Penerjemah : Kaito
Editor : -
Chapter
05 - Mana
Saat aku meninggalkan rumah dengan
terburu-buru, Miyano bersandar di tiang telepon di seberang
jalan.
"Kau
mau pergi kemana?" dia bertanya padaku
Aku
tidak menjawabnya, Aku menegakkan punggungku dan berjalan cepat melewatinya.
"Apa
kau marah kepadaku? Jika aku melakukan sesuatu yang salah, aku minta
maaf," dia memanggilku, tapi aku mengabaikannya dan terus berjalan.
Aku
berbelok di tikungan, lalu berbelok lagi. Dia menutup mulutnya yang cerewet,
tapi dia masih mengikutiku. Jika dia akan mengikutiku seperti malaikat penjaga,
aku akan menjadi semakin kesal karena sekarang aku akan menuju rumah Mana.
Aku
berhenti dan berbalik menghadapnya.
"Apa
kau bisa berhenti mengikutiku?"
"Maaf,"
katanya, suaranya terdengar sedih, menunduk dan sedikit menggigit bibirnya.
"Aku
tidak bermaksud mengecewakanmu"
Aku
tertawa terbahak-bahak. Tidak mungkin aku akan memainkan permainannya dan
mengikuti itu, "Lalu apa yang ingin kau lakukan?"
"Tinggalkan
aku sendiri! Kamu sangat menyebalkan!" Teriakku, tapi aku melihat wajahnya
dan menutup mulutku. Wajahnya tidak hanya pucat. Ada warna putih kebiru-biruan
yang biasa dihadapi saat wajahmu tidak
mendapatkan cukup darah. Tepat ketika aku mulai berpikir bahwa mungkin dia
sakit, dia berbicara dengan suara yang hampir tidak cukup kuat untuk
melakukannya.
"Baiklah,
aku akan pergi."
Dia
perlahan mengangkat kepalanya.
"Tapi
bisakah kau pergi ke tempat dengan papan
buletin kota yang kita lihat kemarin, sebelum kau pergi ke tempat yang akan kau
tuju sekarang?
Ketika aku
bertanya mengapa, Miyano tidak menjawab.
"Jika
kau berjanji akan pergi ke sana, aku akan pergi."
Mengapa
aku harus mengikuti perintahmu? pikirku, tapi tampilan yang dia berikan padaku terasa
menusuk, dan aku tidak bisa melepaskannya dari situ.
Aku
mencoba untuk pergi dengan berbalik.
Saat
melewati Miyano, dia terlihat lega dan juga sedih, seperti dia menyerah pada
sesuatu.
Sambil
berjalan cepat, aku mengingat sesuatu dari beberapa waktu yang lalu.
Pada
hari itu di bulan Mei, matahari cerah, seolah musim panas sudah dimulai, dan
sekitar 80 derajat di luar. Aku merasa sedih karena sudah jelas musim panas
akan segera tiba. Aku telah meninggalkan kelas dengan terburu-buru untuk
bertemu dengan ahli alergiku, ketika aku menyadari bahwa aku meninggalkan kotak
pensilku di meja, aku langsung kembali ke kelas untuk mendapatkannya.
"Natsuko
memiliki waktu yang sangat sulit, bukan?"
Aku
berhenti di lorong saat aku mendengar suara teman sekelasku.
"Aku
tahu, bukan? Dia tidak bisa melakukan pelajaran olahraga, dan dia hampir tidak
bisa pergi keluar!"
Aku
mengintip ke dalam kelas melalui jendela kecil di pintu untuk melihat siapa
yang berbicara.
Itu
adalah geng tiga gadis yang selalu makan siang bersamaku, dan Mana.
Aku
tahu mereka tidak mengatakannya karena dendam, jadi aku tak marah sama sekali atau
apapun, tapi aku berpikir, "Oh, jadi itulah yang mereka bicarakan saat aku
tidak ada." Hal itu juga meyakinkan bahwa Mana tidak ikut dalam percakapan
tersebut.
Tapi ini
terasa seperti mendengarkan seseorang yang menyebarkan desas-desus tentang diriku,
dan rasanya tidak terlalu baik.
Apa
yang harus kulakukan? Haruskah aku masuk dan berpura-pura tidak mendengar
apapun?
Aku
bersembunyi di balik pintu, terus memikirkannya.
Saat
itulah Mana pergi ke lorong, mengucapkan selamat tinggal kepada yang lain. Kami
bertemu satu sama lain dengan teriakan kaget. Walaupun aku tahu, aku tak perlu
begitu, namun aku lari darinya.
"Tunggu!"
teriaknya, berlari mengejarku. Antara aku, gadis yang hampir selalu duduk saja
selama pelajaran olahraga, dan Mana, anggota klub berlari, dia jelas lebih
unggul. Dia segera menyusulku dan meraih lengan bajuku.
"Kau
tidak perlu khawatir," kata Mana, mencoba menarik nafas. Dia tersenyum
padaku. "Mereka tidak bermaksud seperti itu."
Berbeda
dengan dirinya, aku bernafas dengan terengah-engah, dan aku tak tahu kenapa, aku
merasa benar-benar marah. Aku baik-baik saja ketika mendengar semua orang
membicarakanku, tapi saat aku mendengar kata-kata itu dari mulutnya, darahku mulai
mendidih.
Aku
menepis tangannya.
"Jangan
merasa kasihan padaku!"
Pada
saat aku melihat perubahan dalam ekspresi wajahnya, itu sudah terlambat.
"Dan
kapan aku merasa kasihan padamu?"
Aku
tahu bahwa Mana memiliki sifat bersumbu pendek. Jadi kenapa aku tidak
memikirkan itu sebelum aku mengatakannya?
"Kau
selalu melakukannya!"
Dia
memelototiku, wajahnya terlihat marah, lalu mulutnya terangkat menjadi
senyuman.
"Yup,
benar," katanya sambil tertawa dan mengangguk. "Aku selalu sehat dan
bugar, jadi kurasa aku takkan pernah tahu bagaimana rasanya seperti dirimu, Natsuko."
Mana
berpaling dariku, dan berjalan pergi dengan langkah besar. Aku juga berpaling
darinya.
Sejak
saat itu, aku belum pernah berbicara dengannya.
Aku
sampai di jalan di mana aku bisa melihat papan buletin kota, dan menghentikan
langkahku.
Mana
sedang memilah-milah semak dengan ekspresi serius yang belum pernah kulihat
sebelumnya.
"Apa
yang sedang kau lakukan?" Aku bertanya dari kejauhan, meninggikan suaraku
sedikit.
Aku
merasa bahwa jika aku tidak melakukannya sekarang, aku takkan pernah bisa
berbicara dengannya lagi selama sisa hidupku. Suaraku menggelombang, hampir
menghilang menjelang akhir pertanyaanku.
Mana
menyadariku, melihat ke atas dan melebarkan matanya. Lalu, dia memalingkan
wajahnya.
Keheningan
sesaat di antara kami terasa seperti selamanya sebelum dihancurkan oleh Mana
yang menggerakkan tubuhnya untuk menghadapiku, berpaling, dan bergumam,
"Aku
menjatuhkan sesuatu, tapi aku tak bisa menemukannya."
Dia melihat
ke arah semak-semak. "Kurasa aku menjatuhkannya di sekitar sini."
Aku
perlahan berjalan ke sisinya. Dia menatapku dari tempat dia berjongkok. Aku
mengambil gantungan beruang dari tas kecilku, menahannya untuk tidak dilihatnya.
"Aku
menemukannya di sekitar sini tadi pagi," kataku.
Mana
termegap-megap, mengambil gantungan kunci beruang dengan hati-hati dari
tanganku. Lalu, dia memeriksa nomor seri di bawah sepatunya.
"Ini
beruangku!" dia berkedip berulang kali dan mengatakannya lagi. "Ini
adalah beruangku, aku tak bisa percaya ini!" Dia meraih tanganku
erat-erat.
"Terima
kasih, Itsuko! Aku sudah lama mencarinya sejak kemarin!"
Dia
terus berterima kasih padaku lagi dan lagi, keringat mengalir ke pipinya. Aku
tidak mengharapkan reaksi seperti ini.
"Kau
mencarinya selama ini?"
Dia
memeluk beruang di tangannya dan mengangguk.
"Aku
tak bisa meminta maaf kepadamu tanpa ini." katanya.
Aku
mendapati diriku hampir menangis lagi, mulai membenci diriku sendiri.
Aku
mulai meminta maaf, tapi Mana menghentikanku.
"Tidak,
tak apa, aku benar-benar marah karena merasa seperti kau berpikir bahwa aku
sama seperti orang lain, dan aku tidak ingin kau memikirkanku seperti itu ... aku
minta maaf," katanya, menundukkan wajahnya. Dia menggosok matanya dengan
cepat dan meminta maaf lagi. "Aku benar-benar minta maaf."
Aku
menggelengkan kepala.
"Maafkan
aku, juga. "
Hanya
kaulah yang tidak memanggilku Natsuko.
Aku
bahkan tidak sempat untuk berpikir 'Oh tidak, ini dia datang' sebelum air mata
mulai menetes ke melalui pipiku.
"Jangan
menangis," kata Mana dengan suara serak, menjentikkan dahiku. Kami saling
melihat wajah dan merasa sedikit malu, jadi kita sesenggukan bersama dan
tersenyum satu sama lain.