Chapter - 23
"Jadi, apa yang sedang kau khawatirkan?"
Saat ini, aku sedang berada
di sebuah kamar di dalam rumah sakit, ditatap langsung seorang wanita yang
dirawat di sini. Wajahnya tampak seperti ingin memastikan sesuatu
dariku. Wanita itu sendiri cukup cantik, dan sejujurnya, ditatap olehnya
membuatku sedikit gugup. Tapi…
"Tidak, bukan seperti
aku ingin curhat pada anda atau apapun."
“Jangan mengkhawatirkan hal
yang sepele. coba katakan padaku? ”
Dia sama gigihnya dengan
nenekku. Tidak juga, aku tidak perlu curhat pada orang lain ... Aku adalah
tipe orang yang memikirkan banyak hal dan merenungkannya pada diriku sendiri.
“Beneran, aku baik-baik
saja. Kalau begitu, aku akan pergi sekarang ... ”
"Ah ~ tunggu
sebentar."
"… Apa itu?"
"Tak masalah jika kau
tidak ingin berbicara mengenai kekhawatiranmu, hanya berbicara dengan bibi tua
ini sebentar."
"... Maaf, tapi aku
masih ada hal lain yang harus kulakukan."
Itu benar, aku perlu
berkonsentrasi dan memikirkan kejadian yang terjadi dengan Mamiko. Aku harus
memikirkan kembali semua tindakanku sejauh ini, dan merenungkannya.
"Fuun ~ Apa yang akan
kau lakukan?"
"Ini tidak ada
hubungannya dengan anda."
Karena bibi ini begitu
gigih, kata-kataku menjadi sedikit tidak sopan.
“Tidak perlu marah begitu. Selain
itu, aku tahu semuanya. ”
"… Apa maksud anda?"
"Kau, bertengkar
dengan pacarmu tadi, iya ‘kan?"
"!!!"
Ke-Kenapa ...
Mungkin orang ini adalah
peramal nasib, atau sesuatu seperti itu ...
"Yah, aku hanya kebetulan
berada di sana ketika insiden itu terjadi ~"
“... Jadi begitu
rupanya. Anda mengagetkanku…"
Aku baru saja akan menghela
nafas lega, saat wanita itu menjatuhkan bom lebih besar dari apa yang dia
katakan sebelumnya.
"Dan, pacarmu itu ...
Dia adalah putriku ~"
"...…...."
Aku berjalan keluar ruangan
dan berbalik. Di sana, tepat di bawah nomor kamar, adalah kata-kata yang
ditulis Kii. Tidak ada orang lain di ruangan ini, jadi nama belakang
wanita itu pasti Kii. Dan nama belakang pacarku juga, Kii.
Sekali lagi, aku perlahan
memasuki ruangan. Aku tak sadar tentang ini sebelumnya, namun wanita ini
memang terlihat sedikit mirip Mamiko. Meski gaya rambutnya pendek, ia
memiliki rambut hitam yang cantik seperti Mamiko. Dia juga memiliki
kelopak mata yang panjang. Ada beberapa bagian dirinya yang mengingatkanku
pada Mamiko.
"Baiklah, Apa
sekarang kau percaya pada bibi ini?"
Wajah puas yang
ditunjukkannya membuatku merasa sedikit terganggu, tetapi tak ada alasan bagiku
untuk tidak setuju.
"Ya, aku percaya pada
anda."
Aku berkata begitu sambil
melihat ke bawah. Ini buruk, karena aku mengetahui bahwa dia adalah orang
tua Mamiko, aku menjadi gugup. Apalagi, dia melihat percakapan kami dari
sebelumnya. Kuharap dia tidak marah ...
“Ngomong-ngomong, aku minta
maaf tentang kemarin. Kalian punya rencana untuk belajar, kan? ”
"T-Tak apa-apa, anda
tidak perlu mengkhawatirkan hal itu."
"Tidak tidak, aku merasa
keberatan ~ Gadis itu terlihat sangat murung kemarin."
"Yah, itu karena
O-okaa-san mengalami kecelakaan." (TN: Okaa-san adalah panggilan ibu dalam
bahasa Jepang, dan biasanya cara orang merujuk pada ibu orang lain.)
“Memang ada bagian itu
juga, namun gadis itu terus berkata, ‘maafkan
aku Yoshiki-kun’, sepanjang waktu.”
"Apa….benar
begitu?"
Perasaan apa ini, seolah-olah
bendungan baru saja meledak dan meluap? Maksudku, aku tak pernah meminta
untuk meminta maaf sebanyak ini.
"Namun, kau akhirnya
bermain-main dengan gadis lain, kan?"
Sepertinya pertengkaran kami
terdengar cukup jelas. Ibu Mamiko melihat ke arahku, menatapku dengan
intens. Seperti yang diharapkan dari orang tua dan anak, cara mereka marah
sama-sama menakutkan.
"Tidak, ini bukan
seperti aku sedang bermain-main."
Saat aku panik dan mencoba
memberi alasan, ibu Mamiko berkata, “Fufu”, dan tersenyum.
“Aku sebenarnya tidak
semarah itu. Tentu saja sebagian kesalahan ada pada dirimu, tapi tampaknya
Mamiko juga perlu sedikit berubah. ”
“Tidak, kali ini benar-benar
kesalahanku. Tak perlu alasan bagi Mamiko… san untuk berubah. ”
"Ada. Anak itu,
terlalu bergantung padamu. ”
"..."
Samar-samar aku berpikir
seperti itu juga, tapi ...
"Kau memang orang yang
baik. Itu sebabnya aku mengerti mengapa Mamiko sangat
menyukaimu. Tapi, perbuatan yang dia lakukan terlalu ekstrim, iya ‘kan ?.
”
"… Maksudku…"
Aku benar-benar ingin
menyangkalnya. Aku ingin mengatakan bahwa perasaan Mamiko untukk diriku
adalah normal, tapi kata-kata itu tidak bisa keluar dari mulutku. Hanya
berpikir tentang bagaimana dia berpacaran dengan laki-laki yang tidak dia ajak
bicara selama lebih dari 10 tahun dan situasinya sudah tidak terkendali lagi.
Dari sudut pandangku, itu
bukanlah sesuatu yang menggangguku, namun secara obyektif, ini adalah sesuatu
yang bisa menimbulkan ketakutan. Ketika mengenai situasi yang sekarang,
itu memang karena kurangnya tanggung jawabku. Tanpa diragukan lagi, itu
adalah kesalahanku. Namun, mengingat tindakannya sebelumnya, aku tidak
bisa menolak kata-kata ibu Mamiko.
“Seperti yang kuduga, dia
bertindak sedikit ekstrim. Haa ~ ”
Melihat wajahku, ibu Mamiko
memegang pelipisnya dan menghela napas. Desahannya merupakan desahan yang
akan kau berikan jika anakmu sendiri telah melakukan kesalahan.
Tidak, itu mungkin sedikit berbeda.
“Umm, tak peduli bagaimana keadaan
Mamiko sekarang, aku masih bisa mencintainya. Aku memiliki keyakinan dalam
hal itu. ”
Saat aku mengatakan itu, ibu
Mamiko mulai pergi, melihat ke arahku, dan sekali lagi menghela nafas.
"Kau, mungkin akan
dibunuh oleh Mamiko, tahu?" (TN:
Ibunya sendiri ngakuin kalo Mamiko itu yandere :v)
"Eh, apa?"
“Tipe orang seperti itu
memang ada. Tipe orang dengan perasaan romantis yang begitu besar sampai
akhirnya tidak bisa terbendung. ” (TN: Hati-hati milih pacar, bisa jadi pacamu
itu Yandere :’v)
"Tapi, bukannya tak
masalah selama aku tidak mengkhianati harapannya?"
“Kau mungkin berkata
begitu, tapi kau masih remaja. Seseorang yang sangat kau sukai daripada
Mamiko mungkin akan muncul. "
“Tidak, kupikir itu
mustahil. Aku sangat menyukai Mamiko sebanyak mungkin yang aku bisa. ”
“Pernyataan itu sangat
naif, Nak. Setiap orang pasti akan berubah, dan pada saat itu, aku tak
berpikir kau akan menyukai Mamiko sebanyak yang kau lakukan sekarang. Kau
tahu, hanya ada segelintir pasangan yang aku tahu dari SMA yang berakhir
menikah. ”
"Lalu, kita akan
menjadi bagian dari segelintir itu."
Entah kenapa aku merasa
sedikit kesal. Dia berbicara padaku dengan cara merendahkan hanya karena
dia sudah dewasa. Itu sebabnya aku menjawab lebih kuat dan lebih gigih
dari biasanya.
“Aku ingin anak itu
mengalami berbagai jenis pengalaman. Gadis itu tidak mengenal banyak
laki-laki selain dirimu. Ada banyak laki-laki yang lebih baik dari dirimu,
‘kan? Aku ingin dia mengerti hal itu. ”
"Mengapa tak bisa diriku?
"
Saat aku mengatakan itu,
dia menatapku dengan mata seperti dia sedang mencoba menghibur anak kecil.
“Aku akan mengajarimu
sesuatu. Menjadi dewasa artinya mengetahui kenyataan. Berinteraksi
dengan hal-hal yang berbeda, orang-orang yang berbeda dalam
masyarakat. Itulah artinya menjadi manusia, begitu juga dengan lawan
jenis. Begitu kau memahami hal ini, itu artinya kau sudah menjadi dewasa.
”
"..."
“Kemudian, ketika kau
menjadi dewasa, saat itulah dua orang benar-benar bisa menjadi
pasangan. Bisa menemukan sisi baik dan buruknya seseorang, menerima dan
memaafkan satu sama lain, itulah arti menjadi pasangan. Tapi aku tidak
bisa melihat kalian berdua menjadi pasangan di masa depan. Aku hanya bisa
melihat perasaanmu seperti anak kecil yang tidak mengerti. ”
Kata-kata dari orang dewasa mulai
membebani lebih dan lebih berat di pundakku. Ini memberikan ilusi bahwa
gravitasi bumi menjadi jauh lebih kuat.
“... Itu sebabnya, aku
ingin kau putus dengannya. Bukannya aku tidak menyukaimu. Sebaliknya
aku menyukaimu, kau adalah anak yang baik. Namun, aku ingin kau putus
dengannya demi pertumbuhan anak itu. "
"..."
“Jika itu sekaranag, kurasa
itu tidak akan meninggalkan luka yang terlalu dalam. Aku pikir jika itu dirinya,
dia akan bisa mengerti dan tumbuh sedikit dan move on ke hubungan lain. ”
Terus terang, kesan ceria
orang ini sejak pertama kali kami bertemu sekarang hilang. Sejujurnya, apa
yang dia katakan memang tidak salah.
Aku masih anak-anak, dan aku
tidak mengerti kenyataan. Namun, karena aku masih anak-anak. Itu
karena aku anak-anak maka tak masalah. Itu karena aku seorang anak-anak
maka aku ingin menghormati kemauanku. Bahkan jika itu seperti yang
dikatakan orang ini, bahwa hal ini pada akhirnya akan mengarah pada sesuatu
yang buruk, sekarang, aku tidak ingin berpisah dengannya. Dengan hatiku
seperti ini, mana mungkin aku akan melarikan diri.
“Aku tidak mau. Aku
tidak ingin putus dengannya. ”
Saat aku mengatakan itu,
wanita itu mendesah untuk ketiga kalinya. Itu lebih dalam dari sebelumnya,
menunjukkan kekagumannya pada pendirianku.
"Fufu ~ Kurasa kau takkan
mau mendengarkan saranku tak peduli berapa kali aku mengatakannya, ya ~"
"Aku minta maaf, itu
karena aku masih anak-anak."
“Yah, jika kau rela sejauh
itu, maka aku akan menyerahkannya padamu. Aku berharap yang terbaik,
Yoshiki-kun. ”
“Y-Yeah, aku akan melakukan
yang terbaik. Ah, kalau begitu aku akan pergi mencari Mamiko. ”
Aku ingin melihat Mamiko
secepat mungkin. Aku akan meminta maaf sedalam-dalamnya dan mengatakan
perasaanku padanya. Saat aku meninggalkan ruangan dengan keyakinan seperti
itu, seseorang muncul di hadapanku.
Tidak, itu
sebaliknya. Orang ini hanya berdiri di sini, dan aku akhirnya tiba-tiba
keluar. Aku begitu tenggelam dalam pikiranku sendiri sampai aku tidak
memperhatikan dirinya.
"Permisi ...
Mamiko?"
"... Ya, ini
Mamiko."
Itu benar, orang yang berdiri
di luar ruangan adalah orang yang paling ingin aku temui saat ini. Ada
banyak hal yang ingin kuminta maaf, tetapi karena ini begitu mendadak, kepalaku
tidak bisa berfungsi dengan benar.
“Ummm, Mamiko. Aku
benar-benar minta maaf. ”
"Aku merasa lega !!
Yoshiki-kun ~ !!"
Lalu, Mamiko memegangku dan
menenggelamkan kata-kataku. Suaranya terlalu keras sampai bisa terdengar
keluar ruangan, jadi orang-orang di aula itu akhirnya menatap kami. Meski,
mungkin ada sedikit kebencian karena berpelukan di dalam aula.
"T-Tunggu sebentar,
Mamiko, suaramu terlalu keras."
“Tak apa-apa, aku tak
peduli sama sekali. Aku sangat lega karena kau tidak ingin putus denganku
~ ”
Ah, dia mendengar
percakapan kami sebelumnya. Itu tidak bagus, ini sangat
memalukan. Tapi, melihat Mamiko seperti ini, kurasa tak
apa-apa. Tunggu, yang lebih penting ...
"Tidak, maksudku, aku
minta maaf. Aku minta maaf karena telah menyakitimu Mamiko. ”
"Tak
apa-apa! Tidak ada masalah sama sekali, jadi tolong, aku hanya ingin
bersamamu ... ”
Tidak, saat kau menunjukkan
padaku emosi seperti itu, perasaan maafku akan mulai menghilang ... Sementara
aku memikirkan itu, aku melihat Mamiko yang menekan wajahnya ke
dadaku. Melalui rambut hitamnya yang indah, aku bisa melihat air mata di
matanya. Melihatnya seperti itu, aku membuang semua pikiranku, dan berhenti
berpikir hal yang tidak perlu.
Pada akhirnya, kami terus
di sana saling berpelukan sampai seorang perawat memanggil kami.
Hmm memilih untuk tetap bersama seorang Pure-Yandere :v
BalasHapusHebat sekali Kau Yoshiki! :'v