Chapter – 22
Hari ini, aku bisa
menyelesaikan banyak pembelajaran.
Ya…walau pada akhirnya,
Echizen bertingkah sedikit aneh, tetapi berkat Echizen membantu hafalanku, aku
tidak menyia-nyiakan waktu produktifku. Jika terus seperti ini, kurasa
aku harus meminta bantuan Echizen untuk besok juga.
Ketika aku sedang
memikirkan hal seperti itu selama perjalanan pulang, Smartphone-ku mulai
bergetar. Melihat ke layar ponsel, ada panggilan dari Mamiko. Sayangnya,
aku sedang berada di kereta, daripada menjawab, aku mengirimnya pesan, “Ada apa?”.
Dia membalas kembali dengan
cepat.
“Aku benar-benar minta maaf
karena tidak bisa pergi hari ini. Mungkin ini terlalu mendadak, tapi apa
kau punya rencana besok? "
"Tidak ada, memangnya kau membutuhkan sesuatu dariku?"
"Tidak, ya …...
kondisi ibuku tidak sebagus itu ..."
"Benarkah…? bukankah
itu buruk? "
"Aku tidak diberitahu
secara rinci ... Tapi sepertinya dia pernah bilang ingin bertemu
Yoshiki-kun."
"... Eh, kenapa?"
"Dia mengatakan sesuatu
mengenai ingin menjadi lebih baik atau sesuatu?"
"Dan ... dia akan
menjadi lebih baik jika aku pergi?"
"Sepertinya begitu..."
Itu yang dikatakannya, tapi
aku ingin tahu apakah Mamiko baik-baik saja. Aku memang khawatir tentang orang
tuanya, tetapi sejujurnya, aku lebih mengkhawatirkan Mamiko dibandingkan dengan
orang tuanya.
"Kalau begitu, aku
akan pergi."
Aku menjawab seperti itu sambil
memikirkan untuk memeriksa keadaan Mamiko, ketimbang pergi menemui orang
tuanya. Setelah itu kami membuat rencana untuk bertemu besok jam 3 sore, di
rumah sakit pusat di kota.
Keesokan harinya, aku
belajar sebanyak yang aku bisa di pagi hari dan keluar rumah sekitar jam 2:30
sore.
Rumah sakit pusat bisa
ditempuh melalui sepeda dengan waktu perjalanan 30 menit. Saat aku tiba, aku
merasa sedikit linglung. Ketika aku masih kecil, gambaran yang aku miliki
tentang rumah sakit adalah bahwa kau akan pergi ke sana jika terjadi sesuatu, tapi
sekarang, aku hampir tidak pernah pergi ke rumah sakit.
Jika kau masuk angin,
"Beristirahatlah dan kau akan membaik" dan semuanya sudah terselesaikan. Bila
lengan atau kakimu sakit, "Baiklah, kau mungkin baik-baik saja", dan
tidak ada lagi yang dilakukan. Dengan demikian, bau obat yang menyengat
hidungku, dan ketegangan yang sunyi memberiku sedikit pengalaman baru.
Aku duduk di kursi secara acak
dan mengambil ponselku untuk menghubungi Mamiko dan memberi tahu dia bahwa aku
sudah tiba di rumah sakit. Tak lama kemudian Mamiko pun muncul dan
memanggilku.
"Maaf telah membuatmu
menunggu."
“Tak apa-apa. Ayo
pergi."
"Ya, lewat sini."
Aku mengikuti di belakang
Mamiko. Seperti yang kuduga, Mamiko masih terlihat cantik bahkan bila
dilihat dari belakang. Aku pernah mengatakan ini sebelumnya, tapi Mamiko
menjadi lebih cantik jika dalam pakaian santainya. Selain itu, dia
kelihatannya sangat bersemangat sekarang. Sepertinya tidak ada gunanya aku
mengkhawatirkan dia.
"Aku minta maaf
mengenai masalah kemarin."
“Sudah kubilang jangan
terlalu dipikirkan. Daripada itu, apa orang tuamu baik-baik saja? ”
“Yeah, itu hanya patah
tulang. Aku khawatir karena ibuku membuatnya terlihat seperti masalah
besar. ”
Ya..itu bagus. Dia
telah membuatnya seperti menjadi serius, jadi kupikir cederanya cukup parah
sampai bisa ada kemungkinan untuk melakukan operasi.
“Baguslah kalau
begitu. Patah tulang hanya membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk
sembuh. ”
“Ya, ini benar-benar hal
yang bagus. Sebelumnya aku sangat khawatir. ”
Suara lembutnya mewakili
perasaannya yang lega. Yeah, jika Mamiko baik-baik saja maka aku juga merasa
lega.
"Mungkin aneh bagiku
untuk menanyakan ini karena aku sendiri yang membatalkan rencananya pada
saat-saat terkhir, tapi apa yang kau lakukan kemarin?"
“Ah ~pada akhirnya, Aku
belajar di Mon Pet Kuwa.”
"Sendirian?"
"... Salah satu rekan
kerjaku membantu belajar."
"Orang itu ... bukan
seorang gadis, iya ‘kan?"
"... Ya, dia seorang
gadis."
"Jadi, memang seorang
gadis ya~." (TN: Mamiko yandere
mode: On :v)
"Geh!"
Bagaimana dia tahu? Kupikir
aku memiliki wajah poker yang cukup bagus.
"Begitu ya~. Jadi
saat aku tidak ada, kau memutuskan untuk belajar dengan gadis lain. ”
Mamiko menggembungkan kedua
pipinya, menunjukkan perasaan marahnya yang sangat jelas. Akhir-akhir ini
ketika dia marah, dia tidak hanya merajuk, tapi juga, dia marah dengan cara
yang imut seperti ini. Tidak, aku rasa itu memang salahku karena
membuatnya marah.
"Maaf. Itu karena
dia gadis yang pintar. ”
"Memangnya seberapa
pintar?"
"Peringkat pertama
dikelasnya di SMA Oumi."
"Cih ..., memang ...
luar biasa, tapi ..."
Mamiko menatapku saat dia
dengan putus asa menggigit bibirnya.
Aku berpikir bahwa dia
tampak imut seperti itu tapi aku mencoba menunjukkan senyum minta maaf dan
mengatakan bahwa aku menyesal.
Aku berpikir bahwa dia
hanya ngambek seperti biasanya.
Namun, Mamiko bertindak sedikit
berbeda.
“... Apa-apaan dengan sikap
itu? Apa kau benar-benar merasa menyesal? ” (TN: Yandere mode half-serious :v siapkan tempat pemakamanmu sebelum
terlambat)
Dia membalas dengan aura
negatif yang berbeda dari biasanya.
"Te-Tentu saja, aku
menyesal ..."
"Pembohong, kali ini
juga kau pasti berpikir bahwa aku akan memaafkanmu seperti biasanya."
"..."
Dia sangat tepat sampai aku
tidak bisa mengatakan apapun.
“Ugh, aku tidak bisa
menahannya. Di sekolah Kau berbicara dengan gadis secara normal, saat
pekerjaan part-time, kau juga berbicara dengan gadis secara normal. Aku sangat
membencinya."
Dia perlahan mengeraskan
suaranya. Pada akhirnya, dia memelototiku.
“Aku tidak akan
memaafkanmu. Hingga kau benar-benar menyesali apa yang telah kau perbuat,
aku pasti tidak akan memaafkanmu. ”
Kemudian, Mamiko keluar
dari ruangan dan pergi entah kemana. Setelah tertinggal di belakang, aku
tidak mengejar Mamiko, tapi hanya berdiri di sana dengan tertegun. Aku
merasa bahwa jika aku mencoba menghentikan Mamiko secara paksa, kami takkan bisa
membuat perkembangan ke mana pun.
Lagipula, Mamiko tidaklah
salah.
Apa yang sudah aku lakukan
sekarang adalah mencoba memanfaatkan kebaikan Mamiko. Itu karena, aku
dengan naifnya berpikir bahwa dia akan memaafkanku tak peduli apapun yang
kulakukan karena dia menyukaiku. Aku berdiri di tengah-tengah lorong rumah
sakit, mendongak ke atas saat aku mulai menyesali pemikiran naifku.
“Hey, Shounen. Apa ada yang salah?"
Kemudian, ada seseorang yang
memanggilku. Saat aku berbalik untuk melihat, berdiri disana ialah seorang
wanita yang berusia 30-an. Dia memegang tongkat untuk menopang kaki
kirinya yang di gips. Tampaknya kaki kirinya terkena patah tulang.
"Tidak, tidak ada yang
salah. Terima kasih atas perhatian anda."
“Dengan wajah seperti itu,
mana mungkin tidak terjadi apa-apa. Jadi, mengapa kamu tidak
menceritakannya padaku sebentar? ”
Tidak, curhat pada
seseorang yang baru aku temui itu sedikit..... Kupaksa diriku untuk tersenyum, aku
mencoba untuk menolak. Lalu, saat dia melihat wajahku, wanita itu tiba-tiba
melepaskan tongkatnya. Tentu saja, karena dia ditahan oleh tongkat, saat
dia melepasnya, dia akhirnya terjatuh. Bergerak secara refleks, aku
menangkapnya, tanganku hampir menyentuh tanah. Ini mirip dengan gendongan
putri.
"A-apa anda baik-baik
saja?"
“Entah kenapa, kakiku sedit
sakit ~. Aku mungkin tidak bisa berjalan sendiri, maukah kau membantuku
berjalan kembali? ”
Ketika dia mengatakan itu,
dia bertingkah seola-olah dia sedang kesakitan, namun itu jelas sekali sampai
aku sendiri tahu bahwa dia sedang berpura-pura. Orang ini, dia sengaja
jatuh ...
Aku hanya sebentar berbicara dengannya. Tapi
seberapa banyak dia ingin aku curhat padanya? Sambil memikirkan itu, aku
akhirnya dengan tenang membantu wanita itu ke kamarnya, karena jika dia
terluka, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja.
Hai Mertua :v
BalasHapus