Tada, Sore Dake de Yokattan Desu Chapter 02 Bahasa Indonesia

Translator : Kaito
Editor : Utsugi
Chapter 2 -  Tak Ada Orang Lain yang Tahu.

Ada beberapa cara bagiku untuk berkumpul bersama denganmu.
Bukan karena hidupku benar-benar istimewa, atau bukan karena aku punya pemikiran aneh. Hanya saja aku ini terlalu bodoh. Tentu saja, aku tidak berbicara mengenaimu. Aku sedang membicarakan diriku sendiri.
Di pojokan salah satu ruangan kelas, aku melamun dengan acuh tak acuh, selalu seperti itu sampai hari berakhir. Tidak ada yang berbicara kepadaku, dan sepertinya aku adalah satu-satunya yang terabaikan di duniaku. Bel pun berdentang dengan sendirinya. Di pagi hari, semua orang mengobrol tentang acara TV di malam sebelumnya; pada siang hari, mereka menikmati makanan lezat dari kantin; di sore hari, ketika perjalanan pulang, mereka memutuskan restoran siap saji mana yang akan jadi tempat nongkrong mereka. Mereka semua mengucilkanku.
Aku sendirian.
Meja-meja, papan tulis, kotak pensil, seragam, tas sekolah, buku pelajaran, pakaian olahraga, buku catatan; mereka semua sepertinya penduduk yang tinggal di dunia yang berbeda dariku.
Jadi, tolong ejek aku.
Supaya aku bisa menjadi satu denganmu.
Apa yang akan aku katakan selanjutnya adalah kisah memalukan milliku.
Semua anak yang berusia empat belas tahun itu idiot, tapi aku adalah orang yang paling idiot di antara mereka semua. Mungkin otakku berkarat oleh delusi, atau mungkin aku menderita penyakit yang luar biasa.
Jadi, kumohon bersandiwaralah seolah-olah ini adalah saat-saat terakirku, aku frustasi, dan pada saat yang sama, lihatlah aku.
Lihatlah, orang yang tak tahu malu ini, orang yang tidak senonoh, bodoh, serta orang yang memulai revolusioner kecil untuk rasa kebencianku sendiri.

uuuu

Namaku Taku Sugawara.
Ada beberapa hal yang hanya aku ketahui.
Sebagai contoh, kurikulum sekolah menjadi sangat membosankan tanpa adanya teman di sekitarku.
Jadi, aku selalu sendirian di kelas, duduk di sisi jendela, menghadap ke arah matahari, terus memikirkan tentang sesuatu hal yang tidak berguna.
Kali ini, pikiranku sedang berargumen, "Apa kau akan memilih menjadi orang yang paling tidak beruntung di dunia? Atau menjadi orang yang paling tidak beruntung kedua di dunia?"
Putuskan ini dalam dua detik.
Semua orang akan setuju untuk 'ingin menjadi orang yang paling tidak beruntung di dunia'.
Dalam hal itu, memang aneh. Tanpa diduga, orang yang paling tidak beruntung mengalahkan orang paling tidak beruntung kedua di dunia ini? Kekeliruan ini memang terasa sedikit aneh. Mungkin, jika kita memang tidak beruntung, kita mungkin akan menjadi paling tidak beruntung.
Karena, semua orang akan memberikan bantuan demi anak-anak di Afrika, tetapi tidak ada yang mau memberikan bantuan kepadaku.
Seorang siswa SMP, dengan nilai mata pelajaran yang jelek serta memiliki kemampuan atletik yang buruk, mustahil untuk mendapatkan pacar, menjalani kehidupan tanpa berbicara dengan siapa pun, bahkan di kehidupanku sendiri. Bahkan ketika menjalani kehidupan yang tidak menguntungkan ini, tidak ada yang akan peduli denganku
Mereka hanya menganggap aku sebagai eksistensi yang tidak mengesankan.
Aku, yang hanya hadir di kelas sebagai 'udara', tidak bisa memperoleh cinta dari siapa pun.
Maka, aku dengan keras kepala mengarahkan rasa balas dendamku kepada anak-anak kelaparan di Afrika.
(Tidak, tidak, aku tahu mereka benar-benar berada dalam kesusahan. Tapi mereka mendapatkan cinta dari orang lain. Dan untukku, bahkan jika aku mencari di seluruh dunia, aku takkan bisa menemukan orang yang mencintaiku, dan itu adalah faktanya. Ahh, sialan.)
Tentu saja, tidak masalah kalau tidak ada yang mengerti diriku. Singkatnya, ini hanya pola pikir ngelantur dari anak SMP yang tidak terlalu pintar.
Dan kemudian, pada bulan Oktober, pola pikirku menjadi liar seperti sampah.
Itulah mengapa,aku berada di peringkat ketiga belas terakhir dalam Tes Kekuatan Manusia.
Pada hari itu, saat aku berbincang dengan Kotomi Ishikawa.
Insiden itu terjadi dua bulan lalu.
SMP Kuzegawa Dua tempatku bersekolah terkenal dengan banyaknya tugas kerja kelompok.
Setiap hari Selasa, setiap kelas akan dibagi ke dalam kelompok empat siswa, dan mereka akan menjawab pertanyaan yang sangat sederhana.
"Tempat wisata baru di Kota Kuzegawa", "Benda yang harus dibawa ketika pergi ke pulau tak berpenghuni", "Aktivitas komersial baru untuk menggantikan hari Valentine", semua ini adalah pertanyaan yang mana bukanlah pembicaraan acak yang biasa terjadi, dan kami membuat beberapa kelompok dengan beranggotakan 4 orang. Ini adalah pelajaran yang sengaja diadakan untuk orang-orang bodoh yang benar-benar buruk dalam hal berkomunikasi untuk dapat menyuarakan pendapat mereka.
Tetapi aku tidak bisa menikmati waktu pelajaran ini, itu juga sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan. Mungkin karena aku merasa bahwa kerja kelompok di sini hanyalah bagian penilaian dari Tes Kekuatan Manusia. Kami berpikir sangat keras sehingga orang lain akan memilih kami. Itu hanya terasa bodoh.
Dengan demikian, aku takkan pernah bergabung dalam percakapan ketika trio di depanku berbicara tentang 'produk terbaru dari toko hamburger'. Bahkan jika topik itu dilemparkan padaku, aku hanya akan mengatakan "Ikutilah perkembangan jaman", "Apa ada masalah". Aku benar-benar sampah.
Siswa elit, Kanda Setogura awalnya tersenyum sopan, mencoba membujuk untuk meminta pendapatku, tetapi akhirnya dia memilih untuk menyerah dan mengabaikanku. Siswa lainnya dengan aura berandalan, Ayaka Tsuda, sudah dapat dipastikan sebuah kesialan untuk dikelompokkan denganku, rasa kebenciannya tersirat dari perkataannya, dan kadang-kadang bahkan memelototiku.
"Hei, Sugawara. Tolong, katakan sesuatu."
Akhirnya, Setogura memberiku tatapan kosong, mengatakan itu.
"Aku merasa bahwa sisa masa SMP-ku akan berakhir tanpa bisa berbicara denganmu, Sugawara."
Paling tidak, aku mengucapkan, "Maaf ..." Jika aku minta maaf, aku bisa mengabaikan ini, setidaknya.
Dan seperti yang di duga, Tsuda segera memberi tahu Setogura, "Sudah cukup, Kanda. Abaikan saja bajingan ini." Dengan tekanan dari Tsuda, Setogura nyaris tidak bisa beralih ke topik pembicaraan berikutnya.
Maaf, kali ini, aku diam-diam berucap di hatiku, Maaf sudah mengkhawatirkan sampah ini.
Jadi, kelompok kami akhirnya memutuskan pada 'bashimi burger'. Tentu saja, terserah Setogura untuk menyampaikannya.
Yang paling bisa membuat semua orang di kelas bersemangat adalah kelompok yang dipimpin oleh Masaya, yang memutuskan dengan 'burger wafel' dengan wafel mengapit di antara buah-buahan dan krim. Ninomiya yang ceria mengejeknya, berkata, "Ini bukan hamburger, ‘kan?" hanya untuk ditegur oleh sikap acuh tak acuh Masaya, "Apa emang ada aturan yang melarang menggunakan menu penutup?" Ninomiya bermain dengan pinggirannya yang panjang, membuat gerakan yang dilebih-lebihkan dan membuat semua orang di kelas tertawa. Termasuk Tsuda, gadis-gadis di kelas sedang menatap perselisihan mereka. Itu adalah kerja kelompok yang biasa.
Aku juga memperhatikan Masaya, Dasar bajingan, dan menyumpahi diam-diam ketika aku meninggalkan kelas.
Waktu itu adalah setelah kerja kelompok kami, sepulang sekolah, ketika aku berbicara dengan Ishikawa.
Lokasinya berada di perpustakaan sekolah, tempat aku sering meminjam light novel untuk dibaca. Empat belas tahun, dan aku masih melewatkan semua literatur Jepang, memilih yang mudah dibaca. Aku adalah tipe orang yang akan menyombongkan diri dengan keras, "Hobiku adalah membaca," dan kemudian dengan pelan menambahkan, "tapi hanya membaca light novel."
Di SMP-ku saat ini, perpustakaan memuat cukup banyak light novel, dan mereka adalah teman terbaik bagi seorang siswa SMP yang kekurangan uang. Lagi pula, ada dua rak berisikan light novel. Aku berhenti berpikir, dan mulai dari ujung kanan buku-buku kecil yang tertata rapi, menariknya keluar dari rak buku agar tertata. Jika gadis bergambar di sampulnya tidak lucu, aku akan mengembalikannya. Ini adalah caraku memilihnya, mencari hiburanku di rumah.
Saat itu, sepulang sekolah, dan ada banyak siswa di sekelilingku, tetapi itu tidak masalah. Semua orang selain diriku adalah semua karakter sampingan. Jadi, aku benar-benar terkejut setelah mendengar seseorang memanggil namaku.
Aku dapat mengatakan bahwa itu adalah hal yang luar biasa bagi seseorang untuk memanggil namaku kecuali selama kerja kelompok.
"Apa kamu sering datang ke perpustakaan, Sugawara?"
Ada suara seorang gadis.
Melihat ke belakang, teman sekelas yang dipanggil Kotomi Ishikawa berdiri di belakangku.
Dia gadis yang ceria dengan rambut hitam yang tidak begitu panjang. Ingatanku tentang dirinya adalah bahwa dia selalu tersenyum elegan di kelas. Gadis ini berdiri di depanku seperti anak kecil yang menemukan kaca, dan menunjukkan senyum polos.
"Eh, ah, apa?"
Aku berbicara tergagap-gagap saat aku bertanya. Sungguh suara yang memalukan!
Tapi Ishikawa tidak menertawakanku, dan serius memberitahuku.
"Kamu sudah bekerja keras dalam kerja kelompok itu. Aku merasa bahwa burger bashimi itu baik, tapi respon kelasnya tidak banyak. Ini sedikit menyebalkan, bukan?"
Dan kemudian, dia mulai berbicara seolah-olah dia adalah temanku.
Ada apa dengannya?
Memang benar di dalam kelompok itu, ada Aku, Setogura, Tsuda, dan Ishikawa. Aku ingat dia mengatakan beberapa jawaban yang sangat tidak realistis seperti 'Bagaimana menambahkan miso ke roti', atau 'Aku pikir menambahkan saus matcha adalah ide yang menyegarkan'.
Untuk teman sekelasku, Setogura dan Tsuda, yang dikelompokkan dengan diriku, yang tidak pernah berniat untuk ikut berdiskusi, dan Ishikawa, yang telah mengatakan hal-hal aneh sepanjang waktu, aku tidak memiliki hak untuk mengatakan itu, tetapi, aku turut bersimpati.
"Yah ... kurasa mereka punya burger bashimi di Kumamoto."
Karena dia sudah berbicara denganku, aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja, jadi, aku bergumam kembali.
Ishikawa membelalakkan matanya, "Kita melewatkan itu," dan berkomentar. Dia kemudian melihat sebuah buku yang tengah kupegang, dan berkata, "Ah, itu light novel, bukan ... apa ada rekomendasi yang bisa kamu usulkan, Sugawara?"
"..."
Ibu jariku mengerahkan begitu banyak kekuatan, mereka tampaknya berada di ambang dimana dapat merobek buku, warnanya mulai berubah. Bukannya aku benci light novel, tapi aku bereaksi tanpa berpikir. Aku tidak mengerti niatnya. Kenapa dia, orang yang selalu mengobrol dengan bersemangat tentang band dan artis, terus berbicara dengan seseorang yang suram seperti diriku?
Seperti kelinci yang terpojok, aku menjadi waspada. Namun, Ishikawa tampaknya tidak mengerti alasanku melakukan ini, dan memiringkan kepalanya dalam kebingungan.
Aku terjepit di antara dirinya dan rak yang lebih tinggi dariku, di sudut perpustakaan yang paling suram. Untuk beberapa alasan, kami tetap diam, hanya saling menatap satu sama lain.
"... Aku hanya ingin berbicara denganmu." Orang yang memecah keheningan adalah Ishikawa, "Aku ingin kamu menjadikanku sebagai muridmu, Sugawara."
"Hah?"
"Tolong terimalah aku sebagai muridmu."
Aku tidak bisa mengerti maksudnya, dan sementara aku masih merasa *skeptis, Ishikawa menundukkan kepalanya ke arahku, menunjukkan punggung lehernya yang indah. Apa ini? Apakah ini sedang populer bagi perempuan untuk melakukan permainan semacam ini? Aku tidak mengerti sama sekali!
(E/N : Skeptis : ragu, tidak percaya, mencurigainya,…)
"To-Tolong, angkat kepalamu."
Jika ada orang lain yang melihatnya, mereka pasti akan salah paham dan sakit hati. Setelah aku memohon dengan sungguh-sungguh, Ishikawa tampak bingung dengan diriku yang merasa canggung, dan tertawa ketika dia menegakkan kepalanya.
Aku bisa mengatakan, tanpa melebih-lebihkannya, aku mengeluarkan desahan terdalam tahun ini, lalu mengatakan,
"Apa yang sedang terjadi...?"
Dan kemudian, Ishikawa akhirnya menyadari bahwa dia tidak membuat penjelasan yang tepat. "Ah," dia berteriak, dan berkata,
"Karena kamu orang yang luar biasa, Sugawara."

"Luar biasa?"
"Ya. Tadi, pada saat kerja kelompok. Kamu benar-benar keren, memiliki kepribadian analitis yang memperhatikan segala sesuatu dari atas, kan? Kamu tampaknya tidak peduli tentang bagaimana orang lain menilaimu. Apa itu untuk mengatakan bahwa kamu tidak bisa akrab dengan mudah? "
"Tidak ... sebenarnya bukan itu ..."
"Sebenarnya bukan itu?"
"Aku tidak punya teman ..."
Aku mengatakannya, tetapi itu adalah jawaban yang tragis.
Tapi itu adalah kebenarannya, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Jika aku menganggap seseorang benar-benar luar biasa, maka Ishikawa berada di level monster diatas seribu.
Ishikawa menggelengkan kepalanya.
"Ah, tidak, kamu mungkin memiliki lebih sedikit teman, tapi bukan itu masalahnya. Ngomong-ngomong, rasanya seperti kamu tidak ingin berteman. Aku akan mengatakan bahwa kamu tidak akan benar-benar pergi untuk mendapatkan sisi baik orang lain. Kamu mengabaikan pendapat mereka, atau sesuatu seperti itu. Pokoknya, aku merasa kalau itu keren. Aku sangat mengagumi itu. "
Kau bisa memujiku bagaimanapun yang kau inginkan, tetapi bahkan aku tak akan berpikir seperti itu.
Sangat jarang bagiku untuk mendapatkan satu pujian dalam setahun. Yay. Aku diam-diam merasa senang. Sebenarnya, dengan kata lain––
"Sebenarnya, aku peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang diriku," jawabku.
"Misalnya?" Ishikawa bertanya.
"Sebenarnya, aku senang dipuji karena dibilang 'keren'."
Dan setelah aku menunjukkan itu, Ishikawa tertawa kecil. Dia kemudian memukul dadaku dengan tinjunya, membuatku jatuh, dan dia berkata,
"Kamu bukan tipe orang yang mudah terbang karena pujian. Tapi ini berbeda. Bukan? Itu seperti menjatuhkan koin seharga 500 yen saat berjalan di jalan, bukan? Itu berbeda denganku, dengan kami. Jadi ... Aku iri padamu, Sugawara. "
Metafora yang tidak aku pahami ini mengandung sedikit ketidaksukaan. Meskipun demikian, suaranya tidak sepenuhnya suram. Dia terdengar seolah-olah sedang bercanda saat dia mengatakan itu.
Dan sementara aku berniat untuk mengoreksi masalah ini, aku bisa mendengar beberapa gadis di belakang rak.
"Kotomi. Di mana kamu?"
"Dia tidak tersesat, kan?"
Sepertinya Ishikawa datang bersama beberapa temannya, dan dia juga tampak terkejut ketika dia memalingkan muka ke arah sumber suara. Apa dia datang menemuiku tanpa memberi tahu mereka? Sepertinya dia benar-benar tersesat.
Aku mengangkat tanganku sedikit, "Mereka memanggilmu. Selamat tinggal," kataku.
"Aku akan bertanya padamu tentang menjadi muridmu lagi lain kali," Ishikawa melambaikan tangannya. "Kita akan mengobrol lain waktu, calon Masterku."
Apa-apaan dengan gelar itu? Aku membalas, dan mulai merasa ragu tentang perasaanku.
Untuk beberapa alasan, aku merasakan kerinduan setelah mengucapkan selamat tinggal pada Ishikawa, atau lebih tepatnya, perasaan untuk menghela nafas. Setelah berbicara dengan seseorang dengan akrab, kelelahan mulai terasa. Ini benar-benar perasaan yang rumit.

Saat dia berniat pergi, Ishikawa akhirnya mengatakan sesuatu yang aneh padaku.
"Sugawara."
"...Apa?"
"Jika aku membiarkanmu menyentuh payudaraku, apa kau bisa memilihku sebagai bayaran selama Tes Kekuatan Manusia berikutnya?"
"Hah!?"
Apa aku salah dengar?
Tentu saja, diriku, yang disuguhkan pertanyaan yang mendadak semacam ini, tidak bisa menjawab.
Setelah terdiam sejenak, Ishikawa tersenyum nakal, dan mengatakan, "Hanya bercanda," dan dia pergi menghilang di balik rak buku.
Ketika aku masih sekolah dasar, aku pernah berbicara dengan teman sekelas, yang namanya aku lupa, "Ayo pulang bareng."
Dan Ia membalasnya dengan "Aku tidak ingin terlibat denganmu."
Dengan demikian, Ishikawa pasti salah paham. Benar-benar terasa bodoh.
Dia seharusnya tidak iri pada orang sepertiku.
Memang benar aku tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan. Aku hanya memiliki sedikit ketertarikan pada hal semacam itu. Hanya sedikit. Dengan kata lain, cuman itu saja.
Tapi dia tidak tahu alasan kenapa aku menjadi seperti ini.
Dia tidak tahu tentang peringkatku di Tes Kekuatan Manusia.
Meskipun dia tidak tahu, dia bisa saja memanggilku 'sampah' semaunya. Dia tidak boleh akrab denganku.
Meskipun tidak ada yang tahu bahwa aku akan bertukar posisi tempat duduk, meskipun tidak ada yang berpasangan denganku selama pelajaran olahraga, meskipun tidak ada yang mengajakku jalan-jalan selama festival budaya, meskipun tidak ada gadis yang benar-benar tahu tentang pertama kalinya bagiku, meskipun tidak ada yang mau peduli dengan bantuanku dalam kerja kelompok.
Meski begitu, Walau aku sampah, peringkat 369, selama aku mengabaikan tatapan dari orang lain, aku bisa terus hidup dengan santai.
"Halo, apa kamu mendengarku?" pesan ini datang pada malam itu.
Orang tuaku bekerja, dan sering kembali larut malam.
Dan juga, aku tidak memiliki saudara, jadi aku selalu sendirian saat sampai di rumah. Tidak ada bedanya dengan di sekolah.
Sejak sekolah dasar, orang-orang dewasa di sekitarku selalu mengkhawatirkan diriku, tapi sebenarnya, aku lebih terganggu karena dikasihani oleh mereka. Makan sendirian juga tak seperti yang  diduga; tidak terlalu buruk, asalkan aku sudah terbiasa; terutama ketika sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hariku sejak masih kecil.
Aku menambahkan kubis, bawang, dan daging babi ke miso, lalu menggorengnya bersama-sama, dengan cepat menambahkan beberapa bawang hijau ke dalam panci lain untuk memasak sup ayam, dan kemudian disajikan dengan nasi yang sudah matang. Aku membungkus sebagian untuk orang tuaku, dan memasukkannya ke kulkas.
Di ruang tamu yang berukuran lebih dari dua puluh tatami dan ditata dengan gaya yang unik, aku mulai membaca light novel sendirian. Sama seperti hari-hari biasa.
Dan tepat ketika aku setengah selesai dengan novel, komputer di seberang TV mengeluarkan bunyi bip. Aku mendekati layar, dan itu adalah pesan dari Sou. Ada sebuah pesan yang sangat ceria di chatboard.
"Sudah lama, Sou. Bukannya kau bilang sedang sibuk?"
Aku meletakkan light novel yang kubaca tadi, dan mengetik tanpa melihat keyboard. Kemudian, dia dengan cepat menjawab.
"Tidak, tidak. Jangan membicarakan tentangku. Aku tidak memiliki sesuatu yang menarik. Bagaimanapun, katakan padaku apa yang kau lakukan di sekolah hari ini."
Seperti biasa, aku kira.
Sudah lebih dari setengah tahun, meskipun kami saling menghubungi satu sama lain sesekali, Sou tidak pernah membicarakan tentang dirinya sendiri. Jadi, aku tidak tahu jenis kelamin, usia, atau profesinya.
Ia (aku tidak tahu apakah itu Dia atau Ia, jadi aku hanya memanggilnya 'Ia' untuk sementara waktu) adalah seseorang yang aku temui selama praktek di sekolah. Setiap minggu, selama jam pelajaran di kelas informatika, aku akan bermalas-malasan di internet, dan kemudian, tiba-tiba bertemu dengannya di chatboard yang mendadak muncul. (TN: Saya memakai kata Dia untuk cewek dan Ia untuk cowok)
Rasanya Ia mencoba berbicara denganku. Setelah saling chating beberapa kali, kami menjadi akrab.
Sepertinya Ia tertarik untuk mendengarkan cerita orang lain.
Jadi, seperti biasa, aku memberi tahu Sou tentang apa yang terjadi hari ini. Sepertinya Ia tertarik pada Ishikawa. Aku tidak bisa menyebutkan nama aslinya, jadi aku menamainya sebagai ' I-san'.
"I-san, ya? Aku bisa tahu dari percakapanmu dengannya bahwa kau sendiri menyerah di tengah jalan."
Tertera di monitor tanpa basa-basi layaknya racun. Sama seperti biasanya.
"Kau mencoba untuk bertindak sebagai tipe orang yang tidak cemas dengan apa yang orang lain pikirkan, tetapi kau merasa senang ketika menyadari sebuah fakta bahwa ada seorang gadis di kelas yang berbicara denganmu. Bagaimanapun juga, Kau hanya seorang anak SMP biasa "Ahh, ini memalukan, sungguh memalukan. Jika ada karya seni untuk menjadi sampah, kau tidak memiliki penampilan artistik."
"Aku tidak merasa bahwa aku adalah anak SMP yang spesial. Aku juga tidak pernah mengikuti kelas seni."
Ngomong-ngomong, apakah aku merayakannya? Tidak, aku kira Ia sedikit benar tentang itu.
"Yah, tidak seperti kamu mempermalukan dirimu sendiri terjadi sekali atau dua kali."
"Kau menyebalkan. Aku tahu itu."
"Pokoknya, yang paling penting adalah perasaanmu. Apa pendapatmu tentang I-san? Tidak, aku bisa membayangkan. Kau berkhayal, ‘kan? Sampah memang menakutkan. Ada kelebihan hasrat seksual, tapi tidak ada yang menjadi target. Kau akan merasa senang setelah memiliki target. "
"..."
Aku membaca ulang paragraf tersebut sampai tiga kali, dan dengan keras sekali. Aku berdiri dari kursi, dan minum secangkir teh malt. Setelah itu, aku pergi ke kamar kecil, membuka keran hingga maksimum, dan mencuci muka dengan air sebanyak mungkin.
Alasannya sederhana. Aku mencoba menyembunyikan fakta bahwa aku terguncang.
Kesimpulan Sou hampir sepenuhnya benar. Sial, sepertinya sampah mudah sekali ditebak. Makhluk sederhana seperti itu. Apa aku ini serangga?
Tanpa pilihan, aku membuka kembali kolom obrolan, dan mengetik, "Apa kau punya masalah dengan itu?"
"Ya ampun. Bukankah kau akan bekerja untuk menjadi sampah dengan rasa artistik? Apa? Apakah kau ini tidak berdaya? Kau dimarahi dan tidak berniat untuk menjilat orang lain. Yang perlu kamu lakukan adalah menampar kembali si gadis imut yang sedang merayumu. Kau hanya perlu menjadi orang yang merendahkan diri untuk kekuasaan dan uang, menginjak-injak yang lemah. "
"Tunggu. Apanya yang artistik tentang itu?"
"Semuanya."
"Apa kau serius?"
"Serius, aku mengkhawatirkanmu. Yang manakah dirimu? Apa kau ingin disukai oleh perempuan, atau tidak? Apa kau akan bertindak keren selama sisa hidupmu?"
"Aku mengerti apa yang ingin kau katakan. Tidak, sebenarnya, aku tidak benar-benar mengerti setengahnya."
"Begitu ya, cuman setengah saja. Yah, masa SMP-mu sudah setengah jalan. Kapanpun kau merasa terganggu, kau bisa berbicara denganku. Bagaimanapun juga, kau seharusnya berpikir tentang apa yang ingin kau lakukan dengan hidupmu, kan?"
"Mmm ..."
Kau bilang apa yang ingin aku lakukan dengan hidupku, ya?
Aku menatap layar, dan merenung. Namun, aku tidak bisa memikirkan bagaimana membalasnya. Aku tidak punya apa-apa.
"Ngomong-ngomong, berapa umurmu, Sou? Seorang siswa SMA? Pekerja? Aku merasa seperti kau melihat dari atas." Aku mengubah topik.
"Aku terkejut. Kau mencoba mengubah topiknya." Aku bisa merasakan desahan dari ujung monitor yang lain, "Aku akan bicara tentang diriku suatu hari nanti."
Sou menghindari pertanyaanku, dan logged out.
Siapa yang melarikan diri? Aku membalas pada orang tertentu.
  
Terkadang, aku akan bertanya-tanya, jika itu Masaya, apa yang akan dia pikirkan.
Atau, jika aku bertanya kepadanya, saran apa yang akan dia berikan?
Jika memungkinkan, tolong katakan padaku.
Katakan padaku, siapa di pihak yang sama dengannya.
Itu terjadi lima hari kemudian.
Apakah ada istilah khusus untuk itu? Sepertinya, semua orang mengalami hal semacam ini sebelumnya, kan? Fenomena tertentu tidak bertemu dengan orang tertentu sebelum sampai pada suatu kebetulan tertentu, hanya untuk berjumpa sesaat untuk sekedar berbicara.
Bagaimanapun, Ishikawa dan aku bertemu lagi.
Mungkin terdengar mengejutkan, tetapi aku sering mengunjungi Planetarium di luar kota sekali atau dua kali perbulan selama sepulang sekolah. Apa yang ingin aku katakan di sini bukanlah bahwa aku tertarik pada bintang, atau bahwa aku akan keluar hanya untuk melihat langit malam; Aku tidak ingat bagaimana menggunakan plat Constellation. Dengan kata lain, aku seperti Planetarium. Jangan tanya kenapa. Pada akhirnya, aku hanya bisa menghubungi mereka yang memiliki kepribadian sampah saja.
Hanya saja, ketika aku di gedung bundar ini aku bisa melupakan semuanya.
Dan aku bahkan akan melupakan keinginan untuk melupakan semuanya.
Jadi, itu benar-benar suatu kebetulan bahwa aku bertemu Ishikawa di Planetarium.
Dia berada di sisi lain proyektor. Ketika aku melihat bagian atas disaat aku memperhatikan sekeliling ruangan. Mungkin karena itu bukan akhir pekan, pusat sains ini hampir sepi, tapi masih ada beberapa pengunjung. Ishikawa dan aku hanya satu-satunya yang berada di bagian Planetarium. Belahan kecil yang terlihat di langit-langit memproyeksikan sejumlah bintang yang tak terhitung jumlahnya, hanya berputar-putar di sekitar kita.
Bima Sakti berada di bagian belakang Ishikawa, ketika memperlihatkan wajahnya.
Sesuatu tampak menjadi cahaya pembiasan di wajah Ishikawa.
Merenungkan apa yang sebenarnya terjadi, proyeksi itu sudah berakhir tanpa aku sadari.
"Kenapa kamu menangis?"
Jadi, aku bertanya. Tidak seperti di sekolah, aku tidak tergagap-gagap.
Ishikawa mungkin memperhatikanku pada titik tertentu, karena dia tidak terlihat kaget.
"Aku tidak menangis."
Dia menjawab dengan ekspresi serius.
Aku tidak bisa mengerti dirinya.
Air mata sudah menetes di pipinya, dan dia masih tidak mau mengakuinya.
"Walaupun Kamu terlihat seperti sedang menangis?"
"Ka-kamu salah tentang itu."
"Apa kamu baru saja sesenggukan?"
"Hanya imajinasimu."
"Kamu berani bersumpah kepada dewa Planetarium?"
"Tentu saja!."
Tapi dia dengan keras kepala menolak untuk mengakuinya. Aku mengepalkan tinjuku dengan kuat, dan sebisa mungkin mempertahankan sikapku, untuk mengurangi rasa takut.
Akulah yang pertama kali mengambil keputusan. Bahkan jika aku membuktikan bahwa Ishikawa menangis, itu tidak ada gunanya bagiku. Ishikawa tidak menangis. Bukankah ini bagus? Ahh, dunia yang sangat indah.
Jadi aku bangun dari kursi, mengelilingi proyektor, dan menuju ke arahnya. Aku kemudian mengambil sepotong cokelat dari tasku, dan menyerahkannya kepadanya.
"Untukmu. Kamu takkan menangis ketika kamu makan sesuatu," aku menambahkan.
Tidak bisakah aku mengatakan sesuatu yang lebih menarik? Aku benar-benar ingin menyangkalnya.
Tentu saja, Ishikawa tidak mengucapkan apapun, dia hanya menerima cokelat pemberianku.
Melihat ini, aku membalikkan punggungku padanya, dan dengan cepat pergi. Itu terlalu memalukan untuk melakukan sesuatu yang tidak pantas bagiku.
Tapi tidak ada yang bisa terus melakukan sesuatu yang tidak cocok dengan diri mereka sendiri, bukan?
Aku benar-benar melakukan sesuatu yang langka, pikirku saat aku menuju pintu keluar.
Pada saat itu, dia meraih tangan kananku, dan menarikku. Kehangatannya mencapai tanganku.
Aku berbalik, dan menemukan Ishikawa dengan mata berkaca-kaca saat dia menatapku. Kemudian, dia berbicara dengan suara yang sangat kecil, seperti hantu.
Di kubah yang tenang ini, suaranya manggema.
"Aku benar-benar iri padamu, Sugawara ..."
Itu bohong.
Aku segera mengerti bahwa itu adalah kebohongan. Dia hanya mengatakannya tanpa berpikir. Ishikawa tidak mungkin mengagumi sampah seperti diriku. Dari semua orang di dunia, bahkan jika mereka mengumpulkan sejumlah besar uang untuk anak-anak di Afrika, mereka takkan peduli padaku. Tidak ada alasan bagiku untuk merasa iri.
Aku akan ditertawakan oleh Sou. Seperti yang Ia katakan, sampah adalah hal yang sederhana.
Tapi, meski begitu, meskipun ini adalah kebohongan yang jelas….
uuuu
Peringkat 369 pada Tes Kekuatan Manusia.
Takkan ada yang suka dengan sampah.
Dan Ishikawa, yang menangis mengatakan bahwa dia 'iri padaku'.
Itulah pertemuanku di Planetarium di luar kota, dua bulan sebelum Masaya Kishitani meninggal.
Apa yang harus aku pilih?




close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama