Kimizero Jilid 8 Bab 5 Bahasa Indonesia

Chapter 5

 

(TN: Peringatan!! Chapter ini mengandung konten sensitif yang tidak sesuai dengan anak yang belum dewasa!!)

Pada malam Natal.

Aku teringat Malam Natal di masa kelas 2 SMAku saat aku menunggu momen itu bersama Luna di alun-alun depan Stasiun Yokosuka Chuo.

“Onee-chan, aku penasaran apa dia akan senang...?

Aku meraih tangan Luna yang tampak cemas di sampingku dan mengangguk.

“Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja.

Ryuuto..."

Luna membalas genggaman tanganku dengan kuat.

Terima kasih. Maaf ya... Aku tuh selalu melibatkan Ryuuto dalam masalah keluargaku, ya? ... Saat kelas dua SMA juga.

Aku juga sedang mengingat tentang saat itu.

Malam Natal tahun ini jatuh bertepatan pada hari Minggu, sehingga alun-alun depan stasiun dipenuhi orang-orang menjelang akhir tahun.

Meskipun bukan hari yang sangat dingin, saat sore tiba, hawa dingin dari musim dingin begitu terasa hingga membuat orang-orang berusaha menghangatkan diri saat berlalu-lalang. Aku dan Luna yang berhenti berdiri saling mendekat, seolah mencari kehangatan satu sama lain.

Setelah pukul lima sore, matahari terbenam dan suasana menjadi gelap, lampu hias dinyalakan.

Sesuai dengan yang dikatakan Raion-san, di alun-alun depan stasiun terdapat sebuah pohon setinggi dua atau tiga lantai gedung, yang dihiasi dengan lampu biru seperti pohon Natal.

Di dekat situ, pertunjukkan konser jalanan Raion-san dimulai.

Silakan dengarkan, 'Christmas Eve'.

Pada awalnya, ia menyanyikan lagu Natal yang terkenal.

Sebagian besar orang yang lewat tidak memperhatikan, tetapi karena pilihan lagu yang sesuai dengan musim, ada satu atau dua orang yang berhenti sejenak untuk mendengarkan.

Meskipun Raion-san sudah mendapatkan izin penggunaan jalan untuk konser, dia hanya membawa gitar dan menyanyi, jadi pertunjukkannya tidak mengganggu lalu lintas.

Luna yang berada di sampingku tampak cemas sejak tadi. Melihat sikapnya, aku berpikir bahwa dia sudah tumbuh dewasa.

Malam Natal saat kelas dua SMA. Luna yang merencanakan makan malam berharap orang tuanya rujuk, sangat terpukul ketika ayahnya datang bersama Misuzu-san.

Pada hari itu, sebelum melihat sosok Misuzu-san di restoran, wajah Luna tidak menunjukkan tanda-tanda kesedihan. Dia mempercayai bahwa acara itu akan berhasil.

Setelah mengalami kegagalan, Luna kini tahu bahwa ada kalanya harapannya tidak terwujud.

Namun, dia tetap berharap dan berdoa. Dengan tangan yang dingin, dia menggenggam tanganku.

Terima kasih banyak... Lagu terakhir adalah lagu yang aku tulis untuk orang yang paling kucintai.

Aku mengamati keramaian di alun-alun. Dan aku melihat sosok Kurose-san dan perempuan di sebelahnya yang berada beberapa meter dari kami.

Perempuan itu berdiri disokong Kurose-san, memandang Raion-san dengan ekspresi tidak percaya.

Silakan dengarkan laguku... 'Kucing Kecil dan Singa'.

Saat aku mendengarkan melodi intro yang dimainkan gitarnya, aku berpikir sudah berapa puluh kali aku mendengar ini.

Aku masih tidak mempercayai sudah berapa banyak waktu dan upaya yang sudah dicurahkan aku dan Raion-san selama dua minggu terakhir demi menciptakan lagu yang hanya dimainkan demi momen ini.

Meskipun bagi orang lain itu adalah lagu cinta yang biasa dan umum, aku berharap lagu ini bisa menyentuh hati satu-satunya pujaan cinta Raion-san, yaitu hati si Kitty-san.

Sambil mengharapkan itu, aku mendengarkan melodi yang sudah sering aku dengar sampai bosan.

 

Aku ingat hari pertama kita bertemu

Kamu adalah kucing kecil seberat tiga apel

Aku adalah raja hutan yang baik hati

Kita tertawa dan berkata, 'Ini bukan nama orang, kan?'

Bersyukur atas keajaiban yang mempertemukan kita di kota ini.

 

Aku ingat hari pertama kita bertengkar

Payung yang kau sayangi

Hilang setelah hujan reda

Meski aku membelikan payung pengganti

Kamu menangis dan berkata, 'Aku tidak mau yang itu.'

Sekarang aku mengerti perasaan itu

Maafkan aku saat itu

Karena aku juga tidak mau jika bukan dirimu.

 

Cangkir bergambar bunga

Gantungan kunci perak

Sepatu Converse

Semakin banyak hal yang kita miliki Bersama

Hatiku pun penuh dengan dirimu

'Kalau bisa, lebih baik bersama,' katamu

Senyummu saat membeli masing-masing dua barang tersebut

Selalu teringat saat aku menutup mata.

 

Tapi aku pria lemah

Tertekan dengan diriku yang tidak bisa berubah

Dengan keinginan yang kuat untuk berubah

Aku memunggungi senyumanmu

Namun

Seperti yang diharapkan──

Meskipun kita terpisah, aku tetap tidak bisa berbuat apa-apa

Aku menyukaimu.

 

Aku lahir untuk melindungimu

Walaupun aku belum bisa mengatakannya

Tapi aku yakin bisa terus berada di sampingmu sampai membuatmu terkejut

Wajah tidur kecilmu yang seperti kucing itu

Aku akan melindunginya dengan hati singa yang penakut

Mulai sekarang, aku tidak akan pernah melepaskanmu.

 

 Setelah lagu selesai, aku mendengar tepuk tangan yang cukup meriah.

Saat aku melihat Luna di sampingku sepanjang lagu, dia mengalirkan air matanya.

Si Onee-san yang disokong Kurose-san juga menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis.

Raion-san kemudian berkata kepadanya.

Kitty-chan.

Setelah menyimpan gitarnya di dalam tas, Raion-san berjalan mendekatinya.

Maafkan aku karena tiba-tiba pergi meninggalkanmu. Sejak saat itu, aku bekerja di restoran pamanku selama tiga bulan... dengan uang yang aku dapat, aku membeli ini.

Setelah berkata demikian, Raion-san mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku mantel dan berlutut di depan kakak itu sambil membuka tutupnya.

Maukah kamu menikah denganku?

Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas dari jarak tempat kami, tapi pasti ada cincin di dalamnya.

Dengan perkembangan dramatis yang tiba-tiba ini menyebabkan lebih banyak orang berhenti dan memperhatikan keduanya dibandingkan saat pertunjukkan musik tadi.

Onee-san menatap Raion-san sambil membiarkan air matanya terus mengalir.

……Ya……!

Dia mengangguk dengan kuat dan penuh emosi.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, kami... Onee-san, Raion-san, Kurose-san, Luna, dan aku, berpindah ke rumah Onee-san.

Duduk di meja di depan TV di ruang apartemen kecil, Onee-san menyampaikan perasaannya selama tiga bulan kepada Raion-san.

Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dipikirkan Rai-kun, bahkan saat kita bersama... Seharusnya kamu bilang saja semuanya... Betapa sedihnya aku..."

......Maafkan aku.

Raion-san mengernyitkan keningnya dan membuka mulutnya dengan canggung.

Saat Kitty-chan melihat media sosial dan mengatakan sesuatu seperti, 'Si itu akan menikah,' rasanya itu terdengar seperti tekanan bagiku... Aku merasa kalau aku harus melakukan sesuatu, dan hatiku selalu gelisah... Kitty-chan adalah kakak perempuan yang baik dan mendukungku, melakukan semua hal untukku... Aku merasa jika aku tetap di sini, aku akan hancur, jadi kupikir satu-satunya pilihan adalah pergi.

Ketika mendengar penjelasan Raion-san, Onee-san mulai terisak.

Tapi, mulai sekarang, kita akan bersama selamanya.

Si Onee-san mengangkat wajahnya saat mendengar kata-kata Raion-san.

Di jari manis tangan kirinya, terlihat berkilau cincin yang baru saja diberikan Raion-san.

“Benarkah...? Kamu beneran berniat begitu?”

“Iya, aku serius.”

Raion-san berkata dengan tegas, dan air mata Onee-san akhirnya berhenti, wajahnya dipenuhi dengan ekspresi bahagia.

“Aku sangat mencintaimu, Rai-kun!”

“Wah!”

Onee-san memeluk Raion-san, menempelkan dadanya yang empuk pada Raion-san, membuatnya bingung dan memperhatikan kami.

“K-Kitty-chan!? Karena ini di depan banyak orang, jadi tolong …”

“Tidak mau! Aku tidak akan berhenti! Kapan kita akan menikah!?”

Begitu dia berkata demikian, Onee-san menjauhkan tubuhnya dari Raion-san dan menatapnya dengan mata yang berbinar-binar.

“Eh?”

Sementara Raion-san terlihat bingung, kakak perempuan itu menepuk kedua tangannya.

“Oh ya! Aku harus segera memberi tahu ayah dan ibuku!”

Dengan berkata begitu, Onee-san mengambil tasnya dan berdiri.

Eh, sekarang!?”

Luna yang terkejut langsung berkomentar.

“Iya! Hal-hal seperti ini lebih baik dilakukan dengan cepat!”

“Kalau kita pergi sekarang, mungkin kita tidak bisa pulang lagi!?”

“Duhh, tidak masalah, kita bisa menginap di suatu tempat, ‘kan! Lagipula, hari ini adalah malam Natal, oke?”

“K-Kitty-chan, serius!? Aku berpakaian seperti ini!?”

Raion-san juga mulai panik melihat pakaiannya yang santai.

“Tidak masalah, tidak masalah! Ini tentang orang tuaku, loh? Mereka tidak akan mempermasalahkan hal-hal seperti itu!”

Melihat penampilan Onee-san yang modis, kata-katanya tampak memiliki daya tarik yang misterius.

Dengan demikian, Onee-san dan Raion-san mulai bergegas untuk bersiap-siap keluar dari rumah.

“Sampai jumpa, terima kasih semuanya! Kami akan bahagia~!”

“Terima kasih banyak, semuanya!”

Si Onee-san melambaikan tangannya dengan aura bahagia, sementara Raion-san terus membungkukkan badan sampai pintu tertutup.

“…Kira-kira… apa mereka bakal baik-baik saja enggak, ya…”

Luna bergumam dengan tatapan khawatir, dan aku tersenyum lembut untuk menenangkannya.

“Tidak apa-apa, mereka pasti akan baik-baik saja.”

Meskipun tidak ada alasan yang jelas, aku merasa begitu.

Kitty-san adalah orang yang perhatian, penuh kasih sayang, dan ekspresif sangat feminin dan menarik, tetapi ada sisi yang sedikit kekanak-kanakan dan impulsif, membuatnya tampak berisiko. Sementara itu, Raion-san yang tampaknya seperti anak muda yang lembek ternyata memiliki hati yang tulus dan murni, serta pandangan objektif yang memungkinkannya untuk berpikir jauh ke depan dan bertindak.

Mereka berdua sangat serasi satu sama lain. Di masa depan, mereka pasti akan saling mendukung dalam menjalani kehidupan.

Setelah Raion-san mulai bekerja dan mendapatkan kepercayaan diri sebagai pria, ia pasti akan melindungi Onee-san yang lembut seperti kucing kecil dengan hati yang lembut seperti singa.

Sambil memikirkan hal itu dengan perasaan terharu, pintu yang sudah tertutup terbuka kembali, dan hanya Raion-san yang kembali.

“Apa ada yang ketinggalan?”

Saat Luna bertanya demikian, Raion-san menjawab dengan tidak jelas, “Tidak… ah, iya,” dan kemudian duduk di depanku dengan sikap formal.

“Ryuuto-san.”

“Ya.”

“Aku sangat berterima kasih banyak padamu!”

Raion-san menundukkan kepala seperti sedang bersujud, dan aku merasa panik, spontan mengangkat kepalanya.

“Eh, tolong jangan seperti itu.”

Raion-san meraih kedua tanganku dan mengangkat kepalanya, ia menatapku dengan mata basah yang hampir meneteskan air mata.

Aku tidak bisa menyelesaikan lagu itu sendirian. Semuanya berkat Ryuuto-san. Aku yakin Ryuto-san akan menjadi editor yang hebat.

Raion-san…

Di sisi lain, aku merasa terharu dan tidak bisa menemukan kata-kata.

“Aku minta maaf karena terlalu banyak menghabiskan uang untuk membeli cincin… jadi aku tidak bisa memberi apa-apa sebagai ucapan terima kasih. Seharusnya aku menyisakannya sedikit.

Tidak apa-apa, itu tidak masalah.

Aku menggenggam tangannya kembali dan menjawab dengan tegas.

“Hanya dengan mendengar Raion-san mengatakan itu, aku merasa senang telah bekerja sama denganmu.

Raion-san menundukkan kepala sekali lagi dalam diam, lalu berdiri.

“Aku benar-benar sangat berterima kasih.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Raion-san akhirnya meninggalkan ruangan.

 

…………

Setelah kedua orang itu pergi, rasanya ruangan ini menjadi sedikit lebih luas.

…Kalau begitu, aku juga pulang ya.

Kurose-san mengambil mantel dan tasnya, berdiri dari tempat tidur yang didudukinya.

Aku sudah ada janji untuk makan malam dengan teman kuliah di Yokohama jam tujuh nanti.

Eh, dengan cowok!?

Kurose-san hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Luna yang bersemangat.

Tentu saja dengan cewek. Siapa juga yang mengajakku di hari seperti ini.

Usai berkata demikian, dia dengan tenang bersiap-siap dan pergi.

 

Luna dan aku, yang masih tertinggal, saling memandang di ruang apartemen kecil. Waktu menunjukkan sudah lebih dari jam enam.

Apa yang harus kita lakukan? Bagaiaman kalau makan… aku mulai lapar nih.

“Kalau dipikir-pikir, kita belum memikirkan apa-apa, ya…

Sebenarnya, karena aku tidak tahu bagaimana kelanjutan antara Onee-san dan Raion-san, aku tidak bisa merencanakan apa-apa setelahnya. Kurose-san yang sudah merencanakan dengan baik memang pintar.

Kita bisa pergi makan di luar, tapi kalau kita cari restoran sekarang, mereka pasti sudah penuh dengan pemesanan.

Iya, lagipula hari ini malam Natal…

Kalau begitu, bagaimana kalau kita masak di sini? Mau bikin sesuatu?

Eh? Ah… boleh? Terima kasih.

Aku jauh lebih senang dengan masakan rumahan Luna daripada menyantap makanan di restoran yang penuh dengan pasangan sambil memperhatikan orang-orang di sekitarku.

Oke, aku akan memasaknya.

Luna mengenakan celemek yang sepertinya milik kakak perempuannya dan membuka kulkas.

Ada telur dan… sosis. Ada nasi kemasan… hmm…

 Setelah bergumam sebentar, Luna menatapku.

Ryuuto, kamu lebih suka yang mana, nasi goreng atau omurice?

Eh? Kalau begitu, nasi goreng saja.

“Kamu yakin? Bukannya yang omurice lebih terasa seperti Natal, kan?

Ya, mungkin begitu.

Aku hanya ingin naso goreng karena itulah yang aku inginkan. Mungkin hanya aku yang seperti itu. Mungkin ingatan tentang nasi goreng enak yang dimakan Icchi sebelumnya masih terbayang di kepalaku.

Kalau itu memang yang kamu mau, aku akan memasakkan nasi goreng.

Luna tersenyum dan kembali melihat ke dalam kulkas.

Oh, horee! Di freezer ada daun bawang cincang! Tentu saja nasi goreng adalah pilihan terbaik !”

Dengan begitu, menu hidangan makan malam Natal kami adalah nasi goreng.

 

◇◇◇◇

 

Dua piring nasi goreng yang diletakkan di meja kecil itu ternyata adalah piring berpasangan dengan warna yang berbeda. Telur yang sedikit kecokelatan menempel pada nasi, terlihat lezat dan menggugah selera.

Mau minum alkohol? Karena ini punya Onee-chan, jadi cuma ini yang bisa kita dapatkan.”

Sembari mengatakan itu, Luna mengeluarkan minuman chuhai dari kulkas dan memperlihatkannya.

Tidak, terima kasih. Kira-kira ada teh oolong enggak?

Aku merasa takut setelah melihat kakak perempuannya yang meminum dengan cepat dan menjadi mabuk.

Ada botol teh hijau sih, tapi itu tidak dingin.

Tidak apa-apa. Lagipula ini musim dingin.

Dengan begitu, aku sangat bersyukur menikmati makan malam yang agak tidak biasa ini.

Selamat makan… hmm, rasanya enak.

Syukurlah! Rasanya tidak terlalu kuat, kan?"

Iya, sudah pas, kok.

Begitu? Aku akan mengingatnya!

Usai mengatakan itu, Luna membawa sendok berwarna berbeda ke mulutnya.

 

Kami berdua berada di dalam ruangan apartemen kecil.

Ruangan ini adalah tempat tinggal kakak perempuannya bersama Raion-san, sehingga terasa sangat hidup, seolah-olah aku tinggal bersama Luna

Mau tak mau aku jadi dibuat menyadarinya.

Aku gelisah dan tidak bisa berkonsentrasi pada apapun.

Kerinduan yang dimulai dari malam di Okinawa semakin membesar menjadi keinginan yang lain seiring dengan terpenuhinya rasa laparku.

 

…Terima kasih untuk makannya.

Saat aku meletakkan sendokku, Luna tampak terkejut.

Eh, sudah selesai? Apa porsinya terlalu sedikit?

Tidak kok, tapi rasanya enak sekali.

Eh, senangnya

Luna tersenyum gembira mendengar kata-kataku.

Ryuuto.

Saat aku mendengar namaku dipanggil dan melihat ke samping, sendok berwarna berbeda sudah berada di dekat mulutku.

Aahn~

Menuruti permintaan Luna, aku membuka mulutku.

Sendok itu menyentuh gigi dan seketika, entah kenapa, bagian dalam hidungku terasa perih.

Aku merasa Bahagia.

Hanya dengan ini saja sudah cukup untuk membuatku bahagia… tapi aku semakin menginginkan kebahagiaan yang lebih dalam.

 

Aku tidak ingin menyakiti Luna.

Aku ingin membuatnya bahagia.

Namun, rasanya sangat menyakitkan sampai-sampai aku tidak bisa menahannya lagi.

 

…Eh!? Ada apa, Ryuuto…?

Luna terlihat terkejut.

Saat dia melihatku tiba-tiba mulai menangis tanpa mengeluarkan suara, dia sepertinya tidak bisa menyembunyikan ekspresi bingungnya.

Bahkan aku sendiri tidak tahu kenapa aku menangis.

“Luna

Sayangnya, aku masih belum menjadi apapun. Luna masih melangkah lebih maju dariku. Hal itu masih belum berubah dari dulu.

Tapi saat ini, aku merasa seperti sedang meraih sesuatu dengan tanganku.

Itu adalah sesuatu yang kupelajari dari Raion-san dan Kujibayashi-kun. Sikap Kurose-san, punggung Fujinami-san, dan juga pelajaran dari Kamonohashi-sensei.

Dengan mengandalkan perasaan itu, aku ingin melangkah ke depan.

Aku pasti akan menjadi pria yang membuat Luna bahagia.

Oleh karena itu, aku ingin mengatakannya.

Saat aku berpikir seperti itu, air mata yang meluap pun keluar.

── Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus diusahakan oleh salah satu pihak... Tapi sesuatu yang akan muncul ketika kalian berdua saling berjalan bersama.

 ──Aku sudah memutuskannya. Karena kita sudah berpacaran. Bukannya itu aneh kalau hanya aku yang terus menanggungnya, kan?

Aku merasa seolah-olah perkataan kakak perempuan Luna dan Nisshi mendorongku dengan lembut, dan aku pun membuka mulutku.

……Aku ingin menjadi editor.

Itu bukanlah kesadaran yang mengejutkan seperti disambar petir, melainkan perasaan yang perlahan muncul saat aku memberikan saran melalui LINE kepada Kujibayashi-kum dan memikirkan lirik bersama Raion-san.

“Aku akan terus berusaha untuk mewujudkannya. Aku akan mulai berpikir lebih spesifik tentang apa yang harus kulakukan ke depannya…

Luna terus mendengarkanku dengan tenang dan menatapku dengan serius.

Tentu saja, aku juga memikirkan masa depan, dan aku tahu sekarang adalah saat yang tepat untuk membangun landasan supaya kita selalu bersama… Jika ada sesuatu yang terjadi, aku sudah siap untuk mengambil tanggung jawab sepenuh hati seperti Icchi… meskipun begitu…

Tanpa bisa melihat wajah Luna, aku menatap sepiring nasi goreng yang sudah selesai aku makan.

Karena aku benar-benar mencintaimu, Luna

Aku merasa perlu melihatnya, jadi aku berusaha menatap wajah Luna.

Aku ingin melakukan s*ks denganmu

Aku mengeluarkan perasaanku dari dalam tenggorokanku.

Maaf, aku sudah tidak bisa menahan diri lagi

Luna menatap wajahku dengan penuh perhatian, pandangan matanya tampak basah.

Ryuuto…

Dia berbisik pelan, seolah-olah emosi yang tak tertahankan keluar begitu saja.

Aku senang…

Sembari menutup mulutnya, Luna menunduk dan berkata demikian.

Itu adalah kata-kata yang mengejutkanku.

Ryuuto mau mengatakan hal seperti itu… rasanya seperti mimpi…

Eh…?

Aku menatap Luna dengan penuh rasa penasaran.

Tapi Luna, bukannya kamu pernah bilang 'setelah sampai sejauh ini, mungkin menikah lebih dulu juga bisa jadi pilihan', ‘kan?”

Secara rasional, aku memang berpikir begitu. Tapi… aku juga ingin bersatu dengan Ryuuto sejak lama, dan yang terpenting…

Dia lalu berkata sambil memerah malu.

Aku ingin Ryuuto duluan yang menginginkanku. Baik saat akhir kelas 2 SMA, maupun saat di Okinawa, aku selalu merasa seperti akulah yang memintanya duluan… sebagai seorang gadis, itu sedikit memalukan.

“Luna

 Aku tidak pernah menyangka dia akan berpikir seperti itu.

Alasanku kenapa aku tidak pernah mengajak Luna duluan adalah karena pada hari kita mulai berpacaran, aku berjanji untuk 'menunggu sampai Luna sendiri yang menginginkannya.'

Saat akhir kelas 2 SMA, ketika Luna memberitahuku bahwa dia 'ingin melakukannya,' ada banyak hal terjadi dan aku melewatkan kesempatan pertama.

Setelah itu, aku mulai belajar untuk ujian universitas, dan setelah itu, adik kembar Luna lahir, dan kegiatan sehari-hari kita pun saling berseberangan.

Aku selalu… aku selalu ingin melakukannya. Sejak bulan Juni semasa kelas 2 SMA dulu, ketika Luna pertama kali mengundangku ke rumah dan berkata, 'Mau mandi dulu?' sejak saat itu, aku selalu ingin melakukannya.

Aku menggenggam dengan kuat tangan Luna yang terlepas dari mulutnya.

Tangan itu terasa hangat.

Aku sudah menahan diri. Sebenarnya, aku sangat ngebet… Setiap hari aku membayangkan memeluk Luna.”

Luna menatapku dengan matanya bergetar, terlihat senang dan malu.

Setiap kali kita berduaan, aku selalu menahan diri. Malam di Enoshima benar-benar menyakitkan… bahkan saat malam Natal semasa kelas 2 SMA, jika Luna tidak demam, aku rasa aku tidak akan bisa menahan diri… malam perjalanan sekolah, saat hanami, aku selalu berada di ambang batas.

Ryuuto…

Akhirnya, Luna meneteskan air mata dan menggenggam tanganku dengan kuat.

Aku senang. Aku merasa sangat senang…

Setelah mengatakan itu, Luna melepaskan genggamannya dan memelukku.

Ryuuto…

Seolah-olah pelukan yang hanya menyentuh dada kami saha tidak cukup, Luna membuka celemeknya dan duduk di pangkuanku.

Napas hangat Luna menyentuh leherku.

“Aku bisa mencium aroma Ryuuto...

Suara dengusan Luna menggelitik bulu-bulu di leherku.

Luna...”

Sambil tertawa, aku menguatkan pelukanku di punggungnya.

Ugh, rassanya sesak...

Luna mengeluarkan suara erangan seperti mengeluh, dan aku segera melonggarkan pelukanku.

Wah, maaf...

Apa dia berpikir aku tidak tahu cara memeluk seorang gadis, dan menganggapku masih perjaka... saat aku terjebak dalam pikiran paranoid itu.

Tidak.

Luna memelukku dengan erat.

Aku ingin merasa lebih sesak.

Ketika dia mengatakan itu, dan meskipun dia berpikir dia memberikan kekuatan penuh, pelukan lembutnya hanya terasa menyenangkan.

Luna...

Aku juga memeluknya kembali lebih erat kali ini.

Dada kami saling menempel, dan payudara lembut Luna memantul di antara kami seperti bantal.

Ketika aku mengerahkan lebih banyak kekuatan, payudaranya yang kenyal itu terjepit dan aku bisa merasakan tulang rusuk bagian bawah kami saling bersentuhan.

Saat aku sedikit melonggarkan cengkeramanku, payudara Luna segera mendapatkan kembali kekenyalannya dan menjauh dari kulitku. Merasa terpikat oleh sensasi lembut dadanya, aku memeluknya erat-erat dan melonggarkan cengkeramanku berulang kali.

“Ryuuto……

Nafas Luna di leherku semakin panas. Tarikan nafasnya semakin lama menjadi semakin dangkal.

Luna…”

Kami memisahkan tubuh kami dan saling menatap dalam jarak dekat, dan bibir kami bersentuhan seolah-olah kami saling menghisap.

Saat kami berulang kali berciuman dengan canggung seperti perangko, Luna mendekatkan mulutnya ke telingaku.

“Buka mulutmu...

Ketika dia membisikkan hal itu padaku, telingaku terasa seperti terbakar.

Kupikir aku pasti memiliki wajah yang bodoh, tapi raut wajah Luna saat dia mendekatiku dengan bibirnya yang setengah terbuka merupakan pemandangan paling seksi yang pernah kulihat.

Aku berharap cuma aku satu-satunya orang di dunia ini yang mengetahui ekspresi Luna seperti ini.

Lidah Luna bergerak di dalam mulutku. Saat aku mencoba yang terbaik untuk mengimbangi lidahnya, Luna dengan lembut menarik wajahnya dan mendekatkan mulutnya ke telingaku lagi.

“Kendurkan tenagamu...

Ketika aku melakukan apa yang diperintahkan, aku dimabukkan oleh perasaan lidah yang panas dan basah menari-nari di dalam mulutku seolah-olah saling melebur menjadi satu.

Rasanya begitu nikmat.

Aku ingin merasakan Luna lebih banyak lagi.

Pantat Luna semakin panas di pahaku. Pinggulnya bergerak-gerak seakan-akan menggesek-gesekkan bagian itu ke selangkanganku.

Luna…”

Aku semakin terangsang sampai-sampai membuatku hampir menjadi gila dan memasukkan tanganku ke dalam kerah gaunnya.

Hari ini, Luna memakai gaun rajutan model one-piece berwarna putih dengan bukaan besar berbentuk V di bagian dadanya. Bagian dada dan belahan dadanya terbuka seluruhnya, dan aku bisa melihat pakaian dalam yang dia kenakan di baliknya, yang menurutku adalah kamisol.

Luna tertawa ketika aku mencoba melepaskan kerah gaun rajutan itu dari bahunya, yang hanya berhenti di tulang bahunya .

“Ini akan melar, jadi bisakah kamu melepaskannya ke atas?

“Eh, ah, maaf…!”

Pastinya, jika direntangkan, kerahnya tidak akan berhenti di bahu. Aku merasa malu karena terlalu mementingkan diriku sendiri sehingga aku bahkan tidak menyadarinya, atau karena aku tidak punya banyak pengalaman dalam menanggalkan pakaian gadis.

Gaun rajutan itu panjangnya kira-kira sekitar paha, dan saat dia bergerak mengangkangiku, sebagian besar paha Luna sudah hampir terlihat jelas.

Ketika dia menarik ujungnya untuk memperlihatkan celana dalam putihnya, aku merasa sangat terangsang sampai-sampai aku mengira kalau pinggulku terbakar, padahal ini bukan pertama kalinya aku melihat penampilannya yang mengenakan celana dalam saja.

Sembari mengenakan celana dalam putih dan kamisol hitam, Luna memelukku dengan lembut, menghalangi pandanganku.

Aku akan melepas pakaianmu juga ya, Ryuuto.

Sambil berbisik di telingaku, Luna menyelipkan tangannya di antara sweter dan celana dalamku.

Ketika dia menanggalkan baju bagian atasku, aku tiba-tiba menyadarinya.

Ah, apa aku perlu.... mandi dulu?

Saat aku menanyakan pertanyaan itu, Luna memiringkan kepalanya dan menatapku dengan senyuman menggoda.

...Kamu sendiri inginnya gimana, Ryuuto?

Bibirnya yang selalu berwarna cerah, kini berubah menjadi warna pink lembut setelah ciuman panjang itu menghilangkan riasannya . Menurutku, garis-garis kabur dari bibirnya yang lembut dan basah itu sangat menggoda.

“Kita tidak ada pelajaran olahraga hari ini, jadi menurutku kamu tidak berbau keringat.

Setelah mengatakan itu, Luna tersenyum main-main namun provokatif.

Kemudian, aku jadi teringat kalimat yang pernah kudengar di kamarnya empat setengah tahun lalu.

──Apa kamu tidak perlu mandi dulu, Ryuuto?

──Hari ini ada pelajaran olahraga dan mungkin aku sedikit berkeringat, jadi rasanya sedikit memalukan...

Sambil mengatakan itu,  pemandangan dia yang melepas pita seragamnya dan menyentuh kancingnya, begitu mengejutkanku waktu itu sehingga kenangan tersebut masih sangat membekas dalam pikiranku.

Tapi kupikir mungkin itu adalah pengalaman istimewa bagi diriku sendiri.

Namun ternyata, Luna juga masih mengingat dengan apa yang dia katakan saat itu. Aku merasa senang tentang hal itu.

“…Aku ingin tetap melakukannya seperti ini.”

Luna menertawakanku saat aku menjawab dengan tergesa-gesa.

“Oke~

Kedua lengannya yang lentur dan lembut melingkari leherku seperti ular.

Namun pda saat itu, dia dengan cepat bergerak menjauh.

Aku akan mengunci pintunya sebentar.

Setelah mengatakan itu, Luna bangkit dan pergi menuju pintu. Setelah suara kunci diputar, aku juga mendengar suara deruan rantai yang dipasang.

...Sekarang, biarpun Onee-chan berubah pikiran dan kembali, mereka tidak akan bisa masuk!

Ketika Luna kembali padaku, dia tertawa dan naik ke pangkuanku lagi.

Hmm~mm...

Dia tertawa geli saat aku membenamkan wajahku di dada kamisolnya.

Ryuuto, kamu imut banget seperti bayi~

Ketika aku terus-menerus menempelkan wajahku ke dalam belahan payudaranya, Luna tertawa dan memeluk kepalaku.

“Tolong dilepas dengan benar, ya.

Luna berkata sambil terkikik seolah-olah dia merasa geli.

“U-Umm……

Aku menarik kamisolnya ke atas dengan ujung jariku yang lamban.

Bra putih yang serasi dengan celana dalamnya muncul dari baliknya. Penampilannya yang hanya dibalut pakaian dalam berwarna putih sama bermartabatnya dengan dewi dari mitologi Yunani.

Aku melingkarkan tanganku ke belakang punggungnya dan mencoba melepas bra yang menopang kedua tonjolan bulatnya.

Hm?

Aku mencoba melepaskan kaitannya dengan mengandalkan sensasi di tanganku, tapi itu tidak berhasil dengan baik.

“L-Loh?

Rasanya memalukan jika ketahukan kalau aku tidak terbiasa dengan hal ini...Aku mulai merasa sangat cemas hingga ujung jariku menjadi kusut.

Ufufu

Luna tertawa, mengangkat pinggulnya, dan membalikkan badannya ke arahku.

“Ini~

Punggungnya yang cantik dan ramping yang meruncing hingga ke pinggang. Sembari mengaguminya, aku berhassil melepas kaitan bra nya dengan aman.

“...Luna?

Saat aku memanggilnya, yang masih tidak melihat ke arahku setelah beberapa lama, Luna hanya memalingkan wajahnya ke arahku,

“Aku malu...

Katanya dengan rona merah menghiasi pipinya.

Gerakan itu menyulutkan nafsuku, dan aku menyelinap ke depannya.

Dia mengangkat bra-nya, yang telah terlepas dari pengait dan tali bahunya, dengan kedua tangannya, dan terkekeh Ketika pandangan matanya bertemu dengan mataku.

...Sebenarnya, aku seharusnya menunjukkannya padamu empat setengah tahun yang lalu.

Dia tersenyum malu-malu dan berkata begitu.

Jika hal ini terjadi pada waktu itu, aku mungkin takkan merasa malu sama sekali.

“...Kenapa kamu begitu malu sekarang?”

Luna tersenyum dan menjawab kata-kataku yang melontarkan pertanyaan setengah polos.

...Itu karena, aku benar-benar jatuh cinta padamu.

Luna tersenyum penuh cinta dan memeluk leherku dengan manis.

Luna dengan lembut mendorong bra yang jatuh ke pangkuannya ke samping dengan tangannya.

Payudara Luna yang juga telanjang bulat, menempel di dadaku yang telanjang, seolah menghisapnya dengan lembut.

Aku tak pernah menyangka di dunia ini ada perasaan yang menyenangkan semacam ini.

“Ryuuto~...

Suara manis Luna seakan-akan meleleh di telingaku.

Setiap sudut hati dan otakku dipenuhi dengan keberadaan Luna.

Semua momen yang kulalui bersama Luna selama ini dikenang dengan penuh kasih sayang.

Jika aku menerima ajakan Luna untuk berhubungan badan di kamarnya ketika aku pertama kali mengunjunginya semasa kelas 2 SMA-ku dulu, aku yakin kalau aku takkan mampu mencapai perasaan memuaskan ini.

Karena merasa tidak cukup kalau hanya dada kami saja yang saling bersentuhan, jadi aku menyentuh payudara Luna dengan tanganku sendiri.

“Ehm~mm...

Luna memejamkan matanya dan mengeluarkan suara erangan menggoda.

Aku menelusuri bagian tengahnya dengan ibu jariku, merasakan tonjolan berat itu dengan satu tangan.

Auh……

Sembari melengkungkan punggungnya, Luna mengeluarkan suara merintih dan menggerakkan pinggulnya.

Bokong Luna yang hangat dan lembab terasa nyaman di atas pen*sku yang keras.

“Ryuuto……

Luna meraih ritsleting celanaku.

Ryuuto juga, ayo dilepas.”

Dengan napas yang terengah-engah, dia menurunkan ritsletingku. Aku lalu melepas celanaku sendiri.

“Lepaskan yang ini juga.”

Luna meletakkan tangannya di kancutku, meskipun dia sendiri masih memakai celana dalamnya.

Dan selangkah di depan Luna, aku harus memperlihatkan tubuh telanjangku di bawah lampu neon.

...Lu-Luna. Bisakah kamu tidak terlalu sering melihatnya...?

Luna menatapku dengan serius, jadi aku merasa malu dan menyembunyikannya dengan tanganku.

Luna menatapku yang seperti itu dengan senyum menawan.

Kalau aku tidak melihatnya, aku tidak bisa membelainya, kan?”

Membelainya... jadi dia mau membelainya, ya... Aku merasa sangat malu... Aku memang malu tapi itu membuatku semakin terangsang.

...Tapi itu tetap saja memalukan.

Aku yakin Luna tahu tentang juniornya para pria.... jadi aku menunduk karena merasa malu, dan Luna mendekatkan mulutnya di dekat telingaku.

...Itu adalah hal paling gagah yang pernah kulihat~

Itulah yang dia bisikkan padaku.

Luna…”

Perasaan batinku terasa puas dan tubuhku terangsang.

Tunggu sebentar, Luna...

Saat aku hendak mengangkat pinggulku untuk menyiapkan alat kontrasepsi,

“Ya, yang satu ini, kan?

Dan kemudian, Luna menyerahkannya padaku.

...Eh, apa kamu sudah menyiapkannya juga, Luna?

Aku tahu kalau itu milik Luna karena jenisnya berbeda dengan yang selalu kubawa.

Luna lalu tersenyum lembut.

“Aku sudah menyiapkannya sejak lama. Untuk berjaga-jaga jika kamu mengajakku untuk melakukannya kapan saja.”

Luna…”

“Ah, tapi tunggu sebentar.”

Saat dia mengatakan itu, Luna tersenyum penuh arti.

...Apa kamu mau menikmati hasil latihanku yang tidak bisa aku lakukan tempo hari di Okinawa?

Setelah mengatakan itu, Luna meletakkan satu sisi rambutnya ke belakang telinga dan membenamkan wajahnya di antara selangkanganku.

 

◇◇◇◇

 

Kenikmatan mempesona yang kurasakan di dalam tubuh Luna jauh melebihi ratusan atau ribuan kali lipat fantasiku sebelumnya.

Luna membelaiku seolah-olah dia sedang membelai anak kesayangannya sendiri, dan aku berkali-kali menyelesaikannya di dalam dirinya.

Sejujurnya, aku tidak yakin apakah aku bisa memuaskannya.

Meski begitu, dia terlihat merasa nikmat sepanjang waktu dan terus-menerus mengeluarkan suara erangan yang merdu. Air mancur, yang meluap dengan aliran nektar yang tak ada habisnya, tidak pernah kering sampai akhir.

Pemandangan Luna yang telanjang benar-benar cantik.

Tubuhnya yang menggambarkan lengkungan halus seperti lukisan Venus itu, di mana pun terlihat lembut, dan kulitnya halus serta segar seolah bisa menarik perhatian.

Tentu saja, aku sudah mengetahui sebagian dari itu.

Namun, pada malam natal, empat setengah tahun telah berlalu sejak hari itu... Hari dimana aku mengungkapkan perasaanku dan dia mengajakku ke dalam rumahnya yang sepi.

Tanpa diduga, di dalam ruangan apartemen kecil tempat tinggal kakak perempuannya.

Untuk pertama kalinya, aku akhirnya mengetahui segalanya tentang Luna.

 

◇◇◇◇

 

Setelah selesai bermain-main, kami berdua masuk ke dalam bak mandi bersama. Dengan mengisi air panas di unit kamar mandi yang sempit, tidak ada ruang untuk berdiri secara vertikal, jadi kami berbaris secara horizontal, bersandar pada pinggiran bak mandi.

Lucu sekali, kita hampir keluar dari bak

Luna tertawa ketika menyadari kalau tubuh bagian bawah kami saja yang terendam di dalam bak mandi.

Rambut panjangnya yang sudah dicuci diikat dengan penjepit rambut, dan rambut bagian belakangnya yang basah menempel di leher putihnya, wajahnya yang tanpa riasan terlihat sangat menggemaskan.

“Rasanya seperti dalam posisi penguburan berjongkok, ya.”

Apa itu?

Penguburan berjongkok, kamu tidak tahu?

“Memangnya itu apaan?

Itu adalah cara penguburan kuno. Bukannya itu pernah dibahas di dalam pelajaran sejarah?

“Uwahhh, lulusan perguruan tinggi sedang mengejekku! Kusso~~!

Ahaha. Lagian, aku masih belum lulus, sih.

...Tapi, setidaknya kamu sudah lulus dalam satu hal, kan?

Luna menatapku dengan seringai nakal sekaligus menggoda, dan aku memalingkan wajahku dengan malu karena saking bahagianya.

...Iya, benar.

Ahaha. Kenapa kamu berbicara seperti itu? Sama seperti aku saja.

“Eh? Apa-apaan itu maksudnya?

Kadang-kadang aku melakukannya. Seperti dengan Nikoru.

Oh, mungkin karena itu.

Hah?

“Itu karena pengaruhmu, Luna.

Aku mulai memahaminya sendiri dan menjelaskannya kepada Luna, yang memasang ekspresi bingung di wajahnya.

Kalimat dan cara berbicara kita tuh biasanya mirip dengan orang-orang terdekat kita, ‘kan?

“Begitu ya~”

Luna juga ikut mengangguk seolah mengerti.

Kita berdua jadi semakin mirip, ya.

Kedepannya kita akan semakin mirip.

Aku menimpali perkataannya.

Karena kita berdua akan selalu bersama.

Aku merasa kalau aku telah mengatakan sesuatu yang agak norak, jadi aku khawatir dan berharap Luna akan mengatakan sesuatu. Lalu, aku menyadari ada yang aneh pada Luna.

...Ada apa?

Air mata mengalir dari mata Luna. Karena kami sedang mandi, aku sempat berpikir itu mungkin air atau keringatnya, tapi melihat matanya dan hidungnya yang merah, aku tahu dia sedang menangis.

...Ini pertama kalinya aku dibilang seperti itu setelah selesai melakukan s*ks dengan seorang pria.

Setelah mengusap hidungnya, Luna menunduk dan berkata.

Sebelum melakukannya, mereka selalu mengucapkan kata-kata penuh gairah atau manis, tapi... satu-satunya orang yang bisa mengobrol dengan begitu menyenangkannya setelah selesai hanya kamu saja, Ryuuto.

Dia bergumam dan terlihat serius, seolah-olah mengingat masa lalu.

“Karena ‘Pria akan merasa lelah setelah selesai,’ jadi mereka tidak mau berbicara denganku... mereka bahkan tidak mau menatap mataku.

Aku bertanya-tanya mengapa aku begitu terpesona oleh tatapan sedih di wajahnya, sehingga aku merasa seakan-akan aku terhisap ke dalamnya? Meski kami baru saja berpelukan, mau tak mau aku ingin memeluknya lagi.

Selama ini, aku selalu berpikir 'Pria memang seperti itu'... jadi aku pikir Ryuuto juga akan begitu. Tapi, Ryuuto berbeda. Kamu adalah satu-satunya pria yang memperlakukanku begitu.

Setelah mengatakan itu, Luna menatapku yang ada di sebelahnya.

Kenapa? Kenapa Ryuuto begitu baik?

Aku dengan lembut menyeka bekas air mata di pipinya dengan ujung jari yang basah. Dengan malu-malu, aku menjawabnya.

Karena aku 'benar-benar mencintaimu.'

Dan kemudian, dalam posisi seperti penguburan berjongkok di bak mandi yang sempit, kami kembali berpelukan.

Dalam pelukanku, Luna kembali sedikit menangis.

 

 

 

Sebelumnya Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama