Otonari no Tenshi-sama Vol.4 Chapter 7 Bahasa Indonesia

Chapter 7 — Waktu Setelah Ujian

 

Setelah ujian UTS selesai, Amane merasa kalau beban di pundaknya telah diangkat.

Dibandingkan dengan jam pelajaran biasanya, waktu yang mereka habiskan di sekolah jauh lebih singkat. Namun, karena ketegangan selama ujian, Amane merasa kalau dirinya merasa lebih tertekan.

Amane selalu belajar dengan rajin dan mempertahankan peringkat yang lumayan, tetapi kali ini, Ia menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mempersiapkan ujian ini. Ujian kali ini merupakan ujian khusus bagi Amane, jadi Ia merasa sedikit gugup. Setelah ujian selesai, Amane berpikir kalau upayanya dalam ujian itu cukup memuaskan.

Sehari sebelumnya, soal ujian yang keluar merupakan bagian materi yang pernah Amane dan Mahiru pelajari bersama. Meski dirinya tidak mendapatkan nilai sempurna, nilai yang didapat seharusnya cukup bagus. Terlepas dari bagaimana perasaannya, hasilnya akan keluar hari ini. Amane percaya bahwa Ia mengerjakan lembar jawaban lebih baik kali ini ketimbang ujian-ujian sebelumnya.

“Amane~ bagaimana hasil ujianmu...?”

Amane sedang bersantai dan bersandar di sandaran kursinya, lalu Chitose yang agak lesu terhuyung-huyung memanggil namanya.

Sepertinya dia sedikit depresi karena ujian. Dia punya otak yang lumayan pintar, tapi dia tidak menghabiskan cukup waktu untuk belajar.

“Lumayan, kurasa aku tidak banyak melakukan kesalahan.”

“Kamu benar-benar bekerja keras kali ini. Menurutmu bagaimana aku melakukannya?”

“Kukira kamu melakukannya dengan sangat buruk dan cuma bisa menjawab asal-asalan .”

“Kamu menebaknya dengan benar...”

“Ugh. Tolong jangan kena ujian remidi, kami sudah mengajarimu tau, apa semua usaha kami bakal menjadi sia-sia?”

Hubungan pertemanan antara Mahiru, Amane, Itsuki, Chitose, dan Yuuta relatif dekat. Mereka telah mengajari Chitose, mendorongnya sebagai prioritas pertama mereka.

Masalahnya terletak pada kurangnya konsentrasi dan karakter Chitose yang tidak serius. Dia relatif pintar dan kemampuannya untuk memahami orang lain lumayan. Jika diajarkan dengan baik, dia pasti langsung memahaminya.

Adapun mengingat kembali materi pelajaran untuk ujian, itu hanya mungkin jika dia bekerja keras dan belajar.

“Jangan khawatir, ini sudah usaha terbaik yang pernah aku coba!”

“Jika yang segini saja dibilang terbaik ... terserah apa katamu, nilaimu akan mencerminkan usahamu. Kamu hanya harus mulai mempersiapkan diri untuk melakukan lebih baik pada ujian berikutnya.”

“Tidakkkkkk~!! Aku baru saja menyelesaikan ujian ini, jangan ungkit-ungkit ujian selanjutnya!! Aku ingin menikmati perasaan pembebasan ini sekarang! Ikkun, kamu setuju ya ‘kan?”

“Bersantai sebentar saja tidak masalah.”

Itsuki berdiri di belakang Amane dan mengucapkan kata-kata tersebut, mengangguk setuju. Meski Ia lebih serius tentang sekolah daripada Chitose, Itsuki tampaknya merasa capek karena harus berusaha mengerjakan soal ujian bahasa Inggris.

“Aku ingin jawaban yang pasti.”

“Maafkan kami! Kami ingin melupakan ujian!”

Menyaksikan Itsuki dan Chitose yang merengek memohon ampunan, Amane bergumam, “Kurasa kalian memiliki lebih dari cukup energi,” dan melihat teman-teman sekelasnya yang berkumpul di sisi lain kelas.

Setelah ujian, banyak teman sekelasnya berkumpul di sekitar Mahiru. Mereka ingin melihat lembar jawaban Mahiru yang menunjukkan hampir nilai sempurna pada setiap mata pelajaran. Dengan senyum rendah hati di wajahnya, Mahiru mengeluarkan kertas ujiannya untuk berbagai mata pelajaran dan mengulas ulang setiap mata pelajaran yang ditanyai teman sekelasnya.

Tentu saja Amane ingin bergabung dengan lingkaran itu, tetapi karena alasan yang jelas, Ia memutuskan untuk tidak bergabung. Amane bisa mengajukan pertanyaannya setelah mereka kembali ke rumah.

“... Pasti sulit.”

Ucapan Amane tidak merujuk tentang Mahiru, tetapi Itsuki dan Chitose sepertinya telah mendengarnya. Duo sableng itu mengalihkan pandangan mereka ke arahnya dan berkata sambil tersenyum.

“Yah, karena tenshi-sama itu imut dan pintar, wajar-wajar saja dia sangat populer dan semua orang bergegas untuk meminta jawabannya.”

“Apa Amane tidak mau ikut bergabung dengan mereka juga?”

“Aku tidak mau.”

“Sudah kuduga.”

'Lagi pula, kamu nanti akan menemuinya di rumah, ‘kan'. Bagian kedua dari kalimat itu tidak diucapkan, tetapi Amane secara alami mengerti apa yang mereka katakan dari nada suaranya. Ia bersyukur karena mereka tidak mengatakannya, tapi seringai mereka yang menyiratkan “kami tahu semuanya” membuat Amane merasa jengkel

Ketika Amane mengerutkan kening, Itsuki tersenyum lebih lebar, dab menyebabkan Amane semakin kesar. Tawa gembira terdengar mendekat, yang  mana hal itu sedikit mengendurkan ekspresinya.

“Itsuki, Fujimiya akan marah jika kamu terlalu sering menggodanya.”

“Jangan khawatir, Ia pasti takkan marah karena hal kecil seperti ini.”

“Aku hampir saja akan meletakkan tinjuku di dahimu.”

Yuuta turun tangan untuk menegur Itsuki, jadi Ia mengangkat bahu dan berhenti memelototi Itsuki.

“Fujimiya, tentang ujianmu...kamu melakukannya dengan cukup baik, kan?”

“Yah, kurasa aku baik-baik saja. Kamu sendiri bagaimana, Kadowaki?”

“Aku merasa kalau aku melakukannya cukup baik daripada sebelumnya, dan aku harus berterima kasih atas sesi belajar bersamanya. Meskipun aku akan tahu seberapa baik aku melakukannya nanti.”

“Itu bagus.”

Pertemuan belajar hari Sabtu kemarin mendadak jadi sesi main gim bareng di tengah jalan. Amane khawatir dengan hasil Yuuta, tapi sepertinya Ia melakukannya dengan cukup baik.

Mungkin ada bagusnya untuk belajar bersama orang lain. Melihat ke belakang, Amane melihat Itsuki yang menunjukkan ekspresi ketidakpuasan.

“Amane, bukannya kamu terlalu baik pada Yuuta?”

“Kenapa kamu tidak mengaca saja dengan perbuatanmu sendiri, hah?”

“Kamu pasti cuma terlalu mengatakannya, aku tahu kamu masih mencintaiku.”

“Jangan bilang sesuatu yang menjijikan, aku —”

 “Ya, Amane hanya mencintai satu orang.”

Itsuki berbisik, dan Amane menepak kepalanya karena sudah mengatakan itu

Yuuta mengerti apa yang dikatakan Itsuki dan hanya tersenyum. Adapun Chitose, dia berkata “Ikkun sangat bodoh,” dan menonton dengan tertawa geli

Amane tidak memukulnya dengan keras, jadi wajar saja jika itu tidak terlalu menyakitkan, tapi ekspresi tenang di wajah Itsuki membuatnya sedikit kesal.

“Itu benar, Fujimiya sangatlah setia.”

“Kadowaki, kamu juga?”

“Aku tidak mengungkit siapa-siapa kok, aku hanya menyebutmu setia?”

Senyum hangatnya penuh dengan tawa dan Amane tidak bisa membantahnya, jadi Ia cuma bisa membuang muka.

Rupanya, sikap Amane terlalu lucu. Entah itu Itsuki, Chitose maupun Yuuta, mereka semua tidak bisa menahan diri untuk tidak menertawakannya. Amane merasa malu dan menggigit bibirnya, berusaha menghindari tatapan mereka. Akibatnya, Ia melihat Mahiru yang sedang memperhatikan mereka.

Mahiru tersenyum pada Amane. Hal tersebut membuat Amane semakin malu karena dilihat oleh Mahiru. Mahiru berjalan dengan tenang saat dia mengerang.

“Kelihatannya ramai sekali, apa yang sedang kalian bicarakan?”

“Hah? Kita sedang membicarakan seberapa setianya Amane, iya ‘kan?”

“Chitose, apa yang—”

 “Apa aku salah?”

“Bisa tidak jangan mengejekku terus?”

“Hmm?”

“Aku bilang berhenti menggodaku.”

Amane menatap tajam ke arah Chitose, mencoba membuatnya berhenti, tapi Chitose hanya mengalihkan pandangannya seolah-olah tidak ada yang terjadi, jadi Amane memelototi Itsuki dan meminta pertanggungjawabannya atas pengawasannya.

“Kenapa kamu malah memelototiku?”

“Itu karena kamu mengatakan hal-hal seperti itu, jadi inilah yang terjadi.”

“... Apa yang sedang kalian bicarakan?”

“Kami hanya berbicara tentang seorang cowok yang berdedikasi dan polos.”

Amane sangat berharap kalau Chitose berhenti membicarakannya.

“Tidak ada yang bilang mengenai betapa polosnya aku, tau?”

“Hmm? Kamu tidak menyadarinya?”

Melihat bibir Itsuki yang gemetar berpura-pura terkejut, Amane menendangnya di bawah meja dan melihat kembali ke arah Mahiru. Dia memiringkan kepalanya sedikit dengan senyumnya yang biasa, seolah memikirkan sesuatu.

“Kamu terlalu menyangkal diri sendiri. Jika orang lain membicarakan Fujimiya-san seperti itu, kemungkinan besar kalau itu memang benar adanya.”

“Benar sekali.  Fujimiya adalah seseorang yang akan bekerja keras ketika sudah memutuskan sesuatu. Kupikir ini bagus.”

“Fujimiya-san seharusnya sedikit percaya diri karena menjadi orang yang baik.”

Mereka semua memujinya dengan tatapan lembut dan hangat, membuat Amane sangat malu. Ia melihat ke arah Mahiru dan si Tenshi hanya membalas dengan senyuman lembut.

Amane yang tidak tahan dengan semua itu, memalingkan mukanya untuk menyembunyikan rasa malunya, tapi Ia justru  menemukan kalau teman-teman sekelasnya tampak iri.

Mereka tidak menatap Amane secara langsung, tetapi pada Mahiru dan Yuuta. Amane merasa lega dan sedikit aneh.

Kedua orang populer itu tampaknya memiliki hubungan yang dekat, jadi tentu saja mereka akan mendapat perhatian semua orang. Ada jejak kecemburuan di hati Amane. Tanpa disadari, rasa kecemburuan tersebut rupanya terlihat di wajahnya.

“Amane, ada apa? Apa kamu baik-baik saja?”

“Oh tidak, bukan apa-apa.”

“Aku tahu kamu pemalu, tapi tidak apa-apa. Ah, Mahirun, bisakah kita berlima merayakan akhir ujian ini?”

Chitose mengabaikan keadaan pikiran Amane yang tak terlukiskan, dan mengundang Mahiru untuk pergi bersama. Dihadapkan dengan ajakan yang biasa ini, Mahiru menjawab dengan senyum malaikat, “Jika semua orang tidak keberatan, aku akan sangat senang bisa bergabung denganmu.”

Lima orang, itu artinya termasuk Amane. Chitose pasti mengerti kalau Amane tidak memiliki keinginan untuk menolak ajakannya.

Dihadapkan dengan senyum kemenangan di wajah Chitose, Amane dengan ragu-ragu mengangguk setuju.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama