MrJazsohanisharma

Kimizero Jilid 9 Bab 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1

 

Pindahan itu ternyata lebih sulit dari yang kubayangkan. Aku pindah ke rumah orangtuaku sekarang ini saat masih di TK, jadi ini adalah pindahan kedua dalam hidupku. Namun, berbeda dengan pindahan pertama yang dilakukan hampir tanpa barang, kali ini aku harus mengemas sendiri dan membuka barang-barang di rumah baru. Meskipun jumlah barangnya tidak banyak, pekerjaan ini cukup melelahkan. Aku menyesal tidak memilih paket yang membuat orang dari perusahaan pindahan yang melakukan pengemasan dan pembukaan barang untuk menghemat biaya pindahan.

Hari kedua setelah pindahan, di suatu hari di bulan April menjelang tahun ajaran baru, aku akhirnya berhasil mengosongkan kotak kardus terakhirku.

“Akhirnya selesai juga…!

Eh, Ryuuto hebat!

Luna yang sedang mengutak-atik perabotan dapur yang sudah terpasang, berhenti sejenak dan melihatku dengan wajah terkejut.

Jadi, semuanya sudah selesai!?

Ya, seharusnya begitu. Capek banget…

Berkat orangtuaku yang berpesan supaya aku hanya membawa barang yang diperlukan saja, barang-barang yang kubawa cukup sedikit, tetapi tetap saja jumlahnya melebihi sepuluh kotak kardus. Baru pertama kalinya aku menyadari bahwa aku membutuhkan begitu banyak barang untuk kehidupanku.

Barang-barang Luna lebih banyak dariku, dan sepertinya dia juga memperhatikan tempat penyimpanan, jadi dia masih memiliki sekitar lima kotak kardus yang tersisa.

Aku bantu ya."

Terima kasih. Tapi, aku mungkin tidak bisa menyimpannya lebih banyaj lagi. Tidak ada tempat untuk menyimpan barang…

Kalau begitu, ayo besok beli tempat penyimpanan? Mumpung besok adalah hari libur terakhir. Kita juga harus membeli tempat tidur.

Benar juga. Mari kita lakukan itu.

Luna mengambil cuti kerja selama tiga hari dari pekerjaan paruh waktunya untuk pindahan. Mengenai sekolahnya, sama seperti kampusku, masih dalam libur musim semi hingga besok.

Karena aku tidak mengukur ukuran pintu kamar dengan baik saat melihat-lihat, aku tidak bisa membeli furnitur sebelum pindahan, dan itu sangat menyakitkan. Saat itu, aku tidak terlalu memikirkan hal itu.

Setelah menentukan kamar, ada banyak hal yang harus dilakukan, seperti mengatur perusahaan pindahan dan mengemas barang. Meskipun aku sedang dibur kuliah, tapi aku tetap masuk kerja paruh waktu. Jadi waktu sebulan berlalu dengan cepat.

Kalau begitu, gimana kalau kita tidur sekarang?

Ya, ayo!

Supaya bisa segera tidur saat kelelahan, jadi kami sudah mandi setelah makan malam dan bersiap-siap tidur sebelum melanjutkan pekerjaan.

Ah, malam ini kita tidur di mana? Aku sudah menyimpan baju-bajuku.

“Hmmm

Bukan hanya tempat tidur, bahkan tidak ada satu pun perlengkapan tidur, jadi kemarin aku tidur di atas tumpukan pakaian di lantai. Hari ini, pekerjaan berjalan lebih lancar dari perkiraanku, jadi aku bisa langsung menyelesaikannya. Mungkin seharusnya aku membeli sofa terlebih dahulu.

Dalam keadaan pasrah, aku berbaring di sudut kamar. Ada bantal yang bisa dipakai sebagai tumpuan, tapi rasa keras dari lantai kayu terasa menyakitkan di punggungku.

Eh, seriusan? Mau tidur di situ? Aku harus bagaimana ya?

Sembari tertawa, aku berkata kepada Luna yang setengah serius bingung bergerak ke sana kemari.

…Mau tidur di atasku?

Kemudian, Luna tertawa “Eh~~” dan mendekat ke arahku.

Kalau begitu, enggak apa-apa deh.

Luna dengan main-main mengangkangi tubuhku sementara aku berbaring telentang. Hanya itu saja sudah membuatku merasa bersemangat, dan aku sendiri merasa gelisah.

Ryuuto

Luna menindih tubuhku, melingkarkan lengannya di leherku, dan membisikkan sesuatu di dekat telingaku.

…Hari ini kita bisa melakukannya?

Jantungku berdegup kencang karena dipenuhi harapan dan kegembiraan, aku lalu membalad dengan mengangguk kecil.

Ya, aku baru saja menemukannya tadi.

Semalam, ada terlalu banyak kotak kardus yang belum dibuka, dan aku tidak tahu di mana kondom berada. Karena terlalu kelelahan, aku terpaksa menyerah dengan sedih.

Ryuuto…

Aku bisa merasakan napas hangat Luna di leherku. Dengan semangat yang menggairahkan, aku memeluk tubuh Luna dengan sepenuh hati.

 

◇◇◇◇

 

Setelah kami saling bercumbu, aku membaringkan Luna dengan lenganku sebagai bantal di lantai kayu yang keras.

Ruang tamu masih berantakan dengan barang-barang yang belum teratur dan kotak kardus Luna, dan kami berbaring di kamar yang seharusnya menjadi kamar tidur, melihat pemandangan dari pintu yang terbuka.

Besok, kita akan pergi kemana buat membeli furniturnya?

Saat aku bertanya, Luna menoleh ke arahku.

Ah! Aku ingin mencoba pergi ke IKEA! Furnitur Hokuo terlihat stylish dan aku lumayan mengidamkannya!

Kamu belum pernah pergi ke sana?”

Belum. Soalnya, terakhir kali aku pernah melakukan itu saat kelas lima SD, tau? Aku tidak perlu membeli furnitur sendiri. Hanya membeli lemari yang aku temukan di internet.

Itu pasti lemari yang ada di rumah orangtuanya. Karena dia sampai membawanya ke rumah ini, pasti itu kesukaannya.

Kamu sudah pernah ke sana, Ryuuto?

Ya. Aku bertemu Sekiya-san saat liburan musim panas tahun kedua kuliah... Eh, bukannya aku sudah pernah menceritakan itu ya?

Eh? Benarkah? Aku memang pernah mendengar kamu bertemu dengannya

Ah!

Saat menyebut Sekiya-san.... aku tidak bisa menahan diri untuk bersuara keras.

Ada apa?

…Oh, kalau diingat-ingat, Sekiya-san menghubungiku setelah tahun baru dan bilang, 'Kalau ada waktu saat libur musim semi, beri tahu ya'… tapi karena sibuk pindahan, aku jadi melupakannya

Libur musim semi sudah berakhir.

Maaf, aku mau kirim LINE ke Sekiya-san dulu.

Setelah kembali mengingatnya, aku tidak bisa menunggu lagi, jadi aku mengambil ponsel yang tergeletak di dekatku dan mengirim pesan permohonan maaf.

Pesan itu segera dibaca, dan balasan pun datang.

Sekita Shugo

[Tidak masalah kok, toh musim semi ini aku tidak pulang.

Sampai jumpa lagi di libur musim panas ya]

…Syukurlah.

Apa itu baik?

“Jadi ia tidak pulang, ya. Apa kuliah di fakultas kedokteran begitu sibuknya? Sepertinya sulit.”

Saat aku memiringkan ponsel agar Luna bisa melihat layarnya, dia berkata dengan wajah “Ugee”.

Ya, benar…

Tentu saja, mungkin dia sibuk belajar.

Sebenarnya, bagi Sekiya-san, rumah orangtuanya mungkin bukan tempat yang ingin ia kunjungi. Jika tidak ada urusan untuk bertemu teman, mungkin ia merasa tidak perlu kembali.

Itulah sebabnya, ia mungkin menghubungiku sebelumnya.

…………

Selama liburan musim panas, aku bertekad untuk tidak lupa menghubungi Sekiya-san lagi kali ini.

…Tapi, syukurlah kalau kamu pergi bersama Sekiya-san!

Aku menatapnya saat mendengar komentar Luna. Karena dia menyandarkan kepalanya di lenganku, wajah kami begitu dekat hingga sulit untuk fokus.

Eh?

“Kupikir aku akan merasa tidak nyaman jika kamu pergi ke IKEA dengan gadis lain.

Kamu tahu aku tidak akan melakukan itu, kan?

Aku tidak bisa menahan tawa, tetapi merasa senang dan nyaman ketika Luna merasa sedikit cemburu.

Siapa yang tahu? Mungkin kamu lagi bersama gadis di seminar universitas?

Seminar macam apa yang membuat semua orang pergi melihat furnitur!

“Ma kutahu! Karena itu dunia yang belum aku kenal.

Luna mengerucutkan bibirnya sedikit, tampak manja.

“Makanya, aku merasa sangat senang bisa berbagi waktu di tempat yang sama setiap hari seperti ini

Luna mendekat seolah ingin menyelubungi wajahnya di sampingku. Napas hangatnya membuatku merasa bahagia dan geli.

Luna…

Sama seperti saat aku merasa minder dan cemas terhadap Luna, yang telah memasuki dunia kerja sebelum aku dan berkembang di dunia yang tidak aku kenal.

Namun, aku menyadari bahwa Luna juga merasa cemas karena aku berada di dunia yang tidak dia kenal, dan itu membuat hatiku menghangat.

…Aku juga merasakan hal yang sama.

Aku dengan lembut menekuk lenganku dan memeluk kepala Luna dengan kedua tanganku.

Ryuuto…

Luna juga melingkarkan lengannya di tubuhku.

Aku senang… Bahkan di saat-saat aku kesepian… Ryuuto mengisi seluruh ruang dalam hidupku

Luna berkata demikian sambil memelukku erat dan kemudian sedikit menjauh, menatapku dengan tatapan menginginkan.

Sekarang, aku masih bisa merasakan sentuhan Ryuuto di tubuhku, dan itu membuatku berdebar-debar

Dengan senyum malu-malu, dia kembali memelukku seolah menyembunyikan rasa malunya.

Ah, ya ampun!

Aku mengangkat suara menyerah dan memeluk Luna dengan erat.

Jangan bilang begitu terus! Nanti aku jadi ingin melakukannya lagi, ‘kan.

Aku merasa senang sih, tapi aku jadi merasa terangsang lagi. Menjadi muda itu sulit.

Eh, boleh aja kok~ Mau lanjut ronde selanjutnya?

Senyum nakal Luna sangat menggemaskan, dan aku benar-benar merasa bisa melakukannya berulang kali.

Besok kamu mungkin tidak bisa bangun dan tidak bisa pergi ke IKEA, lho?

“Kalau itu sih enggak mau! Aku mau tidur!

Luna buru-buru berbaring telentang dan kembali meletakkan kepala di lenganku.

 

◇◇◇◇

 

Karena berhasil menahan diri, keesokan harinya kami bisa pergi berbelanja sesuai rencana.

Ah, badanku sakit…

Luna berkata demikian saat kamu sedang melihat barang-barang kecil di lantai satu.

Di sebelah mana? Apa kamu baik-baik saja?

Ketika aku bertanya, wajah Luna sedikit malu.

Di bagian tulang belakang dan bagian pinggang? …Di tempat yang tertekan di lantai.

Kemudian, aku menyadari kalau itu mungkin karena aktivitas yang kami lakukan di lantai kemarin malam.

Ah, maaf… Mungkin kalau aku yang di bawah… itu lebih baik, ya…?

Aku merasa malu dan berkata dengan gugup.

Ah, mungkin itu juga.

Luna menjawab dengan suara pelan juga, melihat sekeliling seolah khawatir ada orang lain yang mendengar.

Kami berada di area peralatan dapur, di sekitar kami ada rak yang penuh dengan alat masak seperti talenan, piring, dan peralatan makan. Mungkin karena libur musim semi, jadi ada banyak orang di sini.

…Entah kenapa, aku masih tidak terbiasa dengan percakapan seperti ini dan itu membuatku malu.

Luna yang tersenyum sambil menatapku dengan tatapan menengadah membuatku ikutan merasa malu juga, sehingga aku hanya bisa mengangguk dengan tersipu.

Kemudian, Luna mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik.

Aku tidak sabar menunggu tempat tidur datang deh

…………

Aku merasa malu dan mungkin wajahku memerah.

Tadi di area perlengkapan tidur di lantai dua, aku sudah melihat tempat tidur yang ingin dibeli.

Ah, ini lucu banget~!

Luna mengambil sebuah mug. Mug berwarna pink gelap dengan garis halus di bagian bibirnya.

“Warna pink pudar ini kelihatan lucu Aku mau beli ini deh!

Ngomong-ngomong…

Aku teringat bahwa di rumah kakak Luna, Kitty-san, ada banyak mug pasangan yang ditata. Meskipun klise, rasanya menyenangkan bisa tinggal bersama. Saat aku berpikir seperti itu, Luna mengambil mug yang sama satu lagi dan tersenyum padaku.

Mau beli satu lagi? Seperti di rumah Onee-chan?”

Kebahagiaan karena pemikiran yang serasi membuatku tidak bisa menahan tawa.

Aku juga baru saja memikirkan hal yang sama.

Serius? Kalau begitu, ayo kita beli~

Luna memasukkan mug kedua ke dalam keranjang.

Terus, kita mau beli apa lagi? Kita butuh mangkuk! Dan juga piring…

Luna melangkah ke area peralatan makan yang lebih dalam. Sambil mendorong keranjang yang agak besar, aku mengikutinya.

Ini dan ini…! Wah, semua mau beli dua yang sama!

Seolah-olah masuk ke mode belanja gila, Luna terus memasukkan peralatan makan ke dalam keranjang.

“Lagipula, itu memang diperlukan, kan?

Eh, tapi sepertinya lebih praktis kalau beli satu dari berbagai jenis piring, bisa digunakan sesuai dengan makanan yang disajikan, ‘kan?

Begitu ya?

Piring dalam untuk makanan berkuah atau tebal, piring datar untuk yang tidak terlalu banyak kuah, dan sebagainya.

Uhmm? Jadi kita beli dua dari berbagai jenis?

“Bukannya itu terlalu boros? Lagipula, bukan hanya peralatan makan yang kita beli.

Ya, iya juga sih...”

Meskipun begitu, aku merasa perlu membeli apa yang diperlukan, lalu Luna berbalik menghadapku, dengan ekspresi sedikit tegang, dan berkata, Ngomong-ngomong…

“Masalah uang tuh, pada dasarnya, sepertinya bisa dibagi dua, kan?

Eh? Ya…

Aku mengangguk dengan sedikit terkejut, dan Luna terlihat lega.

Syukurlah! Terima kasih!

Eh?

Aku berpikir seharusnya itu kalimatku, tetapi Luna tersenyum sambil mendongak.

Mungkin orang berpikir aku lebih mapan karena sudah lama bekerja… tapi setelah mulai kerja paruh waktu, aku juga harus membayar biaya kuliah, dan tabunganku terus berkurang, jadi sebenarnya aku tidak punya banyak uang di rekeningku…

Setelah mendengar itu, aku merasa bersalah.

Tidak, aku sama sekali tidak berpikir untuk meminta lebih, jadi tidak apa-apa.

Sebenarnya, aku ingin membayar lebih dan menunjukkan sisi maskulin, tetapi tidak bisa melakukannya membuatku kesal.

…Begitu? Kalau begitu tidak apa-apa… maaf ya.

Luna tersenyum pahit dan meminta maaf lagi.

…Rasanya canggung, ya, membahas hal-hal seperti ini.

Tapi, demi hidup bersama, pembicaraan yang realistis juga penting.

Uh, aku agak kurang nyaman. Aku ingin menyerahkan pengelolaan uang padamu, Ryuuto.

“Kamu yakin? Uang Luna bisa saja aku habiskan semua, lho?

Saat aku bercanda, Luna tampak panik dan menggenggamku.

Ah, tidak boleh! Aku ingin kamu menyimpannya di tabungan atau semacamnya!

Eh, jangan berisik di area peralatan makan!

“Habisnya, Ryuuto bilang begitu sih!

“Aku hanya bercanda!

Ketika aku menahan kedua bahunya, kenangan hangat kulit kami semalam membuatku berdebar-debar.

Percakapan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Jarak yang lebih dekat dari sebelumnya.

Hatiku kembali menghangat lagi saat memikirkan bahwa kita akan hidup bersama seperti ini.

 

◇◇◇◇

 

Setelah berbelanja dalam jumlah banyak, kami akhirnya pulang saat hari mulai gelap dan aku merasa sangat lelah.

Tempat tidur double yang dibeli tentu saja akan diantarkan, tetapi matrasnya dibawa pulang dengan menyewa mobil box melalui layanan rental. Dengan mobil yang tidak biasa dan jalan yang tidak familiar, aku mengikuti petunjuk GPS, jadi mungkin itu juga yang membuatku lelah. 

Tapi, setidaknya sekarang aku bisa tidur di atas matras. 

Hehe.

Sebelum tidur, Luna yang sedang merapikan barang-barang kecil yang dibeli di dapur tertawa sendiri. 

“Rasanya benar-benar seperti di rumah Onee-chan. 

Menatap lemari gantung yang dibukanya sendiri dari ruang tamu, Luna melihat cangkir dan piring yang serasi berjejer di sana, tampak sedikit malu. 

Rasa geli muncul saat aku berpikir bahwa pemandangan kamar tinggal Kitty-san yang indah ini terulang di rumah baruku. 

“Oh iya, ngomong-ngomong tentang Onee-chan! 

Luna tiba-tiba bersuara. 

Lihat ini! Tadi ini dikirim saat Ryuuto mandi! 

Sambil berkata demikian, Luna mengambil ponselnya dan mendekat ke arahku yang sedang berdiri menyikat gigi di ruang tamu. 

Ini foto-foto pernikahan! Keren banget, kan?

Di layar yang ditunjukkan, ada sosok kakaknya dan Raion-san

Mereka mengenakan gaun pengantin dan tuxedo, saling berpegangan tangan dan menatap mata satu sama lain. Gaun panjang kakaknya terlihat menyebar di tanah, foto yang sangat sesuai dengan temanya

Bagus sekali. Apa mereka mengadakan upcara pernikahan?

Aku bertanya begitu sambil berpikir bahwa rasanya aneh jika Luna tidak diundang, dan Luna menggelengkan kepala. 

Tidak. Setelah mengambil foto ini, katanya mereka berkumpul dengan sekitar sepuluh teman dan menyantap masakan Cina di restoran paman Rai-kun. Itu saja. Dalam acara itu, Rai-kun menyanyikan lagu yang ia buat untuk Onee-chan di depan semua orang, dan katanya suasananya sangat meriah.

Panggilan Luna untuk Raion-san tiba-tiba berubah dari Hanada-san menjadi Rai-kun. Mungkin itu karena dia merasa lebih dekatnya sebagai keluarga. 

Pamannya bilang, 'Mereka sudah seperti pernikahan anaknya,' jadi dia mentrakhir semua orang dan memberi mereka hadiah. Beberapa teman juga memberi mereka hadiah, jadi katanya mereka mendapatkan keuntungan. Onee-chan dan Rai-kun bahkan membeli cincin pernikahan di 3COINS karena tidak punya uang, jadi itu sangat membantu.

“Terus kalau foto pernikahan ini? Aku yakin itu pasti menghabiskan banyak uang.

“Kalau mengenai itu, katanya salah satu teman Onee-chan semasa sekolah kejuruan ada yang menjadi fotografer profesional, jadi dia memotretnya secara gratis sebagai hadiah perayaan. 

“Eh, jadi begitu ya?

Gaun pengantin dan tuxedo dibeli dengan harga murah di Shein, dan Onee-chan bisa merias rambutnya sendiri. Teman fotografernya hanya dijamukan makan siang sebagai ucapan terima kasih, jadi total biayanya tidak sampai tiga puluh ribu yen! 

Wah… luar biasa.

Bila dipikir-pikir seperti itu, kepercayaan umum di masyarakat bahwa orang tidak bisa menikah karena tidak punya uang mungkin tidak benar.

Meskipun harus menghadapi banyak kesulitan dan berjuang, Kitty-san dan Raion-san yang telah menemukan orang yang ingin mereka jalani hidup bersama adalah sepasang suami istri yang bahagia meskipun tidak memiliki uang. 

Itu juga merupakan kebajikan dari keduanya.

Benar banget! Kalau orang-orang pada umumnya pasti tidak punya, teman yang fotografer dan paman yang menjalankan restoran Cina! 

Saat kami berbicara seperti itu, mulutku mulai dipenuhi busa, jadi aku pergi ke wastafel untuk berkumur. 

Setelah aku kembali, Luna masih melihat layar foto pernikahan kakaknya. 

“Onee-chan terlihat sangat Bahagia sekali. Bagusnya

Dia bergumam sambil menyipitkan matanya ke layar

“Orang yang ada di dalam foto ini pastinya sudah menjadi 'Hanada Kitty'...

Setelah mengatakannya dengan perasaan yang mendalam, Luna tiba-tiba menatapku. 

“Lagian, bukankah nama Hanada Kitty tuh kedengarannya sangat berkilau, ya? Lebih tepatnya, itu sangat mencolok, kan? 

Shirakawa Kitty juga tidak kalah mencoloknya.

Memang! Aku sudah terbiasa!

Luna tertawa dan tiba-tiba menatap jauh. 

…Entah kenapa, belakangan ini banyak yang menginginkan tentang nama keluarga pasangan suami-istri punya nama keluarga yang berbeda-beda, tapi aku tetap mengaguminya, lho, bisa memiliki nama keluarga yang sama dengan orang yang aku cintai…

…Jadi, Luna, kamu lebih memilih untuk mengganti nama keluargamu?

Ya!

Luna mengangguk dengan senyuman polos. 

Begitu ya… terima kasih, Luna. 

Tanpa disadari, wajahku secara otomatis tersenyum dengan perasaan senang sekaligus malu

Meskipun aku tidak memiliki keinginan kuat untuk mengganti namaku, dalam situasi di mana pilihan nama keluarga terpisah sedang dibahas, aku merasa lega bisa mengonfirmasi keinginan Luna. 

Aku sempat berpikir, menjadi 'Shirakawa Ryuuto' juga kedengarannya lumayan keren.

“Kedengarannya kuat dalam shogi!

Seperti Shirakawa Hachidan, ya?

Itu dia!

Aku mulai bisa mengikuti aliran pembicaraan Luna yang seolah hanya berbicara dengan otak kanannya. 

Kashima Lunaya. 

Pipinya memerah dan dia bergumam pelan. Tiba-tiba, dia mengangkat wajahnya dan menatapku. 

Eh tunggu, apa aku bisa menulisnya dengan benar enggak ya? Aku harus menulisnya di dokumen atau di rumah sakit juga, kan?

Tidak, pastinya kamu bisa menulisnya, ‘kan?

Aku tertawa sambil menjawab. Aku mengingat kalau aku mulai bisa menulis namaku selain Ryuu sejak kelas 3 sekolah dasar.

Namun, Luna tampak gelisah sambil melihat sekeliling. 

“Loh? Apa alat tulisnya masih di dalam kardus?

Ah, aku punya. 

Aku mengambil pensil mekanik dari mejaku yang diletakkan di sudut ruang tamu dan memberikannya kepada Luna. 

Ini.

Terima kasih!

Setelah berkata demikian, Luna menatapku dan tertawa fufu. 

Rasanya sama seperti saat kita pertama kali bertemu, ya.

Dia mengatakannya dengan ekspresi malu-malu

…Iy-Iya, benar.

Ketika mengingat momen itu, aku merasa seolah-olah Luna di hadapanku berubah kembali menjadi Shirakawa-san dalam sekejap, dan aku jadi gugup. 

Kashima Ryuuto yang berusia enam belas tahun. Kamu akan tinggal bersama Shirakawa-san dalam lima tahun ke depan. 

Aku dengan lembut menceritakan kepada diriku yang lebih muda hal-hal yang akan membuatnya terkejut dan pingsan jika aku mendengarnya di waktu itu. 

Ah, tapi aku tidak punya kertas untuk menulis!

Sambil memegang pensil mekanik di tangan, Luna kembali melihat sekeliling dan bersuara. 

“Ya sudah deh, aku akan menulis di kardus ini saja!

Dia berkata demikian dan mendekati kardus yang ditumpuk di sudut ruangan, lalu menulis di tutup kardus paling atas. Tingginya kira-kira setinggi meja bank, jadi sepertinya mudah untuk menulis. 

Sudah jadi

Luna mengangkat wajahnya dengan puas dan menatapku. 

Syukurlah aku bisa menulisnya! Rasanya menyenangkan! Lihat deh~ lihat deh~ 

Luna memanggilku, dan aku mendekat untuk melihat tutup kardus tersebut. 

 

Kashima Luna 

 

Di tempat yang dihindari oleh selotip, empat huruf itu tertulis dengan tulisan bulat khas Luna. 

“Ternyata menulis di kardus dengan pensil mekanik itu sulit ya! Aku menusuknya sampai tembus.

Meskipun dia mengatakannya sambil tertawa ahaha, tapi Luna terus menatap tulisan itu dengan puas. 

Ketika aku melihat nama yang asing itu, hatiku mulai menghangat karena aku membayangkan masa depan Luna yang mungkin tidak terlalu jauh

“Kurasa aku mungkin akan memotong ini dan menyimpannya.

Luna tertawa dengan nada setengah bercanda, setengah serius, dan aku bingung menjawab, Eh?

Kenapa tidak perlu melakukan itu, ‘kan?

Eh—! Kenapa!?" 

Habisnya, mulai sekarang… kamu mungkin akan menulis nama itu berkali-kali.

Setelah mendengar jawabanku, ekspresi Luna yang awalnya kecewa seketika berubah. 

Ryuuto…

Dengan pipi yang memerah, Luna bergumam demikian

Begitu. Iya, benar juga.”

Kemudian, dia menurunkan pandanganya ke arah kardus itu lagi dan tertawa geli. 

Eh, rasanya canggung banget saat membuang kotak ini! Ada begitu banyak nama yang tertulis di sana! Lagipula masih ada nama Kaku!

Jadi, bagaimana kalau itu mulai digunakan sebagai nama aslimu? Canda deh.

Jika aku pria yang populer, mungkin aku bisa dengan santai mengatakannya. Aku merasa sedikit khawatir karena belum membahas kemungkinan bekerja di luar negeri, tapi sepertinya sekarang bukan saatnya. 

Di bulan Mei, aku akan melakukan praktik mengajar di program pendidikan. Mungkin di sana aku akan merasa ingin menjadi guru. 

Dengan masa depan yang tidak pasti, aku tidak tega membuat Luna merasa gundah

…Ryuuto? 

Luna memanggilku, dan aku pun tersadar. 

“Kamu kenapa?

Ah… ya, aku sedang memikirkan tentang jalur karierku. 

“Ah, benar juga. Kamu pasti merasa khawatir apakah semuanya akan berjalan lancar.

Tiba-tiba, ekspresi Luna menjadi penuh perhatian. 

Apa masuk ke dalam perusahaan penerbitan saat ini sulit? Sama seperti aku, apa kamu tidak bisa langsung jadi karyawan tetap dari masa pekerja paruh waktu? 

Hmm… Yah, bagaimana ya. Karena itu perusahaan besar, jadi tidak banyak berhubungan dengan HRD, ditambah ada banyak pelamar juga.

Seperti yang dikatakan Fujinami-san, sepertinya bekerja paruh waktu tidak menjamin keuntungan dalam mencari pekerjaan. 

Begitu ya. Maria juga pernah bilang begitu… 

Luna yang awalnya terlihat serius, kini kembali dengan ekspresi ceria dan berkata, 

Tapi, tidak apa-apa! Jika aku bisa menjadi pengasuh, aku akan menghidupi Ryuuto ketika kamu masih mencari pekerjaan!

Luna…

Perasaan kasih sayang membuncah dalam diriku, dan tanpa sadar aku memeluk tubuh Luna. 

Saat itu, aroma segar dari Luna yang baru saja mandi dan sentuhan lembut dari pakaiannya membuatku merasakan panas di dalam tubuh. 

Bagaimana kalau kita pergi ke kamar tidur? 

Luna yang ada di pelukanku berkata dengan suara lembut. 

“Setuju.

Kami bergandeng tangan dan pindah ke kamar tidur. Di sana hanya ada kasur tebal yang diletakkan. 

“Apa dengan begini, kira-kira tubuh kita tidak terasa sakit lagi enggak, ya? 

Luna tertawa sambil duduk di atas kasur. 

“Aku berharap kalau tempat tidurnya segera datang." 

Tempat tidurnya akan tiba dalam dua hari, jadi kita hanya perlu bersabar sedikit lagi.

Iya!

Setelah tertawa bersama, aku berlutut di atas matras kasur dan membenamkan wajahku di leher Luna yang wangi. (TN: Yup, mereka lagi bercocok tanam)

 

◇◇◇◇

 

"Ryuuto, belakangan ini kamu jadi sangat agresif, ya.

Luna mengatakan hal itu saat kami sedang berbaring di atas matras kasur setelah menyelesaikan mandi kedua hari ini. 

Luna meletakkan kepalanya di lengan kiriku dan mendekat ke arahku. 

“MasaMasa? Kamu tidak suka? 

Saat aku bertanya balik dengan panik, Luna menggelengkan kepala dan menatapku dengan tatapan manja dari jarak dekat. 

Hal-hal seperti itu membuat jantungku cenat-cenut~

Perkataannya membuat jantungku berdebar karena kegembiraan, dan Luna tersenyum lembut. 

Sungguh melegakan saat mengetahui bahwa bukan cuma aku satu-satunya yang ingin mendekat terus denganmu. 

Dia berkata demikian sambil mengusap-usapkan wajahnya yang sudah mulai terbiasa tanpa riasan ke sampingku. 

Luna…

Jika dia terlalu manja, aku jadi ingin melakukannya lagi, dan itu membuatku kerepotan

Suara napas Luna mulai berubah menjadi ritme dengkuran tidur. 

…………

Entah kenapa rasanya menyenangkan dan sedikit disayangkan, tetapi juga membuat hatiku terasa puas, perasaan yang aneh dan menenangkan datang menghampiriku. 

Hup.

Aku bergerak sedikit agar lengan kiriku tidak terlalu banyak bergerak, dan perlahan menarik selimut yang dibeli bersamaan dengan matras hingga ke dada Luna. 

Pada saat itu, aku melihat layar smartphone yang diletakkan di dekat wajah Luna menyala. 

 

Nikoru: 

Luna, boleh aku meneleponmu sekarang? 

 

Pesan pop-up seperti itu muncul. 

…………

Setelah kembali ke posisi semula, aku merasa ragu sejenak apakah aku harus membangunkan Luna. Dia sudah lumayan khawatir karena tidak mendapatkan pesan dari Yamana-san. 

Mmm~….

Namun, ketika aku melihatnya tidur dengan nyenyak di pelukanku, aku tidak ingin mengganggu tidurnya. 

Aku tidak ingin waktu bahagia yang akhirnya kami dapatkan ini terganggu oleh siapa pun. 

Jika itu Yamana-san, dia pasti akan mengerti. 

Sambil berpikir demikian, aku memutuskan untuk mengabaikan notifikasi itu dan memilih untuk tidur juga. 

Mm…

Luna mengeluarkan suara lembut yang menggoda, hampir seperti mengigau. 

Perasaan ingin mengganggu dan keinginan untuk melindungi tidur nyenyaknya saling menyerangku. Dalam keadaan seperti itu, aku dengan lembut menyisir sehelai rambut yang jatuh di pipinya ke belakang telinga. Setelah itu, aku mengelus seluruh rambutnya dengan lembut. 

…………

Sebelum kami menjadi satu, Luna sempat khawatir tentang masalah pria yang memperlakukan wanita yang pernah ditidurinya dengan sembarangan.

Aku percaya bahwa aku takkan menjadi seperti itu terhadap Luna, tetapi sejujurnya, ada sedikit kekhawatiran. 

Ada kemungkinan saat kami berhubungan badan, sesuatu yang bersifat hormonal pada laki-laki akan menyebabkan pikiran dan tubuhku bertindak kasar dengan sendirinya, terlepas dari keinginanku. 

Namun, kekhawatiran semacam itu ternyata tidak beralasan. 

Aku adalah pria, dan jika hanya berdasarkan naluri kejantanan saja, sejujurnya, ada banyak wanita di dunia ini yang bisa kukatakan aku bisa menidurinya. 

Tetapi, aku tahu bahwa hampir tidak ada wanita di luar sana yang ingin ditiduri’ olehku, dan jika mereka mengetahui aku berpikir seperti itu, aku pasti akan dianggap sangat menjijikkan, jadi aku selama ini menyembunyikan keinginanku. 

Begitu juga dengan Luna. 

Dalam hal hasrat seksual, aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak menunjukkan, dan aku berencana untuk menunggu momen ketika Luna merasa ingin berhubungan seks denganku. Sekarang setelah aku memikirkannya lagi, mungkin karena itu, ada semacam jarak emosional antara aku dan Luna. 

Namun sekarang, jarak itu sudah hilang. 

Karena Luna telah menerima diriku. Sekarang, aku bisa menunjukkan hasratku yang belum pernah kutunjukkan kepada orang lain, hanya kepada Luna. 

Dia adalah satu-satunya wanita di dunia ini yang mengizinkanku untuk menerima seluruh keberadaanku. 

Aku ingin melakukan apapun untuk melindungi orang ini. 

Aku semakin mencintai Luna lebih dari sebelumnya. 

Perasaan ini telah berlanjut sejak hari Natal itu.

 

Aku meyakini hal yang sama terjadi pada Nisshi, yang terikat menjadi satu dengan Yamana-san pada malam yang sama.

 

Alasan kenapa aku berpikiran seperti itu muncul karena tadi aku melihat pesan dari Yamana-san. 

Saat itu, layar smartphoneku di sudut pandang mulai menyala. 

Ketika aku mengambilnya dengan tangan kanan, terlihat di layar kunci [Yuusuke]. Setelah membuka smartphone-ku, ada pesan masuk di grup LINE yang beranggotakan tiga orang termasuk Nisshi.

 

Yuusuke: 

[Akhir-akhir ini, tidak peduli mau makan apa saja, aku tetap merasa lapar. 

Kerja fisik itu emang beneran gila. 

Nisshi, bisa enggak kamu diam-diam menyajikan porsi yang super besar di tempat kerjamu?]

 

Nishina Ren: 

[Tempat kerjaku memasak secara terpusat, jadi cuma ada beberapa hidangan yang seperti itu. 

Tapi kalau pasta, mungkin bisa.]

 

Yuusuke: 

[Kalau gitu, pasta saja!]

 

Nishina Ren: 

[Eh, kamu seriusan mau datang?]

 

Yuusuke: 

[Ya iyalah

Aku pengen pergi sekarang juga!]

 

Percakapan berlanjut secara real-time. 

Karena aneh jika hanya membaca tanpa berpartisipasi, jadi aku pun ikut bergabung dalam percakapan.

 

Ryuuto: 

[Kalau Icchi pergi, boleh aku ikut datang juga?]

 

Nishina Ren: 

[Boleh saja.]

 

Yuusuke: 

[Kasshi juga mau porsi besar yang ilegal?]

 

Ryuuto: 

[Aku sih yang legal saja!]

 

Nishina Ren 

Kalau gitu, aku akan kasih tahu jadwal shift-nya, jadi kalian berdua bisa menentukan kapan datangnya.

 

Setelah itu, kami memutuskan hari untuk pergi dengan Icchi, dan percakapan hari itu pun berakhir.

 

◇◇◇◇

 

Tempat kerja paruh waktu Nisshi adalah restoran keluarga bergaya Italia. Restoran itu terletak di dekat kampus Universitas Meisei tempat Nisshi berkuliah, di kawasan ramai yang banyak dihuni anak muda. Nisshi yang bercita-cita menjadi pengacara, tidak melakukan pencarian kerja dan terus bekerja sambil mengikuti kursus persiapan untuk ujian sekolah hukum. 

Saat aku masuk ke dalam restoran bawah tanah pada waktu yang telah ditentukan, Icchi yang sudah lebih dulu duduk di meja mengangkat tangannya ketika melihatku. 

Karena saat itu sudah memasuki waktu makan malam, jadi suasana di dalam restoran dipenuhi kelompok pengunjung yang ramai, dan hampir penuh. 

“Yo, Kasshi.” 

Icchi yang duduk di meja sofa menyapaku dengan wajah yang terlihat lelah. 

“...Tanikita-san, bagaimana kabarnya belakangan ini?” 

Setelah menyelesaikan pemesanan, aku bertanya pada Icchi. 

Alasan utama kena aku memutuskan untuk bertemu hari ini adalah karena aku khawatir dengan keadaan Nisshi dan Yamana-san, tetapi aku juga penasaran dengan situasi pasangan Icchi yang selalu penuh gejolak. 

Rasa mual di pagi harinya sudah mulai sedikit reda, jadi dia merasa kalau kondisi tubuhnya sudah lumayan. Tapi, setelah tiga puluh minggu, tiba-tiba dia bilang ‘aku takut, jadi aku ingin melahirkan dengan anestesi’ dan setelah mencari rumah sakit terdekat yang menyediakan anestesi, biaya melahirkannya dua kali lipat. Mana mungkin aku bisa membayarnya, padahal aku sudah bekerja keras tapi uangnya tidak bisa ditabung sama sekali.” 

“Eh, terus gimana?” 

Ketika aku bertanya, Icchi melanjutkan dengan wajah yang semakin kurus. 

“Akari akhirnya menyerah setelah dimarahi oleh ibu mertua. ‘Aku juga merasakan sakit dan melahirkan dua anak, dan kamu tidak punya uang, jangan manja,’ katanya. Tidak ada kekuatan untuk meyakinkan jika aku yang bilang, jadi itu membantu. Sekali-sekali, aku bahkan mencari cara meminjam uang dari perusahaan finansial.” 

“Be-Begitu ya…”

Seperti biasa, cerita yang kudengar dari Icchi selalu luar biasa. Rasanya seperti realitas kehidupan orang dewasa, seperti dialog dalam drama. 

“Kalau kamu sendiri bagaimana, Kasshi?” 

“Hmm, sebenarnya... aku sudah mulai tinggal bersama Luna.” 

Saat aku mengatakannya dengan rasa malu, Icchi membuka matanya lebar-lebar dan berkata, “Ah!”. 

Oh iya, aku pernah mendengarnya dari Akari! Ketika aku pulang kerja dalam keadaan lelah, dia bercerita dengan cepat, ‘Aku mendengar dari Lunacchi,’ dan aku tidak terlalu mendengarkan karena terlalu sibuk. Di mana? Sejak kapan?” 

“Di Kota K... sejak awal April.” 

Begitu ya. Jadi bagaimana rasanya tinggal bersama? Pasti sulit, kan?” 

Icchi tiba-tiba memberikan tatapan penuh simpati, dan aku merasa panik. 

“Eh? Tidak, sejauh ini kami bersenang-senang.” 

Pada awalnya memang begitu. Wanita tuh lama-kelamaan akan menunjukkan sifat aslinya, kan? Tanpa disadari, kamu akan berubah menjadi kacung mereka, jadi berusahalah agar itu tidak terjadi.” 

“Eh!? Ah... ahaha. Aku akan berusaha.” 

Aku merasa sebaiknya tidak mendalami lebih jauh, jadi aku tertawa untuk mengalihkan perhatian. 

“Kalau dia hamil, kamu benar-benar akan dipaksa bekerja keras. Bersiaplah. Dia akan bilang punggungnya sakit dan memintamu memijatnya sepanjang malam, dan akan mengomel, ‘Bukan di sebelah situ! Jangan tidur! Kamu pikir siapa yang membuat tubuh ini hamil!’”  (TN: Poor Icchi :v)

“Ahaha...” 

Dalam hati, aku berpikir bahwa Luna mungkin tidak akan seperti itu... 

Kemudian pada saat itu, seorang pelayan wanita muda yang membawa makanan berhenti di depan meja kami. 

“Maaf sudah membuat Anda menunggu, ini ayam panggang dan nasi, serta spaghetti tomat dan bacon.” 

Aku memesan ayam dan nasi, sementara Icchi memesan spaghetti, masing-masing mengangkat tangan kecil. 

Ketika aku makan di luar bersama Luna, kami biasanya memesan salad dan berbagi sedikit-sedikit, tetapi hari ini kami masing-masing hanya memesan makanan yang kami inginkan. 

Aku menjilati bibirku dalam hati melihat ayam di atas piring di depanku. 

“Eh?” 

Pelayan wanita muda yang meletakkan piring di depan Icchi berkata sambil memiringkan kepalanya

Kok spaghetti ini sepertinya terlalu banyak, ya? Apa ingin kami buat ulang?” 

“Eh, tidak...” 

Ketika Icchi panik, pelayan itu tersenyum lebar dan memberi kami kedipan mata. 

“Cuma bercanda kok, aku sudah mendengarnya dari Nishina-senpai!” 

Papan nama di dadanya tertulis “Asako”. Dia adalah gadis kecil berusia sekitar dua puluh tahun dengan rambut pendek dan mata besar. 

Namaku Asako Wakana, pekerja paruh waktu di sini. Aku selalu berterima kasih kepada Senpai!” 

“Eh...” 

“Hah...” 

Aku dan Icchi langsung menjadi canggung dan kikuk. 

Kalian berdua adalah teman Nishina-senpai dari masa SMA, kan? Dulu Senpai tuh orangnya seperti apa?” 

Ketika ditanya begitu, aku dan Icchi saling bertukar pandang. 

Meski ditanya seperti apa...?” 

Bisa dibilang ia masih sama seperti sekarang...” 

Fashion-nya jauh lebih buruk, tetapi memang itu saja. Nishina tidak banyak berubah sejak dulu. Mungkin aku dan Icchi juga sama.

Dulu selera fashion-nya jauh lebih buruk, tetapi memang itu saja. Nisshi tidak banyak berubah sejak dulu. Mungkin aku dan Icchi juga sama. 

Meskipun jawaban kami tidak terlalu mengesankan, Asako-san tetap memberikan reaksi penuh semangat, “Hee~!” Dia adalah gadis yang ceria dan energik. 

“Nishina-senpai tuh selalu pendiam dan tenang saat bekerja, jadi ia kelihatan sangat keren! Satu-satunya mahasiswa paruh waktu yang bisa mengelola dapur sendirian saat waktu makan malam di toko kami hanyalah Senpai. Kemampuan mengaturnya beneran luar biasa, dan ia pintar! Bukannya itu menakjubkan bahwa ia mencoba menjadi pengacara!?” 

“...Iya.” 

Karena Icchi tidak mengatakan apa-apa, aku hanya bisa menjawab seadanya. 

Saat itu, bel pemanggil pelayan berbunyi dari suatu tempat di dalam restoran, dan Asako-san berkata, “Silakan dinikmati!” sebelum pergi. 

 

“...Anak paruh waktu tadi, namanya cukup unik ya.” 

Ketika sudah memakan sekitar tujuh puluh persen spaghetti yang besar, Icchi tiba-tiba berhenti sejenak dan berkata. 

“Iya. Aku sempat berpikir itu mungkin nama depannya.” 

“Aku penasaran apa dia menyukai Nisshi?” 

“...Mungkin saja.” 

Aku merasa lega karena Icchi juga berpikir seperti itu. Sikapnya yang jelas sekali menunjukkan ketertarikan membuatku yakin bahwa bahkan Icchi yang agak lambat pun bisa menyadarinya. 

“Apa Nisshi sudah bilang kalau dia punya pacar? Kalau belum, mungkin masih ada kesempatan.” 

“Aku rasa Nisshi tidak akan melakukan hal seburuk itu.” 

“Sayang sekali. Padahal dia cukup imut, jadi seharusnya dia bisa dijadikan cadangan.” 

Setelah mengatakannya, Icchi kembali melahap spaghetti dengan semangat. 

Aku berpikir bahwa meskipun Icchi mungkin tidak bisa melakukan hal itu, ia memang selalu berbicara sembarangan sejak masa lajangnya. Meskipun dirinya hampir menjadi seorang ayah, aku merasa bahwa orang-orang tidak banyak berubah, dan sepertinya aku belajar sedikit tentang kebenaran hidup.

 

◇◇◇◇

 

“Kalau gitu, aku mau pulang dulu karena besok pagi aku harus bangun lebih awal. Kasshi, kamu mau bertemu dengan Nisshi?” 

“Ya, itulah rencanaku.” 

“Begitu ya. Sampai jumpa. Sampaikan salamku untuk Nisshi.” 

Setelah selesai makan, Icchi seperti biasa meninggalkan uang untuk pesanannya di meja dan pergi. 

Aku menghabiskan waktu dengan mengisi ulang minuman di bar minuman sambil membaca manga di ponselku sampai jam kerja Nisshi selesai pukul 10 malam

 

Ketika waktu tutup tiba, aku meninggalkan restoran dan menunggu di jalan, dan tidak lama kemudian, Nisshi pun muncul. 

Terima kasih atas kerja kerasmu.” 

“Oh, terima kasih sudah datang jauh-jauh.” 

“Aku memang ingin sekali datang, jadi senang bisa ke sini.”

Kalau dipikir-pikir lagi, meskipun aku sering bilang akan datang, ini adalah pertama kalinya aku datang ke tempat kerja Nisshi. 

“Karena aku bertugas di bagian dapur, jadi aku tidak bisa bertemu siapa pun yang datang.” 

“Tapi, kamu lah yang memasak makanan yang kita pesan ‘kan, Nisshi?” 

“Lebih tepatnya, ya. Aku sudah bilang ke gadis di bagian pelayanan sambil menunjukkan foto dan bilang, ‘Kalau mereka datang, beri tahu nomor meja mereka.’ Porsi spaghetti-nya besar sekali, kan?” 

“Iya, benar-benar besar. Ngomong-ngomong, foto kita? Memangnya kita pernah mengambil foto bersama?” 

“Pada hari wisuda, kita pernah mengambil foto secara spontan, kan?” 

“Oh, itu sudah lama sekali.” 

Kami terus berbincang-bincang sambil berjalan menuju stasiun. 

Ketika mengingat kembali tentang pembicaraan Nisshi, aku tiba-tiba teringat. 

Gadis di bagian pelayanan yang kamu maksud itu ... jangan-jangan, Asako-san?” 

“Iya, benar.” 

Sudah kuduga.” 

Aku merasa senang karena aku mengingat nama keluarganya yang unik 

“Apa Asako bilang sesuatu?” 

Dia bilang Kalian berdua adalah teman Nishina-senpai dari masa SMA, kan?’” 

Ketika aku mengatakannya, Nishina tertawa sambil berkata, “Oh, iya.” 

“Dia itu lumayan berisik, kan? Terlalu gaul. Meskipun aku mengabaikannya, dia terus bicara sendiri tentang hal-hal yang terjadi di kampusnya.” 

“Dia mahasiswa?” 

“Dia tahun pertama di sekolah kejuruan. Dia mulai masuk saat kelas tiga SMA, meskipun kerjaannya enggakk becus, dia terus masuk shift karena kekurangan uang.” 

“Dia memuji Nisshi habis-habisan kepada kita loh.” 

Begitu aku mengatakannya, Nisshi tertawa kecil untuk menghilangkan rasa malu. 

“Dia bilang begitu karena aku memberinya uang saku.” 

Itu adalah lelucon khas Nisshi yang sulit dibedakan entah itu bohonhan atau tidak. Mungkin ia memang tidak memberikan uang saku. 

“...Apa gadis itu tahu kalau kamu sudah punya pacar?” 

Saat aku bertanya, Nishina menatapku dengan tajam sejenak. 

“Tentu saja. Dia bahkan menyanjungku dengan bilang, ‘Aku iri dengan pacarmu!’” 

Aku berpikir bahwa bagi Asako-san, itu mungkin bukan sekadar pujian. 

Seharusnya mana mungkin Nisshi tidak menyadarinya dengan banyaknya perhatian yang ditunjukkan, tetapi karena Nisshi memiliki sifat sedikit merendahkan diri dan negatif, mungkin ia benar-benar menganggap itu sebagai pujian kosong belaka

Atau mungkin, karena masalah dengan Yamana-san, ia tidak mempunyai waktu memikirkan hal itu... 

“...Bagaimana hubunganmu dengan Yamana-san belakangan ini?” 

Aku penasaran dengan kejadian saat malam Natal, tetapi karena saat itu ia bilang tolong lupakan” di telepon, aku merasa tidak enak untuk mengangkatnya lagi. 

“...Hmm...” 

Nisshi terdiam sejenak. 

“Biasa saja, mungkin.” 

“...Begitu ya.” 

Aku merasa sepertinya tidak ada yang berjalan dengan baik. 

“Ngomong-ngomong, aku dengar kamu dan Shirakawa-san sudah mulai tinggal bersama? Bagaimana rasanya?” 

“Oh, iya.”

Sama seperti Icchi yang mendengarnya dari Tanikita-san, Nishina juga pasti mendengar dari Yamana-san, jadi sepertinya hubungan mereka tidak terlalu buruk, dan aku merasa lega tentang hal itu. 

Meski aku sudah lama berpacaran dengan Luna, tapi tinggal bersamanya telah memberiku sisi baru dalam dirinya dan setiap hari terasa segar.” 

“Begitu ya.” 

Nishi menatapku sambil tersenyum tipis, lalu tiba-tiba wajahnya berubah serius ketika menatap lurus ke depan. 

“...Kasshi…” 

Nisshi melanjutkan. 

“Apa kamu pernah mendengar cerita tentang mantan pacar Shirakawa-san?” 

“Eh?” 

Aku memikirkannya sejenak, tetapi aku segera menggelengkan kepala. 

“Tidak, aku tidak pernah. ...Kalau bisa, aku tidak ingin mendengarnya.” 

Saat aku menjawab dengan senyum pahit, Nisshi menatapku sekilas dan berkata, “Begitu ya.” 

“...Tapi, apa kamu tidak pernah merasa penasaran?” 

Ketika ditanya begitu, aku berpikir. 

“...Memang ada saat-saatnya ketika aku penasaran.” 

Saat mengingat kembali perasaanku semasa SMA, aku merasakan perasaan nostalgia. 

Jika Luna berpikir bahwa pacar terbaiknya sepanjang masa adalah... aku, maka... rasa penasaran itu perlahan menghilang.” 

“...Hmm.” 

Nisshi berkata sambil menatap kakinya saat berjalan. 

“...Aku penasaran apa suatu hari ini aku bisa berpikir seperti itu juga?” 

“…………” 

Aku tidak bisa menjawab dan hanya terdiam, lalu Nisshi menunduk lebih dalam dan berkata, 

“Berbeda dengan Kasshi... aku tahu. Aku tahu seberapa besar cintanya Nikoru dengan mantan pacarnya. Aku mendengar semua keluh kesah dan masalahnya secara langsung.” 

Di antara pemandangan malam yang lewat, ada restoran ramen waralaba yang sering aku kunjungi bersama Sekiya-san saat kami masih di bimbingan belajar. 

Senyuman yang dia tunjukkan kepada ‘Senpai’ waktu itu... aku tidak bisa membayangkan kalau itu ditujukan kepadaku sekarang.” 

“…………” 

Hal tersebut jadi mengingatkanku pada acara kencan ganda di akuarium. Saat itu, Yamana-san terlihat manis, seperti gadis yang sedang jatuh cinta. 

“Tapi aku akan berusaha.” 

Setelah berkata begitu, Nisshi menatapku dengan senyum yang terlihat dipaksakan. 

Karena aku mencintai Nikoru.” 

Suara itu terdengar kecil dan bahkan bergetar. 

“Ya. ...Berusaha lah.” 

Hanya itu satu-satunya yang bisa kukatakan, dan aku merasa frustrasi dengan ketidakmampuanku. 

Dan aku berharap teman di sampingku yang mungkin juga tidak terlalu mahir sepertiku, bisa menemukan kebahagiaannya.

 

 

Sebelumnya Daftar isi  |  Selanjutnya

Lebih baru Lebih lama