[LN] Otonari no Top Idol-sama Jilid 1 Bab 9 Bahasa Indonesia

 

Ronde 9 — Aku Masih Belum Terlalu Siap

 

 

Sesampainya di apartemen, aku memeriksa isi kotak suratku. Pengiriman pizza, pengumpulan sampah dalam jumlah besar, dan sekolah les privat. Beragam brosur dikemas hanya dalam satu hari. Kotak surat di kamar 810 penuh dengan brosur, dan bahkan tidak ada ruang untuk selembar kertas pun.

“.....”

Aku masuk ke dalam lift dan turun di lantai 8.

Saat aku berjalan menyusuri lorong umum, pintu kamar 808 mendadak terbuka.

“Ara, Suzufumi-kun. Selamat datang kembali.”

“Halo selamat siang.”

Wanita penghuni kamar 808 sedang memegang sebuah kotak dengan noshi* di dadanya. (TN: potongan tipis panjang abalon kering dalam kertas berpola yang dilipat, ditempelkan pada kado)

“Aku baru saja hendak berkunjung. Aku memenangkan lotre ini di distrik perbelanjaan. Aku ingin membagikannya denganmu.”

Tulisan [Daging Babi Platinum'] terukir di sisi kotak dengan kaligrafi yang kuat. Merek daging ini mengingatkan saya pada sebuah pertemuan yang mengejutkan saat liburan musim semi.

“Eh, apa anda yakin? Itu barang yang mahal sekali.”

“Aku sudah memenangkannya dua kali. Aku bahkan tidak bisa makan dua potong daging berlemak seperti ini.”

“Anda mempunyai keberuntungan yang besar,ya.”

“Ngomong-ngomong, undian pertama yang aku menangkan adalah jalan-jalan ke Atami. Aku akan segera pergi ke sana. Jadi aku sangat menantikan pemandian air panasnya.”

“Anda memang mempunyai keberuntungan yang besar, ya.”

Selain itu, beliau kelihatannya sangat suka jalan-jalan ke sumber air panas.

“Suzufumi-kun, kamu pandai memasak, iya ‘kan? Kamu bebas mau membagikannya dengan orang tuamu atau teman-temanmu.”

“...Ya, serahkan saja pada saya.”

Kalau begitu, aku pamit dulu, wanita itu lantas kembali ke unit kamar apartemennya.

Aku melewati kamar 809, berdiri di depan unit kamar paling dalam, dan membunyikan bel.

Tidak ada jawaban dari dalam. Yang jelas dia tidak ada di rumah. Sepertinya dia juga belum pulang hari ini. Aku bergumam sembari menatap kotak yang ada di tanganku.

“…Orang yang paling ingin aku beri makan sudah lama pergi.”

Sudah lima hari berlalu sejak Yuzuki tidak pulang ke rumahnya.

Atau mungkin dia diam-diam pulang saat aku sedang mengikuti pelajaran di sekolah.

Setelah hari konser, Yuzuki menghilang dari pandanganku.

Bahkan jika aku mengiriminya pesan, dia tidak membalasnya. Tentu saja, dia juga tidak mengangkat telepon dariku.

Akun medsos-nya diperbarui secara berkala dan dia juga muncul dalam program-program siaran langsung online. Sepertinya dia tidak terlibat dalam insiden atau masalah apa pun.

Hanya ada satu kesimpulan yang bisa diambil dari kejadian ini.

Yuzuki sedang menghindariku.

Aku tidak tahu apa penyebabnya.

Tidak, bukan berarti aku tidak bisa memikirkan beberapa hal yang terlintas dalam pikiranku.

Misalnya beberapa hari sebelum acara konser. Kami meninggalkan sekolah berdampingan. Dari lift menuju apartemen, kami saling berpegangan tangan hanya dengan satu jari kelingking. Pada hari acara konser, aku memberinya bekal makan siang buatanku sendiri. Sebuah majalah mingguan mungkin mengetahui informasi ini dan melaporkannya sebagai dugaan hubungan percintaan. Yuzuki meninggalkan apartemen untuk menyembunyikan diri dan memutuskan semua kontak denganku sesuai instruksi dari kantornya.

Namun, selama lima hari terakhir, meski aku sudah menjelajahi beberapa majalah mingguan, berita internet, dan bahkan forum anonim, aku tidak menemukan apa pun informasi yang mengungkap kehidupan cinta Arisu Yuzuki.

Jika memang demikian, apa dia hanya sibuk dengan pekerjaannya? Acara jumpa penggemarnya juga akan segera diadakan, jadi dia pasti sibuk dengan persiapannya.

Aku mencoba mencari-cari alasan untuk meyakinkan diriku sendiri, tapi aku tetap tidak bisa menerimanya dengan jujur. Karena sesibuk apa pun Yuzuki dengan pekerjaannya, dia selalu memberitahuku terlebih dahulu kapan dia akan menginap. Tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, rasanya sangat aneh dia tidak menghubungiku selama lima hari berturut-turut.

Rasanya seolah-olah Yuzuki benar-benar di luar jangkauanku. Sejak melihat penampilan heroiknya di konser langsung, penampilan Yuzuki sebagai idol terus-menerus terlintas di dalam benakku.

Aku secara naluriah menyadari bahwa jika situasi ini terus berlanjut, masa depan yang menantiku adalah kepunahan alami.

“...Yuzuki...”

Aku bukannya khawatir karena tidak bisa bertemu Arisu Yuzuki sebagai Idol.

Aku hanya ingin bertemu Sasaki Yuzuki.

 

 

Keesokan paginya, aku menemukan sosok yang tidak asing di depan gerbang sekolah.

“Ah, akhirnya kamu datang juga. Kamu berangkatnya telat banget sih, Suzu~.”

Mulut Rika ternganga dan dia berjalan berdampingan di sampingku.

“...Yo, Rika.”

“Bukannya reaksimu terlalu lesu banget~? Padahal teman masa kecilmu yang tersayang ini sudah bersusah payah datang untuk menyambutmu.”

Ekspresi Rika terlihat cerah saat dia berjalan di sampingku, menghiraukan reaksi cemberutku.

“Ada apa? Sampai-sampai kamu bersusah payah menyergapku segala.”

“Karena akhir-akhir ini kamu bersikap ketus padaku, bahkan ketika aku mengirimimu pesan. Jika kamu mempunyai masalah, Rika-oneesan yang baik hati dan lembut ini bisa membantumu.”

“...Bukan apa-apa. Aku minta maaf jika sudah membuatmu merasa khawatir.”

“Benarkah? Apa kamu tidak terlalu memaksakan diri?”

Biasanya Rika selalu langsung mundur, tapi hari ini dia benar-benar mendesakku. Aku memakai topeng teman masa kecil yang ramah dan memasang senyuman palsu.

“Kamu terlalu khawatir. Yang lebih penting lagi, apa kamu sudah belajar untuk ujian tengah semester? Kamu akan dimarahi oleh ibumu lagi dan jam kerjamu dikurangi di pekerjaan paruh waktumu, bukan?”

“Ugh...”

Aku sadar betul kalau Rika tiba-tiba menjadi lemah ketika topik belajar muncul. Aku merasa seperti melakukan kecurangan untuk melewati situasi ini dan merasa agak bersalah.

“Jangan khawatir. Jika terjadi sesuatu, aku akan segera menghubungi Rika, kok.”

“Baiklah kalau begitu. Jika kamu berbohong, aku akan menyerbu rumahmu, bahkan jika itu di tengah malam!”

“Ya, ya, silakan datang kapan saja.”

Siswa kelas dua dan tiga mempunyai deretan loker sepatu yang berbeda, jadi aku berpisah dengan Rika di pintu masuk siswa. Sungguh keterlaluan jika aku sampai membuat teman masa kecilku mengkhawatirkanku.

Secara tidak bisa, aku mencoba mengubah rute ke ruang kelas 2A. Biasanya, aku akan menaiki tangga tepat di luar pintu masuk siswa ke lantai dua dan kemudian pindah ke Kelas A yang berada di paling ujung, tapi kali ini, setelah memakai sepatu dalam ruangan, aku berjalan melintasi deretan kelas satu yang ada di lantai satu.

Alasannya tentu saja untuk mengintip Kelas 1-B. Aku menunggu sampai sebelum jam pelajaran pertama dimulai, ketika sebagian besar siswa sudah tiba, dan kemudian melintasi ruang kelas.

Sebagian besar siswi sudah duduk ketika aku melihat melalui pintu yang terbuka penuh, seakan-akan golongan anak kelas 1 ini penuh dengan siswa yang serius. Namun, aku tidak dapat menemukan gadis dengan rambut hitam panjang dan mata kuning. Sepertinya dia tidak berangkat sekolah.

“Um...apa kamu memerlukan sesuatu dari anak kelas 1?”

Mungkin mencurigaiku karena terus menatap ke dalam ruangan, gadis berkacamata berbingkai merah yang duduk di sisi kiri Yuzuki keluar ke lorong dengan sikap yang tampak waspada.

“Jika kamu mencari Yuzuki-san, dia mungkin sedang absen hari ini. Selama beberapa hari terakhir, meskipun dia pergi ke sekolah, dia akan datang terlambat atau pulang lebih awal.”

“Be-Begitu ya.”

“Mamori-senpai... kan? Aku mendengar kalau Senpai menyatakan cinta pada Yuzuki-san pada hari upacara penerimaan siswa baru.”

Seperti yang diharapkan, identitas asliku terbongkar di depan teman-teman sekelasnya.

“Bahkan jika aku tahu kamu akan datang, aku tidak akan memberitahumu. Yuzuki-san, sepertinya dia berusaha menghindarimu.”

“…Apa maksudmu?”

“Baru-baru ini, Yuzuki-san, setiap kali ada cowok dari kelas lain masuk ke kelas, dia selalu melihat ke arah itu. Sepertinya dia waspada terhadap seseorang yang akan menyerangnya.”

“Dan kamu berpikir kalau orang itu adalah aku?”

“Habisnya tidak ada orang lain. Apa Senpai berusaha mencoba mendekati Yuzuki-san lagi? Jika kamu terlalu memaksa, aku akan memberi tahu guru, oke?”

Sorot mata di balik kacamata itu terlihat sangat serius. Dia mungkin lebih mengkhawatirkan Yuzuki daripada aku.

“...Ya baiklah, aku mengerti. Aku tidak akan masuk ke kelas 1-B lagi. Aku minta maaf kalau sudah membuatmu takut. Dan terima kasih sudah memberitahuku.”

Harapanku untuk bertemu Yuzuki di kelas Kelas 1-B telah pupus.

Tapi di suatu tempat di dalam hatiku, aku juga merasa lega.

 

 

Sudah kuduga, kamu punya teman yang benar-benar peduli padamu bukan, Yuzuki?

 

 

[Mamori Suzufumi-san dari Kelas 2-A. Silakan datang ke ruang bimbingan siswa saat istirahat makan siang nanti.]

Ketika jam pelajaran pagi berakhir, aku mendengar namaku dipanggil melalui siaran sekolah. Ini adalah pertama kalinya di dalam kehidupan sekolah namaku dipanggil melalui pengumuman begitu.

“Jadi Suzufumi akhirnya dipanggil oleh Momo-chan juga!!”

Saat Hozumi berjalan bersamaku menuju ke kelas, ia tersenyum dengan lebar.

Aku punya alasan tentang panggilan itu. Mungkin ini tentang kunjunganku ke dalam kelas 1-B pagi ini.

Aku tidak ingin diceramahi karena berusaha terlibat dengan Yuzuki, tapi kali ini aku berada di pihak yang bersalah.

Sekarang, aku sepertinya sudah menjadi orang asing bagi Yuzuki. Terlebih lagi, orang-orang di sekitarku mulai menganggapku sebagai calon penguntit. Aku tidak bisa membantahnya meskipun ada yang mengatakan bahwa aku bahkan lebih jahat dari Mikami-sensei, yang pernah mencoba melakukan perbuatan menyimpang.

Setelah mengetuk pintu dua kali, aku mendengar suara pelan yang menjawab, “Silakan masuk.”

“Permisi”

Satu-satunya benda di dalam ruangan itu hanyalah rak buku berisi informasi universitas dan meja konferensi yang dapat menampung enam orang. Mikami-sensei, yang mengenakan jas, duduk di kursi tengah di belakang, menyandarkan sikunya di atas meja dan melipat tangannya.

“Duduklah”

Aku duduk di kursi yang tersedia di tengah pintu masuk, dan menghadap Mikami-sensei.

“Ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu.”

Dia menyibak pinggiran rambut bob pendeknya dan menyipitkan pandangan matanya.

──Jika kamu ingin macam-macam dengannya...

Pesan mengancam yang pernah disampaikan Mikami-sensei akan menjadi kenyataan.

Baiklah, sekarang, permintaan maaf seperti apa yang paling baik untuk meredakan amarahnya?

Pertama-tama, aku harus meminta maaf karena sudah mengunjungi ruang kelas 1-B. Jika aku bersujud ke lantai dan bersumpah, “Aku tidak akan pernah mendekati Yuzuki lagi,” ketulusanku pasti akan tersampaikan.

Bahkan Yuzuki menginginkan itu. Bahkan bagi Mikami-sensei, ini juga merupakan situasi yang saling menguntungkan, karena dia bisa menjauhkan pria yang merepotkan dari Arisu Yuzuki.

Semuanya sekarang sudah selesai. Tidak ada yang akan terluka ataupun bersedih.

Namun, aku tidak bisa membuka mulutku.

Seharusnya sudah jelas apa yang harus aku lakukan.

“...Begitu, jadi kamu mencoba untuk terus diam, ya.”

Mikami-sensei menghela napas, seakan-akan mengatakan bahwa semua harapan telah hilang.

“Kalau begitu aku akan mengatakannya dengan jelas. Yuzuki-chan—”

Aku mengepal erat-erat tanganku di atas lutut dan memejamkan mataku.

Ahh, semuanya sudah berakhir.

“Pertunjukan konser Yuzuki-chan sungguh menakjubkan sekali, ya!”

“…Ehh?”

“Kamu juga melihat pertunjukan langsungnya di streaming, ‘kan? Pertunjukan ini memiliki pilihan lagu yang lebih banyak untuk masyarakat umum daripada biasanya. Secara pribadi, aku merasa sangat puas dengan tiga lagu solo yang dibawakan Yuzuki-chan. Aku benar-benar tidak menyangka kalau lagu [Red Day Twilight] adalah lau solo Yuzuki-chan. Terakhir kali dan sebelumnya, dia membawakan dua lagu solo, dan konser Natal tahun lalu hanya satu lagu, loh? Nah, karena alasan itu, kegembiraannya menjadi begitu heboh kali ini. Aku lebih mengkhawatirkan kondisi kebugaran fisiknya karena dia muncul di siaran langsung sebelum dan sesudah pertunjukan langsung. Acara jumpa penggemar akan segera tiba, dan manajemen harus memastikan Yuzuki-chan beristirahat dengan baik——”

“Tu-Tu-Tu-Tunggu sebentar, eh, membahas kesan tentang pertunjukannya? Jangan bilang kalau Sensei sengaja memanggilku kemari hanya untuk membicarakan hal itu?”

“Memangnya ada hal lain yang harus kita bicarakan?”

Padahal aku sudah siap disalahkan atas tuduhan berusaha mendekati kelas 1-B pagi ini, tetapi tampaknya kabar tersebut belum sampai ke telinga orang ini.

“Selama beberapa hari terakhir, aku sudah menunggumu untuk mengajakku ke sesi peninjauan, tau? Tapi karena kamu kelihatannya tidak ada niatan mengajakku sama sekali, jadi kali ini aku tidak punya pilihan lain. Sebagai anggota klub penggemar nomor 000005, aku harus bersikap baik kepada penggemar junior. Tidak peduli di lingkungan manapun, jika mereka tidak menyambut pendatang baru, fandom mereka akan sepi anyep.”

Mengesampingkan naik turunnya lingkungan sekitar, aku menepuk dadaku dengan lega.

Waktu istirahat makan siang tinggal kurang dari 30 menit. Aku mengeluarkan kotak makan siang dari tas sekolahku yang kuletakkan di samping kursiku. Aku tadinya ingin makan siang di halaman setelah diceramahi Mikami-sensei, tetapi antusiasme otaku idol ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, jadi aku memutuskan untuk sekalian makan siang di sini saja.

Saat aku meletakkan tanganku di tutup kotak makan siangku, aku merasakan tatapan tajam dari depanku.

Mikami-sensei memasang tatapan tajam di matanya, seolah-olah dia ingin membunuhku hanya dengan tatapannya.

“Tak disangka kamu memiliki nyali yang besar untuk menyajikan bento di hadapanku…!”

Apakah aku memperlakukan wali kelasku terlalu santai? Walaupun aku selalu berpikir kalau aku sudah berhati-hati dalam menjaga etika, aku hampir lupa konsep sopan santun ketika berada di depan orang ini.

“Yah, aku tidak punya banyak waktu tersisa untuk makan siang...”

“Padahal gurumu ini hanya makan rumput dan kacang-kacangan selama tiga hari berturut-turut!”

Sekali lagi, aku menerima balasan yang jauh melampaui ekspektasiku.

Kalau dipikir-pikir, orang ini memangkas anggaran makanannya hingga batasnya demi menunjang aktivitas otaku idolnya.

“Tadi malam saja aku makan lima mangkuk chuhai dengan tauge goreng, lalu pagi ini memakan tahu dan natto dingin, dan untuk makan siang hari ini aku memakan oleh-oleh cemilan kacang yang aku terima dari rekan kerjaku..... Aku sudah mencapai batasku dan merasa muak, tau...!”

Ketika aku dengan hati-hati mengikuti garis pandangnya, aku menyadari kalau dia tidak menatapku, tetapi justru pada kotak makan siang yang ada di tanganku.

Kalau dia memang miskin sejak awal, aku mungkin bisa membantunya, tapi dalam kasus orang ini, penyebab dari kekurangan uangnya sangat terlihat jelas. Meski demikian, tidak nyaman juga mengabaikan guru yang kelaparan di depan mataku sendiri.

“...Jika Sensei mau, apa Sensei mau memakannya?”

Tatapan mata Mikami-sensei tampak berbinar-binar sejenak seperti mata anak kecil, tapi kemudian pandangan matanya segera kembali normal.

“H-Hmph. Aku tidak begitu kelaparan sampaisampai harus meminta makanan dari muridku sendiri.”

“Sebenarnya aku masih punya satu kotak makan siang lagi.”

“Ehh, kamu beneran yakin!?”

Dia mencondongkan badannya ke depan dari meja dan menatapku seperti anak kecil.

“I-Iya. Aku membuatnya terlalu banyak.”

Sebenarnya aku berencana memberikannya pada Yuzuki saat aku bertemu dengannya di sekolah, tapi sepertinya aku tidak bisa melakukannya hari ini.

Aku menyerahkan kotak makan siang kedua kepada Mikami-sensei, yang mulutnya terbuka. Dan kami berdua membuka tutup kotak makan siang secara bersamaan.

“Uwaaaahhhh~...”

Mulut Mikami-sensei setengah terbuka, dia terlihat seperti anak kecil yang baru saja membuka peti harta karun.

Menu makan siang hari ini adalah roti lapis.

Selain isian tuna dan ham yang standar, ada juga roti lapis yang berisi potongan daging dengan porsi potongan daging babi yang berlimpah, dan roti lapis buah dengan banyak krim segar yang dicampur dengan potongan stroberi, kiwi, dan pisang.

“Haaaaa...”

Sambil memegang roti lapis seukuran telapak tangan yang dipotong kotak dengan kedua tangannya dan melihatnya dengan saksama, penampilan Mikami-sensei terlihat seperti seorang prajurit biasa yang telah menerima hadiah dari sang raja.

Itadakimasu.”

Dia menggigit dengan lahap seperti binatang kecil. Pilihan pertamanya adalah roti lapis isian tuna dengan banyak lada hitam.

“...Shochu ubi jalar, batu.”

“Hah?”

“Atau anggur putih.”

“U-Uhmm...”

Setelah menggumamkan kalimat misterius, pilihan Mikami-sensei berikutnya adalah roti lapis isian ham. Selain ham, di dalamnya terdapat irisan mentimun yang diapit di antara ham, menambahkan tekstur dan kesegaran yang menyegarkan.

“Anggur merah, sebaiknya yang murah dari restoran keluarga. Minuman Highball juga bisa diterima.”

“...Apa jangan-jangan anda sedang membicarakan tentang minuman alkohol mana yang cocok dengan roti lapis?”

Rupanya, bagi Mikami-sensei, bahkan makan siang yang dia makan dianggap sebagai camilan saat melakukan piknik.

Hidangan ketiga, roti lapis isian potongan daging yang telah lama ditunggu-tunggu, akhirnya muncul. Tangan yang memegang sandwich itu sedikit gemetar, seolah-olah dia sudah lama sekali tidak memakan daging.

Nyam, nyam, nyam.

Mata Mikami-sensei terbelalak dalam sekejap.

“Bir! Bir bir bir! Bir segar dan dingin!”

“Sensei, tolong tenanglah sebentar! Ini bukan bar, tapi ruang bimbingan siswa di sekolah, tau!”

Aku mengguncang bahu Mikami-sensei yang bertingkah histeris dan menyadarkannya kembali.

Mengesampingkan isi komentarnya, Mikami-sensei sepertinya menyukai roti lapis tersebut. Setelah itu, dia terus memakannya satu per satu, dan hanya menyisakan roti lapis buahnya saja.

Tidak peduli seberapa mabuknya Mikami-sensei, dia terlihat seperti seorang gadis remaja ketika di depan cemilan. Dia mengeluarkan cangkir perak dan hendak memulai waktu minum teh yang elegan.

“Krim segar yang kaya rasa, pisang manis yang lengket, serta stroberi dan kiwi yang asam manis membuatnya sempurna untuk hidangan penutup. Roti ini lembab, empuk, dan terasa lumer di mulut.”

Aku merasa seperti aku baru pertama kali mendengar komentar makanan yang tepat sejak dia mencicipi roti lapis ini.

“Mulutku penuh dengan rasa manis, dan saat aku meminum ini… ugh!”

Saat Mikami-sensei mengaduk isi cangkirnya, wajahnya seketika dipenuhi dengan rasa kepuasan.

“...Hanya sekedar ingin memastikan, isi cangkirnya adalah teh, iya ‘kan?”

“Kamu tahu enggak? Krim segar ternyata sangat cocok dipadukan dengan sake, loh? Manisnya krim dan pahitnya sake sama-sama menonjol. Sake ini dapat disajikan panas atau pada suhu ruangan, tapi aku merekomendasikan sake dingin. Rasa dinginnya yang tajam meresap dan kamu akan merasa seperti sedang berendam di dalam air setelah sauna.”

“Umm, kenapa Sensei mendadak banyak berbicara? Dan juga, bukannya wajah Sensei menjadi sedikit memerah?”

“Astaga, aku malah makan dan minum di depan muridku sendiri. Aku sungguh guru yang tidak berguna. Hehe, hehehehe.”

Apa ini yang disebut sebagai situasi yang membuat bulu kuduk berdiri. Mikami-sensei terkekeh pada dirinya sendiri, entah apa yang dia tertawakan. Akhirnya, dia merebahkan diri di atas meja dengan tangan terentang dan melepaskan sepatu hak rendahnya.

“Haaah... Yuzuki-chan... Lopyuu...”

Dengan matanya yang bulat, dia tiba-tiba mengungkapkan cintanya pada idol favoritnya. Dia benar-benar sangat menyukai Yuzuki, ya.

“Hei, apa aku ini imut?”

“Hah?”

Tak disangka Kuchisake Onna juga bisa muncul di sekolah pada siang hari.

“Benar sekali, aku ini wanita yang paling imut di sekolah, iya ‘kan?”

Padahal aku menjawab dalam bentuk tanya, namun itu diperlakukan sebagai penegasan dengan topping ungkapan yang berlebihan.

Mengesampingkan apakah dia yang paling imut atau bukan, Mikami-sensei memang imut. Dia memiliki mata yang sayu, hidung yang mancung, mulut yang mengkilap dan rapat. Rambut bob pendeknya cocok untuknya, dan dia memiliki wajah yang kecil dan gaya yang bagus.

“Dulu, aku juga pernah bercita-cita menjadi seorang idol.”

Sebuah pernyataan mengejutkan yang dilontarkan begitu saja.

“Aku ingin berfoya-foya dan terus bersenang-senang. Bukannya itu sangat hebat bisa memuaskan kebutuhanmu dengan menjadi dikagumi dan menghasilkan uang?”

Ditambah lagi motifnya sungguh ampas banget.

“Kedua orang tuaku adalah guru. Mereka sangat bangga dengan pekerjaan mereka. Jadi mereka ingin putri mereka mengikuti jejak mereka. Aku sering bertengkar, terutama dengan ibuku.”

Mikami-sensei sering terlibat dalam obrolan ringan selama kegiatan belajar-mengajar. Namun, topik tentang lingkungan keluarganya sendiri tidak pernah diangkat.

“Aku bertengkar dengannya ketika dia berkata: 'Idola hanya untuk bersenang-senang'. Aku tahu kalau dia hanya mengkhawatirkan masa depan putrinya, tetapi aku ingin menjalani kehidupanku sendiri. Bukannya itu tidak masalah karena aku hanya ingin mencobanya atau jika aku tidak memiliki tujuan yang tinggi.”

Ketika seseorang memulai sesuatu, yang mendasarinya adalah keinginan yang kuat. Aku mulai memasak karena aku ingin menghibur ayahku.

“Tidak peduli seberapa banyak mereka menentangku, aku terus meyakinkan mereka dengan sabar. Aku akhirnya diizinkan untuk mengejar impianku dengan syarat harus lulus SMA. Selama hari kerja, aku akan mengirimkan rekaman demo dan menghadiri audisi di akhir pekan. Demi bisa mendapatkan uang untuk biaya masuk, aku mengisi hari-hari yang tidak terjadwal dengan bekerja paruh waktu. Aku juga harus menyeimbangkan studiku, jadi aku belajar hingga tengah malam dan nilaiku selalu berada di sepuluh besar seangkatan.”

Aku tahu kalau guru yang bernama Mikami Momose adalah seorang pekerja keras. Dia lebih antusias terhadap kelas dan acara-acara dibandingkan guru lainnya, dan selalu memberikan komentar kepada setiap siswa saat mengembalikan hasil ujian.

“Pada musim panas tahun terakhirku di sekolah SMA, aku akhirnya berhasil mencapai audisi final. Para anggota dipilih dari sepuluh orang yang telah berhasil sampai sejauh ini untuk membentuk grup idola. Itu adalah kamp pelatihan tiga hari dua malam, dan ketika aku mulai mengenal semua orang, aku akhirnya menyadarinya ....”

“Menyadarinya… menyadari apa maksud Sensei?”

“Tekadku berbeda. Kupikir aku telah melakukan sejumlah upaya, tapi wajar jika aku harus menyeimbangkan antara belajar dan bekerja paruh waktu. Aku pergi ke berbagai konser idola untuk mendapat masukan, membaca buku-buku tentang cara meningkatkan kemampuan percakapan saya, dan menghadiri pesta minum-minum yang berhubungan dengan hiburan untuk menjalin relasi. Khusus untuk gadis-gadis yang di atas 20 tahun, tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Hanya aku satu-satunya yang tidur lebih dari empat jam sehari. Bahkan dengan mengorbankan harapan hidup mereka sendiri, para gadis tersebut mempertaruhkan nyawa mereka untuk menjadi idola.”

Aku jadi mengingat ritme kehidupan Yuzuki. Alasan mengapa aku selalu mendengar ada suara kehidupan di tengah malam atau dini hari, bukan hanya karena jam kerjanya yang tidak teratur, tetapi juga karena waktu persiapan yang harus dia lakukan seperti berolahraga dan menghapalkan naskah ke dalam kepalanya.

“Setelah aku menyadari hal ini, aku berpikir, ‘Mana mungkin aku bisa hidup seperti itu selama sisa hidupku. Aku ingin keluar untuk bersenang-senang sesekali, dan aku juga ingin tidur nyenyak di akhir pekan’. Pada akhirnya, aku gagal dalam audisi terakhir. Masih ada waktu sebelum tenggat waktu untuk memenuhi janjiku kepada ibuku, tetapi aku menyerah untuk menjadi seorang idola. Dari paruh kedua liburan musim panas, aku belajar mati-matian, masuk ke universitas nasional, mendapatkan lisensi mengajar, dan menjadi seorang guru sekolah. Aku tidak menyesalinya sama sekali. Namun, aku tidak memiliki tekad yang kuat untuk menempuh jalan yang ingin aku jalani.”

Saat dia berbicara secara gamblang, Mikami-sensei dipenuhi dengan perasaan segar. Aku yakin dia mampu mengatasi kemundurannya dengan caranya sendiri.

“Itulah mengapa aku jatuh cinta dengan tekad Arisu Yuzuki. Tidak peduli seberapa kecil pun tempatnya, Yuzuki-chan mengerahkan segalanya, dan bahkan setelah tiketnya terjual habis, dia tidak pernah mengendurkan usahanya, dan aku mencintainya karena tekadnya yang kuat sebagai seorang idola.”

Aku tahu betul bahwa Yuzuki adalah orang yang sangat berdedikasi dan perfeksionis. Namun, ketika aku mendengarkan cerita dari mantan calon idol, aku menjadi semakin lebih sadar dengan beratnya kata “sempurna”.

“Itulah mengapa aku terkejut pada pertunjukan langsung beberapa hari yang lalu. Bahwa Arisu Yuzuki melakukan kesalahan yang jarang terjadi dalam pertunjukkannya.”

“…Eh?”

Aku merasa bagian dalam diriku membeku, seolah-olah hatiku disiram dengan air dingin.

“Itu terjadi saat lagu debut [Spotlight]. Dia langsung mengoreksinya, dan kurasa tidak ada orang lain yang menyadarinya, karena kamera begitu dekat pada saat pengambilan gambar. Kesalahan pada pertunjukan tidak hanya jarang terjadi, tetapi juga baru aku ketahui sekarang. Bagaimana aku menyadarinya? Karena aku anggota nomor 000005.”

Mengesampingkan wajah Mikami-sensei yang terlihat sombong, berbagai titik menjadi garis-garis di kepalaku.

Pada pertunjukan konser beberapa hari yang lalu, aku merasa ekspresi Yuzuki sedikit berubah.

Itu bukan hanya imajinasiku saja.

Komitmen yang kuat terhadap kesempurnaan.

Dia sangat teliti sehingga dia bahkan tidak menunjukkan wajah aslinya kepada teman-teman sekelasnya.

Pada akhirnya, dia juga mencoba menjauhkanku dari dunianya.

Idola biasa mungkin akan berpikir, “Sekali saja.”

Tapi kalau itu Arisu Yuzuki...

 

 

Ketika aku kembali ke apartemen, aku bertemu dengan pemilik apartemen di depan kamar 810.

Menurut penuturan beliau, penghuni kamar tersebut meminta untuk pindah.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama