Nee-chan wa Chuunibyou Vol.1 Chapter 04 Bahasa Indonesia


Penerjemah : Kaito
Editor : Nero

Chapter 04  -  Familiar dan Penghalang dan Aura dan Monster dan Organisasi Pemburu Monster


Keesokan harinya.

Yuichi berjalan ke sekolah bersama Aiko. Mereka masih belum yakin mengapa Aiko diserang, jadi Yuichi tetap waspada kalau-kalau kejadian serupa terulang kembali. Tentu saja, Ia berharap tidak ada yang terjadi di kelas dengan begitu banyaknya orang di sana, Tiba-tiba Aiko dengan santai menarik sebuah kursi kosong di dekatnya, duduk di kursi itu, dan membuka kotak makan siangnya.

Meja Yuichi mulai terasa sedikit ramai.

"Hah? Noro? "Shota berkata dengan kaget. Pendekatannya yang sama sekali tak terduga. Anak laki-laki lain di sekitar mereka juga tampak terkejut. Mereka kemungkinan besar memikirkan hal yang sama.

"Ada apa, Noro?" Tanya Yuichi.

Aiko mencondongkan badannya untuk berbisik di telinga Yuichi. "Kita perlu bertingkah seperti teman, atau rasanya tidak akan wajar kalau kita sering bersama, ‘kan?"

"Hah, kau pikir begitu?" Yuichi menjawab dengan berbisik.

Dia tidak tahu apa yang buruk karena tidak terlihat wajar. Jelas, mereka harus menghabiskan waktu bersama sehingga Aiko tidak sendirian, tapi dia tidak tahu mengapa harus tampak alami bagi mereka untuk melakukan itu.

"Waw, Tidakkah kalian berdua terlalu dekat?!!" Kata Shota. Dia menatap curiga mereka berdua, yang duduk berdekatan dan berbisik satu sama lain.

"Ah, dia ingin makan siang bersama kita," jawab Yuichi. "Apa kau tidak keberatan?"

"Tak masalah, tapi kalian berdua ini jadian atau apa?" Shota terdengar cemburu.

Aiko tampak gelagapan. Sepertinya, dia belum memikirkan cerita awal. "Tidak! Um, sebenarnya, aku sedang berjalan dan melihat Sakaki membantu nenekku yang pingsan di jalan, dan kemudian Sakaki juga ikut pingsan ... kurasa karena rasa simpati ... jadi aku membawa mereka berdua ke tempat kami ... um, yakni rumah sakit yang kami jalankan. ... Da-Dan aku begitu tergerak oleh apa yang dia lakukan, hanya itu. Dan begitulah kami menjadi teman! "Aiko menatap Shota dengan mata kebingungan. Dia mencoba berimprovisasi, namun berubah menjadi omong kosong ditengah ceritanya.

"Begitu ya. Kamu luar biasa, Noro. Kau membawa dua orang sekaligus? "

Yuichi menatap Shota  tak percaya. Sepertinya dia sama sekali tidak meragukan ceritanya. Apa ia benar-benar mempercayai itu?

"Ye-Yeah, dia sangat kuat," kata Yuichi putus asa. Jika Shota tidak meragukan ceritanya, mungkin dia juga mendukungnya.

Aiko hanya memelototinya. Meskipun itu adalah cerita yang dia buat sendiri, dia rupanya tidak suka dipanggil "kuat."

"Hei, ayo makan siang!" Katanya.

"Shota, terkadang kupikir kau ini orang yang benar-benar menakjubkan," kata Yuichi.

Setiap katanya memiliki arti tertentu.

"Huh, aku ini?"

Mereka bertiga mulai makan siang bersama. Yuichi sedang menyendok makanannya, tapi Shota sepertinya sedang berjuang dengan kecanggungan itu. Tidak ada yang perlu mereka bicarakan.

Setelah duduk dalam ketidaknyamanan untuk sementara, Shota tiba-tiba menunjuk Yuichi. "Hei, Noro, apa kau tahu kalau orang ini membawa barang-barang aneh?"

"Hah? Seperti apa? "Aiko mengikuti topik pembicaraan dengan penuh semangat, berharap bisa menghilangkan suasana canggung di antara mereka.

"Sakaki, tunjukkan padanya apa yang kau miliki di dalam kotak pulpenmu."

"Kenapa?"

"Lakukan saja!"

Shota tidak sabar menunggu. Dia duduk berhadapan dengan Yuichi, jadi dia berada dalam posisi untuk meraih tas miliknya. Setelah sedikit menggeledah, dia mengeluarkan sebuah kotak pulpen. Tidak ada yang istimewa dari kotak itu sendiri, tapi isinya penuh dengan jahitan. Shota membuka pengait dan menyebarkan isinya ke atas meja.

"Hei!"

"Oh, seram sekali."

"Jangan bilang seram!"

"Tuh, ‘kan? Lihat ini! "Shota mengambil sebuah pulpen dan menunjukkannya pada Aiko.

"Apanya?" Tanyanya, tampak bingung. Dia menatap pulpen yang terlihat biasa.

"Sakaki, jelaskan."

"Tidak!"

"Baik. Apa kau menyadari ada yang aneh dengan pulpen ini?" Tanya Shota.

Ia menyerahkan pulpen itu pada Aiko, dan dia mulai menyelidiki.

"Aneh ..." dia gumamnya pada dirinya sendiri setelah memainkan pulpen itu sesaat. "Benar, ‘kan? Ini disebut pena taktis. Pulpen ini adalah senjata. "

Pulpen taktis memang pulpen yang bisa dijadikan senjata. Ini dirancang untuk pertahanan diri: berat, dan terbuat dari plastik keras tahan lama yang bisa menikam pada sendi atau titik vital.

"Sekarang, apa kau sudah melihat  bagian belakang pulpen itu?"

"Yeah." Dia menyentuh tonjolan yang mungkin tidak disadari orang kecuali jika mereka memegangnya.

"Itu pemecah kaca. Rupanya itu untuk memecahkan jendela mobil. "

Dengan kata lain, pikir Yuichi, jika kau terjebak di dalam mobil, kau bisa menggunakan pemecah kaca untuk melarikan diri. Sebagai siswa SMA, Yuichi tidak membutuhkannya, tapi Mutsuko masih menyimpannya karena "sangat mengagumkan."

"Sakaki ... kenapa kau memiliki benda seperti ini?" Tanya Aiko.

"Itu ulah kakak perempuanku! Dia asal menaruh benda itu di sana! "Teriak Yuichi.

Mutsuko mempunyai kecenderungan untuk memilih hal-hal aneh dan memasukkannya ke dalam tasnya tanpa bertanya. Tidak peduli seberapa sering dia membuang benda-benda itu, Mutsuko tidak akan berhenti, jadi pada akhirnya dia menyerah begitu saja.

"Ada yang ini juga." Shota menarik pulpen yang lain. Dia melepaskan ujungnya untuk menunjukkan pisau tajam.

"Hah? Sebuah pisau?"

"Ada pisau yang menempel pada kartrid. Yuichi bilang itu disebut pisau pulpen. Ia punya banyak barang aneh seperti itu. Aku tentu bakal mengingatnya." Shota mengambil pena yang lain. Ada bunyi klik, dan nyala api menyembur keluar di atasnya.

"Hah?" Aiko mengeluarkan suara tertegun.

Yuichi merasa bersimpati. Dia akan merasakan hal yang sama jika itu adalah barang orang lain. "Yang itu disebut pulpen korek api," kata Yuichi. Kotak pulpennya penuh dengan alat panjang dan tipis, semuanya dirancang agar terlihat seperti pena.

"Di mana kau membeli benda seperti ini?" Shota benar-benar tampak menikmati dirinya sendiri.

"Diam! Tinggalkan aku sendiri! "Yuichi menanggapi dengan sedih.

"Sakaki ... jangan sampai ditangkap, oke? berhati-hatilah, terutama di malam hari. "Aiko terdengar prihatin padanya.

Yuichi tertegun mendengar kata-kata itu. Tertangkap dan ditanyai adalah ketakutan terbesarnya. Dia selalu berusaha menghindari polisi kapan pun dia bisa.

"Kaulah yang mengeluarkan mereka semua! Masukkan semuanya kembali! Oh, hati-hati dengan itu! "

Shota dengan patuh mulai mengembalikan barang itu ke dalam kotak pulpen. Tapi saat ia meraih penggaris, Yuichi mengulurkan tangan untuk menghentikannya.

"Itu bisa memotongmu. Satu sisinya sudah dipertajam, "jelasnya.

"Uh, itu sedikit berbahaya ..."

Satu sisi penggaris baja telah diasah sampai setajam silet. Kau bisa terluka jika memegangnya tanpa sadar.

"Kakak perempuanku membaca banyak manga jadul. Ini berpengaruh buruk pada dirinya."

"Emang manga seperti apa yang dibacanya? Aku belum pernah mendengar benda seperti ini. "

"... Aku juga mendapatkan roda gigi yang dipertajam dan semacamnya ..."

Wajah Shota terperangah. "Sakaki, kupikir kau perlu bicara panjang lebar dengan kakakmu."

"Aku sudah mencobanya, tapi tidak pernah berhasil," gumam Yuichi.

Setelah selesai makan siang, Yuichi berpisah dengan Aiko dan menuju kelas dua sendirian.

Dia pergi ke 2-A. Itu adalah kelas kakaknya, Mutsuko. Dia membuka pintu dan melihat ke dalam.

"Ah, Yu!" Mutsuko langsung melihatnya, meski Yuichi tidak benar-benar datang ke sini untuk menemuinya. "Apa kamu merasa kesepian tanpa kakak perempuanmu? Kamu tidak bisa menunggu sampai sepulang sekolah, jadi kamu datang menemuiku saat makan siang!? "Dia berteriak, merasa senang.

"Bukan begitu!" Protes Yuichi.

Mutsuko punya kebiasaan mengawasi siapa saja yang masuk dan meninggalkan ruangan kelas. Menurutnya, itu adalah teknik pertahanan diri; Kamu harus selalu memperhatikan untuk memastikan tidak ada yang mencurigakan masuk.

Gadis-gadis itu dengan cepat berkumpul. "Hei, apa, itu adikmu? Dia lucu!"

"Hei! Jangan berebutan hanya karena dia tampan! Dia itu milikku!"

"Tidak, aku bukan milikmu, ... um. Permisi. Bisakah aku mengajukan pertanyaan? Apakah ada seseorang di kelas ini yang bernama Rokuhara? "

"Rokuhara ada di sana," kata seseorang.

Yuichi mendorong gadis-gadis kelas kedua untuk masuk ke kelas. Dia berjalan ke arah seorang anak laki-laki yang duduk di sebuah meja di tengah ruangan. Anak laki-laki itu menyandarkan kepalanya di meja, dan wajahnya tertutup. Tapi itu pasti dia. Pria yang menyerang Noro kemarin malam.

"Hei. Boleh aku berbicara denganmu sebentar? "Tanya Yuichi.

Wajah anak laki-laki itu terpaku kaget saat melihat Yuichi. "Ka-kau ..."

Mereka berdua menuju halaman. Sejumlah siswa ada di sana, sedang makan siang, tapi mereka menghindari murid-murid itu dan menuju ke sebuah pojok yang sedikit sepi.

"Rokuhara. Aku sedikit terkejut melihatmu datang ke sekolah seperti tidak ada yang terjadi ... "

Hiromichi Rokuhara. Di sini dalam terangnya siang hari, agak sedikit malu-malu.

Yuichi pada awalnya mengira bahwa nama pada surat yang disebutkan Aiko adalah nama samaran, bahwa penyerangnya mungkin bahkan bukan murid daru sekolah ini, yang mana akan membuatnya lebih sulit untuk dilacak. Hal ini membuat kebenaran terasa hampir seperti antiklimaks.

"Apa yang kamu inginkan?" Tanya Rokuhara ketakutan. Di atas kepalanya ada kata "Kakak kelas." Sehari sebelumnya itu “Pemburu Monster Magang”...

"Dengar, aku punya pertanyaan tentang apa yang terjadi kemarin." Yuichi memutuskan untuk melewatkan cara yang sopan dan langsung melakukan intimidasi. Orang ini sudah menyerang Aiko. Buat apa menjadi sopan?

"Itu tidak ada hubungannya denganku lagi! Aku gagal! Jadi tinggalkan aku sendiri! "

"Hah? ... Tunggu sebentar. Apa maksudmu, kau gagal? "

"Aku tidak bisa membunuh monster waktu itu! Ini omong kosong! Ini sangat salah! Kupikir aku akan meninggalkan dunia bodoh ini! Kupikir aku ini istimewa! "

"Bagaimana mungkin kau bisa seegois ini? Kau sudah menyakiti Noro, tahu. Apa kau tidak mau meminta maaf? "Yuichi menuntut, mendekat ke Rokuhara. Pembicaraan santai tentang membunuh orang membuat darahnya mendidih.

"Siapa yang peduli? Dia itu monster! "

"Tutup mulutmu! Apa alasannya kau berkata begitu?! "

Rokuhara menarik napas pendek dan mengernyit saat menghadapi permusuhan Yuichi. Yuichi memutuskan untuk menahan amarahnya sekarang. Dia datang untuk bertanya, Lagipula. Mereka tidak akan membuat kemajuan jika terus seperti ini.

"Aku perlu bertanya tentang beberapa hal. Kau siap? "Tanyanya.

"Tidak! Aku tidak memiliki apapun untuk dikatakan! "Teriak Rokuhara.

Orang itu membungkam. Menyadari bahwa ia takkan tahan terhadap ancaman, Yuichi mencoba taktik baru.

"... Dengar, namaku Yuichi Sakaki. Aku adalah adik laki-laki Mutsuko Sakaki. "

"Kamu adik laki-laki…..Sakaki? "

"Ya. Jika kamu tidak mau berbicara denganku, aku harus memintanya untuk meminta bantuan. "

"Baiklah, baiklah! Aku akan bicara!"

Ya, ampun, Kak ... apa yang kau lakukan di kelasmu? Perubahan sikap tiba-tiba Rokuhara sedikit mengkhawatirkan. Dia telah mengira kakak perempuannya menyebabkan masalah bagi teman sekelasnya, namun tidak sampai untuk menimbulkan reaksi dramatis semacam ini.

"Kenapa kau menyerang Noro?" Tanya Yuichi, tahu itu akan menjadi langkah awal untuk mencari tahu tindakan balasan.

"Itu adalah ujian. Untuk lulus, aku hanya harus membunuh satu monster, monster manapun, kemarin."

"Apa yang membuatmu berpikir kalau Noro itu monster?"

"Aku bisa melihatnya. Monster memiliki aura hitam di sekitar tubuh mereka. Aku memiliki kekuatan khusus! "

Sungguh omong kosong, atau begitulah yang Yuichi pikirkan, jika bukan karena kejadian baru-baru ini. Sekarang, dia juga memiliki penglihatan khusus yang membuatnya mengetahui keberadaan vampir dan pembunuh berantai, dia tidak bisa mengabaikannya dengan mudah.

"Hei, berapa lama kau memilikinya? Sejak kau lahir? "

"... Sejak hari terakhir liburan musim semi. Itu adalah hari dimana mereka datang padaku dan memulai tes. "

Pada hari yang sama saat aku mulai melihat label-label itu? Orang lain mulai melihat hal-hal aneh pada hari yang sama dengan Yuichi. Mungkin ada sedikit hubungan disana.

"Siapa mereka'? Apa tesnya? "

"Organisasi Pemburu Monster. Jika aku lulus ujian, aku bisa bergabung dengan mereka. "

"Apa mereka tahu tentang Noro?"

"Kurasa tidak. Ujian untukku hanya menemukan dan membunuh monster dengan kekuatanku sendiri. Aku belum pernah berhubungan dengan mereka sejak tes dimulai. "

"Baiklah kalau begitu. Jangan beritahu siapa pun tentang Noro atau tentang Organisasi ini. "

"Iya, aku tidak akan. Sekarang setelah aku gagal, mereka memutus kontak denganku. Aku bertaruh, aku takkan pernah melihat mereka lagi, "kata Rokuhara dengan kikuk.

"Ada beberapa pertanyaan lagi," kata Yuichi. "Apa yang terjadi dengan kerangka itu? Dan apa yang terjadi dengan halamannya? "Rokuhara sepertinya bukan ancaman lagi, tapi mungkin mereka masih harus berurusan dengan fenomena misterius itu lagi.

"Kerangka itu familiar. Aku meminjam mereka. Penyihir bisa memanggil mereka dari tanah dan memerintahnya. Tentu saja, aku belajar cukup cepat dan itu tidak terlalu sulit ... "

Yuichi memeriksa semak-semak yang telah menyembunyikan tengkorak kemarin. Yang tersisa hanyalah gundukan tanah. Sepertinya mereka memang terbuat dari tanah, seperti yang dikatakan Rokuhara.

"Bagaimana dengan halamannya?"

"Itu adalah penghalang. Ingat anak kucing yang ada di pundakku? Itu adalah familiar yang mengkhususkan diri pada sihir penghalang. Penghalang untuk menjaga monster agar tidak kabur, dan dari luar kau tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam penghalang. "

Yuichi ingat usahanya yang gagal untuk melarikan diri dengan Aiko. Mungkin dia bisa keluar jika tidak bersama Aiko. Bisa jadi pandangan istimewanya yang memungkinkannya untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam.

"Apa yang terjadi dengan familiars? Apa mereka ada di suatu tempat? "

"Seperti yang kubilang, mereka tidak terlalu tangguh. Mereka dibawa keluar dalam waktu singkat. Tanpa familiars, aku tidak bisa bertarung. Saat itulah aku tahu kalau aku sudah gagal. "Rokuhara menggigit giginya dengan frustrasi.

Penyebutan familiars yang "dibawa keluar" mendapat perhatian Yuichi.

"Apa ada monster lain di sekitar sini selain Noro?" Sebagai seseorang yang sudah terseret ke dunia non-manusia, dia berhak untuk tahu.

"Yeah. Makhluk itu memiliki tanduk, jadi mungkin dia itu Oni. Dia mengenakan seragam SMA yang berkerah tinggi. Terlihat berkisar sama seperti usia kita. Dia memiliki aura hitam yang benar-benar mengerikan... "

"Tapi dia monster? Bagaimana kamu bisa bertahan hidup setelah dia mengalahkanmu? "

Rokuhara tertawa pahit. "Dia bilang dia tidak memakan lelaki! Melepaskanku dengan prinsip jantan seperti itu. Sialan ... apakah kita sudah selesai? Aku kesal membicarakan hal ini.

"Rokuhara berjalan pergi, tapi kemudian dia menerikai kalimat terakhir. "Dan jangan beritahu kakakmu tentang diriku!"

Familiars, penghalang, aura, monster, dan Organisasi pemburu monster ...

Seolah seperti  fantasi Mutsuko mulai terwujud satu demi satu. Yuichi sudah muak dengan itu.

*****

"Dan begitulah yang terjadi."

Aiko bertemu dengan Yuichi seusai pelajaran. Dia bersandar pada pagar teralis sambil menatap langit. Yuichi yang ada di sampingnya juga melakukan hal yang sama.

"Jadi, kemungkinan besar dia takkan mengejarmu lagi," pungkasnya. "Tapi juga terdengar seperti ….. mungkin orang lain?" Kata Aiko.

Yuichi telah menyebutkan organisasi pemburu monster. Itu berarti, orang lain mungkin mencoba menyerangnya lagi. "Yeah, jadi kemungkinan untuk sementara waktu kau tidak boleh sendirian."

Yuichi sudah menemani Aiko pulang sehari sebelumnya, dan mengantarnya ke sekolah di pagi hari. Ia benar-benar mengkhawatirkan Aiko. Dan Aiko sangat bersyukur atas kebaikan Yuichi.

"Tapi kurasa aku tidak bisa terus bersamamu ... Jika ada sesuatu yang terjadi, telepon aku," kata Yuichi sambil mengeluarkan ponselnya, dan Aiko melakukan hal yang sama. Mereka bertukar nomor ponsel.

Aneh sekali... Sakaki tidak terlihat canggung sama sekali ketika berada di dekat wanita... pikir Aiko. Yuichi meminta nomor teleponnya seolah biasa.

"Kesampingkan masalah monster, bagaimana dengan Takeuchi? Apa kau melakukan sesuatu secara khusus tentang dirinya? "

"Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah terus mengawasinya. Noro, apa kau pernah mendengar tentang pembunuhan mengerikan yang terjadi akhir-akhir ini? "

"Kurasa ... tidak." Dia memikirkan kembali apa yang telah dia dengar dalam berita akhir-akhir ini. Tidak ada laporan tentang pembunuhan atau kematian tak jelas yang bisa dia ingat.

"Iya, aku juga sama. Kau pikir dia benar-benar membunuh orang? "

"Ayolah, diantara orang yang kukenal, hanya kau yang menganggapnya sebagai pembunuh berantai. "Aiko tidak sepenuhnya yakin kalau kemampuan Yuichi itu nyata, tapi dia juga tidak berencana untuk mengkonfirmasinya. Jika mereka berdua menggali lebih dalam dan ternyata benar, mereka berdua akan berakhir mendapatkan sesuatu yang lebih buruk.

"Namun, dia sendiri mengakuinya," katanya.

"Tapi ‘kan aku tidak ada di sana. Maksudku, aku percaya dengan apapun yang kau katakan. "

"Yeah, aku mengerti. Lagipula, memang tidak ada bukti atau semacamnya. "

Mereka bertemu di atap karena bermaksud menggunakan kesempatan ini untuk menyusun strategi, tapi mereka cepat kehabisan bahan.

"Tidak ada yang bisa kita lakukan tentang masalahku sekarang juga, jadi mari kita bicara tentang saudaramu. Apakah dia mengerjakan sesuatu? Tentang ambisinya, yang uummm ... mendominasi dunia? "

"... Dia membeli jubah hitam dengan lapisan merah ..." Aiko merasa malu walaupun bukan dia yang melakukannya. Di mana dia membelinya?

"Um, jadi dia tipe orang yang menyukai penampilan terlebih dahulu?"

"Dia sedang berlatih mengepakkannya di depan cermin ..."

"Dengar ... Apa mungkin tak apa kalau kita membiarkannya saja? "

"Aku juga mulai berpikiran begitu ... Paling tidak, aku mulai menyadari mengapa kau menginginkan seseorang untuk diajak bicara. Rasanya jauh lebih baik daripada terus memikirkannya sendiri berulang-ulang. "

"Tidak masalah. Aku senang bisa membantu ... Maksudku, sepertinya kita berdua memiliki masalah keluarga yang sama. "

Aiko baru hendak berterima kasih, saat pintu atap tersentak terbuka, dan seorang siswi bergegas ke arah mereka.

Tubuhnya ramping, tinggi, dan cantik, rambutnya yang panjang dijepit dengan rentetan jepitan rambut.  Di mata Aiko, jepitan rambut itu terlihat berlebihan, tapi juga terlihat cocok pada siswi tersebut.

Gadis itu melihat Yuichi dan berjalan lurus ke arahnya. "Ternyata kau ada di sini, Yu! Aku sudah bilang untuk datang ke ruang klub! "

Yuichi menatap mata gadis itu sambil mendesah. "Kakak... aku sedang menuju kesana, tapi ..."

"Um, apa ini kakak perempuanmu, Sakaki?" Tanya Aiko. "Iya," Yuichi mengaku, dengan sikap pasrah.

Aiko merasakan pukulan lain pada kepercayaan dirinya. Sedikit menyakitkan betapa cantiknya kedua saudara perempuannya.

Mutsuko Sakaki. Kakak perempuan Yuichi. Dalang yang mengisi tas Yuichi dengan semua alat aneh itu ...

"Hah? Kamu bersama seorang gadis ... selamat! Jangan khawatir, aku tidak akan menghalangimu. Aku tahu bagaimana kelanjutannya! Ya, aku tahu kau akan cepat mendapatkan pacar begitu kau memasuki SMA! "

"Bukan begitu!"

"Lupakan klub hari ini! Kalian berdua bisa melanjutkan pembicaraan tadi dan bersenang-senang! Ini adalah bahan untuk hari ini, jadi dilihatnya nanti saja, oke? "

Mutsuko menyerahkan sebuah paket tebal pada Yuichi. Itu tampak seperti fotokopi dari beberapa jenis manual.

"Apa kau tidak bisa memberikan itu di rumah?" Protesnya. Aiko mencoba untuk mengintip, tapi Yuichi menyerahkan manual itu begitu saja pada Mutsuko.

"Hah? Apa kamu yakin? " Tanya Aiko.

"Aku tidak menginginkannya," balas Yuichi.

Aiko juga tidak menginginkannya, tapi sekarang dia memegang itu di tangannya, jadi sudah terlambat. Dia melirik tumpukan itu. Setiap halamannya diisi dengan diagram dan jargon.

"Hah? Semua ini apa? "Dia bertanya dengan heran.

Mutsuko menjawab dengan penuh semangat. "Itu adalah prosedur pemeliharaan lift! Aku mendapatnya dari setiap perusahaan yang membuatnya. Eskalator juga! "

"Um, tapi kenapa kau ..."

"Untuk survival! Kami dari klub survival selalu berpikir tentang betapa pentingnya untuk mempersenjatai diri dengan informasi untuk bertahan dalam situasi apapun! "

"Bertahan hidup? Bertahan dari apa?" Yuichi menyela. Mutsuko hanya mengabaikan protesnya dan terus memberikan penjelasan.

"Apa kau tahu apa yang mereka lakukan di film di mana kau bisa keluar melalui lubang di atap merupakan hal yang mustahil? Lihat, kau tidak bisa membukanya dari dalam! Aku sering mendongak ke langit-langit lift, jadi aku tahu! Jadi kau akan terjebak jika seseorang menyerangmu, bukan? "

"Ya, aku ingat ... kapan pun kau berada di lift, kau akan selalu melihat-lihat ke atas..."

"Tapi lift punya bagian terpisah di dinding bawah! Apa kau tahu itu? Biasanya itu digunakan untuk membawa peti mati! Jadi jika sampai ada kejadian tertentu terjadi, kau bisa bersembunyi di sana! "

"Um ... bukannya itu biasa terkunci?" Yuichi menggeram frustrasi.

Aiko belum pernah mendengar hal seperti itu. Tapi kalau ada pintu seperti itu, itu pasti terkunci.

"Ya ambil saja kuncinya!"

"Dan ... kau bilang 'jika ada sesuatu yang terjadi', memangnya kita sembunyi dari apa?"

"... Kurasa, zombie? Zombie itu cukup bodoh, jadi mereka mungkin tidak bisa menemukanmu disana! "

Mulut Aiko perlahan terbuka lebar saat Mutsuko terus melanjutkan penjelasan aneh yang tak pernah berakhir. Dia bisa mengeti apa yang dimaksud Yuichi saat dia menyebutnya "kasus yang tidak menguntungkan."

"Oh, dan kudengar lift terbaru memiliki jalan keluar dari samping. Mereka membiarkanmu bergerak ke lift berikutnya. Bukankah itu petualangan yang hebat ?! "

"Uh huh."

"Dan eskalator, oh! Mereka memiliki poros perawatan di bawahnya! Jadi jika langit-langit runtuh dan kau tidak bisa lewat atas, Kau mungkin bisa melewati bagian bawahnya! Ini benar-benar informasi yang berguna! "

"Kau baru saja membaca itu di manga!"

"Sakaki ... apa kakakmu ini lebih..." Aiko terdiam, memandangi Yuichi untuk meminta bantuan. Dia benar-benar tidak bisa meladeninya terus.

"Ah ... Um, kakakku adalah ketua klub survival."

"Benar."

"Itu adalah klub dimana mereka selalu membicarakan hal-hal bodoh."

"Salah!" Teriak Mutsuko. Sikapnya berbeda 180 derajat. "Pengetahuan ini diperlukan untuk bertahan di zaman modern ini! Gempa bumi mendadak, biohazards, pembunuhan berantai di pulau terpencil, serangan alien, terseret ke dunia pasca-kiamat atau fantasi ... ada banyak bahaya di luar sana! Kita mensimulasikan dan membahas berbagai situasi sehingga kita tahu bagaimana melindungi diri kita sendiri! Itulah yang dilakukan klub survival! "

"Sebagian besar yang kau bicarakan tadi tidak ada. Tidak ada yang namanya alien, dan tidak ada yang masuk ke dunia lain, "kata Yuichi meremehkan.

Secara prinsip, Aiko setuju dengannya, tapi vampir memang benar-benar ada, dan kemarin dia baru saja melihat makhluk undead. Sedikit sulit untuk menolak keberadaan mereka.

"Kami juga tidak hanya sekedar berbicara! Ini tugas hari ini! Kita akan berlatih lewat di bawah eskalator dengan menggunakan petunjuk ini! "

"Aku mohon ... jangan berkeliling kota untuk membuat kegaduhan dengan eskalator berdasarkan apa yang kamu baca di manga ..." Yuichi memohon padanya.

"Jangan khawatir! Kami mendapat bantuan dari produsen! Ini adalah perjalanan yang resmi! "

"Bagaimana kau bisa sangat termotivasi?" Tanyanya datar.

"Hei ... kakakmu ini, sebenarnya dia itu siapa?" Aiko berbisik pada Yuichi. Sulit dipercaya bahwa seorang siswa SMA biasa bisa berhubungan dengan produsen lift.

"Meneketehe, Aku tidak tahu apapun tentang koneksi pribadinya, atau di mana dia mendapatkan uangnya ... "jawabnya.

"Kami juga melakukan pelatihan! Kelangsungan hidup membutuhkan stamina! Dan kita melatih kekuatan genggaman dan kekuatan lengan kita juga, yang sangat berguna jika kau akhirnya terjebak di pinggir tebing! Omong-omong, aku tidak pernah menanyakan namamu! Siapa namamu?"

"... Aiko Noro ..."

Aiko mengerut sedikit di hadapan antusiasme Mutsuko yang tak terbatas.

"Oh, Noro, ya? Nama yang sangat lucu! Membuatku memikirkan norovirus! "

" ... Itu mungkin ... perkataan yang paling kasar untuknya ... "Yuichi mengerang sambil memegang kepalanya.

Aiko berbagi perasaan itu. Dia belum pernah dipanggil virus sebelumnya.

"Jadi, itu berarti kau bergabung dengan klub survival juga, ‘kan, Noro?"
 "Hah?" Lompatan logika yang tidak masuk diakal menyebabkan rahang Aiko terjatuh.

"Darimana kau mendapatkan pemikiran itu?! "

"Aku akan menyiapkan lembaran pendaftarannya! Aku akan membiarkan Yu yang menanganinya, jadi isi saja dan berikan padanya! "

Dengan begitu, Mutsuko berbalik dan pergi. Tepat saat rasanya dia takkan pernah berhenti berbicara, dia sudah pergi begitu saja. Kepala Aiko masih berputar dari antusiasme yang besar itu.

"Um ..." katanya.

"Kurasa sekarang kau melihat apa yang sudah kulalui," gumam Yuichi.

"Iya ..." Aiko menatap pintu atap yang dilewati Mutsuko, dan mengangguk.


******

Setelah kakaknya pergi, Yuichi memutuskan untuk pulang. Jika dia tidak harus pergi ke klubnya, tidak ada alasan untuk terus ada di sekolah.

"Aku akan mengambil tasku. Kau mau duluan" Tanyanya pada Aiko. Dia mungkin punya urusannya sendiri, lagipula. Ia sedikit khawatir, tapi mereka tidak bisa berjalan pulang bersama setiap hari.

"Tidak ada alasan untuk pulang ke rumah secara terpisah," jawabnya. Rute pulang ke rumah kurang lebih sama untuk mereka berdua, tapi rumah Aiko berjarak sekitar sepuluh menit dari rumah Yuichi.

Yuichi menuruni tangga dan menuju ke ruang kelas. Aiko mengikuti beberapa langkah di belakang sambil memegang tasnya sendiri di tangan.

Ia membuka pintu.

Ada seseorang di sana.

Seorang remaja yang mengenakan seragam sekolah dan topi bisbol. Ia duduk di belakang kelas yang kosong di meja Yuichi.

Begitu Yuichi melihatnya, dia membanting pintu sampai tertutup.

Yuichi merunduk, memutar balik ke dinding, dan berteriak "Noro, cepat menunduk!"

Sesuatu bersiul di udara, membuat dua lubang di pintu kayu sebelum menabrak dinding di belakangnya. Tergores jauh di beton, mereka bergetar akibat benturan.

Kunai: shuriken yang panjang dan ramping, biasanya digunakan oleh ninja. Seolah-olah dua benda itu baru saja tumbuh dari dinding, tepat di kepala Yuichi sudah beberapa saat yang lalu.

"Hah?" Aiko menatap dengan kaget.

"Sudah kubilang untuk menunduk! ... Nah, sekarang sudah terlambat,. Ayo cepat keluar dari sini! "Yuichi berdiri, meraih tangan Aiko, dan mulai berlari.

"Wuh? Hah? Apa? "Aiko menangis, membiarkan dirinya terseret. Dia tampak bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Ada pembunuh berantai!" Teriaknya.

"Hah? Takeuchi? "

"Tidak! Ini Pembunuh berantai II! "Tanpa henti, Yuichi terus melirik ke belakangnya. Pintu kelas terbuka dan anak laki-laki itu melangkah keluar.

"Pembunuh berantai II." Itulah label di atas kepalanya.

Sulit untuk menganalisa dari jarak jauh seperti ini, tapi menilai dari tinggi badannya, dia mungkin kira-kira seusia mereka. Seragamnya adalah tipe yang berkerah tinggi, jadi dia pasti bukan berasal dari sekolah mereka.

"Pembunuh berantai II? Orang itu?"

"Ya! Itulah yang tertulis di atas kepalanya! "

Bagaimana bisa ada dua?! Yuichi panik berpikir. Kami bahkan belum tahu bagaimana cara mengatasi yang satunya!

Anak laki-laki itu mulai berjalan dengan santai ke arah Yuichi dan Aiko.






close

1 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama