Roshi-dere Vol.4 Chapter 09 Bahasa Indonesia

Chapter 9 — Aku Tidak Mau Dipanggil Seorang Tiran Darimu

 

“Ayo main Gim Raja (Ousama Game), yuk.”

Pada hari kedua kemah pelatihan. Bertentangan dengan ramalan cuaca, hujan mulai turun saat waktu makan siang, dan ketika mereka mendiskusikan apakah akan bermain gim di ruang tamu sampai hujan berhenti, Touya mengusulkan hal itu. Lalu pada saat yang sama, rasa merinding menjalari badan Masachika dan Yuki.

((Gi-Gimnya para normies ...))

Kakak beradik itu memikirkan hal yang sama persis di kepala mereka dan gemetaran. Tidak ada alasan khusus, tetapi entah bagaimana tubuh mereka jadi gemetaran. Bukannya berarti mereka berdua itu tipe orang yang anti-sosial, tapi mereka agak kaget saat mendengar usulan tersebut.

“Gim raja ...itu apa?”

Di samping kakak beradik yang gemetaran, Alisa memiringkan kepalanya. Maria lalu mengangkat suaranya karena terkejut.

“Ehhh~ ~? Alya-chan, kamu tidak tahu~? Gim raja lo, gim raja.”

“Sudah kubilang, itu apaan?”

Saat Alisa menatap kakaknya dengan kesal, Maria mengacungkan jari telunjuknya sambil tersenyum gembira.

“Fufu ~~ yang dimaksud Gim Raja ialah ~ Undian lotre dengan hanya satu tanda merah dan sisanya memiliki tanda angka. Orang yang menarik lotre merah akan menjadi raja. Ini adalah permainan di mana seseorang boleh memberi perintah kepada orang-orang lainnya dengan nomor. Misalnya saja “No. 2 menyuapi aamm~ ke nomer 5” atau ‘Nomer 4 mencium nomer 1’.”

Setelah mengatakannya sendiri, Maria memegangi pipinya dengan kedua tangan sembari berteriak kyaa~. Berlawanan dengan kakaknya yang heboh sendiri, Alisa mengedipkan matanya saat mendengar penjelasan itu.

“Ci-Ciuman ...!?”

“Ahh enggak, tidak boleh memberi perintah yang terlalu ekstrim, oke? Cuma boleh sampai batas akal sehat saja.”

Melihat Alisa yang kaget, Touya menambahkan dengan senyum masam. Usai melihat ke sekelilingnya secara sekilas, Ia lalu berkata.

“Yah, misalnya seperti ... ‘Nomer 2 mencoba bercerita lucu’ atau ‘nomer 3 menjetik jidat nomer 5’, Gim hukuman ringan semacam itu yang kumaksud.”

“Menjetik jidat... sudah lama aku tidak melakukannya….”

Begitu mendengar perkataan Touya, Chisaki yang duduk di sebelahnya, menatap tangannya sendiri dan perlahan mengangkat tangan kanannya, membuat lingkaran dengan ibu jari dan jari tengahnya. Dan ketika dia mengerahkan tenaga pada jari tengahnya ...

Prak!

“Ya, kalau Chisaki harus menahan diri, yah?”

Melihat Chisaki menjetikkan jarinya ke  udara, Touya tersenyum lembut ke arahnya. Sesuatu yang tidak biasa terdengar, tapi itu pasti disebabkan oleh gesekan jari-jarinya. Yang pasti, ya yang pasti itu bukan suara yang menembus penghalang udara dan melebihi kecepatan suara.

“Yah, ini semua cuma demi mempererat tali pertemanan ... jadi ayo lakukan perintah dengan batasan kurang lebih begitu.”

“Haaa ...”

Masachika memiringkan kepalanya dan di dalam hati bertanya, ‘Itu sih tidak masalah, tapi kenapa malah Gim Raja?’ , dan mungkin karena merasakan pertanyaan Masachika, Chisaki tersenyum menyeringai dan menatap Touya.

“Singkatnya, kamu cuma ingin memainkan gimnya para normies ‘kan ~~ ya, ya, baiklah aku mengerti~”

“Ap. tidak, bukan itu masalahnya ... kok?”

Para Kouhai memandang Touya dengan ramah, yang suaranya semakin mengecil karena niatnya terkuak jelas. Sebagai mantan komyushou [1]yang suram, pasti ada sesuatu yang didambakannya. Touya dengan canggung mengangkat tangannya ke arah kouhai-kouhai-nya yang menatapnya dengan tatapan lembut. 

“Hentikannn! Tolong jangan memandangku seperti itu!”

“Tidak, ya. Itu benar juga. Ayo lakukan, Gim raja.”

“Benar sekali. Kalau begitu ayo siapkan lotrenya dulu.”

“Jangan tunjukkan kekhawatiran kalian! ... Dan aku sudah menyiapkan lotrenya, tau?”

“Semangat sekali ya...”

Sambil tersenyum kecut, Masachika dan lainnya bangkit dari sofa yang mereka duduki, meletakkan bantal di atas karpet, dan duduk di atasnya. Secara berurutan, Alisa ada di sebelah kanan Masachika. Di luar itu ada Maria, dan lebih jauhnya lagi … dengan kata lain, Yuki di sebelah kanan di depan Masachika. Ayano berada di sebelah kiri Masachika, dengan Chiaki dan Touya di hadapannya. Kemudian di tengah-tengah mereka ada botol mini kosong dengan tujuh sumpit sekali pakai dimasukkan ke dalamnya.

Ngomong-ngomong,  sumpit sekali pakai yang dimaksud bukanlah sumpit yang berbentuk persegi, melainkan sumpit bundar yang hanya terbelah di bagian kepala sumpit. Itu adalah sumpit bundar dengan ujung sumpit menghadap ke atas, dan dimasukkan ke dalam botol. Rupanya, bagian kepala sumpit itu ditandai.

(Dengan kata lain ... mana mungkin bisa membedakannya karena perbedaan  dalam retakannya, ya.)

Masachika, dengan ekspresi acuh tak acuh di wajahnya, segera memikirkan apakah Ia bisa bermain curang atau tidak sebelum permainan dimulai. Ini mungkin tampak seperti permainan rekreasi belaka, tapi ini adalah persiapan alami. Itu karena ... permainan ini dihadiri Yuki yang biasanya melakukan kecurangan.

Permainan menakjubkan di mana kamu bisa memerintah siapapun sesukamu. Mana mungkin adik perempuannya itu tidak melakukan kecurangan demi bisa memerintah seenak jidatnya.

(Ketua yang mengusulkan gim ini pun punya catatan kriminal pada permainan mahjong tempo hari ..... apa ada kemungkinan kalau Ia menyiapkan semacam trik pada sumpit lotre ini sebelum permainan dimulai...? Yah, aku yakin Ia tidak berbohong ketika bilang kalau ini demi pertemanan, dan jika memang mengatur sesuatu, Ia pasti takkan melakukan yang aneh-aneh ......)

Sambil berpikir begitu, Masachika mengambil sumpit lotre atas desakan Touya. Setelah memastikan bahwa semua orang sudah mengambil bagiannya, Touya lalu memulai aba-aba.

“Kalau begitu, ayo kita mulai? Siapa~ Rajanya!”

Sumpit lotre ditarik secara serempak sesuai aba-aba Touya.

“Oh, aku yang jadi ya~?”

Kemudian, Maria berkedip cepat, memegang sepasang sumpit dengan kepala sumpit dicat merah. Tampaknya, orang pertama yang menjadi raja adalah Maria. Tapi... Masachika terjebak dalam hal lain. Dan itu adalah…

(Sudah kuduga ... tergantung pada arah sumpitnya, aku bisa melihat angkanya saat menariknya.)

Sudah Ia duga, pada akhirnya, permainan ini masih bisa dicurangi. Mungkin ... atau hampir bisa dibilang, bahkan Touya yang menyiapkan sumpit lotrenya, tidak mengharapkan hal tersebut. Namun, dengan ketajaman visual Masachika yang membuat suit gunting-kertas-batu menjadi permainan gampang, Ia mampu melihat nomor-nomor lotre yang sisi-sisi bernomornya menghadap ke arahnya pada saat sumpit itu ditarik.

Dan ... apa yang bisa dilakukan Masachika, berarti bisa dilakukan pula oleh Yuki ... dan mungkin Chisaki juga sama.

(Waduhh gawat nih ... Aku tidak tahu di mana sisi bernomor menghadap sebelum ditarik karena sumpitnya berbentuk bulat .... Ini sih, kalau aku tidak sengaja menariknya dengan sisi angka menghadap ke arah Yuki, bukannya nomorku langsung ketahuan dalam sekali lihat?)

Sambil merasakan rasa bahaya, Masachika mencoba diam-diam membuat tanda di ujung sumpit dengan kukunya untuk melihat apakah itu bisa ditandai... tapi Ia langsung menyerah. Sumpitnya sendiri cukup kuat, dan karena permukaannya yang halus, Ia tahu bahwa setiap goresan pada sumpit itu akan segera terlihat.

(Kalau sudah begini, ini sudah menjadi permainan keberuntungan ... Semoga saja nasib buruk angka yang menghadap ke arah Yuki, tidak berbarengan dengan nasib buruk ketika Yuki menjadi raja... ...)

“Kalau begitu~... nomer dua...”

Kemudian suara Maria terdengar di telinganya, dan menyela pemikiran Masachika. Ia kemudian melihat kepala sumpit di tangannya dan menegaskan kembali ...... kalau Ia memegang nomor empat. Masachika lalu kembali menghadap ke depan, dan Maria, dengan jari telunjuk di pipinya, memiringkan kepalanya dan berkata.

“Hmm~... Hmm, tantangan untuk merebus teh di pusarmu!”

“Bukannya itu mustahil?”

Masachika langsung menimpali dengan konyol pada perintah tidak masuk akal itu setelah mengangguk ringan. Tampaknya bukan Masachika saja satu-satunya yang memiliki kesan begitu, karena Chisaki bertanya pada Maria sambil tersenyum kecut

“Apa-apaan dengan perintah itu, apa maksudnya?”

“Hmm~? Sebenarnya, saat aku mendengar pepatah ini, kupikir kalau itu ungkapan yang menarik dan merasa penasaran ...... kira-kira apa kamu bisa melakukannya tidak, gitu~?”

“Tidak, itu sih mustahil.”

“Tapi jika semua orang menggelitik dan membuatmu tertawa sekeras mungkin…”

“Dibilangin itu mustahil. Lagian, aku sama sekali tidak paham apa hubungannya merebus teh dengan tekad membuat orang tertawa sampai mati.”

Masachika mengangguk dalam-dalam pada ucapan masuk akal Chisaki. Kemudian bibir Maria sedikit cemberut dan memiringkan kepalanya ke sisi lain.

“Kalau begitu. .. Ah, Tantangan Tutup Botol! Aku ingin melihatnya!”

“Tantangan Tutup Botol?”

Melihat Chisaki yang tampak asing dengan istilah itu, Masachika dalam hati berpikir, “Mengapa dia mencoba memberi perintah dengan melakukan tantangan sesuatu ...?”, dan mulai menjelaskan hal itu padanya.

“Itu adalah tantangan membuka botol plastik tanpa menggunakan tangan, yang sempat populer di Internet selama beberapa waktu yang lalu ......  dari reaksimu, apa Sarashina-senpai yang jadi nomer dua?”

“Ah, iya.”

Chisaki mengangguk dan menunjukkan nomer lotrenya dengan mudah. Touya kemudian membawa botol plastik berisi air mineral dua liter dari dalam kulkas.

“Aku juga belum pernah melihatnya, tapi kalau tidak salah... kurasa tutup botolnya harus dibuka dengan tendangan memutar?”

“Benar juga~ dari video yang pernah kulihat ... kira-kira apa yang begitu namanya tendangan ke belakang? Melakukan begini di sekitar tumit, dan tutup botolnya terbuka dengan mulus~”

Maria mengangguk pada Touya, yang meletakkan botol plastik di lantai sambil bertanya. Kemudian, Chisaki berdiri sembari menggumamkan “Tendangan memutar ...” pada dirinya sendiri.

“Tidak, mana mungkin bisa melakukannya kalau ada air di dalamnya ... lagipula, bukannya itu mustahil buat melakukannya tanpa alas kaki? Kamu harus memakai sepatu……”

Saat Masachika hendak mengatakan itu, Chisaki berbalik dan memunggungi botol plastik yang ditempatkan Touya, lalu pada saat berikutnya....

Wooosshh, ksrekkkk

Sebuah bayangan berkelebat melalui ujung botol plastik, dan hampir pada saat yang bersamaan, sesuatu yang ringan terdengar di sofa. Mereka berenam, kecuali Chisaki, berbalik mendengar ke arah suara itu, dan pada saat yang bersamaan melihat ujung botol plastik dengan tutupnya memantul dari belakang sofa dan kemudian jatuh ke kursi.

“““““.......”””””

Dan begitu mereka berbalik lagi .... mereka bisa melihat botol plastik dengan permukaan yang dipotong indah seolah-olah habis dipotong dengan pisau cutter. Selain itu, tidak ada riak di permukaan air yang ada di dalamnya.

Di tengah keheningan yang sunyi, Chisaki berdiri dengan satu kaki, memiringkan kepalanya dan berkata.

“.... Maksudnya yang seperti ini?”

“…….…Ya”

Menanggapi pertanyaan Chisaki, Touya mengangguk setelah jeda yang lama. ... Ia tidak punya pilihan selain mengangguk.

(Tendangan memutar yang sangat cepat ... Aku pun sampai tidak bisa melihatnya )

Masachika menekan gemetar tangannya saat Ia bercanda mengatakan itu di dalam kepalanya.

“Uwaahh~ Chisaki-chan hebat banget ~. Tantangannya berhasil dilakukan~.”

Melihat sekeliling, Cuma Maria satu-satunya yang dengan jujur ​​memujinya. Raja memang beda. Dia memiliki toleransi yang besar.

“... Saya akan menyimpan botol plastiknya.”

Di tengah semua itu, Ayano berdiri dengan cepat mengambil botol plastik itu dan menaruh kembali ke dalam kulkas. Sementara itu, semua orang diam-diam mengembalikan sumpit lotrenya, dan Touya mengocoknya di belakang punggungnya. Jadi ketika Ayano kembali, mereka menarik sumpit lotrenya bersama-sama, dan kali ini Touya yang menjadi rajanya.

“Oh, aku yang jadi rajanya!”

Seolah-olah untuk mendapatkan kembali ketenangannya, Tsunoya menyeringai dengan suara ceria. Ia kemudian melihat sekeliling pada mereka semua dan memberikan perintah.

“Hmmm ... Kalau begitu, nomer 5 harus menceritakan sebuah cerita lucu.”

“Langsung memberikan perintah yang cukup mengerikan dari awal ...”

“Oh, aku yang jadi nomer 5 ~”

“Sungguh perubahan posisi yang begitu drastis.”

Maria yang langsung mendapat perintah mengerikan segera setelah dia tidak lagi menjadi raja, berpikir sejenak dengan jari di bibirnya. Kemudian, dia mulai berbicara seolah-olah kepikiran sesuatu.

“Oh ya, karena habis ini kita akan ke festival jadi hal itu mengingatkanku dengan sesuatu. Saat aku biasa menghadiri festival di Rusia, pengunjungnya sangat ramai, iya ‘kan? Kira-kira berkat itu, tasnya jadi robek? Seseorang di dekatku menjatuhkan beberapa apel~ ... …. Semuanya jadi berceceran kemana-mana, tau~?”

Setelah mengatakan sebanyak itu, Maria langsung menutup mulutnya. Segera setelah itu, Alisa menggelengkan bahunya dan tertawa ringan “fufufu”. Tapi lima orang lainnya tidak tahu bagian mananya yang lucu. Untuk membuatnya lebih blak-blakan, “Eh, sudah selesai?” itulah kesan jujur dari mereka.

(Ap-Apaan maksudnya itu? Eh, itu lelucon Rusia? Tidak, aku tidak mengerti sama sekali!)

Ia tidak bisa memahaminya, tidak bisa memahaminya, tapi ... Ia paham kalau suasananya tidak boleh jadi canggung. Jika senpai-nya melawak(?), Ia harus menimpalinya entah bagaimana. Masachika dengan putus asa memutar kepalanya untuk menemukan balasan yang mencairkan suasana ...

“...Begitu rupanya. Apelnya jatuh dan berguling. Sungguh cerita “lucu” dan “tergelincir” yang hebat.”

“Oh, oh! tsukkomimu lumayan hebat juga ya, Kuze!”

“Ufufu, itu benar.”

“Ah, Ahaha, astaga dasar Kuze-kun~. Kamu tidak boleh menyindir lawakan Senpaimu lo~.”

“Ahaha, aku minta maaf.”

Mereka bertiga ikut-ikutan Masachika dan berkutat dengan cerita yang tidak mereka mengerti di hadapan cerita lucu Maria. Ayano sendiri tidak masalah karena dia sudah membaur jadi udara. Mereka semua mengembalikan sumpit lotre ke tempat semula, dan segera melanjutkan ke permainan berikutnya.

“Eh, aku lagi yang jadi…”

Ujar Touya sembari memegang sumpit lotre dengan tanda merah di tangannya

“Keberuntunganmu tinggi sekali ya, Touya.”

“Ah, begitukah? Kalau begitu ... perintah yang aman-aman saja, bagaimana kalau yang nomer 3 membuat wajah lucu?”

Mungkin menyesali perintah dari sebelumnya, Touya memberi perintah yang bisa dikatakan perintah klasik. Namun, di tempat dengan persentase gadis yang tinggi, ini juga merupakan perintah yang mengerikan dalam arti tertentu. Seperti yang diharapkan, ekspresi para gadis sedikit tegang, dan orang yang menarik sumpit lotre dengan nomor tiga ialah......

“Sepertinya saya yang jadi nomer 3.”

Tidak disangka-sangka, orang tersebut adalah Ayano.

(Ayano membuat wajah lucu!?)

Ayano, yang biasanya tanpa ekspresi dan pada dasarnya hanya menggerakkan matanya, membuat wajah lucu. Perkembangan menarik yang tak dapat disangkal tersebut menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Dalam suasana yang penuh ketegangan itu ...... Ayano terdiam sejenak, lalu perlahan mengangkat kedua tangannya dan menarik pipinya dengan wajah datar.

“Memangnya kamu ini robot yang baru memahami emosi?!”

Apa ini, namanya kesenangan...?”

“Ohh, hebat juga kamu bisa menimpalinya, Sarashina-senpai.”

“Ahahah yah begitulah ~?”

Komentar Masachika dengan cepat dibalas oleh Chisaki, tapi Ayano cuma memiringkan kepalanya seolah-olah dia tidak memahami apa yang sedang terjadi. Reaksinya yang begitu semakin terlihat mirip seperti robot.

“Ah~... ya. Yah, anggap saja dia sudah mencapainya.”

“Ahaha, benar juga...”

Touya yang memberi perintah, menyatakan kalau dia sudah selesai dan melanjutkan ke permainan berikutnya. Kemudian, orang yang menjadi raja berikutnya adalah ...

“Oh, aku?”

… ternyata Alisa. Setelah berpikir sejenak, dia angkat bicara dan memberi perintah yang pernah disebutkan Touya sebagai contoh.

“Hmmm ... kalau begitu, Nomer 2 dan Nomer 4 saling menjentikkan dahi.”

“Ugh.”

Masachika yang telah menarik sumpit lotre nomer 4 tanpa sadar meninggikan suaranya. Alasannya karena ...

(Kalau yang nomer 2 adalah Sarashina-senpai, aku akan mati!)

Itulah yang Ia cemaskan. Masachika menatap Chisaki dngan tatapan harap-harap cemas, dan untungnya, sebuah tangan terangkat di sisi lain ruangan.

“Ah, aku yang jadi~. Kuze-kun dapat nomer 4?”

“Ah, iya. Syukurlah ... kalau begitu silakan duluan.”

Seraya menghela napas lega, Masachika menyibak poninya dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Maria. Kemudian, Maria membuat lingkaran dengan ibu jari dan jari tengahnya, dan mengarahkan tangannya ke dahi Masachika.

“Kalau begitu aku mulai ya~ ... Eei!”

Maria menjentikkan jarinya dengan kuat, tapi ... karena jaraknya terlalu dekat, seluruh jari tengahnya, bukan kukunya, menempel di dahi Masachika. Rasanya tidak sakit sama sekali karena itu mengenai dahinya sebelum bisa mengumpulkan momentum.

