Chapter – 18
"Imouto-san,
apa dia baik-baik saja?"
Saat
duduk di sebelahku didalam kereta, Mamiko bertanya padaku dengan ekspresi
cemas. Aku tidak bisa diam saja mengenai hal itu, jadi aku memberinya
jawaban santai "Entahlah..." dan membiarkannya seperti itu.
Kemungkinan
besar Ayahku akan melakukan sesuatu untuk itu. Mudah-mudahan, hubungan
kita bisa kembali ke keadaan seperti semula …... Apa aku ini terlalu berharap?
Mungkin
saja aku tidak bisa berbicara dengan adik perempuanku lagi. Untuk saat
ini, aku hanya bisa bergantung pada ayahku.
Lagipula,
itu adalah hal yang mustahil bagiku untuk melakukan sesuatu mengenai masalah
ini.
*****
<Perubahan PoV>
Sudah
beberapa tahun sejak sesuatu yang begitu mengejutkan telah terjadi, bukan. Ini
bahkan lebih mengejutkan dari 20 tahun yang lalu ketika aku mendapatkan hadiah
untuk kompetisi manga pendatang baru yang telah aku ikuti.
Pertama-tama,
putraku memiliki pacar. Apalagi, pacarnya itu benar-benar manis. Aku
tak berpikir bahwa putraku memiliki wajah yang tampan dan sejujurnya, mereka
tidak serasi sama sekali. Jika orang-orang melihat pasangan seperti ini
berjalan di tengah kota, mereka mungkin akan berpikir,” Pria itu mungkin
memiliki banyak uang.”
Dan
sekarang, aku memiliki beberapa pertanyaan mengapa gadis secantik itu mau
berpacaran dengan putraku. Lalu, apa yang lebih mengejutkan lagi ialah putriku
menyukai putraku. Tentu saja, ini bukan kata “suka” yang biasa digunakan di
antara anggota keluarga, melainkan jenis “suka” yang biasa kau gunakan pada
lawan jenis.
Setelah
mereka memasuki masa pubertas, aku selalu berpikir bahwa mereka berdua terlalu
dekat sebagai saudara, tapi aku tak pernah berpikir bahwa putriku menyukai
kakaknya sendiri. Sejujurnya, sebagai orang tua, aku tidak menyukai hal
ini. Untuk memikirkan bahwa kedua anakku saling berpacaran satu sama lain,
memberiku sedikit perasaan tidak nyaman. Ini bukanlah penolakan yang mutlak,
tapi jika memungkinkan, aku tidak ingin hal itu terjadi.
Namun,
dia seharusnya bebas untuk jatuh cinta.
Bahkan
jika dia jatuh cinta pada kakak kandungnya sendiri, seharusnya tidak ada
masalah. Orang-orang di sekitar seharusnya tidak bisa mengatakan apapun
tentang hal itu. Jika dia sedang jatuh cinta, maka apa boleh buat. Karena
itulah aku hanya diam saja melihat pengakuannya sebagai penonton.
Hasilnya,
yah ... tentu saja, putraku menolak dia. Dan itu adalah penolakan yang
sangat jelas. Kata-katanya mungkin sedikit kasar, tapi kupikir lebih baik
dengan cara seperti itu. Jika dia tidak memiliki perasaan padanya,
mengatakannya secara langsung akan lebih baik.
Kemudian
putriku meninggalkan tempat ini dengan berlinangan air mata, sedangkan putraku
pergi untuk berkencan dengan pacarnya. Setelah banyak hal yang terjadi
sebelumnya, sekarang, hanya aku satu-satunya yang tertinggal di
sini. Satu-satunya hal yang bisa didengar adalah suara jangkrik dari luar
dan dengungan konstan dari AC.
Dalam
situasi seperti ini, aku mulai merasa linglung. Demi menyelesaikan gambaran
storyboard-ku untuk seri mangaku yang
baru, aku mulai menggerakkan tanganku. Meski aku harus mulai memikirkan
bagaimana mengembangkan pekerjaan baruku, semua yang ada di kepalaku hanyalah
wajah putriku.
Aku
sangat khawatir
Aku juga
memiliki pengalaman ditolak sebelumnya dan itu juga cukup sulit. Saat itu,
aku telah mengaku pada seseorang yang
dekat dengan diriku dan penolakan waktu itu juga sudah jelas. Aku mungkin
tak bisa melihat atau berbicara dengan mereka lagi setelah itu, dan aku ingat
bahwa aku selalu kepikiran sampai aku tak bisa tidur.
Tapi, Dalam
kasus putriku, dia telah mengaku pada kakaknya sendiri, seseorang yang selalu
bersamanya sejak dia lahir. Mereka biasa mandi bersama, makan bersama, dan
tidur di bawah atap yang sama. Untuk tak bisa berbicara kembali dengan
kakaknya, kemungkinan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibayangkan oleh
seorang mangaka seperti diriku.
Apa
yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan untuk membuat ini lebih
mudah pada putriku?
Sembari
memikirkan semua ini, entah mengapa, tanganku terus bergerak. Berpikir
mengenai perasaan putriku, cerita yang kugambar mulai
terbentuk. Gambar-gambar tersebut masih berantakan dan jelek, tapi aku
tidak bisa menghentikan tanganku.
Perasaan
yang mengalir keluar dari diriku sekarang, aku ingin menggambar mereka semua.
Tanpa
aku sadari, siang hari sudah berlalu. Sepertinya aku terlalu fokus
menggambar mangaku selama sekitar 4 jam. Apa yang kugambar dengan
cepat ini merupakan hal yang memalukan bagi mangaka profesional. Itu tidak
memiliki bayangan atau plot yang besar, dan mungkin juga memiliki banyak
kesalahan. Bagaimana pun juga, hal ini tidak bisa dipublikasikan ke
khalayak umum.
Tapi
sekarang, aku ingin putriku melihat karya ini. Ini mungkin mirip seperti
saran kecil dari seorang Ayah kepada putrinya. Aku memegang storyboard saat
menuju ke rumah. Saat aku kembali ke rumah, lampu di ruang tamu sudah
gelap. Cahaya di kamarku juga sama, kemungkinan besar istriku sudah
tertidur juga. Kamar putraku juga sama.
Satu-satunya
ruangan dengan cahaya yang masih menyala hanyalah kamar putriku. Aku
perlahan menaiki tangga ke lantai dua dan mengetuk pintu kamar putriku.
"Ada
apa?"
Suara
putriku terdengar dari balik pintu yang tertutup.
"Ini
Ayah. Bisa kita berbicara sebentar? "
Saat aku
mengatakan itu, pintu perlahan terbuka, dan putriku muncul dengan mata
merah. Yah, menangis sebanyak ini masih bisa dimengerti, tapi sebagai
orangtua, hal ini sangat menyakitkan untuk melihat keadaan dia seperti
ini. Sudah satu tahun sejak aku terakhir memasuki kamarnya, namun,
kamarnya masih memiliki nuansa girlish
yang sama seperti sebelumnya.
"Dan? Apa
ayah memiliki urusan?"
Saat
aku melihat ke sekeliling ruangan, putriku secara blak-blakkan bertanya
padaku. Seperti yang kuduga, nampaknya dia sedang dalam suasana hati yang
buruk.
"Tidak,
ini bukan masalah besar, tapi apa kau tak keberatan membaca karya baruku?"
"Jika
tentang itu, bukankah lebih baik meminta pada Anii untuk melakukannya?"
"Jangan
khawatir, aku ingin Yui membacanya."
Dengan
keras kepala memberitahunya, putriku hanya mendesah dan mengambil storyboard
yang kupegang. Lalu, dia mulai membacanya dengan cermat.
Manga
yang kugambar ialah mengenai kisah patah hati.
Ini
adalah kisah seorang anak laki-laki yang jatuh cinta pada seorang gadis,
mengaku pada sang gadis, dan ditolak. Kau mungkin akan menyadarinya, tapi
sebenarnya ini tidak terasa seperti manga shounen. Masih
ada harapan bagi mereka untuk berpacaran, namun pasti akan disebut akhir yang
pahit jika terlihat dalam manga shounen.
Namun, aku
sama sekali tidak peduli dengan itu.
Perasaan
seseorang ketika sedang jatuh cinta, kegugupan yang terjadi saat kau mengaku,
dan kesedihan saat ditolak. Perasaan yang dirasakan karakter utama ini, aku
coba gambarkan dengan rinci dan hati-hati.
Aku
melakukan semua ini dengan harapan bisa membuat putriku merasa empati. Akhir dari
kisah ini ialah adegan dari karakter utama, yang sedang depresi setelah
ditolak, mengangkat kepalanya ke atas. Adegan itu berjumlah 4
halaman. Aku menggambar adegan itu sedemikian besar sehingga pemandangan
karakter utama yang terpuruk mulai bangkit kembali untuk menatap ke depan.
Itu adalah
saranku untuk putriku.
Tak
peduli butuh seberapa banyak waktu. Tak peduli seberapa lama kau menyeret
dirimu sendiri melewati masa lalu. Tak apa-apa bahkan jika kau melupakan
kakakmu. Namun, aku berharap pada akhirnya, kau akan benar-benar menatap
ke depan. Untuk menatap ke depan dan hidup sambil tersenyum.
Aku
mencoba sebaik mungkin untuk memasukkan semua perasaan itu ke
dalamnya. Hanya untuk orang yang sangat, sangat penting. Hanya untuk
putriku Lalu, saat putriku selesai membaca manga, dia meninggalkan storyboard tersebut di lantai.
"Yeah,
ini memang menarik. Kalau begitu selamat malam."
Dia
mengatakan itu padaku dan kembali ke tempat tidurnya ... nampaknya perasaanku
tidak bisa menggapainya. Dengan putus asa, aku mengambil storyboard yang tergeletak.
"Yeah,
selamat malam."
Setelah
memberitahunya selamat malam, aku mematikan lampu kamar putriku.
Pada
saat itu...
"Ayah,
aku akan mencoba yang terbaik."
Itu
hanya suara yang kecil, namun aku benar-benar mendengarnya. Mungkin
perasaanku berhasil menggapainya. Aku mengepal tinju kecil saat meninggalkan
kamar putriku.
*****
<Kembali
ke PoV Yoshiki>
Pada
akhirnya, aku tak bisa tidur.
Aku
masih khawatir mengenai adikku yang sedang tidur di sebelah. Ayahku sudah
mengunjungi kamar adikku selama satu jam, tapi aku penasaran apakah dia bisa
melakukan sesuatu?
Omong-omong,
aku sama sekali tidak bisa berbicara dengan adikku. Kami makan malam
bersama, namun kami bahkan tidak melakukan kontak mata. Rasanya seperti
kami berdua adalah orang asing. Bahkan ibu kita yang biasanya tidak peka
juga mulai menyadarinya dan bertanya, "Apa ada sesuatu yang terjadi?"
Aku
penasaran butuh berapa lama untuk mengembalikan hubungan kita kembali sama
seperti semula? Kapan makan malam bersama menyenangkan kita akan
kembali? Sambil memikirkan semua itu, aku memasuki ruang tamu.
"Selamat
pagi."
"Selamat
pagi. Seperti biasa, Kau memiliki rambut yang mengerikan. Pergilah
memperbaikinya dengan cepat. "
"Yeah."
Karena rambutku
setiap hari berantakan, terbangun dan langsung pergi ke kamar mandi sudah menjadi
rutinitas bagiku. Aku pergi ke kamar mandi seperti biasa, dan di sana ada
adikku yang sedang menyikat gigi. Dia memakai seragam pelaut, dengan
rambutnya diikat dengan gaya ponytail.
Kelihatannya dia sudah bersiap-siap menuju ke sekolah.
Dia
biasanya berangkat nanti ... Apa karena efek dari apa yang terjadi kemarin
...? Aku berusaha menjaga diriku dan tidak mengganggunya.
"Onii-chan,
selamat pagi."
Anehnya,
adikku mulai menyapaku. Dia bahkan mengubah cara dia memanggilku. Dia
biasanya memanggilku "Ani", tapi ...
"Fufu,
seperti yang kuduga, rasanya sangat aneh saat aku memanggilmu dengan cara yang berbeda."
"...
Kalau begitu, kau tidak perlu mengubahnya."
"Tidak,
mulai hari ini, aku akan memanggilmu Nii-chan. Aku akan berhenti
memanggilmu Ani. "
Setelah
mengatakan itu, adikku mengembalikan sikat giginya ke tempatnya. Sejujurnya,
apakah dia memanggilku dengan Nii-chan atau Ani, itu bukan masalah bagiku, tapi
bagi adikku, mungkin ini adalah masalah besar. Lalu, aku juga ...
"Aku
mengerti, Yui."
"...
Eh !!"
Adikku
langsung membeku sesaat dan menatapku dengan wajah terkejut.
"Aku
juga akan mengubah caraku memanggilmu."
Saat
aku mengatakan itu, Yui mengangguk pelan.
"Kalau
begitu, mulai sekarang aku dalam perawatanmu, Nii-chan."
Sedikit komentar dari translator : Hhhmmmm sejauh ini, novel ini makin kesini makin mirip anime gamers ya? terus juga antara judul novel sama isi dari novel ini udah menyimpang jauh. yah...sebagai penikmat, saya hanya bisa diam dan tinggal menikmatinya. Keep work author-san.