Roshi-dere Vol.4 Chapter 08 Bahasa Indonesia

Chapter 8 — Tak disangka-sangka, Kejutan Saat Mengigau?

 

“Kuze-kun, Kuze-kun, ayo ke sini sebentar.”

Setelah menyikat giginya sebelum tidur, Masachika yang hendak kembali ke kamarnya, mendadak berhenti ketika mendengar suara Maria memanggilnya. Saat berbalik, Masachika melihat kalau Maria memberinya isyarat dengan wajahnya yang sedikit menyembul keluar dari kamar tempatnya dan Chisaki seharusnya tidur.

“? Ada apa, Senpai?”

“Hmm... yah, ayo masuk ke kamar dulu?”

“Eh, tapi...”

Memasuki kamar tempat dua gadis tidur itu sedikit kurang sopan …. Sebelum Ia bisa mengatakan itu, pintu kamarnya sudah terbuka duluan. Isi kamar yang ada di depan matanya tidak jauh berbeda dengan kamar Masachika dan Touya. Terdapat tempat tidur besar di kedua sisi dan jendela di depannya, lalu ada satu meja kecil dan dua kursi di depan jendela itu.

“Ayo, cepetan masuk~ masuk~”

“Hah ...”

Sembari memiringkan kepalanya pada kenyataan bahwa Ia tidak bisa melihat keberadaan Chisaki, yang seharusnya ada di sana karena suatu alasan, Masachika melangkah ke dalam ruangan saat dia memberi isyarat. Lalu…

“Ap—!!?”

Dua pasang baju renang yang telah dikeringkan di dalam ruangan menarik perhatian Masachika, dan Ia buru-buru memalingkan muka. Kemudian, saat melihat sosok Maria yang berada di depannya ketika memalingkan muka, Ia mundur dengan ringan.

(Ternyata dia memakai piyama, sialannnn!!)

Apalagi itu piyama untuk musim panas dengan bahan kain yang tipis. Lekukan tubuh glamor Maria bisa terlihat jelas dalam balutan piyama merah ceri yang cerah. Meski tidak terbuka, piyama yang sangat memikat dan tak berdaya itu tampak seksi di arah yang berbeda dari baju renang yang dikenakannya pada siang hari.

(Bukannya hal semacam ini tidak boleh kamu tunjukkan kepada orang lain selain keluarga atau pacarmu?)

Saat Masachika memikirkan hal itu sambil melihat area dadanya, yang sepertinya agak sesak di sana, Maria meletakkan kedua tangan di depan dadanya dan mengguncang badannya dengan tidak nyaman.

“Ja-Jangan dilihat-lihat terus~”

“Ma-Maaf.”

Walaupun Ia melakukannya dengan tidak sadar, perilakunya itu memang terlalu kasar dan tidak sopan kepada seorang gadis. Ketika Masachika mendongak dengan malu, Maria berkata dengan wajah yang sedikit malu-malu.

“Ak-Aku biasanya memakai bra malam, tau? Tapi aku lupa membawanya hari ini ...”

“...”

Masachika tidak bertanya tentang hal itu. Ia juga tidak peduli. Atau lebih tepatnya, tolong jangan sembarangan bilang kalau kamu tidak pakai bra. Ia pasti takkan menyadarinya jika kamu tidak memberitahunya! Mengapa kamu begitu blak-balakan mengenai itu, tidak seperti adik perempuanmu!

(Sudah kuduga, itu, sedikit ... menggantung, iya ‘kan.)

Masachika berpikir dalam-dalam sambil membiarkan pandangannya mengarah lebih jauh ke atas. Kemudian, Ia bertanya sambil menjaga area di sekitar bagian atas kepala Maria di tepi bidang penglihatan.

“Lantas, apa Senpai punya keperluan denganku?”

“Etto ... aku cuma ingin memberi kesempatan kepada Chisaki-chan dan Ketua untuk bisa berduaan.”

“? ...... Ahh~”

Dan kemudian, Masachika menebak. Sekarang, di ruangan tempat tidur Masachika dan Touya  ... Chisaki ada di sana.

“Jadi begitu maksudnya ya~...”

Memang, mereka sudah datang jauh-jauh ke vila untuk berlibur. Wajar-wajar saja jika sepasang kekasih ingin memiliki waktu berduaan. Jika itu masalahnya, Masachika tidak berniat melakukan sesuatu yang tidak peka untuk mengganggunya.

“Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu aku akan tidur di sofa yang ada di lantai bawah ...”

Ia tidak tahu apakah Chisaki berniat untuk tinggal di kamar Touya atau tidur di kamarnya sendiri, dan Ia sendiri tidak punya niatan untuk mengulik masalah tersebut. Itu akan kasar terhadap mereka berdua.

Oleh karena itu, sebagai cowok terhormat dan kouhai yang perhatian, Ia berniat tidur di ruang tamu di lantai bawah dan mengambil sikap, ‘Aku tahu kalian berdua mengobrol di malam hari, tapi aku tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi setelah itu’. Atau begitulah yang Masachika pikirkan, tapi…

“Kenapa? Kenapa kamu tidak tidur di sini saja?”

“Mana mungkin itu diperbolehkan, bukan?”

Saat Senpai-nya mengajurkan saran yang keterlaulan, Masachika langsung menimpali dengan wajah datar.

“Mana mungkin cowok dan cewek yang bukan sepasang kekasih untuk tidur di kamar yang sama, ‘kan. Bisa-bisa nama baik Masha-san akan ternodai.”

“Aku tidak terlalu peduli, lo~?”

“Akulah yang merasa peduli.”

Ketika Ia mengatakannya tanpa bercanda dan dengan nada yang sangat serius, Maria mengedipkan mata dan kemudian tersenyum lembut.

“Fufufu, Jika Kuze-kun sampai mengkhawatirkan sampai segitunya, kurasa aku akan baik-baik saja~. Tenang saja, kok? Aku bahkan takkan mengusulkan ini pada cowok yang tidak bisa kupercayai.”

Masachika sejenak kehilangan kata-kata pada kepercayaan murni yang diarahkan padanya dengan senyum polos. Dan kemudian, ekspresi Maria jadi sedikit lebih serius dan mengayun-ngayunkan jari telunjuknya.

“Di-tam-bah-lagii ... Jika gadis-gadis lain memergoki kalau Kuze-kun tidur di ruang tamu, semua orang bakal tahu mengenai pertemuan rahasia Chisaki-chan, iya ‘kan~? Kupikir itu akan membuat malu Chisaki-chan juga. Pasti rasanya canggung jika semua Kouhai menaruh perhatian padanya, ‘kan?”

“Tapi …”

“Walaupun mereka tidak mengetahuinya, tapi jika Kuze-kun masuk angin atau tidak bisa tidur nyenyak dan tidak bisa bersenang-senang besok, mereka berdua akan merasa kalau itu salah mereka, bukan? Oleh karena itu, jangan terlalu mengkhawatirkanku dan tidurlah di sini, mengerti?”

“...”

Masachika tak bisa berkata-kata berkat kefasihan dan dorongan yang kuat tidak khas dari Senpai-nya, yang selalu tampak memiliki kepribadian lembut dan ramah. Ketika Masachika masih ragu untuk mengangguk karena norma etikanya sendiri, Maria mencondongkan tubuhnya ke depan dan mengintipnya dari bawah.

“Kuze-kun.”

“? Iya?

Sambil meletakkan jari-jarinya di dada Masachika, yang mengangkat alisnya, Maria berkata dengan kesan seakan-akan ‘Jangan sampai membuatku mengatakan semuanya’.

“Anone, Kuze-kun sudah tidur di kamar ini. Jika dia punya alasan itu, Chisaki-chan bisa tinggal di kamar Ketua dengan bebas, ‘kan? Apa kamu paham?”

“!!”

Masachika melebarkan matanya karena terkejut saat mendengar kata-kata Maria. Jika kamu benar-benar peduli dengan sepasang kekasih itu, bantu mereka dengan memotong jalan kabur mereka. Itulah yang ingin Maria sampaikan. Masachika diyakinkan oleh gagasan yang tidak pernah Ia pikirkan ...

“... Tidak. Tidak, tidak, tidak, tidak.”

Begitu mengingat fakta yang serius, Ia segera menggelengkan kepalanya yang hampir saja mengangguk.

“Walaupun itu benar, tapi! ... Bukannya Masha-san sudah punya pacar? Aku tidak bisa membiarkan gadis yang sudah punya pacar, melakukan sesuatu yang akan membuatnya dicurigai selingkuh.”

Masachika mencoba menolak usulan itu karena keberadaan pacar Maria. Kemudian Maria perlahan bangkit dan memberitahu Masachika, “Tunggu sebentar, ya.” lalu berjalan ke tempat tidur di sisi kanan pintu masuk. Dia mengammbil smartphone yang diletakkan di atas bantal, mengutak-atik  smarphone-nya, dan menunjukkan sesuatu kepada Masachika.

“Iya, ini dia.”

“...?”

Di layar smartphone yang ditunjukkan padanya, ada foto Maria yang sedang memeluk boneka beruang raksasa dengan erat.

“? Boneka binatang yang besar?”

Ketika Masachika memiringkan kepalanya untuk menanyakan apa maksudnya, Maria menunjuk ke boneka binatang yang ada di gambar dan berkata.

“Biar aku perkenalkan. Pacarku, Samuel III!”

“……Haa?”

Masachika terkejut dengan komentar tak terduga Maria. Butuh waktu beberapa detik untuk membuatnya menyadari apa yang sebenarnya terjadi dan tanpa sadar menepuk dahinya.

“Ehh? Hmmmm? Dengan kata lain ... gosip kalau Masha-san punya pacar itu bohong...?”

“Hmm yah, kira-kira begitulah? Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh Kuze-kun, oke~?”

“... Hah”

Informasi mendadak yang diterimanya sangat mengejutkan sampai-sampai Ia tidak bisa mengikuti jalan pikirnya. Saat Masachika berdiri linglung, Maria tersenyum dan duduk di kursi dekat jendela, memberi isyarat pada Masachika untuk datang mendekatinya.

“Etto ... permisi?”

“Ya, selamat datang~”

Untuk menjawab pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya, Masachika duduk di kursi saat Maria mengundangnya. Kemudian, setelah mengatur pikirannya sedikit, Ia bertanya langsung.

“Etto, dengan kata lain ... Masha-san berpura-pura punya pacar sebagai alasan untuk menolak cowok yang ….berusaha mendekatimu?”

Tanpa menjawab tebakan Masachika ... Maria mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

“Bintang-bintangnya terlihat indah, ya~”

“Eh, aah ... benar juga?”

“Kira-kira apa itu karena udaranya sangat bersih. Aku jadi bisa melihat begitu banyak bintang-bintang~”

“Haa, yah mungkin saja begitu ...”

Ketika Maria bilang begitu, Masachika juga mengalihkan pandangannya ke langit berbintang di luar jendela. Setelah beberapa saat keheningan, Maria mulai angkat bicara.

“Aku meyakini, kalau yang namanya jodoh[1] itu ada.” 

Dia merangkai kata-kata itu sembari masih terus melihat ke luar jendela. Tanpa melihat Masachika, dia tetap melanjutkan kalimatnya.

“Seseorang yang kamu cintai dari lubuk hatimu ... Seseorang yang bisa membuatmu ingin mengabdikan seluruh hidupmu, dan membuatmu ingin menghabiskan sisa hidupmu bersama orang tersebut. Ya, aku mempercayai akan selalu ada seseorang yang bisa membuatku berpikir begitu.”

“...Kamu ingin bilang kalau semua cowok yang mendekatimu bukanlah orang yang ditakdirkan bersamamu?”

“Hmm... yah, memang.”

“Kenapa kamu berpikiran begitu?”

“Karena ... jika memang ditakdirkan, kamu bisa langsung mengetahuinya ketika melihatnya.”

Di hadapan Masachika yang  di dalam hati berpikir, “Rasa-rasanya dia mulai mengatakan sesuatu yang luar biasa, lo?”, Maria memejamkan matanya dan meletakkan tangannya di depan dadanya.

“Karena itu takdir... aku percaya, kalau kami pasti akan bertemu.”

Ucapannya terdengar seperti sebuah doa. Bagian tenang dari Masachika hanya mendecakkan lidah saat berpikir ‘Sungguh taman bunga yang mengagumkan... Tidak, lebih tepatnya ini adalah otak manga shoujo, ya’. Tapi ... di hadapan ekspresi Maria yang mirip seperti orang suci yang saleh, Ia tidak berminat untuk mengejeknya.

“Begitu , ya ... aku harap kalau Senpai bisa bertemu dengan orang yang dimaksud.”

Akibatnya, Maria memberikan senyum lembut ke arah Masachika, yang mengomentari hal itu. Masachika tersentak ketika melihat senyum dewasanya dan tatapan matanya yang lembut. Maria tiba-tiba mengendurkan ekspresinya, memiringkan kepalanya seraya berkata.

“Kalau Kuze-kun sendiri bagaimana?”

“Eh?”

“Di dalam kereta, Kuze-kun pernah bilang, ‘kan? Ada gadis yang kamu sukai saat SD dulu, tapi sekarang kamu tidak ingin merasakan jatuh cinta lagi.”

“Ah... ya, itu sih...”

“Kenapa bisa begitu?”

Mulut Masachika berkedut menjadi senyum masam pada pertanyaan yang menggali relung terdalam dari hatinya. Kemudian, saat Ia mencoba untuk menutupinya seperti biasa ... tatapan mata Maria yang seolah memaafkan segalanya ... secara alami menghapus ekspresinya.

“...itu karena … orang tuaku, mereka bercerai.”

Dan kemudian Ia mendapati dirinya mulai berbicara. Sampai saat ini... Ia tidak pernah memberitahu siapa pun tentang bekas luka emosionalnya.

“Mereka jatuh cinta... Saling mencintai satu sama lain dan bahkan mempunyai anak... Tapi pada akhirnya mereka berpisah dengan kebencian dan penghindaran ... memang benar kalau mereka saling mencintai, tapi.”

Suara bahwa Ibunya yang menyalahkan Ayahnya kembali muncul di dalam pikirannya Masachika secara refleks mengerutkan kening pada halusinasi tidak menyenangkan yang menggores otaknya.

“Sebenarnya, apa yang tidak dia sukai? Ayah memang jarang sekali ada di rumah karena pekerjaannya, tapi ... Ia selalu baik, dan meski Ia merelakan mimpinya sendiri untuk mengabdikan diri pada Ibu. ..... tapi Ibu selalu memarahinya.”

Mereka pikir kalau mereka sudah berhati-hati untuk tidak menunjukkannya di depan anak mereka. Namun, Masachika yang sejak kecil sudah cerdas, mau tak mau menyadari bahwa orang tuanya tidak akur satu sama lain.

Mengapa Ibu memukul ayah begitu keras? Apa ayah melakukan sesuatu yang salah? Masachika sudah lama merasa penasaran, tapi Ia tidak berani menanyakan pertanyaan itu di depan ibunya yang tenang... tapi pada suatu hari. Hari di mana ibunya membentaknya. Ia mulai menyadari. Ibunya adalah ... orang tak berdaya yang membalas kasih sayang dengan kebencian irasional.

“Sungguh konyol sekali ...”

Tanpa disadari, Masachika mendapati dirinya meludahkannya dengan penuh kebencian. Ia buru-buru menutup mulutnya, tapi Maria tidak tampak terkejut maupun mengerutkan kening, dia hanya memiringkan kepalanya dengan tatapan yang masih sama.

“Konyol? Apanya?”

“... Perasaan cinta.”

Entah itu didorong oleh sorot matanya, atau karena rasa jengkel. Masachika mengangkat ujung mulutnya dengan sinis, dan layaknya bendungan yang bocor, Ia melontarkan kata-kata yang hampir Ia telan.

“Lagi pula, mana mungkin untuk bisa terus mencintai satu orang. Tak peduli seberapa banyak usaha yang dilakukan, tak peduli seberapa banyak yang upaya yang diberikan, jika perasaan yang ada sudah mereda, semuanya akan berakhir, bukan? Setelah hati sudah tidak tertarik lagi, mana mungkin bisa menghidupkannya kembali. Bersikap serius tentang sesuatu seperti itu benar-benar konyol sekali.”

Setelah mengatakan semua itu dengan blak-blakan, Masachika tiba-tiba berpikir bahwa apa yang baru saja Ia katakan tadi adalah penyangkalan langsung terhadap pandangan cinta yang ditunjukkan Maria kepadanya. Saat tatapan Masachika tertuju ke lantai, dan menyesali bahwa Ia sudah membuat pernyataan yang ceroboh, Maria bangkit dari kursinya, mendekatinya dan ...... dengan lembut melingkarkan lengannya di bahu Masachika.

Perasaan lembut rambut Maria yang menyentuh pipinya dan sensasi lembut yang membelai kepalanya ... membuat mata Masachika melebar.

“Jangan khawatir ... tidak apa-apa.”

“...”

Maria berbicara dengan suara tenang kepada Masachika, yang kaku karena pelukan yang begitu mendadak.

“Kamu sangat menyayanginya ya ... tentang ibumu.”

“!”

“Sekarang pun …. kamu masih menyayangi ayahmu ya.”

“...”

Di hadapan suara yang sangat lembut itu ..... mana mungkin Ia bisa membuat bantahan dengan emosinya yang tersisa. Masachika diam-diam tenggelam dalam dekapan Maria.

“Jangan khawatir ... kebencian yang mendalam adalah kebalikan dari kasih sayang yang dalam. Jadi kamu jangan mengkhawatirkannya.”

“...”

“Kuze-kun adalah tipe orang yang bisa mencintai seseorang dengan baik.”

Kata-kata yang dituturkan dengan begitu lembut, secara mengejutkan masuk dengan mudah ke lubuk hati Masachika. Tangan yang membelai kepalanya terasa seperti sedang membelai ... Suou Masachika muda yang sudah Ia segel jauh di dalam alam bawah sadarnya.

“Ke ... napa……”

Kenapa setiap perkataannya begitu menyentuh relung hatinya? Mengapa tangan orang ini… sangat meluluhkan hatinya?

Bila dipikir-pikir kembali, saat itu juga sama. Pada waktu itu ...... di lorong kala senja, orang ini mengelus-ngelus kepalanya dan mengakui kalau dirinya sudah berjuang keras, bahwa dirinya sudah melakukannya dengan baik. Itulah kalimat yang Masachika ingin … ibunya katakan padanya saat masih kecil dulu. Itulah yang Ia inginkan.

Ia tidak ingat pernah mengatakan itu. Lagi pula, Ia sendiri bahkan tidak menyadarinya sampai sekarang. Namun, orang ini ... menanggapi sebagaimana mestinya pada tangisan hati yang Masachika sendiri tidak menyadarinya.

“Kenapa ... kamu bisa sangat memahamiku?”

“Hmm~? Fufuu, entahlah, kenapa ya?”

Maria dengan lihainya menghindari pertanyaan Masachika yang begitu blak-blakan. Kemudian, sambil memeluk bahu Masachika, dia mulai menepuk punggungnya seolah-olah sedang menenangkan anak kecil.

“U-Umm ...”

“Kamu boleh bersikap lebih manja lagi, lo~ Kuze-kun. Kamu bisa lebih dimanjakan lagi oleh seseorang.”

“...”

“Aku dulu pernah bilang, iya ‘kan? Kalau Kuze-kun, kalau kamu harus lebih menyayangi dirimu sendiri.”

“Eh, ah... hah”

“Kalau begitu, tolong lebih mencintai dirimu sendiri? Berbaik hatilah pada dirimu sendiri dan ... kamu bisa memanjakan dirimu sendiri. Aku akan memaafkannya.”

Begitu mendengar kata-kata itu, entah kenapa ... Ia tidak bisa menahan emosinya, dan butiran air mata berlinang dari mata Masachika.

(Eh, hah!? Uwaahh, apa-apaan ini!?)

Terlepas dari gejolak batinnya sendiri, butiran air mata terus mengalir satu demi satu.

(Ap——Kenapa, ini bohong ‘kan oi?)

Ia meledek dirinya sendiri karena menangis saat dipeluk oleh senpainya, tapi begitu air matanya mulai mengalir, air matanya tidak mau berhenti.

(Apa-apaan ini... ini sih terlalu menjijikan, aku...!)

Saat Masachika mengatupkan giginya dan mencoba menahan air matanya, Maria mendekap kepalanya dengan kedua tangannya. Maria diam-diam menekan wajah Masachika ke bahunya dan menunggu Ia berhenti menangis, tidak peduli jika piyamanya sendiri basah.

(Ahh ... perasaan apa … ini ...)

Dengan kepala yang sedikit kabur karena air mata, Masachika merasakan ketenangan hati yang sudah lama tidak Ia rasakan. Panas tubuh yang disalurkan dari tubuh Maria saat mereka saling bersentuhan menghangatkan kedalaman dadanya. Masachika hampir memejamkan mata dan menyerahkan dirinya pada sensasi nyaman dari kehangatan yang perlahan menyebar ke seluruh tubuhnya,... tapi begitu Ia menyadari bahwa air matanya sudah berhenti, Ia tiba-tiba tersadar, dan buru-buru menjauhkan tubuhnya dari Maria.

“──Ano, um, entah kenapa, aku minta maaf ?”

Saat Masachika meminta maaf sambil menyeka matanya, Maria bangun dengan senyum lembut.

“Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kok~? ... Aku yakin Kuze-kun tidak memiliki skinship yang cukup ~”

“Haa ... skinship, ya?”

Ketika Ia mendongak dari kecanggungannya, Maria membusungkan dadanya dengan percaya diri.

Skinship itu penting, lo~? Meski hati kalian saling terhubung, tapi jika tubuh kalian tidak saling bersentuhan, kamu akan merasakan kesepian tanpa kamu sadari.”

“Haa ...”

“Menyampaikan kasih sayang melalui kata-kata dan tindakan, tentu saja memang penting. Tapi, bukan hanya itu saja ….  melakukan kontak fisik yang tepat dan memberi tahu pihak lain kalau kamu ada di sampingnya juga sama pentingnya.”

Saat Maria meletakkan tangannya di dada dan mengucapkan kata-kata tersebut, Masachika secara alami mengingat keadaannya sendiri.

(Setelah diberitahu begitu, benar juga ... kapan terakhir kali aku melakukan skinship dengan seseorang seperti sekarang ini?)

Hal yang terlintas di benaknya adalah adik perempuannya, Yuki. Bahkan sekarang, adiknya itu masih sering memeluk dan menunggangi badannya. Tapi entah kenapa, justru Masachika sendiri yang merasa malu serta mendorongnya menjauh, dan Ia tidak menyerahkan tubuhnya dalam diam seperti kejadian tadi. Dan bila bersama orang lain kecuali Yuki ... Masachika tidak bisa mengingatnya.

(Tidak juga, kalau tidak salah ...)

Masih ada gadis itu. Masachika ingat kalau gadis itu sangat menyukai skinship, mungkin karena kebangsaannya. Dia selalu dengan berani menempel di dekatnya, dan senyum polosnya membuat Masachika kecil pun dengan malu-malu menerimanya.

(Begitu ya, sejak saat itu ya ...)

Jika dipikir-pikir kembali, Ia mungkin benar-benar merindukan adanya skinship. Kemudian, karena merasa sangat malu lagi, Masachika mencoba memalingkan wajahnya ... tapi Maria tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke arahnya.

“Itu sebabnya! Kuze-kun!”

“Uwaah, ya?”

“Kupikir Alya-chan harus melakukan lebih banyak skinship denganku!”

“... Apa iya?”

Masachika memiringkan kepalanya dengan ujung mulut berkedut karena ucapan ala siscon yang begitu mendadak. Kemudian, sikap baik hati Maria sebelumnya langsung menghilang, meletakkan tangannya di pinggul dan menghembuskan napas dengan marah.

“Dia agak enggan memberiku ciuman pipi, dan ketika aku mencoba memeluknya, dia malah menolak. ... padahal aku ingin melakukan lebih banyak skinship dengan Alya-chan!”

“Begitu ya ... semoga berhasil.”

“Mou~... Kalau sudah begini, aku akan membuat Kuze-kun untuk menghiburku!”

“Kenapa malah jadi begitu!?”

Mata Masachika melebar saat tiba-tiba dipeluk. Namun, Maria dengan cepat melepaskan diri dan tersenyum senang ke arah Masachika. Ia tidak memahami  alasan di balik senyumannya itu, tapi …... saat melihat wajah polosnya itu, entah bagaimana Masachika sudah tidak peduli dengan detailnya dan secara alami ikut tersenyum.

“Haha, ya ampun …. Aku benar-benar sudah tidak paham lagi dengan Masha-san.”

“Ehh~? Apa maksudnya itu~?”

“Tidak, habisnya kadang-kadang obrolan kita jadi tidak nyambung karena kamu tiba-tiba sepertinya ingin mengatakan sesuatu ke inti masalah. ....”

“Dasar jahat, ih~! Kamu membuatnya terdengar seperti aku ini orang bodoh~.”

“Tidak, bukan itu masalahnya ... haha.”

Masachika tertawa kepada Senpainya yang merajuk seperti anak kecil. Kemudian, Maria juga mengendurkan ekspresinya saat melihat Masachika tertawa lepas.

“Kupikir sudah waktunya buat pergi tidur.”

“Benar juga …. Entah kenapa, terima kasih banyak.”

“Enggak masalah~ enggak masalah~!”

Ketika Masachika menundukkan kepalanya, Maria melambaikan tangannya dengan sikap tidak mempermasalahkannya. Dia kemudian menunjuk ke tempat tidur di mana barang-barangnya diletakkan di bawah.

“Kuze-kun tidur di kasur sini saja ya?”

“Eh, tapi bukannya di situ tempat Masha-san akan tidur...?”

“Itulah sebabnya. Aku sih tidak peduli, tapi Chisaki-chan mungkin merasa keberatan kalau tempat tidurnya di pakai laki-laki buat tidur, iya kan~?”

“Ah, itu sih benar juga ... Kalau begitu, permisi...”

Berhasil dibujuk dengan argumen Maria, Masachika perlahan naik ke atas ranjang itu. Kemudian, Maria juga menutup tirai jendela dan naik ke tempat tidur lainnya.

“Kalau begitu, selamat malam~”

“Iya, selamat malam juga.”

Dalam kegelapan, Masachika merasa gelisah saat mendengar suara Maria dan sekali lagi diingatkan kalau Ia tidur sekamar dengan lawan jenis.

(Kira-kira aku bisa beneran tidur kagak nih...?)

Masachika mengenakan selimut tipis dengan kekhawatiran itu, tapi entah karena masih lelah dari perjalanan jauh dan berenang di laut? Atau mungkin Ia lelah menangis. Dalam beberapa menit, kesadaran Masachika jatuh ke dalam tidur nyenyak.

 

◇◇◇◇

 

...... Sementara itu di sisi lain, di kamar gadis yang ada di sebelah. Tiga gadis kelas 1 mengadakan pesta piyama yang diselenggarakan oleh Yuki.

“Omong-omong, Alya-san. Kenapa kamu menolak begitu keras untuk tidur sekamar dengan Masha-senpai?”

Alisa mengerutkan kening dan menjawab pertanyaan Yuki yang diajukan selama obrolan mereka.

“... Karena nanti aku akan dijadikan bantal.”

“Eh?”

Mata Yuki dan Ayano berkedip berulang kali pada jawaban yang tak terduga.

“... Masha selalu tidur dengan bantal guling yang sangat besar ... atau lebih tepatnya, boneka binatang besar? Saat bepergian dan tidak memiliki bantal guling, dia terkadang berjalan ngelindur sambil tidur dan menggunakan apa saja yang di dekatnya sebagai bantal guling ..... dia selalu menyelinap ke futonku setiap kali kami sedang melakukan liburan keluarga, terutama di penginapan ...”

“Ara ... Kalau begitu, Sarashina-senpai mungkin sedang digunakan sebagai bantal guling sekarang?”

Alisa tertawa kecil saat mendengar tebakan Yuki.

“Mungkin saja. Tapi kalau itu Sarashina-senpai, dia mungkin berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkannya.”

“Fufufu, benar juga. Mungkin dia akan menendangnya dari tempat tidur.”

“Itu sih bagus. Aku harap dia akan kapok dan takkan menggunakan orang lain sebagai bantal guling lagi.”

Tawa ceria gadis-gadis bergema di kamar itu pada malam hari. Satu jam kemudian, ketika mereka menyelesaikan pesta piyama mereka dan tidur dengan nyenyak ... di kamar sebelah, pertanda yang telah mereka picu akan segera terjadi.

 

◇◇◇◇

 

(Hmm……?)

Masachika sedikit terbangun oleh perasaan ada sesuatu yang merayap di sekujur tubuhnya.

(Apa ...?)

Sambil merasa sedikit kesal karena terganggu oleh tidur malamnya yang nyenyak, Masachika menutup matanya dan mengalihkan perhatiannya pada sensasi yang menyentuh tubuhnya.

Lengan panjang dan ramping yang menggeliat di atas dada dan di belakang lehernya… lengan? Selain itu, kaki ramping yang menjerat kakinya ... kaki, ya?

Kemudian Masachika menebak kalau ada seseorang di sisi kanannya,  sedang mempermainkannya. Dan otak wibu Masachika yang setengah sadar segera memahami situasinya.

(Apaan ... apa itu Yuki?)

Seorang gadis menyelinap ke tempat tidur saat dalam perjalanan liburan. Ini adalah salah satu peristiwa klise paling umum dalam dunia 2D. Jika itu dalam kemah pelatihan, seorang gadis yang mengantuk mungkin masuk ke ruangan yang salah. Dan jika itu dalam acara jalan-jalan sekolah, guru yang berpatroli akan datang memerikasa keadaan sementara gadis-gadis diam-diam berkumpul di kamar mereka, dan mereka akan bergegas bersembunyi di bawah tempat tidur yang sama.

Yah, pokoknya, mana mungkin ada orang lain selain adik wibunya itu yang akan mencoba menerapkan peristiwa semacam itu di kehidupan nyata.. Jika Ia membuka mata, adik perempuannya itu pasti akan mengatakan “Aku datang sembari memasang senyum menyeringainya yang biasa.

“Uhh... hmmm..”

Masachika mengguncang tubuhnya dengan mata tertutup. Jika dalam keadaan normal, Ia tidak keberatan meladeni kejahilan adik perempuannya yang imut. Tapi sekarang, Masachika merasa lelah dari perjalanan dan berenang dalam waktu yang lama. Secara fisik, Ia tidak mampu menangani kenakalan adik perempuannya, dan juga tidak sedang berminat melakukan hal seperti itu.

“Lepaskan ... duhh, minggir...”

Masachika bergumam tak jelas, dan menggerakkan lengan kanannya dengan gemetar, mencoba menyingkirkan orang di sebelah kanannya. Ia mendorong lembut dengan sikunya seolah-olah mendorong sesuatu yang mengenai lengannya, tapi untuk beberapa alasan, Ia hanya merasakan kalau sikunya terkubur dalam sesuatu yang lembut, dan Ia tidak mendapat respons sama sekali. Pada akhirnya, Masachika berhenti melawan karena Ia terlalu malas untuk menggerakkan tangannya.

Dan sembari mengira kalau dibiarkan nanti dia akan pergi sendiri ... begitu Masachika memutuskan hal itu, Ia kemudian tertidur lagi ...

 

◇◇◇◇

 

Pagi-pagi keesokan harinya, Masachika bangun dengan posisi tidur yang tidak biasa dan berat serta panas di sisi kanan tubuhnya.

“Uuuggh, hmm...”

Ketika Ia membuka matanya, ada langit-langit yang tidak dikenali. Beberapa saat kemudian dirinya ingat bahwa Ia berada di kemah pelatihan dan mencoba untuk berbalik…., tetapi Ia tidak bisa bergerak karena ada sesuatu di atas badannya. Di pagi hari ketika suhu perlahan mulai naik, hanya bagian kanan tubuhnya, di mana ada sesuatu yang menyentuh, mulai berkeringat deras.

“Hmm?”

Begitu Ia mengangkat kepalanya dan mencari tahu apa yang menempel di atas badannya itu ... wajah Masachika langsung menjadi kaku.

Tepat di depan matanya, terdapat rambut berwarna cokelat yang mengembang lembut. Dan wajah tidurnya begitu polos sehingga sulit dipercaya bahwa dia lebih tua darinya, dan lebih cenderung terlihat menggemaskan daripada cantik. Lebih jauh ke belakang, keberadaan keji dari dua bukit kembarnya, memungkiri wajah tidurnya yang polos.

“... Fyuhhhh”

Setelah memastikan semua itu, Masachika merebahkan kembali kepalanya di atas bantal dan menghembuskan napas panjang. Ia mengerti situasinya. Ia tidak tahu mengapa hal ini bisa terjadi, tapi dirinya benar-benar memahami situasi saat ini..

Kepala Maria bersandar di bahu kanannya dan tangan kanan Maria tergeletak di dadanya. Oppai montok Maria yang empuk bertengger di sekitar siku kanannya, dan kaki Maria terjalin erat dengan kakinya. Namun, karena area di bawah dada tersembunyi di balik selimut dan tidak dapat dilihat, Ia hanya bisa menebak mengenai kaki. Ini cuma tebakannya saja, tapi... Masachika merasa kalau tangan kanannya, yang dihimpit erat-erat oleh kaki Maria,  menyentuh tempat yang sangat sensitif di sekitar pangkal kaki Maria ..... Bukannya ini sudah dalam kategori tidak aman? Tidak, Ia hampir tidak bisa merasakan apa-apa, karena mungkin di bawah tekanan berkepanjangan.

“Dengan kata lain ... ini adegan pagi sang pemenang, ya.”

Masachika menyimpulkan dengan tenang situasinya saat ada gadis cantik tertidur pulas di sebelahnya di pagi hari. Khayalan di otaknya, Ia seolah-olah menjadi pria macho dengan rambut dada seksi, mendekap gadis cantik pirang telanjang di lengannya dan menghirup cerutu. Faktanya, di sebelahnya ada seorang gadis cantik berambut coklat dengan piyama, dan mereka berdua bukanlah sepasang kekasih atau semacamnya, cuma sekedar Senpai dan Kouhai.

(Lah, kalau cuma Senpai dan Kouhai, kenapa bisa tidur di ranjang yang samaaa!?)

Setelah melontarkan banyak tsukkomi di otaknya, Masachika berhenti melarikan diri dari kenyataan. Namun, bahkan setelah berhenti melarikan diri dari kenyataan, dirinya masih tidak tahu mengapa ini bisa terjadi.

(Ah~ ...  karena itu, ya? Apa karena aku tidur di ranjang tempat yang seharusnya Masha-san tidur, karena kepeduliannya terhadap Sarashina-senpai? Lalu Masha-san terbangun di tengah malam untuk pergi ke kamar mandi atau sesuatu dan kemudian berjalan ke tempat tidur yang seharusnya digunakannya?)

Walaupun Masachika bisa dengan paksa menebaknya, tapi sekarang sudah tidak ada gunanya lagi untuk mencoba menebak alasannya. Lagipula, jika Ia ingin mengetahui alasannya, Ia bisa saja tinggal membangunkan orangnya dan bertanya langsung ...

“...”

Masachika memutar kepalanya untuk melihat ke atas, dan memeriksa ke luar jendela. Tirai yang terpasang hanya memperlihatkan cahaya yang remang-remang, menunjukkan kalau matahari masih belum terbit. Ia merasa ragu untuk membangunkan Senpai-nya yang sedang tertidur nyenyak. Apalagi ... bukannya  situasi ini cukup memalukan bagi Maria karena ditunjukkan Kouhai-nya?

(... Apa boleh buat, entah bagaimana caranya aku harus meloloskan diri)

Setelah memikirkannya selama sekitar sepuluh detik, Masachika sampai pada kesimpulan bahwa Ia harus menyelinap keluar agar tidak membangunkan Maria, dan Masachika mempertimbangkan prosedur apa yang harus Ia ambil. Untuk saat ini, hal pertama yang harus Ia lakukan ialah mengurus kepala Maria yang bersandar di bahu. Tidak peduli cara apa yang Ia tempuh, menggelengkan kepalanya ada perihal yang harus Masachika hindari. Pertama-tama, Ia harus menarik bahunya keluar dari kepala Maria dengan hati-hati...

“(……Permisi, maaf.)”

Dengan suara bisikan, Masachika mengangkat lengan kirinya yang bebas dan dengan lembut memasukkan tangannya ke bawah kepala Maria. Ia lalu perlahan mengangkat kepala Maria, merasa agak bersalah pada rambut kecokelatannya yang terasa lembut ketika disentuh di telapak tangannya...

“Hm~”

“!!”

...... Namun pada saat itu, Maria menggelengkan kepalanya seolah enggan dipindah dan melarikan diri dari tangan Masachika. Perbedaannya hanya sekitar dua inci, tapi dampak jatuh dari telapak tangan ke bahunya membuat Maria tersentak. Kemudian, dia perlahan-lahan mendongak dan melihat wajah Masachika dengan tatapan mengantuk dan agak linglung.

“... Se-Selamat pagi.”

“…… huwaa adya Kuzye-kun.”

Ketika Masachika menyapa Maria dengan senyum gelisah, Maria memandangnya dengan tatapan kosong dan memanggil namanya dengan nada mengigau. Kemudian, entah apa yang dia pikirkan, Maria tersenyum lepas dan menjatuhkan kepalanya ke bahu Masachika dengan keadaan masih setengah sadar.

“Funyu …… Kenyapa~? Kenyapa, Kuzye-kun adya di syini ……”

“Tidak, harusnya aku yang bertanya begitu...”

Tampaknya dia tidak mendengar tsukkomi tenang Masachika, dan Maria mengusap-usapkan kepalanya di bahu Masachika sembari tersenyum cengengesan.

“Nfufufu, Kenyapa♪  Kenyapa♪ kyok bisa, ya………”

Setelah mengajukan serangkaian pertanyaan dengan nada yang seakan-akan sedang bernyanyi, Maria perlahan-lahan berhenti bergerak, seolah-olah dia telah menemukan posisi yang nyaman ... dan tak disangka-sangka, dia mulai tertidur lagi begitu saja.

“(Dia malah tidur lagi!?)”

Masachika melakukan tsukkomi dengan suara kecil, tapi Maria sudah jatuh ke dalam dunia mimpi.

“... Seriusan, nih.”

Masachika menyadari kalau kepala Senpai-nya itu semakin mendekat setiap kali dirinya mencoba melarikan diri, dan sadar kalau semua usahanya itu sia-sia.

Lalu setelah itu, Maria dengan anggun memutuskan untuk tidur empat kali di atas bahu Masachika. Usai bolak-balik tidur bangun sebanyak empat kali, tatapan matanya akhirnya menjadi fokus ...

“…… Huh?”

“……Selamat pagi, Senpai.”

“... Eh, eh, eh, eh ... ehhhhh~~~!?”

Maria bangun dari tidurnya dengan rambut yang berantakan, melihat sekeliling untuk melihat apa yang sedang terjadi, dan begitu memahami situasinya, dia mundur dari atas kasur seraya menarik selimut untuk menutupi badannya.

“... Tidak, tolong jangan sembunyikan badanmu dengan selimut juga dong. Kamu terlihat seperti bos wanita yang mabuk dan menghabiskan malam menggairahkan bersama bawahannya.”

Masachika melontarkan tsukkomi ala otaku secara tidak sengaja, tapi Maria tampaknya tidak mendengarnya sama sekali dan wajahnya langsung memerah, ekspresinya terlihat tertegun dengan mata yang terbuka lebar.

“Se-Selamat pagi.”

“Ya, selamat pagi.”

Begitu balik membalas salam Senpai-nya, Masachika tersenyum kecil dan memanggil Senpai yang tatapannya mengembara dengan gelisah.

“Apa itu mungkin karena aku tidur di ranjang Masha-san? Jadi entah bagimana, secara tidak sadar masuk ke sini?”

“Eh, ah, iy-iya mungkin saja ...”

“Yah, karena ini pertama kalinya Senpai tidur di sini, jadi ada kalanya hal semacam ini bisa terjadi.”

“Apa benar begitu?”

Ketika Kouhai-nya menindaklanjuti, Maria mengalihkan pandangannya ke arahMasachika ... dan memperhatikan bahwa bagian dada piyama Masachika tampak basah dan berubah warna. Begitu Maria melihatnya, dia langsung berhenti bergerak.

“A-Aah... umm, ini ...”

Saat perkataan Masachika jadi terbata-bata begitu menyadari tatapannya, Maria  langsung meletakkan tangannya di mulutnya setelah tubuhnya mematung beberapa saat.

Seperti yang mungkin sudah kamu bayangkan, noda pada piyama Masachika adalah air liur yang diteteskan Maria ketika dia tidur tiga kali. Mungkin karena menemukan jejak ngiler di tepi mulutnya, wajah Maria yang tadinya sudah merah jadi semakin merah padam. Dan kemudian, saat dirinya menutup jarak dengan Masachika,  dia terlihat seperti akan menangis dan menahan noda di piyama Masachika dengan kedua tangan.

“Jangan salah paham dulu! Jangan salah paham dulu! Aku tuh biasanya tidak melakukan ini!”

“Oh, iya.”

“Seriusan! Aku biasanya tidak ngiler begini! Tolong percayalah padaku~~!”

“Aku percaya, aku percaya kok. Aku beneran percaya jadi tolong suaranya jangan keras-keras ...”

Masachika menganggukkan kepalanya kepada senpai-nya yang menempel di dadanya dan mendongak dengan tatapan berkaca-kaca, ekspresinya sudah hampir ingin menangis. Ia mengangguk dan meminta entah bagaimana untuk menekan suaranya. Lagi pula, kemarin sudah terbukti bahwa suara yang sekecil apapun bisa terdengar ke kamar sebelah, dan penghuni kamar sebelah tidak tahu-menahu kalau Masachika ada di ruangan ini. Dari segi waktu, mereka masih bisa tidur, tetapi jika ada seorang gadis dari kamar sebelah terbangun karena suara Maria dan datang mengunjungi kamar ini, segalanya bakal jadi runyam.

“Uhhh~~ ... benarkah?”

“Aku serius. Sebaliknya, ini justru seperti sebuah hadiah, jadi tolong jangan terlalu dipikirkan, oke?”

Masachika mengucapkan tsukkomi otaku yang aneh karena ketidaksabarannya. Setelah itu, Maria mengedipkan matanya, lalu entah apa yang dia pikirkan saat mengerutkan alisnya, dan dia dengan cepat menjauhkan dirinya dari tubuh Masachika.

“... Kuze-kun no ecchi.”

“Ah, ya. Aku tidak keberatan dianggap begitu.”

Walau rasanya sedikit tidak jelas mengapa dia bisa mencapai kesimpulan itu, tapi untuk sementara waktu, Maria terlihat sudah sedikit merasa tenang. Kemudian, saat Masachika merasa lega …. situasi yang Ia takutkan beneran terjadi.

Masha-senpai? Selamat pagi. Apa ada sesuatu yang terjadi?”

Ada bunyi ketukan di pintu, dan suara Yuki bisa terdengar dari balik pintu. Mereka berdua sama-sama menoleh ke arah bunyi ketukan itu, dan langsung berpikir mengenai apa yang harus dilakukan.

(Aku harus bersembunyi suatu tempat………..lemari!)

Masachika melihat sekeliling dan melihat lemari yang ada di dekat tempat tidur, Ia lalu dengan cepat melipat kakinya dan mencoba berdiri.

“(Cepat sembunyi—— !)”

Pada saat yang sama …… Maria pun berdiri, berteriak dalam bisikan, dan mencoba meletakkan selimut di kedua tangannya di atas Masachika.

Mereka berada di tempat tidur masing-masing dan mencondongkan tubuh ke depan …. lalu, tatapan mata mereka bertemu sesaat. Mereka berdua sama-sama terkejut dengan gerakan pihak lain, dan pada saat berikutnya….

Masachika kehilangan keseimbangan dan tersandung ke depan. Dan demi menghindari tabrakan, Maria terpaksa bersandar ke arah belakangnya. Berkat kejadian itu, akibatnya jadi….

“Awas… !?”

“Kyaa…”

Masachika jatuh tersungkur ke depan, kepalanya mendarat di bahu Maria. Ia secara refleks mengulurkan kedua tangannya dan meletakannya di tempat tidur, tapi Masachika menyadari bahwa di hadapannya ada wajah Maria dengan mata yang terbuka lebar. Kedua tangan Maria mencengkeram selimut dengan kuat, dan pemandangan tersebut sepenuhnya terlihat seolah-olah seperti “Masachika sedang menyerang Maria yang tengah tertidur”.

“Hah! Aku measakan ada adegan komedi romantic terjadi!? ”

Pada saat itu, Yuki merasakan sesuatu dan dengan penuh semangat mendorong pintu hingga terbuka.

Kemudian, dia melihat mereka berdua yang berada di tempat tidur dan terdiam. Dia perlahan melepaskan tangannya dari kenop pintu dengan ekspresi kosong dan mengeluarkan smartphone-nya sambil menahan pintu dengan kakinya. Dia memegangi smartphone-nya di depan wajahnya dan menekan jepretan foto. Setelah memeriksa gambar yang sudah diambil, Yuki lalu mengacungkan jempol pada mereka berdua, mengangguk penuh semangat dan ...  meninggalkan ruangan begitu saja.

““…..””

Gerakan Yuki yang begitu alami membuat mereka tidak bisa bergerak selama beberapa detik. Ia menatap pintu tempat Yuki keluar tadi dengan tertegun ... kemudian Masachika dengan cepat menyingkir dari atas Maria.

“Aku minta maaf, Masha-san. Apa kamu baik-baik saja?”

“Ah, iya. Aku baik-baik saja.”

“Syukurlah kalau begitu. Lalu ... aku turun ke lantai bawah duluan, ya?”

“I-Iya.”

Melihat Maria mengangguk, Masachika diam-diam turun dari tempat tidur dan memastikan tidak ada orang di lorong sebelum meninggalkan kamar. Kemudian, begitu melihat adik perempuannya di lantai bawah sambil tertawa cengengesan, dan melambai-lambaikan smartphone-nya dan melarikan diri ke ruang tamu ...

“Jangan kabur lu, dasar brengsekkkk!”

Masachika berlari menuruni tangga dengan beringas.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi Selanjutnya


[1]Di raw, Maria bilangnya Unmei no Aite (運命の相手), atau kalau diterjemahkan secara harfiah artinya Pasangan yang ditakdirkan, mimin nerjemahinnya jadi kata Jodoh karena ngerasa lebih cocok buat menggambarkan maksudnya Maria.
close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama