Chapter – 17
Pada akhirnya, Mamiko dan
aku tetap tinggal di tempat kerja ayahku. Saat ini kami berdua sedang
menghadap adikku yang sedang duduk di atas sofa. Ayahku diam-diam
mengintip ke arah kami sambil berpura-pura mengerjakan storyboard-nya.
"Umm, apa kau
benar-benar berpacaran dengan Anii?"
Tiba-tiba, adikku bertanya
pada Mamiko. Adikku memiliki ekspresi curiga.
Mamiko menjawab pertanyaan
adikku dengan tersipu, "I-iya, aku pacarnya ..."
Seolah-olah belum bisa
menerimanya, adikku bertanya kembali, "Benarkah ~?"
"Tidak, sungguh! Dia
ini ... benar-benar pacarku. "
Adikku tidak perlu menekan
Mamiko, jadi aku menyela dengan mengatakan itu.
"Itu yang Anii
katakan, tapi ..."
Lalu, adikku mengubah
targetnya padaku. Dia tampak dalam suasana hati yang lebih buruk dari sebelumnya
saat dia memelototiku.
"Tak apa-apa, aku ini
memang pacarnya."
"Apa aku memintamu
untuk menjawab!?"
"Mamiko terlihat bermasalah. Sebagai
pacarnya, aku tidak bisa hanya duduk santai dan melihat saja. "
"Seharusnya tidak ada
pertanyaan yang sulit!"
"Tapi dia
bermasalah. Sebagai pacarnya, aku mengerti. "
Saat aku berbicara kembali
padanya, adikku tetap diam sambil menatapku.
Dia terlihat sedikit kesal
atau frustrasi karena sesuatu.
"Dan juga, tindakanmu
yang berlagak seperti pacar benar-benar membuatku kesal."
"Kau mencoba meragukan
diriku dan Mamiko, jadi tentu saja aku harus melakukan itu."
Setelah aku menjawab,
adikku sekali lagi terdiam.
Namun, dia tidak berhenti
melototiku, dan aku bisa merasakan suasanya menjadi lebih buruk.
"Mengapa kau sangat
marah?"
"Aku tidak marah sama
sekali."
"Tidak, kau sedang
marah, bukan? Ini sudah terlihat jelas. "
"... Aku hanya merasa
kesal."
Jelas sekali bahwa dia
tidak hanya merasa kesal, tapi jika aku mencoba mengatakannya lagi, maka
perdebatan ini takkan pernah berakhir, jadi aku tidak akan mengatakan apapun.
“Begitu ya. Jadi, apa
kau sudah selesai? Kami harus pergi."
"Ah…"
Mendengar perkataanku, adikku
hanya terdiam. Aku melirik sekilas padanya dan berdiri.
"Mamiko, ayo
pergi."
"Y-yeah ..."
Sambil melihat dengan cemas
pada adikku, Mamiko juga mulai berdiri.
"Ayah, semoga sukses
dalam cerita komedi romantismu."
"Y-yeah! Harap nantikan
itu! "
Akhirnya, aku dengan santai
berpamitan pada ayahku, dan hendak meninggalkan ruangan.
"T-Tunggu dulu!"
Namun, sekali lagi adikku
menghentikan kami. Sejujurnya, hal ini mulai menyebalkan. Aku tidak
mengerti mengapa dia menghentikan kami tadi, dan entah mengapa dia marah.
Aku tidak berkata apapun
saat aku berbalik untuk melihatnya. Aku akan membiarkan dia mengatakan
sesuatu, tapi jika dia masih menunjukkan perilaku yang sama seperti sebelumnya,
aku akan mengatakan sesuatu kembali dan langsung pergi.
"Seperti yang Anii
katakan, aku mungkin marah. Aku merasa sangat frustrasi sekarang. "
"Sudah kuduga begitu.
Meski, aku tidak tahu alasannya. "
"... Ini salah Anii."
"Apa?"
"Seperti yang
kubilang, ini salah kakak!"
"... Eh, kau sangat
membenci sikapku yang berlagak pacar tadi?"
"Aku benci itu juga,
tapi aku lebih kesal karena kau sudah mempunyai pacar."
"Apaa?"
Apa yang gadis ini katakan? Dia
seharusnya tidak peduli apakah aku mendapatkan pacar atau tidak. Itulah
yang aku pikirkan, tapi apa yang adikku bilang selanjutnya lebih mengejutkanku.
"Karena.......Anii sudah menjadi
milikku!"
"..."
Umm, apa yang dia maksud? Mengapa
aku menjadi milik adikku?
"Kami pergi berbelanja
bersama, nonton TV bersama, kami salling mempercayai satu sama lain, dan dia
melakukan banyak hal yang berbeda untukku!"
Tidak, maksudku, bukannya
itu sikap yang wajar untuk dilakukan terhadap saudaramu sendiri?
"Apa yang ingin
kukatakan ialah bahwa aku menyukaimu ... Anii."
Tidak, gadis ini sudah
parah. Dia serius mengatakan itu. Hal yang seperti ini tidaklah
benar.
"Tunggu sebentar, tenanglah
sedikit. Kita ini saudara kandung, bukan? "
"Cerewet sekali sih! Aku menyukai kakak sebagai
seorang laki-laki, bukannya sebagai saudara kandung! Itu sebabnya aku merasa
frustrasi! "
Adikku mengatakan itu
dengan putus asa.
Entah bagaimana, aku baru
saja ditembak oleh adikku, tapi tidak
ada pengakuan yang lebih merepotkan daripada masalah yang ini. Sekarang,
apa yang harus kulakukan ...
Entah mengapa, aku terlalu
populer akhir-akhir ini. Belum lama ini , Mamiko mengaku juga padaku.
"... Yoshiki-kun?
Saat aku sedang bingung
mengenai apa yang harus kulakukan pada pengakuan adikku, Mamiko, yang berada di
sampingku, mulai memanggil namaku. Melihat Mamiko sekarang, dia memiliki
ekspresi yang sama ketika aku sedang berbicara dengan Ueno. Dengan kata
lain, Mamiko sekarang sedang marah.
Mungkin karena aku tidak
mengatakan sesuatu yang menyebabkan dia berpikir bahwa aku sedang
mempertimbangkan apakah aku harus berkencan dengan adikku atau tidak. Tapi
kenyataannya bukan seperti itu, aku hanya merasa bingung. Tentu saja aku tidak
akan berpacaran dengan adikku, ‘kan?
"Bukan apa-apa. Tolong
jangan membuat kesalahpahaman yang aneh. "
"... Kalau begitu, tak
apa-apa."
Mamiko mengatakan itu
dengan wajah yang murung, dan segera mengalihkan wajahnya. Sepertinya kali
ini aku bisa meyakinkannya.
Sekarang, giliran adikku. Aku
menatap adikku lagi. Saat aku menatap dia, adikku melompat terkejut dan
bahunya sedikit bergetar. Sepertinya dia sedang mempersiapkan dirinya
untuk sesuatu.
"Umm, kau ingin
berpacaran denganku, benar?"
"Yah, semacam itu."
Dia menjawab dengan suara
yang hampir menghilang. Kemudian, aku memberinya respon yang tegas.
"Itu
mustahil, Aku tidak bisa berpacaran denganmu. "
"… Seperti yang
kupikirkan. Lagipula, kau sudah memiliki pacar. "
"Bukan, bukan itu
masalahnya. Aku tidak bisa melihatmu sebagai wanita. "
"..."
"Bahkan jika aku tidak
mempunyai pacar, aku masih tidak bisa berpacaran denganmu."
"..."
Mungkin sikapku ini sedikit
kasar, tapi jika aku tidak menanggapinya dengan benar, maka hanya akan
menyakiti dirinya. Lagi pula, aku tidak memiliki perasaan apapun padanya.
Setelah aku mengatakan itu,
adikku langsung pergi sambil berteriak “Jadi begitu!”, Dan bergegas menerobos
keluar dari tempat kerja.
Yah, mungkin hal itu baik-baik
saja. Kejadian tadi benar-benar mengejutkan, tapi kami berdua adalah
saudara kandung, bukan seperti hubungan romantis. Sambil memikirkan ini, aku
menggerakkan kaki sekali lagi untuk meninggalkan tempat kerja. Kali ini,
kami akan pergi tanpa gangguan.
"Yah ~ itu mengejutkan
sekali~"
Lalu, aku mendengar suara
ayahku.
Aku benar-benar lupa. Oh
iya, ayahku memang ada di sana. Dia mendengar pengakuan adikku tadi,
kan? Bukankah ini buruk?
Namun, ayahku membuang semua
rasa kekhawatiranku saat dia mulai berbicara.
"Aku tak pernah
berpikir bahwa Yui menyukai Yoshiki ~"
"Tunggu, mungkin
anakmu ini akan berakhir saling berpacaran, tahu. Bukannya ayah seharusnya
sedikit lebih cemas mengenai itu? "
"Yaa, itu terserah Yui
untuk jatuh cinta pada siapa~. Ini bukanlah hal yang buruk. "
"Itu memang benar,
tapi ..."
“Daripada itu, izinkan aku
menggunakan adegan tadi untuk cerita di mangaku."
Ayahku mengatakan itu
dengan ekspresi yang puas.
"Eh, apa yang Ayah
bilang tadi?"
"Jika sesuatu yang
begitu mengejutkan dan sangat menarik terjadi di depan dirimu, bukankah kau
ingin menulis tentang itu?"
"... Umm baiklah, kurasa
Ayah bisa menggunakannya, tapi apa itu tak apa-apa? Apa itu benar-benar menarik?
"
"Tentu saja, ini
menarik. Serahkan saja padaku!"
Ayahku mengepalkan
tangannya saat dia berseru padaku. Dia kemudian menuju mejanya dan memulai
menggambar storyboard-nya.
"S-Semoga beruntung."
Dengan perasaan rumit yang
kumiliki, hanya itulah yang bisa kukatakan pada ayahku. Lalu ayahku yang
sedang menggambar di mejanya mengatakan satu hal lagi.
"Baiklah, tinggalkan
Yui padaku. Kau tidak perlu terlalu memikirkannya. "
"..."
Mendengar perkataan ayahku,
aku merasa sedikit lega.
"Yeah, aku akan
menyerahkannya pada Ayah."
Setelah mengatakan itu, aku
meninggalkan tempat kerja ayahku.
Gud sangad min :v, ditunggu lanjutanny. Ga sabar :v
BalasHapusterima kasih atas dukungannya gan :D
HapusMantab gan! Ga terduga trnyanta imouto bakal "kokuhaku" scepat ini
BalasHapusDitnggu selnjutnya, sma project yg lain jga :D
Tunggu aja XD
Hapusntabs !! njut min
BalasHapusWaw luar biasa sekali Brocon di cerita ini ya , tak disangka akan "kokuhaku" dan pula secepat ini :v
BalasHapus