Prolog
“Kira-kira, apa benar aku ingin
melakukannya dengan Ryuuto?”
Di akhir kencan di Harajuku pada
Hari Valentine, di dalam bilik purikura, pertanyaan mengejutkan seperti itu
diajukan oleh Luna, dan hanya berlangsung beberapa puluh detik.
Aku sama sekali tak bisa
menanggapinya karena merasa sangat tercengang. Di dalam batinku, aku
benar-benar dalam keadaan panik.
Ingin melakukan? Apanya?
Tentu saja, yang dia maksud
adalah…. “s*ks”.
Mungkin Luna ingin berhubungan
s*ks denganku ... Tapi mengapa dia malah bertanya padaku!?
Hal seperti itu, bahkan
ditanyakan kepadaku yang masih perjaka, aku jadi kebingungan untuk menjawabnya..!
“...?”
Luna memiringkan kepalanya,
seolah-olah sedang menunggu jawabanku.
Kami berada di dalam mesin foto
purikura sekarang. Jarak di antara kami hanya sekitar tiga sentimeter.
Dalam jarak yang begitu dekat,
ada wajah Luna yang menggemaskan dengan tatapan mata yang menengadah.
Dikelilingi oleh aroma yang mungkin berasal dari bunga atau buah-buahan...
hanya itu saja sudah cukup untuk membuatku kehilangan ketenangan.
Di dalam pikiranku, ucapan Luna
tadi terus-menerus terngiang-ngiang, dan jantung berdebar terlalu kencang
sampai rasanya sakit.
Aku tidak dalam kondisi yang
bisa berpikir dengan jernih..
“... En-Entahlah ...”
Pada akhirnya, cuma itu yang
bisa aku katakan.
“.......”
Luna juga terlihat sedikit malu-malu.
“......Begitu ya..........”
Dialalu mengalihkan pandangannya dan bergumam seperti
itu.
Dalam perjalanan pulang dari
stasiun A untuk mengantar Luna ke rumahnya, waktu sunyi tanpa obrolan terus
berlanjut.
Jalan sempit di kawasan
pemukiman diterangi lampu jalan di sana-sini, dan aspal diterangi cahaya putih yang
redup.
Ketika kami mulai berpacaran,
aku biasanya mengantar Luna pulang ke rumah sebelum pukul 6 sore, tetapi belakangan
ini menjadi pukul 8 malam dan hari ini bahkan sedikit melewatinya. Meskipun
tidak ada batasan waktu di keluarga Shirakawa, ini hanya bentuk kesopanan dari
diriku sendiri.
“......”
Biasanya setelah satu topik
pembicaraan selesai, Luna langsung memulai topi pembicaraan berikutnya. Ketika
aku menoleh ke samping, aku bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkannya, dia
terlihat sedang berpikir sambil menundukkan pandangannya ke jalanan aspal.
Tangan yang tergenggam terasa
hangat seperti biasanya, tetapi aku merasa frustrasi karena perasaan yang ada
di dalam hatinya terasa tidak tersentuh.
“... Luna?”
Dengan berani, aku memanggil
namanya, dan Luna menatapku dengan terkejut.
“Hmm? Apa?”
“Ummm…”
Bukannya berarti ada sesuatu
yang ingin kubicarakan, jadi aku menjadi canggung.
“Tidak, bukan apa-apa ... Aku
hanya penasaran dengan apa yang kamu pikirkan sekarang.”
“Hmm~...”
Luna menggelengkan kepalanya
pelan dan membuka mulutnya.
“Aku sedang memikirkan tentang
kelanjutan dari yang aku katakan tadi.”
“Eh?”
“Pembicaraan kita di dalam
purikura tadi...”
Purikura... tentang apa yang
dia katakan di toko purikura...
——
Kira-kira, apa aku ingin melakukannya dengan Ryuuto enggak, ya?
“Ah, te-tentang itu ya...”
Kelanjutan dari itu... dan aku
merasa wajahku menjadi panas karena kegelisahan. Untunglah kami berada di
tempat yang gelap.
“Ap-Apa maksudmu?”
Melihat kebingungan dalam
diriku, Luna membuka mulutnya dengan ekspresi kebimbangan.
“Memang benar kalau aku tidak
mengerti perasaanku sendiri, tapi aku juga tidak mengerti perasaan Ryuuto,
tahu?”
“Eh?”
“Aku bertanya-tanya apakah
Ryuuto benar-benar ingin melakukannya denganku...”
Diriku diliputi kecemasan
ketika melihat wajah Luna yang terlihat kesepian.
“Eh... ak-aku ingin
melakukannya, kok.”
Meskipun aku berpikir bahwa
sebaiknya aku mengatakannya dengan jujur, aku khawatir kalau jawabanku terlihat
terlalu tergesa-gesa dan terdengar menjijikkan, sehingga ketegasan pernyataanku
menjadi setengah hati.
“Atau itulah yang kamu katakan
padaku. Bahkan di kafe tadi.”
Di kafe tadi... apa yang dia
maksud tentang video dewasa apa yang kusukai ketika di kafe cokelat tadi?
“Tapi, aku... pernah ditolak
sekali sebelumnya.”
“Eh?”
“Pada hari kita mulai
berpacaran... Kamu pernah berkata 'hari
ini tidak melakukannya'.”
“E-Eh, tidak, itu sih...”
Melihat wajah Luna yang agak
cemberut, aku buru-buru membuka mulutku.
“Karena kita baru saja mulai
berpacaran, jadi aku ingin menjaga hubungan kita dengan baik...”
“Aku paham kok. Bahkan pada saat
itu, aku sedikit merasa lega karena berpikir, 'Ah, kurasa kita tidak perlu melakukan hubungan s*ks segera setelah berpacaran'.”
Setelah mengatakan itu, Luna
menundukkan kepalanya.
“Tapi, aku semakin menyukai
Ryuuto... Baru-baru ini, jika aku membayangkan tentang Ryuuto dan saat
bersamanya... Aku menjadi khawatir, 'Apakah
Ryuuto benar-benar ingin melakukannya denganku?' Karena jika Ryuuto tidak
ingin melakukannya, tidak ada gunanya juga merasa bingung apakah aku ingin
melakukannya atau tidak, iya ‘kan?”
Kami baru saja tiba di depan
kediaman Shirakawa, dan berhenti sejenak. Cerita Luna masih terus berlanjut.
“Karena Ryuuto adalah cowok
yang serius, jadi kita tidak pernah membicarakan hal-hal yang nakal ketika kita
bersama. Mungkin kamu bahkan tidak peduli atau bahkan berpikir bahwa itu tidak
perlu... mau tak mau aku jadi merasa seperti itu...”
“Eh ...!? Ah, tidak, itu sih
...!”
Aku adalah seorang cowok dan
sering kali memikirkan hal-hal yang sedikit erotis, jadi aku berbicara dengan
asumsi bahwa “Cowok tentu ingin
berhubungan s*ks”. Oleh karena itu, pernyataan kalau “Aku akan menunggu hingga Luna ingin melakukannya” juga merupakan
cara untuk mengungkapkan secara tersirat bahwa “Aku selalu ingin melakukannya kapan saja!”. Aku tidak membahas
hal-hal erotis juga sebagai bentuk perhatian agar Luna, yang cenderung
menyesuaikan diri dengan pacarnya, tidak merasa terburu-buru secara tidak
perlu.
Tapi siapa sangka, hal tersebut
justru menjadi bumerang di tempat seperti ini.
Di dalam diri Luna, aku mungkin
sudah dianggap menjadi pria bijak dengan meteran hasrat s*ksual yang kosong.
Setelah kupikir-pikir lagi, mungkin karena itulah Luna tiba-tiba saja mulai
menggali topik-topik erotis hari ini.
“...... Te-Tentu saja aku ingin
melakukannya.”
Untuk menghindari salah paham,
aku harus mengatakannya dengan tegas meskipun aku merasa malu.
“Bukannya itu berarti kamu juga
menyesuaikan diri denganku? Karena aku mulai tertarik, jadi kamu cuma mengikuti
arus saja gitu?”
“Tidak, bukan begitu ...!”
Mungkin Luna berpikiran begitu
karena dia sendiri pernah berhubungan badan untuk memuaskan mantan pacarnya.
“Aku seorang gyaru, jadi meskipun kamu
mencintaiku sebagai pacar, tapi kamu mungkin tidak terlalu terangsang? Mungkin
gadis seperti Maria yang memiliki citra yang lebih polos merupakan tipemu….”
“Ka-Kamu salah. Sejak awal, aku
takkan menembak seorang gadis yang tidak membuatku terangsang.”
Aku merasa sangat kesal karena
sulit untuk menyampaikannya, jadi aku menyela perkataan Luna.
“... Aku sebenarnya lebih mesum
daripada yang Luna pikirkan.”
Aku tidak tahu mengapa saya
membuat argumen yang begitu kuat di jalan pada malam hari, apalagi di depan
rumahnya, tetapi aku mati-matian memberitahu Luna, yang masih memiliki ekspresi
cemas di wajahnya.
“Aku secara normal menonton
manga erotis dan video erotis. Ketika kita tidak bersama, aku selalu memikirkan
kapan aku bisa melakukannya denganmu. Sejauh ini, aku sudah memikirkan Luna
sekitar lima ratus kali... Ah, tidak, lupakan itu.”
Dalam kepanikan, aku hampir
mengungkapkan cerita solo play yang
sangat eksplisit.
Aku berharap kalau dia akan
mengabaikannya, tetapi wajah Luna tiba-tiba berubah menjadi curiga.
“Hah? 500 kali ... itu angka
apa?”
“Eh, ah, tidak, itu…”
“Ah ...! Jangan-jangan ...!”
Wajahnya tiba-tiba memerah
seperti menyadari sesuatu dan mulai membuka dan menutup mulutnya.
“Tunggu dulu, kita sudah
berpacaran sekitar delapan bulan, jika satu bulan dianggap tiga puluh hari,
maka delapan kali tiga sama dengan dua puluh empat, jadi dua ratus empat puluh...
itu berarti lebih dari dua kali sehari!?”
“Eh, tidak, itu sih..?”
Aku juga tidak menghitungnya
dengan tepat, jadi tolong jangan terlalu menganggap serius. Eh, selain itu,
walaupun kamu tidak pandai matematika, mengapa kepalamu begitu cepat berputar
dalam situasi seperti ini, Luna-san!?
“Sebanyak itu...? Kamu ingin melakukannya
denganku...”
Sementara itu, wajah Luna
dengan cepat memerah dan menjadi tersipu, saking merahnya sampai-sampai rona
merahnya dapat dilihat bahkan dalam kegelapan. Aku belum pernah melihat
ekspresi Luna seperti itu.
“... Ugh ... ya ...”
Aku ikutan merasa malu karena
terpengaruh, tapi karena akulah yang memulainya sendiri, jadi aku tidak bisa
membantahnya...
Apa sih yang sebenarnya sedang
aku katakan......
“Itulah sebabnya, aku…. selalu
ingin melakukannya denganmu, kapan pun itu.”
Aku mengatakannya dengan keras
seperti orang yang putus asa.
Luna dengan wajah tersipunya
yang semakin memerah, menatapku dengan tercengang.
“Mustahil ... Eh, tunggu, rasanya malu banget ...!”
Dia bergumam dengan suara yang
terdengar keluar dari lubuk hatinya.
“Uwaaaahhh, aku sudah tidak
sanggup lagi ~~~!"
Tiba-tiba dia berteriak keras
dan menghilang ke dalam rumahnya seperti kelinci yang berusaha kabur.