Prolog
Aku pernah mendengar legenda urban yang mengatakan bahwa jika
seseorang masih perjaka hingga
usia tiga puluh, mereka
bisa menjadi penyihir. Di masa SMA, ketika aku belum memiliki pacar atau teman
perempuan, meskipun aku merasa tidak mungkin ada hal seperti itu, aku sangat
menyadari bahwa aku adalah orang yang berada di sisi itu. Aku berpikir
samar-samar, “Kalau
begitu, wajar saja mereka
bisa menggunakan sihir agar bisa bertahan.”
Namun,
keajaiban terjadi padaku, dan aku mendapatkan pacar bernama Luna. Lalu, apa
yang terjadi jika aku tidak lagi perjaka?
Hari-hari dengan pemikiran seperti itu mulai datang.
Sebagai tanda
bahwa aku telah dewasa secara fisik dan mental, apakah
mataku terbuka dalam semalam dan dunia yang berbeda dari kemarin terbentang di
depan mataku? Atau, mungkin, aku akan dipenuhi dengan kepercayaan diri dan
kekuatan yang luar biasa, merasakan sensasi seperti pahlawan super?
Tetapi, hal semacam itu tidak terjadi.
Aku tetap
menjadi diriku sendiri... sebagai Kashima Ryuto,
mahasiswa tahun ketiga berusia dua puluh tahun, hanya saja aku tidak lagi perjaka. Pemandangan yang terlihat dan
kekuatan yang kurasakan tidak berubah sama sekali.
Namun,
dalam hal perasaanku terhadap Luna, pasti ada perubahan. Tentu saja, perubahan
yang dalam artian baik.
◇◇◇◇
Tahun
baru telah tiba. Ketika kegiatan perkuliahan
dimulai, masa ujian langsung segera menyusul,
dan setelah itu, liburan musim semi tiba.
Pada
akhir Februari, aku dan Luna sibuk mencari tempat tinggal baru. Kami mencari
apartemen untuk tinggal bersama mulai bulan April.
“Aku jadi
tidak sabar untuk melihat-lihat
tempatnya! Aku merasa bersemangat!”
Luna
bersorak di dalam mobil agen properti saat kami menuju ke tempat yang akan
dilihat. Hari ini, kami mengunjungi agen properti sejak pagi, dan kami akan
melihat tiga properti yang sudah kami minati.
Setelah
mendapatkan persetujuan dari orang tua kami masing-masing,
rencana untuk tinggal bersama mulai berjalan, tapi
hal yang pertama kali membuat kami
ragu adalah kota tempat kami akan tinggal.
Baik Luna
maupun aku, akses dari rumah orang tua kami ke stasiun utama di pusat kota
sangat baik, jadi jika kami mencari kenyamanan yang sama, kami akan berakhir di
daerah dengan biaya sewa yang tinggi. Aku berpikir bahwa orang tuaku memang
memiliki rumah di lokasi yang sangat strategis.
Akhirnya,
kami memilih kota K yang
terletak di pinggiran kota sebagai lokasi baru kami. Karena tempat kerja Luna
dan sekolah kejuruannya berada
di sekitar Shinjuku, kami memutuskan berdasarkan kemudahan akses ke Shinjuku
dan harga tanah yang terjangkau.
Meskipun
waktu perjalananku ke
universitas sedikit lebih lama, setelah menginjak
tahun keempat, aku
hampir tidak perlu pergi ke kampus, jadi aku lebih mengutamakan kenyamanan Luna
yang hampir setiap hari pergi ke pusat kota.
Ngomong-ngomong,
pekerjaan paruh waktuku sebagai pengajar les yang aku lakukan seminggu sekali,
sudah berakhir minggu lalu setelah semua kelas untuk siswa tahun ini selesai.
Sebenarnya, ada banyak
pengajar mahasiswa yang berhenti di tahun ketiga karena alasan seperti mencari
pekerjaan, jadi aku merasa mengikuti suasana di sekitarku ketika harus pindah
dan sulit untuk melanjutkan.
“Tapi
Ryuto, aku tidak menyangka orang
tuamu benar-benar setuju, ya? Di rumahku, ayahku juga orangnya seperti itu. Ia bilang, 'Silakan saja, lakukan apapun yang kamu mau,'
tetapi orang tuamu terlihat lebih teratur, dan
kalian sudah tinggal bersama saat masih menjadi mahasiswa,”
Luna
berkata sambil melihat pemandangan di luar jendela mobil, lalu menoleh ke
arahku.
“Eh?
Ah... iya, benar,” jawabku
dengan ragu.
Aku belum
memberitahu Luna tentang undangan dari Fujinami-san.
Alasan
kenapa aku bisa mendapatkan persetujuan dari orang tuaku terutama karena aku
mengungkapkan kemungkinan untuk bekerja di luar negeri dan menikah segera
setelah lulus. Jadi, aku tidak bisa sembarangan mengatakannya kepada Luna di
sini.
Ibuku
tampaknya lebih terkejut dengan pekerjaan di luar negeri, sementara rencana
untuk tinggal bersama diterima dengan cukup mudah.
“…Karena
aku sudah lama berpacaran bersama
Luna. 'Kalau kamu memang
berniat menikah, kamu harus meminta Luna-chan
untuk melatihmu mulai sekarang agar kamu tidak dicampakkan nanti,’ begitu katanya.”
Itu
memang benar. Aku akan melanjutkan pekerjaan di penerbitan, tetapi jika biaya
hidup tidak mencukupi, aku juga akan mendapatkan bantuan finansial dari orang tuaku. Aku benar-benar tidak bisa membalas
budi mereka.
"Begitu
ya. Ryuto, kamu sudah tinggal di rumah orang tua terus, ‘kan? Aku juga saja,” Luna menjawab.
“Karena
semua urusan rumah tangga seperti memasak dan mencuci sudah lebih dari dua
puluh tahun ditangani orang tuaku,
jadi sepertinya akan sulit
beradaptasi...”
“Tidak
masalah! Peralatan rumah tangga sekarang benar-benar canggih! Kita berdua masih sama-sama baru dalam hal ini, ayo
kita berusaha bersama!”
Luna
tersenyum ceria padaku, membuatku hanya bisa tersenyum kecut.
Ucapan ‘sama-sama
baru’ membuat hatiku terasa hangat. Begitu ya,
bahkan bagi Luna, tinggal bersama orang lain juga merupakan pengalaman pertama
kalinya. Aku teringat saat kelas dua SMA, ketika aku pergi ke festival musim
panas di Chiba bersama Luna.
── Seandainya saja aku bisa
merasakan yang pertama kali...
── Aku berharap semua pengalaman pertamaku dilakukan bersama
Ryuto... Aku ingin menghapus ingatanku...
Aku ingin
memberi tahu Luna yang berusia tujuh belas tahun yang saat itu menangis dengan penuh kepedihan.
[Ini
adalah yang pertama kali bagi kita.
Tinggal bersama, menikah, dan mungkin kebahagiaan baru yang akan lahir di depan
kita... Semua yang akan terjadi di masa depan adalah pengalaman baru bagi kita berdua]
Aku
mungkin bisa merasa percaya diri seperti ini karena aku telah mengalami ‘pengalaman pertama’ yang
besar.
“…………”
Aku yang
duduk di kursi belakang mobil memeriksa kaca spion. Pria agen properti,
Sato-san, yang duduk di kursi pengemudi, memegang setir dan melihat lurus ke
depan.
Aku tetap
menghadap ke depan dan mengulurkan satu tangan ke arah Luna. Aku meraih
tangannya yang terletak di atas lututnya dan menggenggamnya dengan lembut.
“…………”
Aku
merasakan tatapan Luna di sampingku. Dia juga menggenggam tanganku dengan erat.
Berkat itu, tangan kami tenggelam di antara kedua paha Luna yang tertutup rok
mini, merasakan kulitnya yang halus dan lembut, bahkan kelembapan ringan di
antara kedua kakinya yang bersatu.
Tubuhku
mulai terasa panas, dan aku memeriksa kaca spion lagi.
“Kita
akan segera sampai di tempat yang pertama!”
Pada saat
itu, Sato-san berbicara, dan aku terkejut.
“I-Iya!”
“Ak-Aku
sangat menantikannya!”
Kami
buru-buru melepaskan tangan dan menjawab seolah tidak terjadi apa-apa.
◇◇◇◇
“Wah,
keren banget! Ruang tamunya luas!”
Ketika
kami memmasuki ke properti yang pertama, Luna bersorak gembira.
“Ruang
tamunya terasa luas karena belum ada barang. Mungkin
jika ada furnitur, ruangan ini akan terasa lebih sempit dibandingkan ruang tamu
di rumah orang tua Anda, tapi untuk tinggal berdua, ini lebih dari cukup.”
Seperti
yang dikatakan Sato-san, ruangan
ini mungkin akan cepat penuh jika ada sofa dan televisi, tetapi dapur dengan desain
kayu dan dinding dengan aksen abu-abu terlihat sangat stylish.
“Di sini ada
lemari pakaian walk-in.”
Ucap Sato-san
sambil menunjukkan pintu di bagian belakang saat kami melihat-lihat ruangan.
“Lemari?
Wah! Aku sangat mengidam-idamkannya!”
Luna
membuka pintu dengan mata yang berbinar. Tentu saja, aku merasa bahwa rumah
orang tua Luna tidak memiliki suasana seperti itu.
“Wah,
luar biasa! Seperti sebuah ruangan!”
Di
dalamnya ada ruang panjang sekitar dua tatami, dengan dua batang tiang untuk
menggantung pakaian yang terletak di dekat dinding.
“Eh,
lihat deh, lihat deh! Aku bahkan bisa masuk dan berjalan di
dalamnya!”
“Makanya
disebut 'walk-in'.”
Ketika
aku mengatakannya sambil menertawakan reaksi polos Luna,
tatapan mata Luna
berbinar-binar.
"Begitu!
Hebat sekali Ryuto! Kamu memang pintar!”
“Tidak,
tidak, tidak...”
Aku
senang mendengarnya, tapi karena ada Sato-san yang mendengarnya, aku merasa malu karena kami jadi terlihat seperti
pasangan bucin.
“Ryuto juga, ayo 'walk-in' bersamaku!”
“Um, baiklah...”
Karena Luna mengajakku,
aku jadi ikut masuk ke dalam lemari.
Kemudian, Luna menutup pintu lemari.
“Lihat,
meskipun ditutup, tempatnya masih
sangat luas!”
“Benar
juga.”
Kemudian,
saat tatapan mata kami bertemu, Luna tiba-tiba
mengalihkan pandangannya dengan malu.
“…?”
Apa yang
terjadi, pikirku, dan di detik berikutnya, Luna seketika memelukku tanpa bicara sepatah kata pun.
“…!”
Kepala Luna
menyentuh daguku, dan aroma sampo yang menyegarkan serta parfum manis tercium di rongga hidungku.
Begitu ya,
sekarang hanya ada kita
berdua di dalam lemari ini... Pemikiran itu membuat hawa panas muncul dari dalam tubuhku.
Sementara
itu, aku merasa berdebar karena menyadari
kalau ada Sato-san di luar.
Ketika
kami sedikit menjauh dan saling menatap, Luna mendekatkan wajahnya seolah
tertarik.
“…!”
Meskipun aku terkejut, aku tidak bisa menahan
diri dari kobaran api yang membara di dalam dadaku dan
menyatukan bibir kami.
Meskipun
ada orang di balik pintu, kami melakukan hal ini... Perasaan bersalah itu
bahkan menjadi bumbu yang membuatku semakin
deg-degan.
Kelembutan
bibir Luna membuatku tidak bisa memikirkan hal lain. Aku menciumnya dengan lembut lalu menjauh, kami berdua saling menatap sejenak, dan kembali menyentuhkan
bibir.
Kemudian,
aku merasakan sensasi basah yang bukan dari bibir, dan tanpa disadari napasku menjadi semakin berat.
Kalau
begitu, aku juga akan mencoba... pikirku, dan menjulurkan
lidahku saat bibir kami bertemu lagi, namun kali ini bibir Luna tertutup lagi.
Rasanya memalukan... saat aku mengatupkan bibirku lagi, lidahku kembali dijilat
oleh ujung lidah Luna.
Kami
saling mengeluarkan lidah, tetapi tidak bisa diterima satu sama lain, dan
merasa malu sambil mengawasi situasi. Kami benar-benar tidak bisa menemukan
waktu yang tepat.
Setelah
beberapa kali seperti itu, kami tidak bisa menahan tawa saat saling
memandang.
“Nfufufu...”
Saat itu,
terdengar suara dari luar pintu.
“Apa semuanya baik-baik saja?”
Sato-san
bertanya dari luar.
“…!”
“Ah,
ya! Semuanya baik-baik saja!”
Sebagai
ganti aku yang terdiam, Luna menjawab dan buru-buru membuka pintu.
“Apa ada yang ingin
ditanyakan?"
Ketika
Sato-san bertanya demikian,
aku kebingungan dan menggelengkan kepala.
“Ti-Tidak...! rasanya sangat bagus...”
Kata-kataku
yang terucap seolah menjadi kesan tentang ciuman tadi,
dan tanpa sadar wajahku terasa panas.
“Ini
benar-benar ruangan yang sangat bagus!”
Luna
sudah beralih dan mulai berbicara dengan Sato-san. Sementara aku masih butuh
waktu untuk meredakan panas di tubuhku.
“Ya,
meskipun bangunannya sudah
berumur, tapi tempat ini sudah
direnovasi sepenuhnya, jadi pipa ledengnya sudah
modern dan sangat bersih.”
“Tempat ini
memang bersih banget! Kira-kira berapa
harga sewanya?”
“150 ribu
yen.” (TN:
Sekitaran 16 juta rupiah)
Mendengar
hal itu, aku dan Luna saling
memandang lagi.
“150 ribu...
biayanya lumayan mahal ya.”
“Dengan
kondisi yang seperti ini, menurut saya harga ini sudah cukup menguntungkan.”
Sato-san
mengatakan demikian, tapi karena kami berdua masih
sama-sama mahasiswa pekerja paruh
waktu, biaya sewa
yang terlalu tinggi seperti itu tidak bisa
diputuskan dengan cepat, jadi kami meninggalkan ruangan itu dengan perasaan
ragu.
Apartemen
kedua yang kami lihat harga sewanya 60 ribu ten,
yang merupakan harga yang baik, tetapi suasana interiornya masih terasa seperti
zaman Showa, dan perbedaannya dengan ruangan pertama sangat mencolok, sehingga
semangat Luna tidak meningkat.
Apartemen
ketiga tidak seluas dan seindah ruangan pertama, tetapi juga tidak terasa kuno
seperti ruangan kedua, dan terasa pas untuk dua mahasiswa tinggal bersama.
“Ruangan
ini juga sudah cukup tua,
tapi area air dan penyimpanannya sudah direnovasi, jadi secara keseluruhan terlihat
bersih. Dengan luas tiga puluh empat meter persegi, ada dua kamar tidur, jadi
bisa digunakan masing-masing untuk kamar, atau jika pintu gesernya dibuka, akan
terhubung dengan ruang makan dan dapur, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai
ruang tamu dan kamar sebelah bisa jadi kamar tidur.”
“Ah,
itu bagus! Ayo kita lakukan itu, Ryuto!”
Setelah
mendengar penjelasan Sato-san, mata Luna bersinar.
“Selain
itu, di sini juga ada lemari,
jadi silakan lihat.”
Saat kami
masuk ke kamar tidur di belakang, Sato-san mengatakan itu sambil melihat denah
yang ada di tangannya. Aku merasa malu karena aku
sudah dianggap sebagai seseorang yang mempunyai fetish lemari.
Luna
membuka pintu lemari.
“Ah,
lemarinya cukup luas!”
Setelah
mengatakan itu, dia terlihat sedikit kecewa.
“Tapi,
tidak bisa berjalan di dalamnya...”
“Sepertinya
ini bukan 'walk-in'.”
“Tapi,
ini sudah cukup! Aku punya satu set pakaian untuk setiap musim, jadi yang tidak
kupakai akan kutinggalkan di rumah orang tuaku!!”
“Lebih baik
kamu menyortirnya.”
“Eh~”
Saat aku
mengatakannya sambil tersenyum kecut, Luna
menggembungkan pipinya.
“Tapi
ya, benar juga. Kurasa ini
kesempatan yang bagus!”
Dengan
begitu, masalah penyimpanan berhasil teratasi.
Penyimpanan
di rumah kedua semuanya berbentuk lemari geser, dan karena suasana hati Luna
menurun, sepertinya dia puas dengan adanya lemari meskipun bukan walk-in.
“...Kalau
begitu, apa kita ambil yang ini?”
“Kayaknya?”
Biaya
sewanya sedikit lebih mahal
dibanding tempat kedua, tetapi masih dalam kisaran
tujuh puluh ribu yen, setengah dari harga tempat
pertama, dan sepertinya ini adalah titik yang tepat. Jika urutan kunjungan
ditentukan untuk menciptakan psikologi seperti itu, maka pria agen properti berusia sekitar empat
puluhan, Sato-san, adalah orang yang cukup cakap.
“Bisakah aku melihat-lihat sambil berdiskusi dulu sebentar?”
“Tentu
saja. Silakan lihat dengan santai.”
Setelah
mendapat izin, kami berjalan-jalan di dalam ruangan sambil berdiskusi.
“Ngomong-ngomong,
Ryuuto, kamu terus-menerus menyentuh
bibirmu, ada apa?”
“Tidak,
hanya saja rasanya agak perih..."
Ketika aku
menjawab, Luna mengeluarkan suara “Ah!”
“Jangan-jangan,
itu karena lip gloss-ku.”
“Hah?”
“Hari
ini, aku menggunakan maximizer... Karena kita cuma
melihat-lihat tempatnya dulu, jadi kupikir kita enggak bakal berciuman.”
Di bagian
akhir, dia kelihatan imut karena dia
merendahkan suaranya sedikit supaya suaranya tidak
terdengar orang lain.
“Maximizer?
Apa itu?”
Sambil
memikirkan apakah ada mobil sport lama dengan nama itu, Luna tampak sedikit
bingung.
“Itu
adalah jenis produk lip gloss yang disebut lip plumper... Lihat, bahan pedas yang dari cabai, apa tuh namanya?”
“...Capsaicin?”
“Benar!
Lip gloss ini mengandung bahan seperti
itu, dan saat dioleskan, bibir terasa bergetar dan membengkak, garis-garis
vertikalnya hilang dan bibir menjadi penuh!”
“Ehhh... it-itu, apa
itu aman?”
“Aman
kok. Aku sudah menggunakannya sejak SMA.”
“Begitu ya...”
Sejak
kami bertemu, item itu telah menjaga keindahan bibir Luna, jadi aku bisa
mempercayainya. Meski begitu, aku kembali terkesan dengan kesadaran kecantikan Luna
yang tinggi.
“Apa...
rasanya sakit?”
Luna
bertanya dengan khawatir, dan aku kembali menyentuh bibirku.
“Hmm, yah,
sedikit sih...”
Rasanya
bukan sakit, tapi ada ketidaknyamanan yang terasa seperti kesemutan dan
dingin.
“Ini.... kira-kira
bertahan sampai berapa lama?”
“Eh...?
Jika tidak dioleskan ulang, mungkin tidak lebih dari beberapa jam."
“Begitu...”
“Maafin aku ya. Ketika aku hampir mencium
Ryuto, aku tidak pernah mengoleskannya sebelumnya. Selain itu, aku pikir
mungkin kamu tidak suka jika ada glitter, jadi saat kencan, aku berusaha
memilih yang tint.”
Ternyata
begitu. Aku sama sekali tidak tahu bahwa Luna memperhatikan hal-hal seperti itu
dan memilih kosmetik yang akan digunakan pada hari kencan.
“Tapi, begitu ya... setelah kita mulai tinggal
bersama, kita bisa berciuman kapan saja... Jadi mulai sekarang, aku akan lebih
berhati-hati.”
“Kamu tidak
perlu khawatir sampai segitunya. Aku sudah tahu ini bukan hal yang buruk untuk
tubuh.”
Selain
itu, selama ketidaknyamanan di bibir ini masih ada, aku bisa terus menikmati
sensasi sisa ciuman dengan Luna... Namun, pemikiran itu tidak bisa aku
ucapkan, membuat aku merasa jauh dari sosok pria yang populer.
“Benarkah?
Tapi, aku akan sedikit lebih berhati-hati.”
Luna
tertawa kecil dan tampaknya menyadari sesuatu, lalu dia memasukkan tangan ke
dalam tas tangan dan mengeluarkan ponselnya untuk melihat layar.
Kemudian,
dengan sedikit kecewa, dia kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas.
“Ada
apa?”
Aku
bertanya karena berpikir mungkin dia sedang menunggu semacam pesan, tetapi Luna
menggelengkan kepala.
“Kupikir itu
dari Nikoru, tapi ternyata hanya notifikasi aplikasi. ...
Akhir-akhir ini, Nikoru lambat
merespons. Kami tidak banyak berkomunikasi.”
“Begitu
ya.”
Siapa
yang menyangka mereka berdua, yang dulu semasa SMA selalu bertelepon lama-lama
hampir setiap malam, sekarang jadi seperti ini?
“Sejak
kapan?”
“Sejak
awal tahun ini... Ketika kami berbicara setelah Natal juga terasa aneh. Kamu
juga sudah mendengarnya, ‘kan?”
“Benar...”
Sepertinya
setelah malam Natal yang dihabiskan bersama Nisshi,
mungkin ada perubahan dalam perasaan
Yamana-san.
── Rupanya itu pengalaman pertama
Nikoru.
Aku kembali mengingat apa yang diceritakan
Nisshi padaku melalui
telepon.
Aku bukan
wanita, dan aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Yamana-san saat dia
memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Nisshi, setelah dia tidak pernah
melanjutkan hubungan dengan Sekiya-san
ketika sudah bertahun-tahun menaruh
cinta padanya.
“Jika
ada sesuatu dengan Nishina-kun, kenapa dia tidak berkonsultasi padaku... Apa Nikoru baik-baik saja enggak, ya?”
“Mungkin
dia sibuk dengan pekerjaannya?
Jika kamu menunggu, dia mungkin akan menghubungimu lagi.”
“Apa iya?”
“Ya.
Karena ini mengenai Yamana-san.”
Aku tahu
bahwa keduanya menganggap satu sama lain sebagai sahabat yang tak tergantikan, aku
sudah melihatnya sejak masa SMA. Setiap orang memiliki fase berbeda dalam hidup
mereka, jadi mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk memberi dukungan
kepada sahabat.
Aku tidak
bisa menjelaskan sampai sejauh itu, tetapi kata-kata penghiburanku membuat Luna
tampak memahami.
“Begitu ya. Kurasa
itu benar juga!”
Ekspresi Luna
menjadi cerah, dan kemudian dia mendadak
menyadari sesuatu.
“Eh,
kita harus membahas tentang tempat tinggal kita!”
“Benar.”
“Menurutku
tempat ini cukup bagus, bagaimana denganmu, Ryuto?”
“Aku
juga berpikir begitu.”
“Kalau
begitu, sudah diputuskan!”
Dengan demikian, diskusi mengenai tempat tinggal pun cepat terselesaikan.
“Kami berdua memilih
yang ini.”
Aku pergi
untuk memberi tahu Sato-san yang menunggu di dekat pintu masuk, dan ia
mengangguk dengan senyum lebar.
“Baiklah.”
Dan
dengan senyumnya yang tidak mempudar,
ia terus melanjutkan dengan lancar.
“Menurut
saya itu keputusan yang bagus. Sekarang saya akan kembali ke kantor untuk
memproses kontraknya.”
Dengan
demikian, aku dan Luna
akhirnya memutuskan tempat tinggal kami berdua.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya