin tahu bahwa Yukimichi akan membawa Permainan Kehidupan (Sementara) hari ini.

Setidaknya, aku lebih percaya padanya daripada yang dimiliki Yukimichi.

Baiklah kalau begitu, mari kita gunakan dadu Tendou-san dan mulai. Bagaimana kalau aku mulai duluan, dan kita mulai searah jarum jam dariku? usul Yukimichi.

Aku setuju dengan itu. Kurasa rasanya masuk akal bagi pembuat permainan untuk mulai duluan karena itu mungkin akan membantu permainan berjalan lebih lancar, Ojou setuju.

Jika Ojou setuju, aku juga setuju, imbuhku.

Jika urutan gilirannya searah jarum jam dari tempat duduk kami saat ini, maka Yukimichi akan mulai duluan, Ojou kedua, dan aku akan mulai terakhir.

Bagus! Meminjam dadu bersisi sepuluh Tendou-san, inilah bidak permainannya dan uang.

Bidak-bidak itu berbentuk seperti mobil, dengan slot untuk memasukkan pin yang mewakili para pemain. Kualitas uang mainan dan kepingan permainan itu hampir tidak bisa dibedakan dari yang diproduksi secara komersial. Keterampilan Yukimichi cukup mengesankan untuk mengubah ini menjadi bisnis yang layak jika dirinya mau.

Baiklah, hanya itu saja. Kita semua siap untuk memulai. Tapi sebelum kita mulai, izinkan aku menjelaskan ini: apa pun yang tertulis di tempatmu mendarat adalah mutlak. Kamu harus mematuhinya, tanpa pengecualian. Jika tidak, itu akan merusak kesenangan.

... Kamu pasti merencanakan sesuatu yang aneh, bukan? gumamku curiga.

Aku sudah mengerti. Mari kita mulai saja. Membuang-buang waktu tidak ada gunanya," kata Ojou, menyela upayaku untuk menginterogasinya.

Baiklah, baiklah. Aku akan mulai duluan,” jawab Yukimichi, jelas-jelas bersemangat untuk memulai.

Ojou kelihatan sangat antusias, jadi aku tidak ingin merusak suasana hatinya dengan mendesak lebih jauh.

... Baiklah. Jika keadaan menjadi terlalu aneh, aku akan menengahi untuk menghentikannya.

Angka yang kudapat adalah... sepuluh, ya?

Yukimichi menggerakkan pionnya maju sepuluh petak. Namun saat ia berhenti, tidak ada tulisan apa pun di petak itu.

...Hah? Tunggu sebentar. Tidak ada petak yang bertuliskan apa pun!

Heh, itu karena setiap petak memiliki stiker yang menutupinya. Saat kau mendarat di suatu petak, kamu melepas stiker itu untuk memperlihatkan instruksinya. Bukannya itu menambah unsur kejutan?

Wah, itu cukup pintar, seruku, merasa terkesan meskipun aku tidak menyukainya. Rupanya, setiap petak tersembunyi di balik stiker.

Itu adalah sentuhan kreatif, dan harus kuakui, itu menambah sedikit kegembiraan.

Baiklah, mari kita lihat apa yang ada di bawah petak ini... Uh-oh.

[Berlari mengelilingi gedung sekolah sepuluh kali. Selama waktu ini, giliranmu dilewati.]

“Yaelahh! Benar-benar awalan yang apes sekali. Aku mendarat di petak yang sangat buruk, gerutu Yukimichi.

Itu sangat disayakan, kata Ojou dengan pura-pura simpati.

“Beneran deh. Dan karena giliranku dilewati hingga aku menyelesaikan putaran itu, kalian berdua lanjutkan saja dan nikmati permainannya sendiri.

Baiklah. Kami akan melanjutkan tanpa ragu-ragu, jawab Ojou dengan lancar, dengan senyum tipis di bibirnya.

—Tunggu, apa? Baru saja... apa mereka saling bertukar tatapan?

Sementara aku memiringkan kepalaku dengan bingung, Yukimichi bangkit dan menghilang di lorong sepulang sekolah.

Berikutnya giliranku, kata Ojou, memulai permainan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

B-Benar, jawabku, memperhatikannya saat dia melempar dadu dengan santai.

Tunggu sebentar... bukannya dia memegang dadu di tangan kanannya tadi? Kapan dia memindahkannya ke tangan kirinya?

“Angkanya... delapan. Maju delapan petak...

Ojou memajukan bidaknya, melepas stiker dari petak tempat dia mendarat, dan memperlihatkan instruksinya.

[Sampai giliranmu berikutnya, berpegangan tanganlah dengan orang yang duduk di sebelahmu seperti sepasang kekasih.]

...Perintah macam apa ini?

Um, Ojou...

Ya ampun. Yah, apa yang sudah terjadi biarlah terjadi. Satu-satunya orang di sampingku saat ini hanyalah kamu, Eito. Jadi... bagaimana? Mari kita berpegangan tangan ala kekasih?

“Umm, bukannya perintah ini agak aneh...?

Aneh? Kurasa tidak. Bagiku, ini seperti perintah yang sangat biasa.

Biasa...?

Mungkin Ojou dan aku memiliki definisi yang sama sekali berbeda tentang kata biasa.

Memang aturannya adalah mengikuti instruksi, bukan?

Jika kamu bilang begitu, Ojou... aku tidak keberatan."

Hm.

Setelah itu, aku dengan gugup mengaitkan jari-jariku dengan jarinya. Tangannya terasa lembut dan hangat. Kehangatannya menjalar melalui tangan kami yang saling bertautan, membuatku sangat menyadari kehadirannya.

Tanganmu sudah membesar ya, Eito, katanya sambil tertawa kecil.

Kapan kamu membandingkan ini? tanyaku, merasakan campuran kebingungan dan rasa malu.

Sebelum aku menyadarinya, Ojou telah menggeser kursinya lebih dekat ke kursiku. Jarak di antara kami tampak... luar biasa dekat.

“Umm, Ojou... bukannya kamu terlalu dekat?"

“Mau bagaimana lagi, kan? Kita harus berpegangan tangan seperti sepasang kekasih. Benar kan?

Meski begitu, apa kita benar-benar harus sedekat itu hingga bahu kita saling bersentuhan?

Yah, jika Ojou merasa puas, kurasa tidak ada gunanya juga untuk mengeluh...

Sekarang, mari kita lanjutkan permainannya. Kali ini giliranmu, Eito, katanya sambil tersenyum yang mengandung sedikit kenakalan.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Hoshine)

 

Insiden Kue Pangeran di Depan Stasiun

(Saat itu Eito menolong seorang gadis ketika sedang berjalan-jalan dan dia mengucapkan terima kasih dengan kue)

Saat insiden itu terungkap, aku memutuskan untuk membuat rencana. Aku sudah lama mempertimbangkan untuk bertindak.

“Tumben-tumbennya Tendou-san memanggilku langsung seperti ini.

Aku punya permintaan padamu.

Permintaan? Itu bahkan sangat langka. Apa jangan-jangan kamu akhirnya ingat bahwa kita adalah teman masa kecil?

“Mendengar langsung dari seseorang sepertimu, yang tidak terbuka kepada orang-orang di sekitarmu, seharusnya kamu bercermin saja sana.

Oh, sungguh tidak terduga. Aku tidak tahu wanita itu sendiri ingin berinteraksi denganku dengan begitu ramah. Haruskah aku mulai memanggilmu dengan nama depanmu mulai sekarang?

Aku tidak mau.

Teman masa kecilku ini selalu menjaga jarak, tidak pernah terbuka kepada orang lain. Itulah sebabnya ia bersikeras memanggilku Tendou-san, dengan tetap bersikap formal. Bukannya itu menggangguku—hanya saja ia memang orang yang begitu. Satu-satunya orang yang benar-benar membuat Kazami terbuka adalah Eito. Aku yakin ia bahkan memanggil Eito dengan nama depannya.

... Bisakah kita langsung ke intinya?

Baiklah. Terlepas aku akan menerimanya atau tidak tergantung pada hadiahnya.

Setidaknya kamu selalu blak-blakkan. Aku menghargai itu.

Selama hadiahnya cukup bagus, Kazami akan ikut serta. Kesederhanaan semacam itu adalah sesuatu yang bisa kuhormati.

Aku membutuhkan bantuanmu untuk membuat sesuatu. Kamu terampil menggunakan tanganmu, kan?

Yah, ibuku seorang insinyur, dan aku telah membantunya dengan berbagai proyek, jadi ya, aku yakin akan hal itu. Memangnya apa yang kamu ingin aku buat?

Papan permainan kehidupan.

... Uh... Bisakah kamu menjelaskannya lebih rinci?"

Huh... Kurasa apa boleh buat. Karena kamu kurang paham, aku akan menjelaskannya lebih rinci.

... Terima kasih.

Permainan papan kehidupan yang dirancang agar Eito dan aku bisa lebih dekat secara alami.

... Kamu seharusnya tidur saja sana.”

Siapa yang kurang tidur di sini?

Kasar sekali. Tentu saja, aku cukup tidur.

"Aku sudah menyusun spesifikasinya terperinci. Yang perlu kamu lakukan hanyalah mewujudkannya. Selain itu, aku akan menghargai bantuanmu saat waktunya memainkannya dengan Eito.

Yah... tentu, kurasa. Kedengarannya cukup menarik. Tapi aku akan mengharapkan kompensasi yang pantas.

... Baiklah. Apa yang kau inginkan?

“Hutang budi.

... Membayangkan aku berutang budi padamu saja sudah mengerikan. Aku lebih suka jika kamu hanya meminta setumpuk uang.

Dari sudut pandangku, bisa membuat seorang Tendou Hoshine berutang budi padaku rasanya jauh lebih berharga daripada uang.

Aku benci gagasan berutang budi pada pria ini, tapi aku tidak punya pilihan. Sejak kami mulai SMA, ada banyak gadis yang berusaha mendekati Eito. Aku siap mengambil beberapa risiko.

Baiklah. Aku setuju dengan persyaratanmu.

“Kalau begitu kita sepakat.

Kazami menyelesaikan permainan papan kehidupan hanya tiga hari setelah aku mengiriminya spesifikasinya. Tapi masalah sebenarnya muncul setelah itu: mencari tahu cara membuat Eito memainkan permainan itu.

Jika aku tiba-tiba membawa permainan itu dan memerintahkan Eito untuk memainkannya bersamaku, itu hanya akan memperkuat hubungan majikan-pelayan kami. Itu tidak akan berhasil. Pendekatan seperti itu akan membuat permainan tidak efektif.

Itu harus tampak sepenuhnya alami. Bermain di rumah pasti akan terasa seperti perpanjangan dari dinamika formal kami. Tetapi seandaisanya saja, katakanlah... di dalam sekolah? Di sana, kita bisa bermain sebagai sesama siswa, daripada sebagai “majikan dan pelayan.

Solusi yang kupikirkan adalah meminta Kazami untuk memulai undangan. Dengan begitu, kita secara alami dapat menciptakan skenario siswa bermain dengan teman-teman sepulang sekolah.

Namun, rencana ini memiliki satu kelemahan: Kazami pada dasarnya suka ikut campur.

Aku bisa saja mencari alasan untuk mengundurkan diri.

“Tapi itu rasanya akan sangat janggal. Itu harus tampak tak terelakkan, sepenuhnya alami... Mari kita lihat. Bagaimana dengan ini: kamu pergi di petak ke-10. Jika aku mengutak-atik dadu untuk memastikannya selalu jatuh di angka '10,' itu seharusnya menyelesaikan masalah.

Tapi bukannya itu berarti kau dan Eito juga akan berakhir di petak ke-10?

Aku akan mengganti dadunya saat waktunya tepat. Aku akan mengubah dadu lainnya untuk memastikan angka '10' tidak akan muncul.

Wah, itu... rumit sekali.

Untuk menghindari kecurigaan, aku mengatur agar dadu yang diberikan Kazami ditolak dengan dalih tertentu, memastikan kami akan menggunakan dadu yang kusiapkan sebagai gantinya. Ini akan mengurangi kekhawatiran tentang manipulasi.

Dan hari itu pun tiba.

Semuanya berjalan sesuai rencana, aku dan Eito mendapati diri kami memainkan permainan itu berduaan.

Di dalam kelas kosong sepulang sekolah. Hanya kami berdua. Suasana yang sempurna. Sekarang aku bisa menikmati waktu bersama Eito sepuasnya.

Tapi itu bukan satu-satunya tujuan... Permainan ini juga akan menjadi kesempatanku untuk memenangkan hati Eito.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Eito)

 

Berikutnya adalah lemparan angka '5.' Coba lihat... kotak kelima bertuliskan... 'Peluk orang di sebelahmu selama 10 detik.'

Um... Ojou?

Orang yang ada di sebelah Eito adalah... aku, kan?

Ojou?

Baiklah, aku tidak keberatan. Silakan peluk aku.

Dengan senyum cerah dan ceria, dia merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, menunjukkan kalau dirinya siap untuk dipeluk.

Aku tidak keberatan, tapi...

Apa?

“Bukannya menurutmu 'Permainan Hidup (sementara)' ini... kelihatan aneh?

Aneh? Sama sekali tidak. Sedikit pun tidak. Rasanya normal-normal saja.

Senyumnya yang kuat tidak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah atau keraguan, menepis semua kecurigaanku begitu saja.

Ayolah, peluk aku sekarang.

B-Baiklah... sesuai keinginanmu.

Entah kenapa, rasanya ada yang salah. Permainan hidup ini... benar-benar tidak beres. Sejak kita mulai bermain, semua instruksinya seperti ini—sama sekali tidak normal.

Bahkan sekarang, aku mengutuk Kazami, yang masih... belum kembali setelah seharusnya keluar untuk menghirup udara segar di sekitar gedung sekolah. Walaupun ia sudah keluar dari tadi, tetapi tidak ada tanda-tanda dirinya akan kembali.

Baiklah kalau begitu... permisi.

Mm.

Aku memeluknya saat dia berdiri di sana dengan tangan terbuka. Tubuhnya yang anggun dan elegan terasa sehalus kaca, membuatku merasa ragu. Tapi sepertinya dia sudah mengantisipasi keenggananku. Tanpa ragu, dia melingkarkan lengannya erat di sekitarku, memastikan pelukannya kuat dan tak tergoyahkan.

... Eito, kamu sudah tumbuh jauh lebih kuat dibandingkan sebelumnya.

Lagipula, aku telah berlatih.

Heh, itu benar. Kamu tampak begitu jantan sekarang... luar biasa.

Bahkan saat aku merasa bimbang apa benar-benar tidak apa-apa bagiku untuk memeluknya seperti ini, dia tampak sangat puas.

Kamu bahkan sudah tumbuh jauh lebih tinggi dariku sekarang.

Tentu saja. Aku sudah bukan anak kecil lagi.

Ya, itu benar. Kamu bukan anak kecil lagi. Kita berdua memang bukan anak kecil lagi.

... Apa itu hanya imajinasiku saja atau dia menekankan bagian ‘kita memang bukan anak kecil lagi’?

Hei, Eito. Aku juga sudah tumbuh, lho.

Aku sangat menyadarinya.

Apa kamu benar-benar mengerti maksudku?"

 Ya?

Sama seperti kamu yang sudah tumbuh lebih tinggi, lebih kuat, dan dalam banyak hal... Aku juga tumbuh. Menurutmu di mana aku tumbuh paling besar?

Rasanya aku sudah memeluknya lebih dari 10 detik...

Tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda untuk melepaskan. Justru sebaliknya, dia memegangnya lebih erat, seolah mencoba menekan setiap bagian dirinya padaku.

"Ojou, kamu selalu tumbuh setiap hari. Rasanya akan butuh waktu lama untuk menuliskan semuanya.

“Kamu tidak perlu memikirkannya terlalu berlebihan... tinggal katakan dengan jujur apa saha yang terlintas di pikiranmu.

...Apa yang terlintas di pikiranku, ya?

Baiklah, mari kita lihat. Aku akan mengatakan...

Kamu akan mengatakan...?

Dia menatapku dengan tatapan berbinar-binar yang menunjukkan seberapa besar harapan dan antisipasinya. Matanya benar-benar berkilauan, penuh dengan ekspektasi.

“Menurutku, kamu telah belajar untuk lebih bergantung pada orang lain.

……………………………………………………

Cahaya di matanya menghilang dalam sekejap.

…Hah? Apa aku tidak menyampaikan maksudku dengan benar?

Aku harus meluruskan hal ini, hanya untuk memastikan.

Ojou, kau selalu berbakat dan pekerja keras, tapi karena sebab itu, aku merasa kamu tidak nyaman bergantung pada orang lain. Namun, sekarang, kamu telah belajar untuk menerima bantuan dan bahkan bergantung pada orang lain saat dibutuhkan. Kurasa itu adalah tanda pertumbuhan yang luar biasa.

Sama sekali bukan itu!!!

Bukan itu!?

Kupikir aku telah menunjukkan sesuatu yang mengagumkan tentang pertumbuhannya, tetapi dilihat dari reaksinya, dia tampak sangat tidak puas.

Dengarkan aku baik-baik, Eito. Kamu sedang memelukku sekarang, bukan?

Itu benar. Meskipun aku merasa tidak pantas melakukannya...

Kau memelukku erat-erat, dan pasti ada sesuatu yang kamu rasakan, kan?

Ya, ada.

Kalau begitu katakan saja.

Kamu sudah belajar untuk lebih bergantung pada orang lain.

“Sudah kubilang bukan itu maksudku!!”

Bukan itu!?

Aku bingung... benar-benar kebingungan...!

Aku tidak berbicara tentang sesuatu yang emosional atau psikologis. Maksudku sesuatu yang lebih... nyata. (TN: Nyata, sesuatu yang bisa disentuh.)

Apa kamu yakin tidak keberatan dengan jawaban seperti itu, Ojou?

Apa kau benar-benar yang menanyakan itu padaku?

Senyumnya, meski masih ada, membawa intensitas yang hampir menghancurkan. Satu hal yang jelas: entah bagaimana aku salah.

Aku tidak bisa membuat kemajuan di sisi emosional, jadi aku menyerang dari sisi fisik sebagai gantinya.