“Ara? Arara? Rupanya ini lumayan sulit ya~”

“Yah, ini memang butuh sedikit trik sih ... haha”

Maria menjauhkan tangannya dari dahi Masachika dan tersenyum kesal. Masachika juga tertawa samar karena tak tahu harus bereaksi seperti apa.

“Kalau begitu, tunjukkan contohnya ya, Kuze-kun?”

“Ah, iya……”

Kali ini giliran Maria yang mencondongkan tubuhnya ke depan dan menyibak poninya. Pemandangan itu sedikit mengingatkan Masachika pada kejadian pagi ini, dan sembari merasa sedikit gugup, Ia menyiapkan tangan kanannya.

“Etto, be-begini?”

“Ah!”

Masachika sudah menahan diri karena lawannya adalah seorang gadis, tapi tidak seperti Maria, kukunya mengenai tepat sasaran, menyebabkan Maria menjerit kecil dan memegang dahinya.

“Duuhhh~~ sakit~~ banget tau~”

“Ah, aku minta maaf. Sepertinya aku melakukannya terlalu keras dari yang kuduga ...”

Sambil buru-buru meminta maaf kepada Maria, yang memegang dahinya dengan kedua tangan dan menggembungkan pipinya, ... Masachika merasakan sensasi geli yang tidak tertahankan di dalam hatinya.

(Nuooooooo! Apa-Apaan dengan percakapan seperti baka-couple yang memalukan iniiii~~!! Tatapan orang-orang di sekitarku berubah jadi lembut!!)

Pada saat yang sama, Ia bisa melihat Alisa yang duduk di antara mereka berdua, menatapnya dengan tatapan yang sangat dingin dari jarak dekat. Udara hangat dari sisi kiri. Udara dingin dari sisi kanan. Eh? Apa ini pintu masuk ke sauna?

(Tidak, kamu sendiri yang memberi perintahnya, tau?)

Sambil melontarkan tsukkomi di dalam hatinya, Masachika berpura-pura tidak menyadari tatapan Alisa dan berbalik menghadap ke depan, lalu mengembalikan sumpit lotre dengan ekspresi berpura-pura tenang di wajahnya.

“““““““Siapa~ rajanya~!”””””””

Kemudian Ia menarik sumpit lotre lagi, dan sumpit lotre yang ditarik oleh Masachika ditandai dengan warna merah.

“Ah, aku yang jadi.”

“Ara~ ... fufu, bukannya ini kelahiran seorang tiran?”

“Jangan kasih perintah yang aneh-aneh, oke?”

“Astaga, kalian ini kurang percaya sekali, sih”

Sembari mendecakkan lidahnya pada godaan Yuki dan peringatan Alisa, Masachika mempertimbangkan perintah seperti apa yang harus diberikan.

(Hmm...oh, benar juga)

Kemudian, Ia tersenyum menyeringai pada satu ide yang muncul di benaknya.

“Bagaimana kalau yang nomer 6 menyanyikan lagu hymne sekolah Seirei Gakuen dengan gaya acapela?”

“Uwaahh, itu sih maluin banget!”

Mendengar perintah Masachika, Chisaki menggosok lengannya karena merasa malu.

“Nah, siapa yang jadi nomer 6?”

Merasa puas dengan reaksid Chisaki, Masachika mencari tumbal menyedihkan yang jadi korban perintahnya...

“……Aku.”

Tepat di sebelahnya, ada suara yang terdengar. Tak disangka-sangka, orang yang jadi nomer 6 adalah Alisa.

“Uwaa, kalau begitu Alya-san. Ayo bernyanyi dengan penuh semangat! Oh iya, ayo berdiri dulu.”

Sambil menatap tajam Masachika yang dengan gembira mendesaknya, Alisa berdiri dari tempat duduknya. Kemudian, dengan sorakan dan tepuk tangan dari semua orang, dia mulai menyanyikan lagu sekolah.

Pada saat itu, ekspresi wajah Touya dan Chisaki, yang telah menikmati musik, mengeras. Masachika juga tanpa sadar menarik kembali senyumnya.

Sederhananya, dia memiliki suara yang begitu indah. Perintah yang dimaksudkan sebagai sanksi hukuman tiba-tiba berubah menjadi penampilan yang menakjubkan dari penyanyi sopran profesional. Tidak ada celah bagi penonton untuk bersorak atau bertepuk tangan, dan semua orang mendengarkan nyanyiannya. Ketika Alisa selesai bernyanyi selama sekitar satu menit, semua orang secara spontan bertepuk tangan.

“Sungguh tak disangka ... aku sampai dibuat terkejut. Alya-chan ternyata pandai bernyanyi juga, ya.”

“Ini tidak seberapa ... biasa-biasa saja, kok”

“Tidak, tidak, jangan merendah begitu. Sejujurnya, aku lumayan terkejut.”

Alisa duduk sedikit tidak nyaman terhadap pujian tulus dari Chisaki dan Touya.

“Aku juga terkejut, tau. Aku tidak pernah menyangka kalau kamu sangat pandai bernyanyi.”

“Begitu?”

Arisa menanggapi dengan santai pujian Masachika dan berbalik, tetapi telinganya sedikit memerah. Menanggapi reaksi yang sangat mudah dipahami itu, Masachika dan Maria sama-sama menatapnya dengan senyum, dan Alisa, yang tampaknya tidak mampu menanggung rasa malu, buru-buru mengembalikan sumpit lotre seraya berusaha mengabaikan tatapan mereka.

Setelah itu, permainan berlanjut beberapa kali, dan ketika suasananya jadi lumayan memanas ... Chisaki yang menjadi raja, mengeluarkan perintah yang paling agresif sejauh ini.

“Kalau begitu, yang nomer 2 mencium nomer 1!!”

Perintah tersebut, yang merupakan jenis perintah yang biasanya dikeluarkan oleh pecandu pesta dalam Gim Raja, menyebabkan keheranan dan ketegangan semua orang yang ada di ruang tamu. Sembari merasa terkejut saat mendengar perintah itu, Masachika lalu menyadari sesuatu.

(Sarashina-senpai, apa kamu melihat nomer lotre ketua!?)

Itulah yang Ia khawatirkan di awal permainan. Ia benar-benar melupakannya karena terlalu asyik menikmati permainan, tapi sama seperti Masachika, Chisaki dan Yuki bisa melihat sekilas angka pada sumpit lotre ketika ditarik keluar. Kalau tidak begitu, mana mungkin dia mengeluarkan perintah semacam itu di hadapan Touya selaku pacarnya.

“Chisaki, perintah itu ...”

“Aku tidak memberi perintah untuk melakukannya di mulut. Entah itu di pipi atau di tangan, di mana saja tidak masalah~.”

“Hmm~, kalau begitu masih dianggap aman...? Ngomong-ngomong, siapa yang dapat nomer 1 dan 2 ?”

Touya mungkin berpikir kalau itu takkan ada masalah jika dilakukan sesama gadis. Namun ...

“Yang nomer 1 adalah ... aku.”

Sayangnya, spekulasi itu meleset. Mungkin itu merupakan berkah tersembunyi bahwa dirinya berada di pihak penerima ketimbang orang yang melakukan.

“Sepertinya yang nomer 2 adalah aku.”

Lalu, Yuki yang duduk diagonal di depan Masachika mengangkat tangannya.

“Kuze dan Suou ya? Hmmm~ ... sudah kuduga Chisaki, perintah semacam itu….”

Touya yang tampaknya berpikir bahwa ini bukan hal bagus karena adanya kombinasi pria dan wanita, mengerutkan kening dan meminta Chisaki menarik kembali perintahnya ... tapi sebelum Touya menyelesaikan ucapannya, Yuki sudah merangkak duluan dan mencondongkan tubuhnya ke depan. Kemudian, dia meraih dagu Masachika dan menolehkan ke arah wajahnya sendiri ...

“Baiklah Masachika-kun, ahhn~~.”

“Jangan menjulurkan lidahmu ke arahku!!”

Dia membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya, dan tanpa ragu-ragu, mendekatkan wajahnya ke mulut Masachika. Namun, Masachika segera menahan dahi Yuki dengan tangannya, dan upaya ciuman Yuki berakhir sia-sia.

“... Fufufu, kira-kira apa yang terjadi kalau kamu tidak menghentikanku?”

“Kalau begitu, sejak awal jangan dilakukan.”

Sambil memegang dagu dan menahan dahi, mereka berdua bertukar tawa dan senyum berkedut dari jarak dekat. Tapi untuk beberapa alasan, Chisaki yang memberi perintah, paling heboh sendiri saat melihat adegan itu.

“Eh? Ehh? De-Deep Kiss...? Eh? Ehhhh!?”

“Uoohh ...”

Dua Senpai yang membuka lebar mata mereka dan berseru.

“Oi yang sebelah sana, jangan coba-coba mengambil foto.”

“!”

Ayano memegang smartphone dalam diam. Dan Maria, meletakkan tangannya di depan mulutnya dan melebarkan matanya….

“Ce-Cepat menyingkir!! Itu tidak senonoh, tau!”

Alisa mengerutkan keningnya dan memisahkan mereka berdua. Yuki tersenyum penuh arti pada Alisa, dan mendadak meraih tangan Masachika yang menahan dahinya.

Chuu

Dengan bunyi keras, Yuki mencium telapak tangan Masachika. Kemudian, dia berbalik ke arah Chisaki sambil tersenyum.

“Dengan begini, perintahnya sudah selesai dilaksanakan, bukan?”

“Ah i-iya ...”

Yuki meminta konfirmasi dengan sikap yang begitu santai, dan Chisaki mengangguk gugup sambil memegang pipinya dengan kedua tangan. Entah kenapa, reaksinya tampak sangat naïf untuk seseorang yang sudah punya pacar.

“Hmm~, ehhh … kalau begitu yah, ayo kita lanjut ke permainan selanjutnya…”

Touya juga tampaknya masih sedikit tidak nyaman, Ia dengan sengaja batuk dan mendesak untuk melanjutkan. Dalam suasana yang agak aneh, Masachika menyeka tangan kanannya yang dicium Yuki dengan celananya sambil merasakan tatapan tajam dari sisi kanan.

(Tidak, jangan memelototiku seperti itu... aku sama sekali tidak salah, oke)

Sambil membuat alasan yang sedikit tidak jantan dalam hatinya, Masachika menarik sumpit lotre sambil memperhatikan Alisa. Dan tak lama kemudian, Ia menyadari kelalaiannya.

(Sialann! Aku terlalu mengkhawatirkan Alya sehingga aku jadi kurang waspada...!!)

Namun, mungkin saja tidak ada yang bisa Ia lakukan jika Ia waspada. Tapi jika seandainya saja Ia lebih berhati-hati saat menarik sumpit lotrenya,...... begitu melihat Yuki yang duduk secara diagonal di depannya menyeringai jahat, Masachika cuma bisa menggertakan giginya.

(Keparat, dia melihatnya ... tapi jika Yuki tidak jadi raja ...)

Tapi ….. secercah harapan itu dihancurkan dengan kejam pada saat berikutnya.

“Walah, sepertinya aku yang jadi rajanya.”

Sambil tersenyum lebar, Yuki mengangkat sumpit lotre dengan tanda merah. Kemudian, sambil menyembunyikan mulutnya dengan tangan yang memegang sumpit lotre, dia dengan jelas menatap ke arah Masachika dan Alisa, lalu berkata.

“Kalau begitu, dengan meniru perintah Sarashina-senpai ... bagaimana kalau nomer 3 dan nomer 5 saling berciuman?”

Atas perintah itu, Alisa yang ada di sebelahnya tersentak, dan Masachika tahu kalau dirinya sudah menjadi sasaran Yuki.

(Sialan, nih anak benar-benar tidak ada ampun, sungguh perintah yang sangat jahat!)

Touya yang selaku Game Master, tidak menghentikan perintah tersebut. Wajar saja. Itu karena perintah untuk mencium baru saja dikeluarkan oleh Chisaki sebelumnya, dan segera setelah itu, Yuki langsung menirunya. Tidak adil rasanya jika itu berhenti di sini. Tapi……

(Meski begitu, bukannya ini sudah tidak aman!??!!!)

Mencium Alisa, di mana pun Ia melakukannya pasti akan menimbulkan efek tidak baik. Hubungan di antara mereka pasti akan renggang. Tidak, atau apa ini merupakan rencana bagi calon lawan untuk mengantisipasi hal tersebut.....??

(Mau bagaimanapun juga, ini sama sekali tidak boleh! Pasti tidak boleh!)

Alisa yang bersifat tidak suka kalah, pasti akan menjalankan perintah tersebut jika dia diprovokasi oleh Yuki. Dalam upaya untuk menghindari perintah ini, Masachika memutar otaknya sepenuhnya.

“Jadi, siapa yang dapat nomer 3 dan nomer 5?”

Namun, begitu Yuki memutuskan bahwa para Senpainya takkan menghentikannya, dia mulai mendesak tanpa memberi Masachika waktu untuk berpikir. Dan ketika ditanya, Alisa dengan bodoh dan polosnya mengangkat sumpit lotre.

“Nomer 5 adalah ... aku”

“Araa~, Alya-san yang dapat nomer 5, ya? Lalu, yang dapat nomer 3 siapa?”

Sambil berpura-pura terkejut, Yuki melihat sekeliling ke semua orang.

(Ugh, waktunya sudah mepet ... apa tidak ada sesuatu? Sesuatu yang merubah situasi ini ...)

Sambil menggertakan giginya di dalam hati, Masachika melihat sekeliling ... dan mulai menyadari sesuatu.

“Nomer 3 adalah aku.”

“Wah, ternyata yang dapat Masachika-kun? Wah, wah, wah, ini sih. Apa mungkin aku perlu mengucapkan kalau ini …. keberuntungan?”

Yuki memiringkan kepalanya dengan ekspresi tercengang dan tersenyum jahat dengan seringai di balik matanya. ...... tapi Masachika menanggapinya dengan seringai lebar.

“Entahlah. Tapi, sangat disayangkan sekali, Yuki.”

“Ara, sangat disayangkan sekali? Apa maksudmu?”

Saat ekspresi Yuki menghilang dan tatapan matanya menyipit, Masachika menunjuk ke jendela depan. Kemudian, Ia pun menyatakan dengan senyum tak kenal takut.

“Hujannya sudah mulai reda.”

Begitu mendengar perkataan itu, Yuki ….. dan anggota lainnya berbalik pada saat yang bersamaan dan memastikan bahwa hujannya memang sudah reda. Dan segera, Masachika mulai menarik orang yang punya otoritas tertinggi di tempat itu.

“Ketua, permainan ini cuma berlangsung sampai hujannya reda, iya ‘kan?”

“Oh, ohhh! Benar. Itu benar sekali!”

“Oleh karena itu. Waktu habis. Permainannya sudah berakhir sampai di sini.”

“Be-Benar sekali! Kalau begitu~, mumpung waktunya berbarengan dengan waktu camilan, mari mengadakan pesta membelah semangka!”

Usai mendengar perkataan Masachika, dua Senpai yang menjadi penyebab situasi ini segera bergabung dan bergerak untuk menyelesaikan situasi. Dan begitu Ketua dan wakil ketua mengumumkan berakhirnya permainan, tidak ada satu pun orang yang bisa membantahnya.

Sambil tersenyum ringan pada Chisaki, yang mulai membereskan sumpit lotrenya, Maria mengangkat pinggulnya dan memasukkan kembali lotrenya ke dalam botol kecil. Melihat itu, Ayano melihat reaksi tuannya, dan Yuki cuma mengangkat bahunya dengan ringan.

“Sini, ini sudah selesai, ini sudah selesai.”

Merasa kalau Yuki sudah menyerah, Masachika mengambil sumpit lotre dari tangan Alisa yang duduk membeku di sebelahnya, dan memasukkannya kembali ke dalam botol mini bersama miliknya.

“Ketua, biar aku ambil semangkanya, ya.”

“O-Ohhhh, tolong ya.”

“Tongkat pemukulnya ... Apa penggiling adonan ada di dapur?”

“Kupikir itu ada di sana. Seseorang pernah menggunakannya kemarin."

“Siapp~”

“Ah, umm, izinkan aku ikut membantumu.”

Saat Masachika dengan cepat berdiri dan melangkahkan kakinya menuju dapur, Alisa yang sepertinya tidak tahu harus berbuat apa, mengikuti di belakangnya.

“Umm, semangkanya di mana ya~?

“Ah, kalau tidak salah ada di dalam sana ...”

Entah bagaimana mereka tidak berani menatap wajah satu sama lain, dan mencari-cari semangka di dalam kulkas sambil mengobrol basa-basi.

“Oh, ada ...”

Masachika meraih semangka yang Ia temukan, tetapi pada saat yang sama, Alisa juga mengulurkannya tangan, dan kedua tangan mereka saling bersentuhan sau sama lain. Alisa lalu segera menarik tangannya dengan malu-malu.

(Ke-Kenapa kayak jadi mesra-mesraan begini, sih)

Sambil memikirkan ini di dalam hati, Masachika mengambil semangka dari kantong plastik dan dengan lihainya mengubah topik pembicaraan.

“Oh iya, apa maksudnya dari cerita lucu Masha-san tadi? Aku tidak tahu di mana letak lucunya dari cerita itu…..”

“Eh? Ahhh ...  itu sih, di Rusia, orang kadang-kadang menggambarkan tempat yang ramai sebagai 'tidak ada tempat untuk apel jatuh'.”

“Ohhhh~ begitu jadinya ya. Tidak ada tempat bagi apel untuk jatuh, tapi apelnya malah jatuh ... Tidak, aku masih tidak paham!”

Ketika Masachika melakukan lawakan itu, Alisa juga tertawa kecil. Dan kemudian, Yuki tiba-tiba muncul di belakang mereka.

Terhadap dua orang yang berbalik dan penasaran apa yang dia inginkan …… Yuki lalu berkata kepada mereka sambil menyeringai licik, melepas kedok wanita anggunnya.

“Pengecut yang melarikan diri.”

Di tambah lagi, dia mengeluarkan tawa dan senyum mengejek, lalu meninggalkan mereka berdua.

(Oooooiii!! Kemana perginya perjanjian gencatan senjata yang pernah kamu sebutkan tempo hari!!)

Segera setelah Ia berteriak dalam hati, Masachika merasakan aliran semangat juang tiba-tiba dari punggung Alisa, dan Ia buru-buru menenangkannya.

“Sabar. Jangan mudah diprovokasi. Itu rencana Yuki untuk membuat hubungan kita jadi renggang.”

“...”

Alisa mengangkat alisnya dan memelototinya, tapi Masachika mengangkat tangannya dengan tergesa-gesa.

“Jadi tenanglah dulu, oke? Jika kamu meladeni provokasinya …. Kalau kita berciuman dengan perasaan sementara, kamu pasti akan menyesalinya nanti, iya ‘kan?”

“.....”

Begitu mendengar kata-kata Masachika, Alisa melihat sekali lagi ke arah pintu tempat Yuki pergi dengan wajah murung, lalu mendengus ringan dan berbalik ke meja masak.

“... Selanjutnya, penggiling adonan, ‘kan?”

“Ahh, iya.”

Ketika Ia melihat kalau Alisa sudah merasa diyakinkan, Masachika dengan lega mengelus dadanya dan berbalik ke arah kulkas. Sambil memegang semangka di dadanya, Ia menutup kulkas dengan sikunya...

Mana mungkin aku akan menyesalinya

 (Awa...)

Masachika nyaris menjatuhkan semangka yang dibawa ketika mendadak mendengar bahasa Rusia yang terdengar di telinganya. Ia hampir membelah semangka (dalam kecelakaan) dan buru-buru memegang kembali semangka itu.

(Seriusan, kamu ini ...!)

Jika menghadapi rencana Yuki, Ia yakin takkan kalah.Masachika merasa yakin kalau dirinya bisa menangani kejutan apa pun. Namun, cuma kalimat dere berbahasa Rusia dari mitranya ini saja ….. yang membuat Masachika diam-diam menghela nafas, dan tidak tahu bagaimana cara menanganinya.

 

 

Sebelumnya Daftar isi  |  Selanjutnya


[1] Komyushou [コミュ症] adalah nama lain dari gangguan komunikasi yang dikenal sebagai Komyunikēshon shōgai [コミュニケーション障害]
close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama