Chapter 1 — Teman Masa Kecil, Hanazono Hana
Ketika aku pertama kali memakan
onigiri yang dibuat oleh teman masa kecilku... Aku tersentuh oleh kelezatannya,
aku merasakan sesuatu yang mengganjal di dada.
[Sekarang,
aku bisa melihatmu tersenyum. Ini pertama kalinya aku melihat wajahmu seperti
itu].
Teman masa kecilku yang ada di
sampningku menertawakan reaksiku.
◇◇◇◇
Bel yang menandakan pulang
sekolah akhirnya berbunyi. Hari ini, aku pulang sekolah tanpa berbicara dengan
siapa pun, seperti biasa.
Aku selalu sendirian di dalam
kelas. Saat kelas ramai di sekelilingku, aku melamun.
Aku, Tsuyoshi Toudo, bersekolah
di sekolah SD khusus.
... Karena berbagai hal dan
keadaan, aku mulai bersekolah di sekolah SMP setempat.
Sebagian besar siswa di SMP
lokalku berasal dari SD lokal.
Jadi aku tidak bisa mendapatkan
teman. Atau lebih tepatnya, aku tidak pernah diajari cara berteman.
Aku akhirnya menginjak kelas 2
SMA tanpa memiliki teman.
——Pria
aneh tanpa akal sehat yang isi pikirannya begitu kacau.
Begitulah penilaian teman
sekelasku terhadap diriku.
Tapi, ada beberapa gadis
eksentrik yang masih mendekatiku.
Teman masa kecilku semenjak masih
sekolah TK, ketua kelas dari kelasku, adik kelas yang energik, dan seorang gadis
dari pekerjaan sambilanku.
Meski aku berusaha berinteraksi
dengan mereka, aku tahu kalau mereka hanya memanfaatkanku. Tidak ada alasan bagi
mereka untuk bersikap baik padaku.
Namun aku tidak terlalu peduli
dengan hal itu. Hubunganku dengan mereka merupakan salah satu dari sedikit hal
yang membuatku merasa memiliki kehidupan sekolah yang normal.
Dari mereka, aku dapat belajar
tentang sistem kasta sekolah, seluk-beluk hubungan, dan masa remaja.
Aku berjalan pulang ke rumah
setiap hari dengan teman masa kecilku yang sering bermain denganku ketika masih
TK, Hanazono Hana.
Ketika aku berjalan pulang
bersamanya, kami selalu berhenti untuk membeli makanan ringan. Aku memastikan
untuk membayarnya, membaca situasi.
Terkadang aku menemaninya
berbelanja dan membawakan tasnya. Kadang-kadang aku pergi bersamanya untuk
menonton film horor yang tidak bisa ditontonnya sendirian.
Pada malam hari ketika dia
tidak bisa tidur, aku tetap meneleponnya. Aku sudah membantu mengajarinya untuk
ujian dan mengerjakan PR bersama dengannya.
Walaupun aku tidak terlalu
tertarik pada percintaan, melalui dirinya, aku bisa memahami sedikit tentang
hubungan antara pria dan wanita.
Jika aku tidak salah, dia
tertarik padaku. Dan kupikir aku juga tertarik padanya.
Setidaknya, begitulah caraku
memandang hubungan kami.
◇◇◇◇
“Hm, kurasa sudah waktunya.”
Aku bisa merasakan kalau jam
pelajaran di kelas sebelah sudah berakhir.
Aku menghentikan lamunanku dan
berdiri dari tempat dudukku. Aku punya rencana untuk berjalan pulang dengan
teman masa kecilku lagi hari ini.
Lorong-lorong sekolah dipenuhi
dengan siswa yang berisik. Aku tidak keberatan sendirian di antara keributan
itu. Hal tersebut membuatku merasa seperti menjalani kehidupan sekolah yang
normal.
Ketika aku hendak memasuki
ruang kelas sebelah, aku samar-samar mendengar suara obrolan yang ada di dalam
kelas.
Hanazono sedang berbicara
dengan teman-teman sekelasnya.
“Oiya, bukannya Hana-chan
berpacaran dengan Toudou-kun?”
“Dan bukannya Hana-chan terlalu
imut untuknya?”
“Ya, ia terlihat biasa-biasa
saja. Apa menurutmu dia tidak tertarik dengan cowok lain?”
Aku mendengar dengan jelas
suara Hanazono menimpali.
“Uh, oh, um, ya! Cowok yang aku
taksiri adalah Midosuji-senpai dari klub basket! Ah, pria seperti dirinya hanyalah
teman masa kecil yang seba guna untuk bergaul denganku sebagai rasa hormat! Ia
cuma cowok praktis yang bisa aku manfaatkan!”
“Sudah kuduga~”
“Midosuji-senpai memang sangat
keren, iya ‘kan~!”
Aku mengetuk pintu kelas. Lalu
aku masuk ke dalam kelas.
“Permisi. Hanazono, apa kita
tidak pulang saja hari ini?”
Aku mendengar suara Hanazono yang
terkejut berteriak, “Ehh!?”
Gadis-gadis itu menghentikan
percakapan mereka.
“Ahhh, eh iya! Aku akan pulang
sekarang. Um, eh, tentang apa yang baru saja kukatakan tadi—”
“Pfft, pria idamanmu sudah
datang, tuh.”
“Bodoh, ia bisa mendengarmu,
tau.”
“Mana mungkin ia bisa mendengar
kita.
Aku punya pendengaran yang baik
jadi aku bisa mendengar semuanya. Tapi kurasa aku harus berpura-pura tidak
mendengarnya, seperti siswa biasa?
“Ehh, udah dong... Astaga,
sampai jumpa lagi besok!”
Hanazono melambaikan tangan
kepada teman-temannya.
◇◇◇◇
Aku dan Hanazono berjalan
pulang bersama hampir setiap hari. Dia adalah teman masa kecilku dari sekolah
TK yang bertemu kembali denganku saat mulai masuk sekolah SMP.
Berkat Hanazono, aku dapat
belajar tentang kehidupan sekolah meskipun aku pendiam dan tidak tahu apa-apa
mengenai akal sehat.
“Hei, umm, apa kamu mendengar
apa yang aku bicarakan tadi?”
“Tadi? Aku tidak tahu.”
Hanazono menatap wajahku saat
dia bertanya.
Kurasa lebih baik kalau aku
berpura-pura tidak mendengar sesuatu yang tidak nyaman.
Itulah yang akan dilakukan oleh
seorang cowok yang serba guna.
Dan aku harus menyembunyikan
fakta bahwa aku memiliki perasaan padanya.
Lupakan tentang hal itu. Dia
menyukai pria yang bernama Midosuji-senpai.
... Hubungan manusia memang
rumit. Aku tidak mengerti sama sekali. Padahal aku meyakini kalau Hanazono
menyukaiku.
——Ah,
selalu seperti ini. Aku tinggal [Reset] hal-hal yang tidak menyenangkan dan
belajar kembali.
Kami berjalan dalam diam. Entah
kenapa udara terasa lebih berat dari biasanya.
Hanazono bertingkah gelisah di
sampingku. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu tapi dia masih merasa ragu-ragu.
Hanazono lalu mengeluarkan
sesuatu dari dalam tasnya.
“Um, hei, ini—”
Itu adalah surat cinta yang
dibungkus dengan amplop yang lucu.
Begitu rupanya, jadi ini yang
disebut surat cinta. Memang, aku hanyalah cowok yang serba guna. Aku memiliki
intuisi yang baik. Minggu lalu seorang gadis di kelas memintaku untuk
memberikan surat cinta untuk Samejima-kun.
Kali ini pasti sama. Dia ingin
aku memberikannya pada Senpai yang dia sukai, Midosuji-senpai.
Untuk sesaat, aku merasakan
sakit di dadaku.
Aku tidak mengerti rasa sakit
ini, karena aku telah menghapus rasa sakit tersebut berkali-kali.
Berulang kali, lagi dan lagi, aku
terus [Mereset] dan menghapus rasa
sakit dari hatiku.
Menghapus semua emosi di dalam
diriku yang menyebabkan rasa sakit di hatiku.
Itulah [Reset].
Ketika aku masih kecil, aku selalu
mengalami sakit kepala karena aku tidak bisa melakukan [Reset] dengan baik, tetapi sekarang aku baik-baik saja.
Efek sampingnya adalah ingatan
masa lalu aku sangat samar-samar ....
Tapi masih ada beberapa hal
yang terekam di dalam ingatanku sebagai kenangan.
Aku menatap wajah Hanazono
dengan saksama, membakarnya ke dalam pikiranku untuk terakhir kalinya.
Dia pasti cinta pertamaku.
Bahkan tanpa memahami perasaan cinta, aku telah membuka hatiku untuk
menghabiskan waktu bersama Hanazono yang ceria.
“A-Apa-apaan dengan wajah
itu...”
Hanazono memalingkan wajahnya
dengan malu-malu. Aku bisa merasakan perasaan kasih sayang darinya, tapi itu
tidak ditujukan padaku.
Itu ditujukan pada orang lain.
Dadaku terasa sesak. Perasaan
yang tidak menyenangkan muncul di dalam diriku, rasanya sangat menyakitkan.
Perasaan ini sungguh tak tertahankan. Aku benar-benar tidak bisa menjalani
kehidupan yang normal. Aku benci merasakan hal yang mengerikan ini.
Jadi aku—
Mengatur
ulang semua perasaanku terhadapnya.
“Ka-Kamu kenapa, Tsuyoshi!?
Wajahmu kelihatan sangat pucat sekali!”
Aku berdiri dalam diam sembari
menatap langit. Detak jantungku kembali normal. Suhu tubuhku menurun. Jantungku
terasa kosong. Aku akhirnya tidak merasakan apa-apa lagi.
Waktu yang aku habiskan bersama
Hanazono sekarang hanya tinggal kenangan. Dalam sekejap, aku menghapus semua
[kasih sayang] yang perlahan-lahan aku kembangkan untuk Hanazono selama
bertahun-tahun.
Hal ini bukan metafora atau
lelucon, melainkan sebuah kenyataan.
Aku sama sekali tidak memiliki
perasaan yang tersisa untuk Hanazono di dalam diriku sekarang.
Bagiku yang sekarang, Hanazono sudah
kuanggap seperti orang asing.
“Ah, baiklah, aku mengerti. Aku
harus memberikan ini padanya? Aku sering diminta untuk memberikan sesuatu, jadi
tidak ada masalah.”
Hanazono berhenti berjalan.
Dia terlihat bingung ketika
menatap wajahku. Nada suaraku pasti berbeda dari biasanya.
“Hah? Kamu ini bicara apa? Dan
wajahmu sangat menakutkan...”
“Bukan apa-apa. Aku mungkin
tidak ahli dalam hubungan pribadi, tapi aku akan melakukan yang terbaik."
Hanazono terlihat gelisah
tetapi juga malu.
“Hehe... jadi kamu akan
menerimanya?”
“Ya, aku akan menyelesaikan tugas
yang diminta dengan baik.”
“Hm? Yah, baiklah~! Mari kita
terus bergaul dengan baik mulai sekarang juga!”
“Ya, maafkan aku, tapi aku akan
segera menyampaikan ini pada Midosuji-senpai. Permisi.”
Aku lari.
Aku bisa mendengar teriakan
Hanazono dari arah belakangku.
“Apaaaaaaaa!? Ah, kamu! Tunggu
sebentarrrrrr!”
Dia pasti merasa malu. Tapi hal
tersebut bukan masalahku lagi.
Karena aku sudah benar-benar mengatur ulang semua perasaanku terhadap
Hanazono-
◇◇◇◇
Setelah hari itu, aku berhenti
berjalan pulang bersama Hanazono.
Ketika aku melihat wajah
Midosuji-senpai saat aku menyerahkan surat cinta Hanazono, aku pikir semuanya
akan berjalan dengan lancar. Ia adalah pria yang cukup tampan.
...
Hubungan antar manusia memang rumit. Saat masih di seklah SD, yang aku lakukan
hanyalah belajar dan berolahraga.
Kemudian, pada suatu hari,
Hanazono menerobos masuk ke ruang kelasku dengan momentum yang luar biasa.
Ketika dia melihatku, dia
menatapku dengan tajam. Dengan suara bergetar, Hanazono berkata kepadaku.
“Ka-Kamu! Kenapa kamu
memberikan surat cinta yang kuberikan padamu kepada Midosuji-senpai! Padahal
surat cinta itu untukmu! Memangnya kamu ini bodoh!? Bu-Butuh banyak keberanian
untuk melakukannya! Da-Dan kenapa kamu tidak berjalan pulang bersamaku lagi...
kamu juga tidak menghubungiku...”
...
Apa sih yang dia bicarakan? Aku tidak mengerti situasinya sama sekali.
“Di kelas, aku mendengarmu
berbicara dengan teman-temanmu tentang bagaimana kamu [menyukai Midosuji-senpai]. Dan aku dengar kalau aku hanyalah teman
masa kecilmu yang serba guna. Jadi aku berasumsi kalau kamu memintaku untuk
memberikannya pada Midosuji-senpai.”
“Hah!? Aku tidak pernah
mengatakan hal seperti itu padamu!! ...... Tak bisa dipercaya. Hiks, hiks, hiks, te-tepat kupikir kita
bisa bersama...”
“Aku hanya dianggap sebagai
cowok yang serba guna. Kamu akan lebih cocok dengan seseorang yang lebih baik,
Hanazono.”
——Aku
juga memiliki perasaan padanya, tapi aku [mengatur ulang] perasaanku. Sekarang,
aku hanya melihatnya sebagai teman sekelas.
Keributan kami mendapat tatapan
penasaran teman sekelas kami. Jika ini terus berlanjut, rumor aneh tentang
Hanazono mungkin akan menyebar.
Aku menundukkan kepalaku dengan
tegas, dengan tulus meminta maaf.
“Begitu ya. Aku benar-benar
minta maaf. Aku takkan mendekatimu lagi. Tolong terimalah permintaan maafku
yang tulus...”
“Apa... itu hanya
kesalahpahaman, jadi... ayo kita jalan pulang bersama lagi... oke?”
——Waktu
yang sama takkan pernah kembali. Aku tidak bisa menyebabkan masalah lagi karena
kurangnya akal sehatku.
“Baiklah, aku mengerti. Jika
kamu merasa seperti itu, kamu bisa memanggilku kapan saja.”
“Ah....apa jangan-jangan yang itu?
Jangan bilang kalau kamu melakukan hal [Reset]
lagi...”
Wajah Hanazono mendadak jadi
pucat pasi. Terdapat jarak yang tak terjembatani di antara kami sekarang.
Ah, sudah kuduga, hubungan
antar manusia memang sangat sulit dipahami.