Pertumbuhan fisik, bukan emosional? Mengenal kepribadian Ojou, itu pasti sesuatu yang jauh lebih canggih daripada apa pun yang bisa kupahami.

Lalu, jika aku boleh begitu berani, bisakah kamu mencerahkanku tentang aspek pertumbuhan tertentu yang kamu maksud?

Payudaraku menjadi lebih besar.

Ojou!?

Akhir-akhir ini sangat merepotkan, ukurannya semakin membuat seragamku jadi lebih ketat.”

Dia membusungkan dadanya dengan bangga, seolah-olah ingin menekankan maksudnya. Bahkan melalui seragamnya, lekuk tubuhnya sulit diabaikan. Pandanganku hampir mengkhianatiku, secara naluriah tertarik ke arah pemandangan itu—tetapi tidak! Pemikiran yang tidak senonoh seperti itu terhadap majikannya sama sekali tidak dapat diterima. Ingatlah posisimu, kedudukanmu. Fakta bahwa aku bahkan berdiri di sini di sampingnya adalah keajaiban tersendiri. Tetaplah rendah hati. Pusatkan pikiranmu, Eito.

Ojou, tolong jangan membuat pernyataan seperti itu dengan santai. Itu mencerminkan buruknya martabat keluarga Tendou. Kamu harus membawa martabat dirimu dengan kesadaran yang sesuai dengan statusmu.

Kesopanan seperti itu tidak diperlukan saat ini.

Tidak, itu selalu diperlukan...

Karena menyadari bahwa waktunya sudah lebih dari sepuluh detik, aku dengan lembut melepaskannya dari pelukan.

Yukimichi, dasar bajingan. Karena permainan aneh yang kamu buat, Ojou mulai mengatakan hal-hal yang paling aneh, terbawa suasana saat permainan.

Sekarang giliranmu, Ojou.

Aku harus mengakhiri permainan ini secepat mungkin. Untungnya, kita sudah mendekati akhir permainan. Seharusnya itu takkan memakan waktu lebih lama. Meskipun instruksinya aneh, tapi untungnya tidak banyak kotak, mungkin karena sulit untuk membuat berbagai perintah.

Sambil memasang raut cemberut tidak puas, Ojou melempar dadu. Angkanya jatuh pada angka delapan.

Kotak kedelapan mengatakan...

Setelah semua yang telah dilemparkan kepada kita sejauh ini, pasti permainan ini sudah kehabisan ide sekarang. Yukimichi pasti sudah mencapai batas konsentrasinya, beralih ke sesuatu yang sederhana atau tidak berbahaya pada titik ini...

'Sampai giliranmu berikutnya, pelayan harus menggendong majikan dengan gendongan ala putri.'

Menggendong majikan dengan gendongan ala putri!?

Aku tidak mempercayai dengan apa yang kulihat. Namun, di papan itu tertulis dengan jelas: 'Sampai giliranmu berikutnya, pelayan harus menggendong majikan dengan gendongan ala putri.

Ojou! Ini konyol!

Bagian mana dari ini yang konyol?

Ini benar-benar melewati batas!

Itu semua cuma imajinasimu saja.

Itu bukan hanya imajinasiku—itu tertulis di sini dengan jelas!

Tapi apakah itu menyebutkan namamu dengan jelas?

Y-yah, tidak sih, tapi tetap saja...!

Ekspresinya tetap tenang, seolah-olah tidak ada yang salah.

...Apa itu hanya aku saja? Apa cuma aku yang kehilangan kontak dengan kenyataan...?

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Hoshine)

 

...Hmm. Seperti yang diduga, ia bermental baja.

Aku mencoba beberapa perintah, tetapi Eito tampaknya benar-benar menurutinya tanpa terlihat tersipu sama sekali. Aku bahkan mencoba menekan tubuhku yang sudah dewasa ke arahnya, tetapi itu juga tidak berhasil. Padahal aku cukup yakin itu akan berhasil.

Tetapi permainan sudah mendekati akhir. Aku akan terus maju dan menaklukkannya dari sini...!

Eito. Tolong pegang aku.

...Dimengerti. Aku agak khawatir bahwa kamu pada dasarnya menyebut namaku secara langsung, tetapi aku akan mengaturnya.

Dengan enggan, seolah ragu-ragu, Eito mengangkatku dengan kedua tangannya. Dirinya  dengan mudah mengangkat tubuhku, menunjukkan kekuatannya.

...Ya. Seperti yang kukatakan sebelumnya, Eito juga telah tumbuh.

Ketika ia memelukku sebelumnya, aku diam-diam bersemangat dengan otot-otot di tubuhnya, dan sekarang... melihat ekspresinya yang berwibawa dan tangannya yang lembut menyentuhku...

(Tidak, tidak, ini bukan saatnya untuk terpesona padanya. Saat ini, akulah yang seharusnya menaklukkannya.)

Jika aku gugup, semuanya akan menjadi kacau.

“Tubuhmu sangat ringan sekali, Ojou.

Oh? Kamu memang cukup pandai memuji.

Aku mengatakannya dengan tulus... badanmu begitu ringan sampai-sampai rasanya sedikit mengkhawatirkan.

Kalau begitu, peluklah aku erat-erat agar aku tidak terbang.

Meskipun dia mencoba menganggapnya sebagai pujian... Aku tidak dapat menyangkal bahwa Eito menganggapku ringan. Dan karena itu mengenai Eito, aku bisa dengan yakin kalau ia tidak hanya sekedar menyanjungku.

“Umm, Oujo. Dengan kedua tangan yang sibuk seperti ini, aku tidak dapat melempar dadu. Apa kamu bersedia melakukannya untukku?

Ah, benar.

Aku melempar dadu untuk Eito, dan hasilnya adalah 'Satu.'

Aku menggerakkan satu langkah bidaknya dan melepas stiker.

[Sebutkan sepuluh hal yang kamu sukai dari orang di sebelahmu]... Jadi, aku hanya perlu menyebutkan sepuluh hal yang aku sukai darimu, benar?

Sepertinya begitu. Apa kamu pikir kamu bisa melakukannya, Eito?

Itu sih perkara gampang.

Hmm. Kalau begitu, silakan katakan saja?

'Sifat pekerja kerasmu.'

Ketika aku mendesaknya, Eito mulai berbicara dengan lancar, tanpa ragu-ragu.

'Kejujuranmu pada dirimu sendiri.'

...

'Fakta bahwa kamu sudah bisa mengandalkan orang lain.'

...

...Tunggu.

'Fakta bahwa kamu bisa menghargai pemikiran orang lain.'

U-Um, Eito...

'Fakta bahwa kamu percaya diri.'

T-Tunggu. Berhenti. Berhenti, tolong berhenti sebentar!

Ojou? Apa ada yang salah?

Tidak... yah...

Dalam posisi gendongan ala putri, jarak di antara wajah kami bahkan lebih dekat daripada saat ia memelukku sebelumnya. Cara kami diposisikan, rasanya seolah-olah seperti Eito sedang berbisik di telingaku... ditambah lagi, kemudahannya menyebutkan hal-hal yang ia sukai tentangku... kekuatannya... jauh lebih luar biasa daripada yang kubayangkan.

Masih ada lima lagi, tau?

"U-Um... apa ada... hal lain? Sesuatu yang lain daripada itu?

Sesuatu yang lain?

Ya, bukan hanya kualitas batin... Lebih seperti... kamu tahu. Sesuatu yang lebih... langsung. Seperti, penampilan fisik.

Ojou, pesonamu bukan hanya tentang penampilanmu saja...

Aku tidak bisa menahan lebih banyak lagi. Tolong, jangan ada lagi kualitas batin. Mulai sekarang, hanya penampilan fisik.

Jika kamu berkata begitu...

Yah, jika ini tentang penampilan, Eito mungkin terbiasa mendengar pujian dari orang lain. Jika kita berbicara tentang hal-hal yang dangkal, bahkan dalam posisi menggendong ala putri ini, aku bisa mengendalikan dampaknya.

“‘Rambut emasmu terlihat begitu indah.

Benar. Terima kasih.

...Ya. Aku tidak bisa menahan rasa senang ketika Eito memujiku. Itu tidak ada bandingannya dengan ketika orang lain mengatakannya. Tapi karena aku terbiasa mendengar pujian, kurasa aku bisa bertahan sampai akhir.

Kulitmu sehalus sutra, yang mana itu sangat luar biasa, tapi keindahan ketika sinar matahari memantul padamu—tidak peduli berapa kali aku menatapnya, aku sama sekali tidak pernah bosan. Ketika sinar matahari pagi menyinarimu saat sarapan, kamu terlihat seperti peri... tidak, lebih seperti dewi kecantikan—

Tunggu.

Ojou? Kenapa kau menutupi wajahmu dengan tanganmu?

Tunggu sebentar.

Tidak, aku tidak bisa menunjukkan wajah ini padanya. Karena... Aku yakin wajahku sudah memerah sehingga bahkan matahari terbenam tidak akan cukup untuk menutupinya.

...Apa-apaan itu tadi?

Aku hanya menyebutkan hal-hal yang kusuka darimu, dengan fokus pada penampilanmu.

...Aku tidak butuh kata-kata sanjungan.

Aku tidak berbohong, inilah pendapatku yang jujur.

...Begitu ya.

Ah, tidak. Aku bisa mengetahuinya. Senyumnya yang murni dan polos ini... Aku tahu itu tidak palsu. Dan karena itu sangat tulus... itu membuatnya semakin berbahaya.

Lupakan masalah rambut. Tolong, bicarakan hal lain.

Lalu, selanjutnya... matamu yang biru. Mereka sebening dan sebening langit, dan tidak peduli berapa kali aku melihatnya, aku tidak akan pernah merasa cukup. Aku bisa menatapnya selamanya, meskipun aku tidak akan pernah bisa melakukannya. Mereka bersinar seperti lautan yang mempesona, layaknya permata yang berharga, keindahan mereka tak terkira. Mencoba memberi harga pada mereka adalah hal yang mustahil. Bahkan jika aku mengumpulkan semua permata di dunia, mereka tidak akan pernah menyaingi keindahan matamu—"

Baiklah, aku menyerah!!

Tidak, ini mustahil. Mendengar Eito berbisik seperti itu di telingaku saat aku dalam gendongan putri... hatiku pasti tidak akan mampu menerimanya.

...Hei. Apa kamu mengatakan hal-hal seperti itu kepada gadis-gadis lain juga?

Jika seseorang bertanya kepadaku apa yang aku sukai dari mereka, aku akan menjawab dengan jujur, seperti yang kulakukan kepadamu.

Ya, aku tahu. Aku mengerti.

Itu benar. Aku tahu itu. Eito akan melakukan hal yang sama untuk orang lain, menemukan kualitas baik mereka dan mengekspresikannya. Apa yang baru saja ia katakan adalah sesuatu yang biasanya dikatakan Eito, itu bukan hal yang istimewa. Itu tidak istimewa...

——Tapi, fakta bahwa aku bisa mengatakan semua hal ini hanya karena dirimu, Ojou.

...

Hah? Apa itu berarti...Aku spesial untukmu?

Tentu saja.

Tanpa ragu sedikit pun, tanpa keraguan atau kebimbangan, Eito mengucapkan kata-kata itu dengan jelas.

...Apa aku satu-satunya yang istimewa untukmu?

Ya. Kamulah satu-satunya sosok yang istimewa bagiku di dunia ini.

...

Istimewa? Apa ia baru saja mengatakan ‘istimewa’? Ia mengatakannya, kan? Dan... di telingaku? Apa ia berbisik manis? Apa itu hanya imajinasiku? (Tidak, itu bukan imajinasiku.) Eh, apa ini, mustahil, tidak mungkin, apa ini beneran terjadi? Ini bukan mimpi, kan? Ini nyata, kan? Atau mungkin tidak terasa nyata, lebih terasa seperti mimpi, bukan? Kamu tahu, seperti tempat-tempat di mana kau membayar minuman dan mereka menunjukkanmu mimpi... Ah, jadi apa aku hanya perlu membayar? Jika aku membayar dan memesan alkohol mahal, apa mereka akan menunjukkan mimpi ini lagi? Aku baik-baik saja, serahkan padaku, Eito. Aku akan menjadikanmu host nomor satu di dunia! Aku punya cukup uang untuk mengubah setumpuk uang menjadi pantai pribadi! Sekarang, Eito, mari kita bangkit bersama di dunia malam!

Bisakah kamu mengatakannya lagi sambil membuka 20.000 botol Dom Perignon?!

Ojou?! Apa yang kau katakan sambil berputar-putar seperti itu?!

Dan begitulah, dengan hilangnya kewarasanku, permainan berakhir.

(...Aku seharusnya menjadi orang yang menaklukkannya, tetapi akhirnya akulah yang dikalahkan.)

Setelah itu, aku tidak berani menghadap Eito dengan benar untuk sementara waktu.

 

──────✧❅✦❅✧──────

 

Yah~~harus kuakui, bahkan aku merasa bersimpati padamu setelah serangan balik itu.

...Begitu. Aku akan menerima simpati itu tanpa ragu.

Woahh... ini lebih buruk dari yang kukira. Sepertinya kamu benar-benar dibuat klepek-klepek.

Suara Kazami di telepon terdengar penuh simpati. Pada titik ini, aku bahkan tidak punya kemewahan untuk menanggapi dengan sesuatu seperti, Urus saja urusanmu sendiri.

Maksudku, kamulah yang mengatur permainannya, dan sekarang kamulah yang kalah, jadi kurasa itu wajar saja...

Heh... Tapi, bahkan jika aku jatuh, aku takkan bangkit tanpa mendapatkan sesuatu, itulah diriku—Tendou Hoshine.

“Memangnya kamu mendapatkan sesuatu darinya?

Tentu saja. Apa kamu pikir aku kehilangan akal hanya karena bisikan manis Eito?

Maaf, kupikir hanya bisikan manis dari Eito saja bakalan membuatmu kehilangan akal.

Hehehe... Kamu hanya bisa mengatakan itu untuk saat ini.

Jadi, apa yang kamu dapatkan darinya?

Aku menyadari bahwa selama Eito mengatakan padaku, 'Kamu orang yang istimewa bagiku,' aku bersedia memberinya apa saja! Aku telah belajar bahwa aku memiliki tekad untuk itu!

Sepertinya kamu tidak benar-benar cocok untuk hal semacam itu, ya.

Itu tidak benar. Aku punya uang.

Jadi, jika kamu punya waktu untuk memberinya hadiah, mengapa tidak menggunakan kekayaan konyol itu untuk mendekati Eito secara langsung?

Diamlah. Aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa lagi...

“Bagaimana kalau kamu mengatakan perasaanmu padanya dengan jujur?

Itu tidak mungkin.

Kenapa?

...Aku sudah mencobanya beberapa kali, tapi setiap kali aku mencoba mengaku, aku menjadi sangat gugup hingga tidak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata.

Ah——— jadi itulah yang membuat semuanya menjadi rumit.

Aku merasa sedikit kesal dengan pilihan katanya, tetapi aku terlalu lelah untuk berdebat dengannya.

“Yah, kami sudah bersama sejak kami masih anak-anak, jadi ya... Mungkin karena jaraknya terlalu dekat sehingga ia tidak menyadari keberadaanku. Tapi kurasa tidak apa-apa? Meskipun, aku punya beberapa kekhawatiran.

Kekhawatiran?

Yah, jika aku tidak hati-hati, orang lain mungkin akan merebutnya. Seperti, misalnya, jika ia akhirnya bertemu dengan seorang heroine baru yang hebat selama waktu kami berpisah...?

“Heroine baru yang hebat? Seperti siapa?

Yah... apa kamu sudah mendengar berita yang beredar? Penyanyi wanita yang telah kembali ke negara ini?

Ya, aku sudah mendengarnya. Perusahaan kami pernah mengelola salah satu konsernya... Tapi aku yakin penyanyi wanita itu sedang istirahat dari aktivitasnya.

Kabarnya dia ada di kota ini sekarang, dan Rupanya, dia sekitar usia yang sama dengan kita.

“Jadi maksudmu ada kemungkinan Eito akan bertemu dengan penyanyi wanita ini? Itu lelucon yang cukup tak terduga dan menarik.

Haha, iya, ‘kan?

............................

............................

Keheningan canggung terjadi di antara kami. Sepertinya Kazami juga memikirkan hal yang sama.

―――― Kalau itu Eito, itu mungkin bisa saja terjadi.

......Ngomong-ngomong, apa yang sedang dilakukan Eito hari ini?

...Aku memberinya hari libur dan menyuruhnya keluar dengan paksa. Ia mencoba bekerja bahkan di hari liburnya, jadi aku harus membuatnya istirahat. ...Dan aku juga berpikir untuk memberi kita sedikit ruang agar ia memperhatikanku.”

......Begitu ya.

............................

.........................…

Keheningan yang tidak mengenakkan kembali terjadi. Sepertinya Kazami juga memikirkan hal yang sama.

―――― Mungkinkah ini kesalahan?

Yah, yah... Tidak mungkin ia bisa langsung bertemu dengan penyanyi wanita itu, terutama karena dia sedang istirahat dari kegiatannya.

Y-Ya, kamu benar... Mana mungkin, iya ‘kan...

Aku mengakhiri panggilan, lalu segera mulai mengutak-atik smartphone-ku untuk menghubungi Eito.

Bukannya aku khawatir. Hanya saja... aku ingin mendengar suaranya sebentar. Jika ia mengangkat telepon, aku bisa dengan santai bertanya bagaimana keadaannya. Mungkin sesuatu seperti, Halo, Eito, apa kamu sedang beristirahat di hari liburmu? Cuacanya bagus, jadi kamu harus berjalan-jalan dan mengistirahatkan tubuhmu. Ya, sempurna. Tidak ada masalah dengan simulasiku. Sekarang, aku hanya perlu Eito untuk mengangkat telepon...

...Mengangkat telepon...

...Mengangkat telepon

......Ada yang tidak beres. Panggilanku sama sekali tidak tersambung.

Biasanya, dia mengangkat telepon sebelum dering ketiga.

............................

Aku menyimpan teleponku, lalu mengeluarkan beberapa pakaian dari lemari dan memanggil staf kediaman rumah.

Aku akan pergi keluar. Tolong siapkan mobil.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama