Chapter 8 — Kemajuan Dalam Masalah Pembullyan
──6 September──
Belajar dari
kesalahanku kemarin, hari ini
aku
bangun sedikit lebih pagi dan bersiap-siap. Tidak baik
membiarkan Ichijou-san menunggu.
“Wah,
tumben kamu bangun pagi ya. Apa
Ai-chan juga akan datang hari ini?”
Ibuku tersenyum seperti biasa. Kakakku
juga tersenyum tanpa berkata-kata. Ia
berusaha bersikap biasa agar tidak membuatku khawatir.
“Iya.”
“Begitu
ya. Kalau gitu, kali ini ajak dia makan katsu
goreng ya.”
“Ah,
aku akan memberitahunya.”
Sepertinya,
tingkat ketertarikan ibuku terhadap Ichijou-san sangat tinggi. Tentu saja. Dia
adalah gadis yang paling jelas mendukungku saat aku berada dalam posisi yang
lemah.
Aku berjalan keluar. Dia sudah menunggu di
luar dengan senyuman seperti malaikat.
“Selamat
pagi, Senpai!!”
Aku
merasa seolah-olah melihat ada sayap
putih muncul.
“Selamat
pagi, Ichijou-san.”
Kemudian,
kami mulai berjalan dengan santai.
Itu menjadi bagian dari rutinitas kami.
“Oh
ya, Senpai! Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu.”
Dia mulai
mencari-cari di dalam tas sekolahnya.
“Hm? Hari ini bukan hari ulang tahunku, loh.”
Aku
secara tidak sengaja mengabaikan hal itu, tetapi jujur saja, aku terkejut.
“Padahal
bukan karena itu.”
“Lantas,
apa?”
“Ini
sebagai ucapan terima kasih karena kemarin sudah
menemaniku ke kafe. Ini dia!”
Sebuah
amplop sedikit tebal. Mungkin berisi catatan.
“Apa
boleh aku membukanya?”
“Ya.
Ini bukan hal yang tidak sopan
seperti uang.”
Dia berkata
sambil tersenyum sedikit malu. Ketika aku membuka amplopnya, di dalamnya ada
lembaran kertas yang berisi naskah novel. Tulisannya sudah sangat familiar. Dan
isinya sangat kuingat dengan baik. Aku
buru-buru memeriksa judulnya.
Itu
adalah naskah asli novelku yang seharusnya dibuang oleh klub sastra.
“Kenapa
ini bisa ada padamu....”
“Aku
berusaha keras untuk menyelamatkannya kemarin.”
Dia
memberikan senyuman nakal.
“Kenapa
naskah ini bisa ada di tanganmu, Ichijou-san...”
Tanpa
sadar, aku memegang amplop yang berisi naskah itu dengan erat.
“Aku
hanya sedikit berusaha.”
“Berusaha?
Eh,
bukannya aku tidak pernah bilang bahwa aku anggota klub
sastra, ‘kan?”
Bagaimana
dia bisa mengetahuinya?
“Ah,
tempo hari ketika aku berkunjung ke
rumahmu, aku melihat banyak novel di ruang istirahat, dan juga majalah klub
sastra.”
“Hanya itu
saja tidak cukup membuatmu bisa mengetahuinua.”
Petunjuknya
terlalu lemah. Ada kemungkinan aku hanya seorang penggemar novel biasa dan
mendapatkan majalah klub sastra hanya sebagai perpanjangan dari itu.
“Benar
juga. Jika itu novel detektif, mungkin tidak akan terlihat siapa pelakunya,
tetapi aku hidup di dunia nyata. Jadi, aku melakukan penyelidikan. Di kelasku
ada seorang gadis anggota klub sastra bernama Hayashi-san. Jika aku memeriksa padanya,
pasti akan segera ketahuan.”
Sejujurnya,
aku hampir tidak pernah berbicara dengan Kouhai yang bernama Hayashi. Dia adalah
gadis yang pendiam dengan
kacamata dan dua kepang, sangat cocok dengan citra klub sastra. Sebelum liburan musim panas, kurasa aku sempat mengajarinya
sedikit.
“Kalau
begitu, Hayashi-san pasti merasa
jijik padaku, ‘kan?”
Karena
rumor seperti itu telah beredar, para gadis pasti membenciku.
Jujur saja, Ichijou-san terlalu sempurna sebagai manusia. Padahal dia
seharusnya seorang kouhai.
“Benar.
Sepertinya dia mendengar para Senpai
yang membicarakan rumor itu."
“Sudah
kuduga. Jadi, memang benar...”
“Tapi,
dia tidak sepenuhnya mempercayainya.
Sebelum liburan musim panas, Senpai, kamu dengan baik
hati mengajarkan cara menggunakan Word kepada
Hayashi-san, kan? Dia mengingatnya
dan tidak bisa mempercayai bahwa kamu yang baik akan melakukan hal seperti itu.”
“...”
Memang benar kalau dia kesulitan dengan
komputer, jadi aku pernah mengajarinya cara menggunakan Word sebelum liburan
musim panas. Hanya hal-hal sederhana seperti cara menambahkan furigana atau
mendaftarkan kata.
“Aku
tahu setelah berbicara dengannya. Senpai,
ternyata kamu juga mengalami perlakuan buruk dari orang-orang di klub sastra.”
“…ya.”
“Sepertinya
ketua klub sastra secara sembarangan membuang barang-barang milikmu yang
tertinggal di ruang klub. Jadi, aku meminta bantuan Hayashi-san. Setidaknya,
aku ingin dia menjaga barang-barangmu...”
“...”
Seriusan,
gadis ini...
“Tapi,
Hayashi-san juga orang yang pemalu,
jadi dia tidak bisa berkontribusi secara terbuka, tetapi dia melakukan yang
bisa dia lakukan. Dia mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Jadi dia
mengumpulkan sebanyak mungkin naskah Senpai, dan akulah yang mendapatkan
sisanya... Hanya ini yang bisa aku dapatkan kembali.”
“Kamu
menyelinap masuk? Ke ruang klub...”
“Ya.
Setelah Senpai dan aku minum teh di kafe. Aku kembali
ke sekolah tepat sebelum waktu pulang.”
Gadis ini benar-benar
nekat.
“Bagaimana
caranya kamu bisa masuk ke ruang klub?
Bukankah pintunya terkunci?”
“Aku
berbohong sedikit. Aku bilang kalau Hayashi-san
memintaku untuk mengambil barangnya yang tertinggal.”
Mau tak mau aku jadi menghela napas panjang setelah melihat
ekspresi sedikit menyesal di wajahnya.
“Kenapa
kamu sampai melakukan semua ini?”
“Habisnya,
bukannya itu sangat menjengkelkan? Melihat
hasil kerja keras orang yang sangat kusukai,
hancur karena niat buruk orang lain.”
Dia
menatapku dengan ekspresi sedikit bersalah.
“Terima
kasih banyak.”
Kalau
dipikir-pikir, naskah ini mungkin
terlupakan untuk dibuang karena reputasinya yang buruk di dalam klub sastra.
Kenangan hari itu kembali muncul. Ketua klub yang seharusnya dekat denganku
mengkritik naskah ini dengan sangat keras.
“Itu
sangat menarik.”
Kouhai-ku
itu sedikit memperkuat nada suaranya.
“Jangan-jangan,
kamu sudah membacanya?”
Hari ini,
ekspressi Kouhai-ku selalu
berubah-ubah. Dia menundukkan kepalanya dengan
ekspresi gelisah.
“Maaf.
Aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Semalam aku terbawa suasana dan
membacanya sampai larut. Itulah sebabnya aku jadi sedikit
kurang tidur."”
Setelah
dia mengatakan itu, memang terlihat ada sedikit kantung mata di bawah matanya.
“Bagaimana?”
Tanpa
sadar, aku bertanya tentang pendapatnya. Sebelumnya, aku merasa kurang percaya
diri, jadi aku sedikit terburu-buru.
“Itu
luar biasa. Rasanya sangat
menarik. Senpai, kamu punya bakat!”
Sambil
melihatnya tersenyum dan mengatakannya dengan tegas, aku merasa seolah-olah
sesuatu yang hilang kini kembali padaku.
“Terima
kasih. Mendengar itu membuatku sedikit lebih percaya diri.”
Kemudian,
kami mulai berjalan melangkah bersama lagi.
──Kitchen Aono・Sudut
pandang Takayanagi──
Aku mengunjungi restoran Kitchen
Aono bersama kepala sekolah.
Seharusnya
kami datang saat waktu
istirahat siang, tetapi ibu Aono ingin segera berbicara, jadi pertemuan
dijadwalkan sebelum toko buka, yaitu pukul 9.30 pagi.
Aku
menyerahkan penanganan Aono kepada Mitsui-sensei. Hari ini, bimbingan belajar
untuk Aono juga dimulai. Berkat kepala sekolah dan wakil kepala sekolah yang
telah mengatur segalanya dengan baik, keterlambatan pelajaran tampaknya hanya
akan berlangsung satu hari. Kami masih mendiskusikan bagaimana menangani mata
pelajaran olahraga dan seni, tapi saat ini sedang dalam tahap akhir penyesuaian
untuk memberikan bimbingan atau tugas di hari libur atau setelah sekolah.
Kali ini,
Aono tidak hadir, hanya orang tua dan guru yang berdiskusi.
“Jadi ini
rumah Aono, ya?”
Kepala
sekolah menggenggam tas kertas yang dibawanya.
Itu berisi dokumen yang telah disusun oleh kami berdua, berisi informasi yang
kami ketahui saat ini dan rencana ke depan.
“Ya.”
“Takayanagi-sensei,
aku akan mengambil tanggung jawab penuh.
Itulah tugasku sebagai kepala sekolah. Jadi, tolong sampaikan fakta dengan
jelas, dan selanjutnya dukunglah Aono dan keluarganya. Sejujurnya, aku tidak khawatir karena aku
tahu kamu bisa melakukannya tanpa harus diberitahu.”
“Anda
terlalu memuji saya, Pak. Tangan saya bergetar dan jantung saya berdebar-debar.”
Dalam
situasi seperti ini, aku pasti merasa tegang. Jujur, jika bisa melarikan diri,
aku ingin melakukannya.
“Itu
wajar. Aku pun merasakannya. Namun, kita sebagai
guru adalah sosok yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan siswa.”
“Benar
sekali.”
Oleh
karena itu, kami tidak mempunyai pilihan
untuk melarikan diri.
“Aku yakin
orang tuanya pasti akan memahami Takayanagi-sensei. Mari kita
pergi.”
──Sudut Pandang Ibu──
“Pada
kesempatan ini, aku benar-benar
meminta maaf.”
Kepala
sekolah dan guru wali kelas Takayanagi-sensei
langsung menundukkan kepala dan meminta maaf begitu mereka melewati pintu masuk. Pada awalnya, aku berpikir mungkin
mereka hanya akan memberikan permohonan maaf yang biasa dan menjelaskan solusi
yang tidak memuaskan...
Namun,
sikap tulus dari keduanya memberiku rasa tenang. Seperti yang dikatakan
Minami-sensei, tampaknya kepala sekolah dan yang lainnya benar-benar pendidik
yang luar biasa.
Onii-chan
sangat menyayangi Eiji dan tampaknya tidak bisa berpikir jernih, jadi aku
memintanya agar persiapan pembukaan tetap
dilanjutkan.
“Tolong
angkat kepala anda. Sejak kapan para guru menyadari masalah
ini?”
Guru wali
kelas yang kurus menjawab.
“Pada
waktu jam wali kelas tanggal 4 September. Aku
tidak berada di sekolah hingga tanggal 3 karena kompetisi klub shogi yang kubimbing.
Selama itu, aku meminta bantuan wakil wali kelas, Ayase-sensei, untuk mengajar
kelas. Ketika aku mendengar bahwa Eiji-kun tidak enak badan dan pergi ke ruang UKS, aku menemukan jejak coretan di
mejanya. Segera setelah itu, aku menginformasikan kepala sekolah dan kami
berdiskusi tentang langkah selanjutnya.”
“Jadi,
Anda menyadarinya dengan cepat.
Artinya, Takayanagi-sensei langsung menyadari jejak pembullyan begitu kembali ke sekolah,
sementara guru pengganti yang mengajar sebelumnya melewatkannya...”
Aku
benar-benar terkejut. Aku bisa melihat betapa seriusnya orang ini menjalankan
tugasnya.
“Ya.
Ada ketegangan saat kembali ke kelas setelah sekian lama. Aku merasa ada yang
tidak beres. Namun, mungkin ini terdengar seperti alasan, Ayase-sensei baru
saja menjadi guru tahun ini dan kurang pengalaman, sehingga tidak menyadari
gejala awal pembullyan. Dia merasa sangat bertanggung
jawab...”
“Begitu
ya. Untuk sementara, aku akan mengesampingkan tentang guru pengganti. Yang
ingin kuketahui adalah, pada hari itu, bagaimana Takayanagi-sensei berinteraksi
dengan Eiji?”
“Pada
hari itu, aku tidak bisa bertemu langsung
dengan Eiji-kun. Pada akhirnya, Aono-kun melarikan diri dari ruang UKS dan tidak kembali ke kelas. Kami
mendapatkan kesaksian bahwa dia terlihat keluar dari sekolah, jadi aku meminta
bantuan dari kepala sekolah dan guru pembimbing, Mitsui-sensei, untuk
mencarinya dan menghubungi Anda.”
“Begitu ya...”
Aku memang
menerima telepon dari guru UKS.
“Pada
hari itu, aku meminta Imai-kun untuk menghubungkanku dengan Eiji-kun dan kemarin
aku mendengarkan penjelasannya. Inilah ringkasan informasi yang kami ketahui
saat ini.”
“Baiklah.
Aku akan membacanya.”
Di sana,
dituliskan bahwa Eiji terlibat dalam masalah yang berkaitan dengan percintaan, dan akibatnya, rumor aneh
menyebar tentangnya. Nama-nama disembunyikan, tetapi juga dicatat bahwa ada
konfirmasi fakta dengan Miyuki-chan dan pasangan selingkuhnya. Selain itu,
sedang dilakukan penyelidikan terhadap dua teman sekelas yang dianggap sebagai
pihak yang memimpin tindakan pembullyan
tersebut. Mengenai studi Eiji, dicatat bahwa akan ada dukungan semaksimal
mungkin dan bahwa remedial akan dimulai hari ini.
“Sensei, apa kalimat terakhir yang
tertulis ini serius?”
Dalam
laporan tersebut tertulis, “Berbagai tindakan
kriminal yang saat ini terkonfirmasi mencakup perusakan properti, pencemaran
nama baik, pencurian, dan ancaman, dan kami sedang mempertimbangkan tindakan
tegas termasuk berkonsultasi dengan polisi atau pemecatan dan skorsing bagi
siswa yang terlibat.” Meskipun sering terdengar bahwa pihak sekolah tidak ingin
melibatkan polisi dalam masalah pembullyan seperti ini...
Takayanagi-sensei menjawab dengan cepat.
“Ya,
sebagai pihak sekolah, kami tidak dapat mengakui siswa yang melakukan tindakan
seperti ini. Tentu saja, pencemaran nama baik dan ancaman akan tergantung pada
keputusan Eiji dan Anda sendiri
apakah kalian akan melaporkannya kepada
polisi. Sebenarnya, kelompok yang melakukan pembullyan ini juga tampaknya telah
mengisyaratkan perundungan
terhadap toko ini. Namun, terkait dengan coretan di meja dan kotak sepatu,
pihak sekolah juga telah mengalami kerugian material akibat perusakan, sehingga
kami sudah berkonsultasi dengan polisi.”
“Bukankah
pihak sekolah biasanya tidak ingin melibatkan polisi
dalam masalah seperti ini?”
Tanpa
sadar, aku bertanya demikian.
Ketika Takayanagi-sensei
hendak menjawab, kepala sekolah lebih dulu membuka suara.
“354. Itulah jumlah siswa SMA yang
meninggal karena bunuh diri pada tahun 2022. Tentu saja, ini tidak hanya
mencakup kasus pembullyan,
tetapi juga masalah kesehatan dan lingkungan keluarga yang membuat siswa
mengambil nyawanya sendiri...”
“...”
Angka
yang nyata itu seolah menusuk punggungku seperti pisau.
“Jika
termasuk percobaan bunuh diri, jumlah siswa yang kehidupannya terganggu karena masalah pembullyan akan jauh lebih banyak. Angka
ini hanyalah puncak gunung es. Dan kini, kejadian seperti ini telah terjadi.”
Kepala
sekolah dengan tegas menyatakan,
“Jika
situasi yang dapat berkembang menjadi masalah hidup dan mati telah terjadi,
yang paling utama harus diprioritaskan adalah Eiji sebagai korban. Kita,
sebagai orang dewasa, harus bergerak demi masa depannya terlebih dahulu. Aku
percaya demikian. Dari masalah besar ini, kehormatan sekolah hanyalah masalah
kecil. Dan jika memikirkan masa depan siswa yang menjadi pelaku, menutup-nutupi
di sini jelas akan berdampak buruk pada pembentukan karakter mereka. Aku juga
percaya bahwa memberi kesempatan untuk menebus kesalahan yang telah dilakukan
adalah bagian dari pendidikan.”
Pria tua
itu melanjutkan dengan menatap mataku
dengan serius.
“Kami membutuhkan bantuan Anda untuk
melindungi Eiji-kun.”
── Sepulang sekolah・Sudut
Pandang Aono Eiji──
Hari ini,
aku pulang bersama Ichijou-san.
“Senpai!
Bagaimana remedialnya?”
Seperti yang
kuduga, aku diberi
remedial untuk memprioritaskan kurikulum yang tertinggal
dibandingkan ujian seluruh sekolah, jadi aku mengikuti remedial dari para
guru.
“Hmm,
rasanya cukup mudah dipahami.”
Sebenarnya,
karena pembelajaran satu lawan satu, para guru sangat baik dalam mengajarkan
materi.
Pak kepala
sekolah mengajariku Bahasa Inggris.
“Aono-kun.
Aku benar-benar minta maaf karena sudah membuatmu
mengalami masa sulit di sekolah ini. Jika ada yang membuatmu khawatir, segera
bicarakan kepada Takayanagi-sensei, Mitsui-sensei, atau aku. Siswa memiliki
kewajiban untuk bergantung pada guru.”
Dengan
tubuh besar yang bergetar, dia berbicara dengan kata-kata lembut yang penuh
pengertian.
Pak kepala
sekolah menjelaskan dengan jelas tentang tata bahasa dan
kosakata penting dari unit buku pelajaran dalam waktu sekitar dua puluh
menit.
“Baiklah,
sisa waktu kita gunakan untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan dan
berbicara.”
Ia
tersenyum sambil menggunakan komputer untuk mengajarkan bahasa Inggris secara
langsung dengan drama komedi dari luar negeri sebagai bahan ajar. Suara dari
drama luar negeri benar-benar cepat dan ada bahasa gaul
dibandingkan dengan suara narasi di kelas.
Pada
poin-poin penting, guru menghentikan video dan memberikan penjelasan.
“Di sini,
dua kata terdengar menyatu. Penutur asli mengucapkannya seperti ini.”
“Ungkapan
‘wanna’ ini jarang muncul dalam tata bahasa Inggris SMA Jepang, tetapi sering digunakan sehari-hari dalam
bahasa Inggris Amerika. Orang Inggris kadang berpikir itu seperti dialek
Amerika. Ini berarti sama dengan ‘want to’ dan memiliki arti ‘ingin
melakukan ○○’. Aono-kun, apakah kamu
sudah pernah menonton film ‘Armageddon’? Ya, itu adalah film tentang
menghentikan asteroid yang jatuh ke Bumi, dan ungkapan ini juga digunakan dalam
lirik lagu tema film tersebut.”
Penjelasan
bahasa Inggris kepala sekolah sangat mudah dipahami dan benar-benar menarik.
Beliau adalah mantan pemain rugby, tetapi juga hobi menonton film, dan di
rumahnya terdapat ratusan DVD dan Blu-ray film barat. Drama yang dipilih
sebagai bahan ajar kali ini merupakan
rekomendasi dari beliau, tentang para jenius di bidang sains yang tidak populer
dan berperilaku konyol dalam drama komedi romantis. Aku bisa merasakan bahwa
beliau memilih drama ini agar suasana hatiku tidak terpuruk. Itu adalah
perhatian yang sangat aku hargai.
※※※※
“Pelajaran
kepala sekolah ternyata begitu santai, ya. Sepertinya menarik!! Aku benar-benar
berpikir bahwa Senpai dikelilingi oleh orang-orang yang baik.”
Itu memang
benar. Lagipula,
di hadapanku ada seorang gadis yang menjadi
pendukung terbesarku dalam beberapa menit setelah bertemu dengannya.
“Jadi,
Senpai. Maaf. Mungkin ini terlalu ikut campur, tetapi aku ingin memperkenalkan
seseorang.”
Ketika Ichijou-san
melihat ke arah gerbang sekolah, dia melihat junior dari klub sastra,
Hayashi-san, yang terlihat seperti ingin menangis.
Hayashi-san
muncul di hadapanku dengan
wajah cemas dan sedikit menunduk.
“Hayashi-san.
Kamu ingin mengatakan sesuatu, kan?”
Ketika Ichijou-san
mendorongnya, dia mengangguk pelan. Dia sudah
membantuku saat mengambil kembali naskahku. Jadi, aku melonggarkan ekspresi
tegangku dan mendekatinya.
Melihat
ekspresiku yang lebih santai, dia tampak sedikit lega dan mulai berbicara
dengan suara yang hampir menangis.
“Maafkan aku,
Aono-senpai.”
Dia
membungkuk dengan sangat dalam. Dengan semangat yang membuatku khawatir dia
akan menghantam tanah. Dia tetap dalam posisi itu dan melanjutkan.
“Senpai sudah bersikap baik padaku saat di
klub. Namun, aku merasa takut dan terbawa arus, sehingga tidak bisa mempercayai
senpai. Maaf karena tidak bisa melindungi naskah penting senpai seperti Ichijou-san.
Seharusnya aku bisa membantu, tetapi aku tidak bisa, maafkan aku.”
Meskipun
sulit dilihat, air mata mengalir dari matanya.
Butiran
air mata itu menetes di atas
aspal.
“Aku benar-benar berdosa. Aku
tahu bahwa senpai tidak mungkin melakukan hal-hal seperti yang dirumorkan,
tetapi aku takut diasingkan dari teman-teman dan tidak bisa
melakukan hal yang benar.”
Melihat Hayashi-san
yang bergetar membuat hatiku merasa pedih.
Dia tidak
menyerangku secara langsung seperti ketua klub lainnya. Setelah mendengar
pembicaraan pagi ini, ketika aku melihat LINE-nya,
dia adalah satu-satunya anggota klub sastra yang tidak memblokirku.
Orang
yang perlu meminta maaf bukanlah dia. Justru orang-orang yang secara langsung
menyakitiku yang seharusnya meminta maaf dengan tulus seperti dirinya. Tentu saja, meskipun mereka
meminta maaf, aku tidak akan dengan mudah memaafkan mereka. Namun, aku ingin mendengar
kata-kata itu dengan jelas.
“Tolong angkat kepalamu, Hayashi-san. Kamu
tidak melakukan apa-apa secara langsung
padaku. Selain itu, kamu telah banyak membantu Ichijou-san, ‘kan?”
“Tapi…”
Pada
akhirnya, inilah kenyataannya. Yang paling menderita adalah orang-orang yang
tulus, sementara mereka yang tidak bertanggung jawab hidup dengan santai.
Dia
termasuk yang pertama. Meskipun aku memaafkannya di sini, dia pasti tidak akan
bisa memaafkan dirinya sendiri. Dia akan terus menderita seperti ini. Meskipun
dia bukan pelaku utama, dalam arti tertentu, dia hanya terjebak dibawa arus.
“Kamu
sudah meminta maaf dengan baik. Itu saja sudah membuatku sangat senang. Selain Ichijou-san
dan teman-temanku seperti
Imai, kamu adalah orang pertama yang mempercayaiku. Masih banyak orang yang
seharusnya meminta maaf sebelum kamu… hanya dengan itu sudah membuatku merasa
sedikit tertebus. Jadi, maafkanlah dirimu sendiri.”
Mendengar
kata-kata itu, dia pun menangis tersedu-sedu. Ichijou-san segera memeluknya dan
memberinya dukungan. Idola
sekolah kami benar-benar baik hati sekali.
“Tidak
apa-apa. Ketulusanmu sudah tersampaikan kepada Senpai, Hayashi-san. Aku mengatakan ini
kepadamu sebagai sahabatnya, jadi
kamu bisa percaya padaku.”
Ichijou-san
dengan lembut mengelus kepala Hayashi-san sambil memeluk tubuhnya yang sedang
menangis. Dia tampak seperti Bunda Maria. Gerakannya benar-benar indah.
“Maafkan aku,
maafkan aku, maafkan aku.”
Dia terus
meminta maaf padaku berulang kali sambil terisak.
※※※※
Setelah
Hayashi-san berhenti menangis, kami akhirnya
bisa pulang bersama.
Karena
ini sudah hari ketiga, kami tidak lagi dilihat dengan tatapan aneh. Kebiasaan
itu memang menakutkan.
“Sepertinya
Hayashi-san akan keluar dari klub sastra.”
“Begitu
ya.”
Aku merasa
sedikit lega ketika mendengar kata-kata Ichijou-san. Aku
merasa sedikit berbahaya jika dia tetap berada di klub itu.
“Terima
kasih banyak untuk segalanya. Kenapa
kamu begitu peduli padaku?”
Aku
benar-benar banyak berutang budi kepada Ichijou-san.
“Karena
kamu juga. Pada hari itu di atap, kamu rela basah kuyup untuk menyelamatkan Kouhai yang tidak kamu kenal, bahkan
mempertaruhkan nyawamu. Kamu siap mengorbankan nyawamu sendiri. Jika kamu mencoba
menghentikan orang yang mengamuk di tempat seperti itu, kamu bisa jatuh
juga.”
“Tidak,
itu karena tindakan spontan.”
“Meski
begitu. Tidak banyak orang yang bisa melakukan hal seperti itu secara spontan.
Saat itu, aku memang putus asa, tetapi sekarang aku benar-benar bersyukur bisa
hidup. Semua itu berkat dirimu, Senpai.”
“Tapi, meskipun begitu… kamu juga membantuku berbaikan
dengan Hayashi-san.”
Sejujurnya,
aku merasa sudah menerima terlalu banyak. Seolah-olah aku harus membayarnya
seumur hidup.
“Dalam
kasus ini, kurasa Senpai telah kehilangan banyak hal. Meskipun aku tidak
seharusnya mengatakannya, tetapi itu bukan segalanya. Ada orang yang percaya
padamu, seperti Hayashi-san. Aku ingin kamu mengetahui
fakta tersebut.”
Dia
tersenyum malu-malu.
Diterangi oleh sinar matahari sore, senyumnya yang penuh kerinduan membuatku
tidak bisa menatapnya.
“Namun,
hal terbaik dari kejadian ini adalah aku bisa bertemu Ichijou-san.”
Setelah
mengatakannya, wajahnya sedikit memerah dan dia menunduk.
“Serangan
mendadak itu tidak adil, dasar Senpai
bodoh.”
“Kamu tidak menyukai hal seperti ini?”
“...Aku
tidak membencinya, sih.”
Melihat Kouhai-ku yang malu-malu seperti itu, aku merasa sangat
bahagia.
※※※※
Kami berjalan pulang bersama dan membicarakan
banyak hal sepanjang perjalanan. Meskipun kami baru saling
mengenal, sebagai teman dekat, masih banyak yang belum kami ketahui, jadi ada
banyak hal yang bisa dibicarakan.
Percakapan
kami tidak pernah terputus.
Hari ini,
aku harus membuat Ichijou-san mencoba katsu tiram.
“Ngomong-ngomong,
kenapa Ichijou-san suka katsu tiram?”
Aku
secara tidak sengaja bertanya.
“Ah, itu
adalah masakan favorit ibuku yang sudah meninggal, dan dia sering membuatnya
untuk ulang tahunku. Aku tidak bisa melupakan itu.”
Ini
adalah pertama kalinya aku mendengar tentang ibunya yang telah meninggal. Aku merasa sedikit menyesal
setelah mendengar itu.
“Maaf.
Apa aku terlalu tidak peka?”
Dia
menggelengkan kepalanya dengan
senyuman.
“Tidak
sama sekali. Senpai juga sudah menceritakan
tentang ayahmu yang
telah meninggal, kan? Aku juga merasa perlu membicarakannya.”
Kalau
dipikir-pikir, aku memang pernah
membicarakan tentang almarhum ayahku kepada Ichijou-san ketika kami makan siang di ruang istirahat.
“Jadi,
meskipun mungkin tidak bisa mengalahkan katsu tiram ibumu, aku berharap kamu
bisa menikmatinya.”
Sebenarnya,
katsu tiram juga merupakan masakan favorit ayahku. Menggoreng tiram yang lezat
dengan sederhana dan menikmatinya dengan saus tartar khusus adalah tradisi di kitchen Aono dari musim gugur hingga
musim dingin.
“Saus
tartar kami memiliki bahan rahasia berupa acar shiba. Rasanya asam dan segar
saat dimakan. Itu adalah resep istimewa dari almarhum
ayahku, jadi kamu bisa menantikannya.”
“Aku
sangat menantikannya! Ibu membuat saus tartar dengan bawang yang ditumis, dan
itu sangat enak. Sangat nostalgia.”
Aku juga
mengerti karena aku adalah anak dari pemilik restoran Barat. Menggoreng bawang
hanya untuk saus itu cukup sulit. Namun, ibu Ichijou-san rela meluangkan waktu
untuk itu. Itu menunjukkan seberapa besar dia
mencintai putrinya.
Ichijou-san,
meskipun tubuhnya kecil, ternyata cukup suka makan. Dia menghabiskan makan
siangnya dengan cepat. Ya, aku sebaiknya tidak mengomentari hal itu.
Saat kami
berbincang-bincang tentang hal-hal sepele, sebuah mobil berhenti di depan
kami.
Seorang
pria tua berambut putih keluar dari mobil.
Ia
adalah paman yang kukenal. Teman baik ayahku dan mantan walikota kota tempat
kami tinggal... Paman Minami.
“Eiji-kun.
Sudah lama tidak bertemu. Apa aku mengganggu kencan kalian? Aku senang melihatmu baik-baik
saja.”
Ichijou-san
menatap Paman Minami dengan wajah bingung, sepertinya dia langsung mengenal
siapa dia.
“Senpai,
mengapa mantan walikota itu begitu akrab berbicara dengan kita!?”
Dia
bertanya dengan suara pelan.
“Oh,
Paman Minami adalah teman almarhum ayahku, dan beliau masih menyayangi kami seperti
cucunya.”
Mendengar
kata-kata yang tidak terduga itu, Ichijou-san terkejut dan membuka matanya
lebar-lebar.
“Begitu,
ya…”
Dia
tersenyum canggung.
Paman
Minami adalah orang yang mendukung kegiatan sukarela ayahku sejak masa
jabatannya sebagai walikota. Dalam hal penyediaan makanan bagi mereka yang
kurang beruntung, beliau
memberikan izin penggunaan taman kota secara prioritas.
Beliau
juga membantu mengembangkan kegiatan ayahku lebih lanjut dengan membuat
peraturan yang memudahkan kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk
mendukung pengoperasian rumah makan anak-anak dengan subsidi. Kota kami dikenal
sebagai tempat yang sangat ramah untuk pengasuhan anak, dan populasi terus
meningkat, yang dianggap sebagai prestasi Paman Minami selama masa jabatannya
sebagai walikota.
Setelah
menjabat selama tiga periode, beliau
pensiun dari aktivitas politik dan sekarang meneruskan warisan ayahku dengan
mendirikan organisasi sukarela. Ia
adalah seorang kakek yang energik dan berkarakter yang bergerak di garis depan
mendukung kemandirian bagi mereka yang kurang beruntung dan mengatasi
kemiskinan anak. Beliau
tampak sangat bugar walaupun umurnya sudah
di atas usia tujuh puluh.
Setelah
ayahku meninggal, Paman Minami masih
memperhatikan restoran Aono dan sering mampir.
“Aku
sedang dalam perjalanan ke rumah Eiji-kun.
Jika kalian mau, kalian bisa ikutan naik mobil. Aku akan mengantar kalian.
Ngomong-ngomong, Ojou-chan.
Apa jangan-jangan kamu...?”
Dia
sedikit gugup saat memperkenalkan dirinya.
“Nama saya Ichijou Ai. Senang bertemu dengan Anda lagi, Walikota
Minami.”
“Jangan
panggil aku walikota. Aku sudah pensiun. Oh, jadi kamu Ichijou-san. Tentu saja.
Kamu sudah jauh lebih cantik. Aku hampir tidak mengenalimu. Jadi, kamu berjalan
bersama Eiji-kun, putranya Mamoru-kun. Ini pasti takdir.”
Seperti
dugaanku, orang tua Ichijou-san adalah orang-orang
penting. Aku memilih untuk tidak bertanya lebih jauh dan hanya mendengarkan
percakapan mereka.
“Pak walikota
Minami, saat ini saya tidak
memiliki hubungan dengan ayah saya.”
Mendengar
itu, paman terkejut tetapi kemudian tersenyum seolah mengerti. Beliau mengangguk.
“Begitu
ya. Untuk saat ini, silakan naik mobil. Aku sudah lama ingin meminta maaf
kepada Eiji-kun.”
Paman lalu mengundang kami masuk ke dalam mobilnya.
※※※※
Kami
berpindah ke taman terdekat
dengan mobil paman.
Paman
Minami bertanya padaku,
“Aku ingin berbicara tentang ayahmu, apa kamu ingin sebaiknya
Ichijou-san keluar sebentar?” Aku menggelengkan kepala.
“Tidak
apa-apa. Aku tidak menyembunyikan apapun tentang ayahku.”
Setelah aku
berkata begitu, paman tersenyum lembut.
“Kamu benar-benar mirip dengan
ayahmu di bagian itu. Aku merasa seperti melihat
bayangannya.”
Sejak
kecil, ada banyak orang dewasa di sekitarku
yang selalu mengatakan, “Jadilah
orang yang hebat seperti ayahmu,” dan terkadang aku merasa tertekan. Namun,
setelah ayah meninggal, semakin
aku memahami segalanya, aku semakin merasa bangga.
Aku ingin
sedekat ayah sebisa mungkin. Mungkin aku
tidak akan pernah bisa melampaui orang yang seperti santo itu. Di bangku taman,
mantan walikota mulai bercerita.
“Sudah
bertahun-tahun sejak Mamoru-kun
meninggal. Waktu berlalu dengan sangat cepat
sampai-sampai rasanya sulit dipercaya. Eiji-kun juga sudah tumbuh besar.”
Paman
yang baik itu tersenyum dengan sedih. Beliau
adalah orang yang paling berduka saat pemakaman ayahku, bahkan sampai melebihi keluarga kami.
Paman
Minami adalah teman sesama relawan
ayahku. Ayahku
terlibat dalam kegiatan seperti dapur umum dan rumah makan anak, dan dalam
kegiatan tersebut, mereka berdua menjadi teman.
Setelah
itu, paman masuk ke dunia politik untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi
semua orang dan mendukung kegiatan ayahku.
“Eiji-kun sudah menjadi siswa SMA yang
hebat. Oleh karena itu, aku ingin berbicara dengan baik. Aku juga tidak tahu
sampai kapan aku bisa sehat. Aku benar-benar minta maaf. Aku merasa telah
merampas ayahmu dari kalian yang masih kecil.”
Paman
menundukkan kepalanya dengan
mata yang berkaca-kaca. Hari ini beliau
terus meminta maaf.
“Paman, tolong angkat kepalamu.”
“Terima
kasih. Kamu memang baik hati sekali. Namun, aku ingin meminta
maaf dengan baik. Ayahmu adalah sosok ideal bagiku. Ia adalah orang yang penuh
tanggung jawab dan kebaikan. Selain itu, aku juga telah terlalu bergantung
padanya. Dalam pekerjaan sehari-hari di kitchen
Aono dan kegiatan relawan, aku telah membebani Mamoru-kun dengan beban yang terlalu berat.
Aku tahu dirinya akan
memaksakan diri, mengingat rasa tanggung jawabnya.”
Setelah
berkata begitu, paman menatap langit.
Aku
mengerti apa yang ingin dikatakannya.
Penyesalan itu sangat beralasan.
Akhirnya,
kupikir paman telah terjebak dalam waktu sejak ayah meninggal. Ini adalah cara
berpikir yang khas bagi orang-orang seperti itu.
“Namun,
yang memilih adalah ayah.”
Aku
sengaja menggunakan istilah “ayah” sebagai panggilan umum.
“Yang
membuatnya memilih adalah aku.”
Itulah
penyesalan paman. Dirinya merasa
telah memaksakan ideal kepada ayah dan membuatnya terjatuh.
Tetapi,
itu tidak mungkin. Karena ayah...
“Ayahku tersenyum dengan puas. Wajahnya
saat meninggal benar-benar menunjukkan senyum puas. Bahkan jika itu paman, aku
tidak ingin paman menyangkal
keinginannya.”
Ayahku hidup sesuai dengan idealnya.
Jadi, tidak ada yang perlu disesali.
“...Begitu
ya.”
“Paman
telah mewarisi ideal ayah dengan baik. Ayahku
selalu mengatakan bahwa jika ada seseorang yang meneruskan kegiatannya, hal tersebut sama saja kalau dirinya
masih hidup. Paman yang seharusnya terus hidup bersama ayah merasa menyesal,
itulah yang membuatku marah.
Pasti.”
Paman
tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.
“Kamu benar-benar sudah tumbuh dewasa. Aku
menganggapmu seperti cucu, tetapi hari ini aku banyak belajar darimu, Eiji-kun.”
Kemudian,
paman menatapku dengan tatapan
lembut.
“Oleh
karena itu, aku tidak bisa memaafkan orang-orang yang mencoba menyakiti mu.
Mungkin ini terlalu berlebihan. Kamu sedang berusaha menjadi orang dewasa yang
hebat. Namun, kamu masih seorang siswa SMA yang seharusnya dilindungi oleh
orang dewasa. Demi ayahmu, aku akan menjalankan tanggung jawabku sebagai orang
dewasa. Aku akan melindungimu, pasti.”
Sambil
mengingat senyum ayah, hatiku tergerak oleh perasaan paman yang memikirkanku,
dan aku merasa dilindungi oleh semua orang. Kemudian, kami tertawa bersama.
※※※※
Paman
Minami mengatakan bahwa ia ingin membicarakan sesuatu dengan ibuku, jadi kami berdua berjalan-jalan di taman dekat
rumah untuk menghabiskan waktu. Saat kami pulang, kakakku pasti sudah
menggoreng katsu tiram spesial untuk kami.
“Untuk
saat ini, seminggu
sudah berlalu.”
“Benar, berkat dirimu, aku berhasil
melewatinya.”
Satu
minggu yang penuh gejolak telah berakhir.
Besok
adalah hari Minggu.
Aku
juga mendengar sesuatu dari Takayanagi-sensei,
“Kamu mungkin perlu mengikuti remedial di suatu tempat, tetapi sepertinya hari
Minggu ini, lebih baik kamu beristirahat. Kelelahan akan datang tiba-tiba
setelah ketegangan mereda.” Aku akan memanfaatkan nasihat itu dan
melakukannya.
Walaupun
rasanya sedikit disayangkan karena aku tidak bisa bertemu Ichijou-san.
“Eh,
Senpai? Boleh aku meminta satu permintaan yang egois?”
“Tentu
saja.”
Aku
berniat untuk memenuhi apapun permintaannya, jadi aku menjawab dengan
cepat.
“Bagus
sekali. Jadi, aku akan mengatakannya.”
Dia
tersenyum sambil sedikit menunduk, lalu berdiri di depanku, menghadap matahari
terbenam dan menatapku dengan serius.
“Besok,
maukah kamu berkencan denganku? Kali ini kencan yang resmi.”
※※※※
Aku terkesiap mendengar tawaran dari Ichijou-san.
Ajakan kencan di akhir pekan ini pasti
sangat diinginkan oleh siswa laki-laki di sekolah kami. Ini benar-benar tiket
premium. Apa aku pantas mendapatkannya?
Sejenak, aku merasa ragu. Namun, berada
di dekat Ichijou-san telah menjadi hal yang biasa bagiku. Jadi, aku merasa senang bisa bertemu dengannya di hari Minggu.
Karena
kami sudah pernah pergi berkencan
kemarin, undangan untuk kencan kedua ini
dibungkus dengan rasa antisipasi.
“Kamu yakin mau kencan denganku?”
“Senpai lah
yang kuinginkan. Aku mengajakmu karena Senpai
lah yang kuinginkan.”
Kencan di
akhir pekan memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada jalan-jalan
sepulang sekolah. Tentu saja, aku sudah
beberapa kali mengalaminya dengan Miyuki. Meskipun ini bukan yang pertama, aku
merasakan kegembiraan yang lebih dari yang kuduga.
“Terima
kasih. Aku sangat ingin melakukannya.”
Aku
membalas dengan senyuman yang sulit aku buat.
Dia
menghela napas lega, lalu menjawab dengan sedikit
kesal.
“Senpai,
kamu terlalu jahat. Aku sudah berpikir kamu akan menyetujuinya, tetapi menunggu terlalu lama
membuatku jadi
cemas.”
“Maaf, aku
tidak menyangka bisa berkencan dengan Ichijou Ai di akhir pekan.”
“Lihat,
itulah yang aku maksud. Bodoh.”
Hanya
dengan melihat Kouhai-ku
yang malu-malu berusaha menyembunyikan rasa malunya sudah cukup
menyenangkan.
“Jadi,
kita mau ke mana?”
“Aku
ingin berbelanja di depan stasiun. Selain itu, ada film yang ingin aku tonton,
bagaimana jika kita pergi bersama?”
“Film?
Bagus. Aku juga menyukainya.”
Sebenarnya,
ketika menulis novel, disarankan untuk mempelajari berbagai cerita, jadi ketika
ada waktu, aku berusaha untuk menonton film. Aku suka drama manusia, dan
orang-orang mengatakan selera filmku mirip om-om tua.
Aku pikir ini juga dipengaruhi oleh kakakku. Film favoritku adalah "The
Shawshank Redemption" dan “3
Idiots”.
Ya, ini tidak terdengar seperti selera seorang pelajar SMA.
“Bagus.
Sebenarnya, ada pemutaran ulang film-film klasik di bioskop di depan stasiun!
Itu adalah film yang dirilis sebelum aku lahir, dan aku selalu ingin
menontonnya di layar besar. Apa itu baik-baik saja?”
Rasanya
seperti bola kembali dengan sudut yang lebih tajam dari yang kuduga. Mungkin Ichijou-san
juga sangat menyukai film. Itu adalah kesalahan yang sangat menyenangkan.
“Eh,
keren. Film apa itu?”
“Ini!”
Di layar
ponsel yang ditunjukkan Ichijou-san, judul film drama manusia Amerika yang
terkenal muncul.
Pilihan
film yang tidak biasa untuk seorang pelajar SMA membuatku tertawa. Namun, aku
merasa senang karena itu sesuai dengan seleraku.
“Ini luar
biasa. Itu salah satu film favoritku.”
“Ah,
Senpai juga? Aku senang
mendengarnya.”
Kami
bersemangat membahas film.
※※※※
Kemudian,
di Kitchen Aono, kami menyelesaikan makan
malam.
Paman
Minami sepertinya sudah selesai berbicara dan telah menyelesaikan makan malam
lebih awal.
Paket
hamburger rebus. Salah satu menu populer sejak restoran
didirikan, hamburger yang dimasak perlahan dengan saus demi-glace
spesial dan ditambahkan telur setengah matang di atasnya. Paman terlihat senang
seperti anak SD saat menikmati makanan favoritnya.
“Ketika aku
pertama kali datang ke sini, aku juga memakan
ini. Rasanya benar-benar enak. Rasa itu tetap
terjaga sampai sekarang...”
Kakakku
mendengarkan cerita kenangan paman dengan senang hati.
“Silakan.”
Ibu
membawa hidangan katsu tiram. Hari ini masih
awal, jadi restoran tidak ramai. Karena itulah,
aku bisa menjamu Ichijou-san di restoran, bukan di ruang istirahat.
“Wah~ kelihatannya
enak. Ada udang goreng juga. Apa aku boleh menyantap
ini?”
“Tidak
masalah. Ini adalah layanan! Makanlah banyak-banyak.”
Ibuku masih sangat menyayangi Ichijou-san.
Jelas sekali jumlah saus tartar lebih banyak dari biasanya, dan udang goreng
juga menjadi layanan tambahan. Dia sangat
perhatian.
Ibu dan
paman Minami bersikap sangat biasa. Aku bisa merasakan bahwa mereka berusaha
untuk tidak membuatku khawatir. Aku sangat berterima kasih untuk itu.
Sambil
melihat idola sekolah yang sedang menikmati katsu tiram di hadapanku dari tempat duduk yang
istimewa, aku merasa sangat beruntung dengan lingkungan ini.
──Ruang
Istirahat Dapur Aono・Sudut
Pandang Ibu──
Aku meminjam
sedikit waktu Ai-chan yang
sudah selesai makan, dan membawanya ke dalam ruang
istirahat.
Untuk
mengucapkan hal-hal yang perlu aku sampaikan.
“Terima
kasih banyak, Ai-chan.”
Saat aku
mengatakannya, dia menggelengkan kepalanya.
“Tidak,
terima kasih juga atas makanan yang enak. Katsu tiram hari ini juga sangat lezat.”
Dia
benar-benar gadis yang
baik. Dia bahkan terlalu baik untuk
Eiji.
“Syukurlah, aku senang mendengarnya.”
Seharusnya
aku bisa menyeduh teh dan mengobrol santai. Tapi, itu semua akan dilakukan
setelah semua masalah teratasi.
“Ichijou Ai-san.”
Aku
sengaja memanggil namanya dengan tegas. Dia sedikit terkejut, lalu segera
kembali dengan senyuman seperti biasanya. Sepertinya dia langsung mengerti apa
yang ingin kukatakan.
“Terima
kasih banyak. Karena telah mempercayai putraku. Karena telah mendukung Eiji.
Sebagai orang tua, aku benar-benar merasa
tidak bisa cukup berterima kasih. Aku sangat senang kamu ada di pihak Eiji. Terima
kasih.”
Aku
membungkukkan kepalaku dalam-dalam.
Dari cerita guru wali kelasnya,
aku mendengar bahwa pembullyan dimulai sejak hari pertama
semester kedua. Gosipnya sudah beredar sebelum itu.
Jadi, Ai-chan adalah salah satu dari
sedikit sekutu Eiji di tengah-tengah musuh yang mengelilinginya.
Meskipun dia mungkin juga mengalami kerugian, dia tetap membantu putraku,
seorang gadis yang baik hati. Tentu saja, Imai-kun juga. Kedua orang ini
memiliki budi baik yang sulit untuk dibalas.
Aku ingin
mengucapkan terima kasih dengan tulus. Aku tidak tahu betapa besar Eiji
diselamatkan hanya dengan keberadaannya.
Sungguh.
“Bu, tolong
angkat kepalamu. Aku tidak melakukan hal yang luar biasa.
Justru, aku juga yang terbantu. Aku berada di sisi Eiji-senpai karena keinginanku sendiri.”
Dia
benar-benar gadis yang
baik. Aku tidak bisa menahan diri untuk memeluknya.
Dia
terlihat senang dan bersandar padaku.
“Jika ada
sesuatu, aku pasti akan membantummu.
Sekarang, kamu tidak sendirian lagi.”
Dia
dengan senang menjawab, “Iya.”
