Tanin wo Yosetsukenai Chapter 15.5 Bahasa Indonesia

Selingan — Adik Perempuan

 

Saat aku tiba di rumah, aku menjumpai adikku berada di ruang tamu.

“Selamat datang kembali.”

Sayaka sedang meminum teh barley yang diambilnya dari dalam kulkas sambil mengenakan headphone di lehernya. Dia pasti turun karena kehausan.

Sejujurnya, aku sedang tidak mood untuk berbicara dengan Akuka. Perasaan suram karena melakukan kesalahan masih membekas di benakku. Sekarang sudah jam lima lewat.

“Ha~a ……”

Setelah kejadian di restoran tadi, aku keluturan tanpa tujuan di sekitar kota. Bukannya aku punya tujuan. Aku tahu kalau aku langsung pulang setelah peristiwa di restoran, kesalahanku hari ini akan kembali menghantuiku.

Aku mendapat secangkir teh barley dari Sayaka dan menyesapnya.

“Terima kasih.”

Saat aku hendak pergi, Sayaka memanggilku.

“Nee, kakak brengsek, kamu baik-baik saja? Kenapa wajahmu terliham suram begitu? ”

Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang.

“Aku baik-baik saja seperti biasa.”

Tapi Sayaka menatapku dengan tatapan curiga menghiasi wajahnya.

“Jika itu kamu yang biasanya, kamu akan langsung cerewet begitu kita bertemu, menyuruhku untuk tidak bermain game terus, atau belajar, atau merapikan sepatuku di pintu, dan lain sebagainya.”

“Ah, ……, itu benar. Kamu harus belajar dengan rajin. Dan jaga agar sepatumu tetap rapi ”

“Kedengarannya seperti kamu baru kepikiran tentang itu.”

Nyatanya, memang begitu. Kalau dipikir-pikir lagi, apakah kebiasaan mengkritik ini salah? Setiap kali aku melihat Sayaka, aku tidak dapat menahan diri untuk tidak mengeluh tentang kecerobohannya, dan aku penasaran apa ini sebabnya aku akhirnya mengkritik Enami-san juga.

“Dan cepat bersihkan kamarmu, oke? Aku yakin kamu masih nyemil makanan yang manis-manis lagi. Pastikan kamu membuang sampahmu sendiri. ”

“…… Biasanya, kamu akan mulai membersihkan kamarku langsung tanpa mengeluh.”

“…… Kenapa kamu tidak melakukannya sendiri untuk suatu perubahan?”

“Ini sih sudah cedera serius.” (TN: Si adiknya ini mengacu pada sesuatu dalam istilah militer seperti yang biasa dia omongin)

Sayaka memiringkan cangkir dan meminum teh barley. Tapi saat dia hendak meminumnya, teh tersebut tumpah dan memercik ke pakaiannya. Area dada dari hoodie yang dia kenakan menjadi basah.

“Astaga kamu ini gimana sih.”

Dia ini selalu kayak bocah terus. Aku tidak punya pilihan selain berbalik dan menyerahkan sapu tangan yang ada di kantongku padanya.

“Makasih.”

Tetapi, saat aku melihat Sayaka menyeka tempat yang basah dengan sapu tangan, aku kembali terkejut.

“Kalau dilihat baik-baik, ada bekas sisa makanan di mulutmu. Tidak, bukan sebelah itu, …… yang ini …… ah, sini biar aku saja. ”

Aku mengambil sapu tangan itu dan menyeka bekas makanan dari tepi mulutnya.

“Hmm?”

“Apa?”

Saat aku menyeka mulutnya, dia menatapku dengan curiga. Saat aku melipat saputangan, dia bertanya dengan nada ragu.

“Sudah kuduga, hari ini kamu bertingkah aneh sekali. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Hayo, jangan-jangan kamu habis ditolak ya? ”

“Ditolak apanya, bukan ada apa-apa. Tidak ada yang aneh sama sekali.”

“Hmm.”

Tapi dia tidak bertanya lagi setelah itu. Kurasa dia pasti berpikir tidak ada gunanya mengajukan pertanyaan lagi.

“Pokoknya, jangan ngemil lagi. Aku akan segera membuat makan malam, jadi jangan terlalu banyak bermain game dan belajar sana.”

“…… Iya deh, iya.”

Lalu aku kembali ke kamarku sendiri. Setelah mengganti dengan baju santai, aku melangkah ke ruang tamu lagi. Dan untuk beberapa alasan, aku menemukan Sayaka masih di ruang tamu.

“Ada apa?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

Dia berbaring di sofa sembari menonton TV, yang mana biasanya arang dia lakukan. Apalagi acara yang dia tonton adalah berita. Itu adalah pilihan yang tidak biasa bagi Sayaka.

“Kakak brengsek.”

Saat aku berada di dapur dan memakai celemek, dia memanggilku.

“Apa kamu tidak merasa kelelahan?”

Aku berhenti tepat saat ingin mencuci talenan.

“Lelah?”

“Iya. Aku pikir kamu terlalu memaksakan diri.”

“…… Aku tidak memaksakan diri, kok.”

“Gitu ya”

Cuma itu yang dia katakan dan mematikan TV. Kemudian, Sayaka berdiri dan menatapku.

“Apa lagi?”

“Bukan apa-apa. Hanya saja, jika kamu terlalu memaksakan diri, kamu akan diserang dalam tidurmu dan terbunuh di medan perang. "

“Tidak, tempat ini bukan medan perang, tau.”

Aku menggosok talenan dengan spons dan membilas busa dengan air keran.

“Baiklah, aku akan kembali ke kamarku. Panggil aku jika makanan sudah siap. ”

“Ya”

Dan kemudian dia keluar dari ruang tamu.

…… Sepertinya aku sudah membuatnya merasa khawatir. Aku meletakkan talenan di area memasak setelah selesai mencucinya dan menghela nafas.

Aku tidak memaksakan diri. Sama sekali tidak ada kebohongan dalam perkataan itu.

Nyatanya, aku hanya memilih jalan yang paling mudah bagiku. Sejak hari itu, segala sesuatu mengenai diriku berantakan. Demi melindungi kehidupan sehari-hariku serta melindungi diriku sendiri, tidak ada cara lain selain melakukan ini.

Aku menepak wajahku sendiri. Aku tidak bisa terus-terusan merasa putus asa.

-- Sekarang, menu malam ini enaknya masak apa ya?

Aku membuka pintu kulkas demi pengalihkan pikiranku.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama