Chapter
– 34
<Sudut Pandang Yoshiki>
Saat naik kereta untuk pulang kembali
rumah, aku hanya bisa menatap ke luar jendela dengan pandangan kosong. Meskipun
kereta ini jarang ada penumpang seperti biasa, Mamiko, yang biasanya ada di
sampingku, tidak ada di sana. Yah, karena hari ini dia datang dengan mobil. Namun,
bahkan jika Mamiko datang dengan kereta, kami mungkin akan terpisah satu sama
lain seperti ini.
Mengapa? Karena
kita berdua sudah tidak berpacaran lagi.
Ini
adalah minggu terakhir liburan musim panas.
Aku
menyelesaikan semua tugas musim panasku, dan sekarang aku berada di rumah dan
tidak melakukan apapun, hanya duduk dalam keadaan linglung. Menghabiskan
waktuku seperti ini adalah pemborosan, aku mengerti itu, tapi sekarang
sepertinya aku tidak bisa melakukan apapun.
Jika aku
mencoba menulis cerita, membaca manga, atau bahkan bermain game smartphone, aku
akhirnya berpikir tentang wajah Mamiko. Dan setiap kali itu terjadi, air
mata langsung keluar di mataku. Aku penasaran sudah berapa kali aku
menangis sejak Mamiko putus denganku seminggu yang lalu. Sejujurnya, aku tak
berpikir bahwa aku sangat menyukainya. Berpacaran dengannya adalah sesuatu
seperti tak sengaja, tapi entah mengapa, aku akhirnya jatuh cinta padanya.
"Haha
... bodohnya aku."
Pada
saat itu, aku seharusnya meminta maaf kepada Mamiko lebih cepat. Sebelum
itu, aku seharusnya lebih menghargainya. Karena dia adalah pacarku, aku
menganggapnya sebagai hal yang biasa. Jika dia marah, Mamiko akan tetap
memaafkanku, pikirku. Pada akhirnya, keyakinan naif itu adalah akhir
dariku. Aku benar-benar ingin memukul diriku yang dulu. Dan kemudian aku
ingin memberi tahu dia untuk lebih menghargai Mamiko.
Namun, itu
sudah terlambat. Mamiko sudah meninggalkanku. Aku yakin dia lelah
denganku sekarang. Kemudian, setelah liburan musim panas berakhir, dia
mungkin akan berpacaran dengan seorang lelaki yang lebih baik ...
"Haha
... aku tidak menyukai itu ..."
Membayangkan
Mamiko berpacaran dengan lelaki lain saja sudah membuatku merasa cukup buruk
untuk muntah. Walaupun sekarang aku hanyalah orang asing bagi
Mamiko. Tidak ada hubungan apapun di antara kita lagi.
... Itu
tidak bisa dihindari, aku masih sangat menyukai Mamiko. Aku sangat
menyukainya sampai membuat hatiku hancur. Dalam sehari, hanya itu yang
bisa kupikirkan ketika aku duduk tanpa melakukan apa-apa.
“Aku
ingin melihatnya. Aku ingin menghabiskan waktu bersamanya lagi ... ”
Aku
menyuarakan harapanku, tapi aku mengerti bahwa harapan itu tak mungkin
dikabulkan.
****
<Sudut
Pandang Mamiko>
Aku
akhirnya mengatakannya.
Aku
hanya ... mengatakannya.
Satu
minggu yang lalu, aku menyukainya, aku benar-benar menyayangi Yoshiki-kun,
namun aku mengatakan kepadanya, “Ayo kita putus.” Aku mengatakan itu pada
Yoshiki-kun, orang yang ingin kunikahi. Namun, entah mengapa aku tidak
menyesalinya. Meskipun begitu, karena aku masih sangat menyukai
Yoshiki-kun, ada banyak waktu selama minggu ini dimana aku menangis ketika
memikirkannya.
Tetap
saja, jika Yoshiki-kun merasa senang, maka aku baik-baik saja dengan tidak
bahagia. Jika dia bisa bersama dengan seseorang yang sangat dia sukai,
tertawa dan tersenyum, maka aku tidak punya masalah dengan itu. Aku
mungkin takkan pernah bertemu seseorang yang aku sukai sama seperti aku
menyukai Yoshiki-kun, tapi jika dia bahagia, maka aku akan baik-baik saja.
Aku akan
hidup hanya dengan kenanganku tentang dirinya. Pergi ke sekolah
bersamanya, berpegangan tangan dengannya, dan bahkan menciumnya. Pergi
berbelanja dengannya dan menemui orang tuanya. Semua itu sangat
menyenangkan. Sungguh, itu semua sangat menyenangkan ... Selama aku
memiliki kenangan ini ... aku bisa hidup ......
“Hidup…
aku tidak bisa ~. Aku sudah tidak bisa melanjutkan hidup seperti ini~.
"
Saat aku
di tempat tidur, semua perasaan yang aku tahan, mulai meledak. Sejumlah
besar air mata mulai keluar.
"Tidak,
aku tidak ingin putus ~ aku ingin selalu bersama selamanya."
Namun,
ketika aku melihat Yoshiki-kun bersama dengan gadis itu, aku tidak bisa memikirkan
alasan bagiku untuk berada di sana. Aku pikir aku tidak dibutuhkan.
Namun
tetap saja, perasaanku.
“Aku
ingin bersama. Aku sangat mencintaimu, jadi aku ingin menjadi kekasihmu
selamanya ~ ”
Segera
setelah aku diliputi oleh perasaanku sendiri, kata-kataku menjadi kata-kata
yang seharusnya aku katakan kepada Yoshiki-kun.
"Yoshiki-kun
juga mengatakan bahwa dia menyukaiku ... kenapa dia harus bersama gadis lain
~?"
Aku
mengerti bahwa apa yang aku katakan semakin bertambah egois, tapi aku tidak
bisa menahan diri.
"Sungguh,
bermain-main denganku, Baka! Bakabakabakabaka !! Yoshiki-kun ... Yoshiki-kun
..."
Mudah
sekali jika aku hanya berkata, “Aku membencinya”? Namun, perasaanku justru
sebaliknya, aku tidak bisa memaksakan diriku untuk mengucapkan kata-kata itu.
"Uuuu
~ Yoshiki-ku ~ n ... Yoshiki-ku ~ n ... Aku ingin melihatmu ~ Aku ingin kau
peduli padaku ~"
Sebaliknya, aku akhirnya
mengatakan kata-kata sedih sembari air mata mengalir di wajahku.
Flag kematian Yoshiki?
BalasHapusGw kok kengat school day
BalasHapusDead end?
BalasHapusjan bundir ngab
BalasHapus