Chapter 7 — Waktu Setelah Ujian
Setelah ujian UTS selesai,
Amane merasa kalau beban di pundaknya telah diangkat.
Dibandingkan dengan jam
pelajaran biasanya, waktu yang mereka habiskan di sekolah jauh lebih singkat. Namun,
karena ketegangan selama ujian, Amane merasa kalau dirinya merasa lebih
tertekan.
Amane selalu belajar dengan
rajin dan mempertahankan peringkat yang lumayan, tetapi kali ini, Ia
menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mempersiapkan ujian ini.
Ujian kali ini merupakan ujian khusus bagi Amane, jadi Ia merasa sedikit gugup.
Setelah ujian selesai, Amane berpikir kalau upayanya dalam ujian itu cukup
memuaskan.
Sehari sebelumnya, soal ujian
yang keluar merupakan bagian materi yang pernah Amane dan Mahiru pelajari
bersama. Meski dirinya tidak mendapatkan nilai sempurna, nilai yang didapat seharusnya
cukup bagus. Terlepas dari bagaimana perasaannya, hasilnya akan keluar hari
ini. Amane percaya bahwa Ia mengerjakan lembar jawaban lebih baik kali ini
ketimbang ujian-ujian sebelumnya.
“Amane~ bagaimana hasil
ujianmu...?”
Amane sedang bersantai dan
bersandar di sandaran kursinya, lalu Chitose yang agak lesu terhuyung-huyung
memanggil namanya.
Sepertinya dia sedikit depresi
karena ujian. Dia punya otak yang lumayan pintar, tapi dia tidak menghabiskan
cukup waktu untuk belajar.
“Lumayan, kurasa aku tidak banyak
melakukan kesalahan.”
“Kamu benar-benar bekerja keras
kali ini. Menurutmu bagaimana aku melakukannya?”
“Kukira kamu melakukannya
dengan sangat buruk dan cuma bisa menjawab asal-asalan .”
“Kamu menebaknya dengan benar...”
“Ugh. Tolong jangan kena ujian
remidi, kami sudah mengajarimu tau, apa semua usaha kami bakal menjadi sia-sia?”
Hubungan pertemanan antara Mahiru,
Amane, Itsuki, Chitose, dan Yuuta relatif dekat. Mereka telah mengajari Chitose,
mendorongnya sebagai prioritas pertama mereka.
Masalahnya terletak pada
kurangnya konsentrasi dan karakter Chitose yang tidak serius. Dia relatif
pintar dan kemampuannya untuk memahami orang lain lumayan. Jika diajarkan
dengan baik, dia pasti langsung memahaminya.
Adapun mengingat kembali materi
pelajaran untuk ujian, itu hanya mungkin jika dia bekerja keras dan belajar.
“Jangan khawatir, ini sudah
usaha terbaik yang pernah aku coba!”
“Jika yang segini saja dibilang
terbaik ... terserah apa katamu, nilaimu akan mencerminkan usahamu. Kamu hanya
harus mulai mempersiapkan diri untuk melakukan lebih baik pada ujian
berikutnya.”
“Tidakkkkkk~!! Aku baru saja
menyelesaikan ujian ini, jangan ungkit-ungkit ujian selanjutnya!! Aku ingin
menikmati perasaan pembebasan ini sekarang! Ikkun, kamu setuju ya ‘kan?”
“Bersantai sebentar saja tidak
masalah.”
Itsuki berdiri di belakang Amane
dan mengucapkan kata-kata tersebut, mengangguk setuju. Meski Ia lebih serius
tentang sekolah daripada Chitose, Itsuki tampaknya merasa capek karena harus
berusaha mengerjakan soal ujian bahasa Inggris.
“Aku ingin jawaban yang pasti.”
“Maafkan kami! Kami ingin
melupakan ujian!”
Menyaksikan Itsuki dan Chitose
yang merengek memohon ampunan, Amane bergumam, “Kurasa kalian memiliki lebih
dari cukup energi,” dan melihat teman-teman sekelasnya yang berkumpul di sisi lain
kelas.
Setelah ujian, banyak teman
sekelasnya berkumpul di sekitar Mahiru. Mereka ingin melihat lembar jawaban
Mahiru yang menunjukkan hampir nilai sempurna pada setiap mata pelajaran.
Dengan senyum rendah hati di wajahnya, Mahiru mengeluarkan kertas ujiannya
untuk berbagai mata pelajaran dan mengulas ulang setiap mata pelajaran yang
ditanyai teman sekelasnya.
Tentu saja Amane ingin
bergabung dengan lingkaran itu, tetapi karena alasan yang jelas, Ia memutuskan
untuk tidak bergabung. Amane bisa mengajukan pertanyaannya setelah mereka
kembali ke rumah.
“... Pasti sulit.”
Ucapan Amane tidak merujuk
tentang Mahiru, tetapi Itsuki dan Chitose sepertinya telah mendengarnya. Duo
sableng itu mengalihkan pandangan mereka ke arahnya dan berkata sambil
tersenyum.
“Yah, karena tenshi-sama itu imut
dan pintar, wajar-wajar saja dia sangat populer dan semua orang bergegas untuk
meminta jawabannya.”
“Apa Amane tidak mau ikut bergabung
dengan mereka juga?”
“Aku tidak mau.”
“Sudah kuduga.”
'Lagi
pula, kamu nanti akan menemuinya di rumah, ‘kan'. Bagian
kedua dari kalimat itu tidak diucapkan, tetapi Amane secara alami mengerti apa
yang mereka katakan dari nada suaranya. Ia bersyukur karena mereka tidak
mengatakannya, tapi seringai mereka yang menyiratkan “kami tahu semuanya” membuat Amane merasa jengkel
Ketika Amane mengerutkan
kening, Itsuki tersenyum lebih lebar, dab menyebabkan Amane semakin kesar. Tawa
gembira terdengar mendekat, yang mana
hal itu sedikit mengendurkan ekspresinya.
“Itsuki, Fujimiya akan marah
jika kamu terlalu sering menggodanya.”
“Jangan khawatir, Ia pasti
takkan marah karena hal kecil seperti ini.”
“Aku hampir saja akan
meletakkan tinjuku di dahimu.”
Yuuta turun tangan untuk menegur
Itsuki, jadi Ia mengangkat bahu dan berhenti memelototi Itsuki.
“Fujimiya, tentang ujianmu...kamu
melakukannya dengan cukup baik, kan?”
“Yah, kurasa aku baik-baik
saja. Kamu sendiri bagaimana, Kadowaki?”
“Aku merasa kalau aku
melakukannya cukup baik daripada sebelumnya, dan aku harus berterima kasih atas
sesi belajar bersamanya. Meskipun aku akan tahu seberapa baik aku melakukannya
nanti.”
“Itu bagus.”
Pertemuan belajar hari Sabtu
kemarin mendadak jadi sesi main gim bareng di tengah jalan. Amane khawatir
dengan hasil Yuuta, tapi sepertinya Ia melakukannya dengan cukup baik.
Mungkin
ada bagusnya untuk belajar bersama orang lain. Melihat ke belakang,
Amane melihat Itsuki yang menunjukkan ekspresi ketidakpuasan.
“Amane, bukannya kamu terlalu
baik pada Yuuta?”
“Kenapa kamu tidak mengaca saja
dengan perbuatanmu sendiri, hah?”
“Kamu pasti cuma terlalu
mengatakannya, aku tahu kamu masih mencintaiku.”
“Jangan bilang sesuatu yang
menjijikan, aku —”
“Ya, Amane hanya mencintai satu orang.”
Itsuki berbisik, dan Amane
menepak kepalanya karena sudah mengatakan itu
Yuuta mengerti apa yang
dikatakan Itsuki dan hanya tersenyum. Adapun Chitose, dia berkata “Ikkun sangat bodoh,” dan menonton dengan
tertawa geli
Amane tidak memukulnya dengan
keras, jadi wajar saja jika itu tidak terlalu menyakitkan, tapi ekspresi tenang
di wajah Itsuki membuatnya sedikit kesal.
“Itu benar, Fujimiya sangatlah
setia.”
“Kadowaki, kamu juga?”
“Aku tidak mengungkit
siapa-siapa kok, aku hanya menyebutmu setia?”
Senyum hangatnya penuh dengan tawa
dan Amane tidak bisa membantahnya, jadi Ia cuma bisa membuang muka.
Rupanya, sikap Amane terlalu
lucu. Entah itu Itsuki, Chitose maupun Yuuta, mereka semua tidak bisa menahan diri
untuk tidak menertawakannya. Amane merasa malu dan menggigit bibirnya, berusaha
menghindari tatapan mereka. Akibatnya, Ia melihat Mahiru yang sedang
memperhatikan mereka.
Mahiru tersenyum pada Amane.
Hal tersebut membuat Amane semakin malu karena dilihat oleh Mahiru. Mahiru
berjalan dengan tenang saat dia mengerang.
“Kelihatannya ramai sekali, apa
yang sedang kalian bicarakan?”
“Hah? Kita sedang membicarakan
seberapa setianya Amane, iya ‘kan?”
“Chitose, apa yang—”
“Apa aku salah?”
“Bisa tidak jangan mengejekku
terus?”
“Hmm?”
“Aku bilang berhenti
menggodaku.”
Amane menatap tajam ke arah
Chitose, mencoba membuatnya berhenti, tapi Chitose hanya mengalihkan
pandangannya seolah-olah tidak ada yang terjadi, jadi Amane memelototi Itsuki
dan meminta pertanggungjawabannya atas pengawasannya.
“Kenapa kamu malah memelototiku?”
“Itu karena kamu mengatakan
hal-hal seperti itu, jadi inilah yang terjadi.”
“... Apa yang sedang kalian
bicarakan?”
“Kami hanya berbicara tentang
seorang cowok yang berdedikasi dan polos.”
Amane sangat berharap kalau Chitose
berhenti membicarakannya.
“Tidak ada yang bilang mengenai
betapa polosnya aku, tau?”
“Hmm? Kamu tidak menyadarinya?”
Melihat bibir Itsuki yang
gemetar berpura-pura terkejut, Amane menendangnya di bawah meja dan melihat
kembali ke arah Mahiru. Dia memiringkan kepalanya sedikit dengan senyumnya yang
biasa, seolah memikirkan sesuatu.
“Kamu terlalu menyangkal diri
sendiri. Jika orang lain membicarakan Fujimiya-san seperti itu, kemungkinan
besar kalau itu memang benar adanya.”
“Benar sekali. Fujimiya adalah seseorang yang akan bekerja
keras ketika sudah memutuskan sesuatu. Kupikir ini bagus.”
“Fujimiya-san seharusnya
sedikit percaya diri karena menjadi orang yang baik.”
Mereka semua memujinya dengan
tatapan lembut dan hangat, membuat Amane sangat malu. Ia melihat ke arah Mahiru
dan si Tenshi hanya membalas dengan senyuman lembut.
Amane yang tidak tahan dengan
semua itu, memalingkan mukanya untuk menyembunyikan rasa malunya, tapi Ia
justru menemukan kalau teman-teman
sekelasnya tampak iri.
Mereka tidak menatap Amane
secara langsung, tetapi pada Mahiru dan Yuuta. Amane merasa lega dan sedikit
aneh.
Kedua orang populer itu
tampaknya memiliki hubungan yang dekat, jadi tentu saja mereka akan mendapat
perhatian semua orang. Ada jejak kecemburuan di hati Amane. Tanpa disadari,
rasa kecemburuan tersebut rupanya terlihat di wajahnya.
“Amane, ada apa? Apa kamu
baik-baik saja?”
“Oh tidak, bukan apa-apa.”
“Aku tahu kamu pemalu, tapi
tidak apa-apa. Ah, Mahirun, bisakah kita berlima merayakan akhir ujian ini?”
Chitose mengabaikan keadaan
pikiran Amane yang tak terlukiskan, dan mengundang Mahiru untuk pergi bersama.
Dihadapkan dengan ajakan yang biasa ini, Mahiru menjawab dengan senyum
malaikat, “Jika semua orang tidak keberatan, aku akan sangat senang bisa bergabung
denganmu.”
Lima orang, itu artinya
termasuk Amane. Chitose pasti mengerti kalau Amane tidak memiliki keinginan
untuk menolak ajakannya.
Dihadapkan dengan senyum
kemenangan di wajah Chitose, Amane dengan ragu-ragu mengangguk setuju.