Chapter – 47
"Besok nanti, di
restoran keluarga yang biasanya."
Tepat jam 12 tengah malam,
saat akuhendak rtidur, pesan itu muncul di layar ponselku. Itu dari
Ito-san, editorku.
"Apa masalahnya?"
Sambil menggigil di tempat
tidurku pada malam yang dingin di bulan Oktober, aku membalas pesan Ito-san.
"Naskah Yamauchi
akhirnya selesai, dan aku ingin kau memeriksanya."
"O-oh!"
Aku tak sengaja berteriak
saat membaca pesan itu dari Ito-san. Aku rasa itu masuk akal. Aku
sudah menantikan naskah ini untuk sementara waktu.
"Mengerti. Aku
akan berada di sana jam 6 sore setelah sekolah. ”
Aku mengirim Ito-san pesan
itu dengan perasaan santai di hatiku. Sialan, aku sangat senang! Karakter
yang aku buat akan menjadi manga! Bagaimana bisa aku tidak merasa senang?
Aku penasaran. Wajah
macam apa yang akan mereka miliki, dan bagaimana mereka akan
bergerak? Karena aku memikirkan itu sepanjang malam, pagi pun datang dan aku
tidak bisa tidur sama sekali. Tapi karena kegembiraan itu, aku menjalani
sepanjang hari tanpa merasa lelah, dan sekolah akhirnya berakhir.
Aku segera meninggalkan
sekolah dan menuju stasiun. Bukannya aku sudah terlambat atau semacamnya,
tapi karena semangatku yang begitu tinggi, kecepatanku secara alami
meningkat. Sekarang masih butuh waktu 5 menit sampai kereta
datang. Tentu saja aku pergi terlalu cepat, tapi ini lebih baik daripada
terlambat.
Aku duduk di bangku
stasiun, dan secara refleks mengeluarkan smartphone-ku. Setelah beberapa
menit, aku mendengar langkah kaki yang perlahan mendekat. Sepertinya ada
orang lain yang akan menggunakan kereta ini. Yah, kukira akan ada yang
lain, tapi aku kupikir tidak akan banyak orang pada saat ini.
Dari sekolah, jika Kau
tidak segera pergi setelah kelas terakhir selesai, Kau takkan berhasil, jadi
kebanyakan orang akan naik kereta pada waktu saat ini. Aku akan menaikinya
juga jika aku tidak memiliki rencana seperti itu. Sambil memikirkan hal
itu, aku melihat pada sumber langkah kaki yang datng, namun aku segera
memalingkan muka. Karena sumber langkah kaki itu berasal dari Mamiko.
"..."
Diam-diam, aku berpura-pura
tidak melihatnya dan terus menekan aplikasi secara acak di smartphone-ku. Mamiko
tidak duduk di bangku yang sama denganku. Aku sangat marah karena dia
tidak duduk di sebelahku seperti yang aku harapkan. Tapi kurasa aku tidak
perlu terkejut. Pada dasarnya, aku ini sudah menjadi mantan pacarnya, dan itu
akan menjadi canggung ...
Karena aku sangat
canggung. Aku tidak tahu apakah hanya mendekatinya tak masalah. Sejujurnya,
mengaku dalam situasi seperti ini tidaklah masuk akal. Pikiran yang lemah
itu terus datang padaku. Sungguh menyedihkan sekali.
Aku memikirkan itu,
sekarang, di peron, dengan kami berdua yang terpisah di stasiun. Kakiku
tidak bisa bergerak sedikit pun meski ada kesempatan sempurna untuk
mengaku. Bahkan jika aku tidak mendapatkan kesempatan lain seperti ini,
keberanian semacam itu takkan datang dua kali. Aku sendiri merasa terkejut.
Aku sangat menyukai Mamiko,
tapi aku merasa tidak bisa mengungkapkan
perasaanku sekarang ..
Aku bahkan berpikir bahwa aku
tidak pantas untuk duduk di sampingnya ...
Saat aku memikirkan itu,
kereta datang seolah-olah ingin menyapu pikiran negatif itu dariku. Aku
berdiri dan naik ke kereta. Ini hanya kereta dengan satu gerbong, dan
masih banyak tempat yang kosong. Namun aku tidak benar-benar ingin duduk jadi aku
hanya berdiri di tempat biasa. Mamiko juga naik kereta, dan sepertinya dia
akan berdiri di tempat yang dekat denganku. Aku berharap kita bisa duduk
...
Biasanya, aku akan senang bisa
dekat dengan Mamiko, tapi sekarang rasanya berbeda. Mungkin karena apa
yang baru saja aku pikirkan. Karena pikiran itu, aku menjadi
gila. Dengan pemikiran semacam itu yang terus mengalir di kepalaku, aku
menghabiskan seluruh waktuku di kereta dengan bermain-main smartphone-ku.
Setelah 20 menit perjalanan,
aku turun dari satu stasiun lebih awal dari yang aku inginkan. Dan saat
melakukannya, Mamiko kembali mengejutkanku.
Dalam upaya untuk menjaga
keterkejutanku dari Mamiko, aku keluar dari stasiun tanpa ekspresi dan berjalan
ke restoran keluarga. Tapi tentu saja, aku tidak bisa
melupakannya. Dan aku menatap pemandangan yang indah itu. Dan di
sana, di samping Mamiko yang tersenyum gembira, ada seorang lelaki yang
ramping, tinggi, dan tampan.
…Hah?
Sesaat, Aku tidak bisa mempercayainya. Tapi
setelah menggosok mataku sedikit, tidak ada yang berubah. Itu jelas bahwa
dia orang asli. Eh, tunggu dulu. Apa Mamiko mendapatkan pacar baru? Tidak,
itu belum tentu pacarnya, bisa jadi lelaki itu hanya kerabatnya atau semacamnya. Tapi,
tentu saja, tidak peduli bagaimana aku melihatnya, mereka terlihat seperti
pasangan. Mereka terlihat seperti bersenang-senang bersama. (TN: NTR Detected :v)
Apa-apaan ini? Jadi
selama ini dia sudah punya pacar baru? Apa-apaan itu? Jika kau memang
sudah punya pacar, jangan membuatku berharap padamu! Katakan saja kalau kau
tidak suka padaku. Bagaimana aku bisa mengaku padanya jika dia punya
pacar? Mengungkapkan perasaanku? Mustahil.
Aku berpikir begitu, tetapi
isi otakku hampir
meledak. Perasaanku pada Mamiko mulai menjadi liar.
Perasaan negatif ini tidaklah
mutlak. Karena aku baru saja melihatnya dan mengenali mereka lagi.
Tentu saja, aku
mencintainya. Aku tidak ingin dia diambil oleh lelaki manapun. Bahkan
jika lelaki itu lebih baik dariku, aku pasti tidak ingin kalah, aku tidak ingin
menyerah.
Pikiran yang kuat itu
membuatku merasa hampa. Sepertinya aku tidak bisa berpikir rasional
lagi. Dengan menggenggam kuat perasaan itu, aku dengan berani berjalan ke arah
Mamiko dan pria itu. Tentu saja, ketika mereka menyadariku, mereka
menertawakanku Namun aku tidak berhenti, aku terus berjalan maju ke arah
mereka.
Aku hanya memiliki satu
perasaan di dalam diriku sekarang.
Aku tidak ingin Mamiko dicuri
dariku.
Hanya dengan perasaan ini,
aku berjalan tepat di depan Mamiko dan menggenggam tangannya.
“Mamiko, aku sangat
menyukaimu. Aku ingin kau memberiku kesempatan lain! ”
Dan, bahkan aku sendiri
terkejut, kata-kata yang tidak bisa kukatakan selama setengah bulan akhirnya
bisa kusampaikan. Pada awalnya, dia memiliki tatapan bingung di wajahnya,
tetapi setelah beberapa detik kemudian, dia secara bertahap menundukkan
kepalanya.
"A- Aku tidak bisa,
aku sudah punya ..."
Kata Mamiko, saat dia
mengalihkan tatapannya ke pria tampan di sampingnya.
"... Seperti yang
kuduga, dia adalah pacarmu."
"Apa yang kau katakan,
Mamiko?"
Pria itu berkata dengan
dingin. Dan kemudian dia menatapku.
"Kami berdua tidak
berpacaran."
Dia melanjutkan, “Aku akan
duluan,” dan kemudian dia berjalan melewatiku. Setelah pergi, dia
berbicara pada diriku dengan nada yang setengah berbisik.
"Jangan percaya padaku
..."
Suara itu terdengar sedikit
marah. Begitu dia pergi, keheningan pun melanda. Aku tidak tahu apa
yang harus dilakukan dengan Mamiko. Aku memutuskan untuk bertanya padanya
apa yang ada di pikiranku.
"Jadi kau tidak
pacaran dengan laki-laki itu?"
"... Ya."
"Lalu kenapa kau
..."
Aku bertanya, tapi jawaban
yang jelas datang darinya.
"... Karena aku ...
tidak ingin berpacaran denganmu."
Kata-kata yang sudah kuduga,
keluar dari mulut Mamiko. Tentu saja, menurut dirinya seolah-olah aku ini sudah
mati. Kurasa dia tidak ingin berpacaran denganku. Yah, aku sebaiknya
berhenti saja. Aku harus berhenti. Aku harus, aku HARUS, tapi aku ...
"Kenapa? Jika ada
sesuatu yang tidak kamu sukai dariku, aku akan memperbaikinya. ”
Bahkan aku pikir itu
menjijikan. Meskipun itu mengguncangnya, itu merusak suasana
hati. Meski begitu menyakitkan melihatnya dalam keadaan seperti itu, aku
terus menunggu jawaban darinya. Tapi tidak ada yang bisa aku
lakukan. Aku hanya ingin bersamanya. Aku ingin menghabiskan waktu
bersama Mamiko.
"... Tidak ada yang
salah denganmu, Yoshiki-kun."
"Kalau begitu
apa-"
“Ada yang salah
denganku! Yoshiki, aku masih menyukaimu— "
Air mata mulai muncul di
sudut matanya. Dan diam-diam jatuh mengalir ke pipinya.
“Aku masih menyukaimu, jadi
saat aku melihatmu bersama gadis lain, aku merasa cemburu! Ini sangat
menyakitkan, dan sedih! Jadi aku tidak mau ... ”
Dia tidak bisa
menyelesaikannya. Bahkan aku sendiri mengerti alasannya. Aku mengerti
perasaan sejatinya. Mereka sama denganku. Itu luar biasa untuk
didengar, dan aku ingin dia merasa lebih baik.
Aku menciumnya bibirnya
yang basah karena air mata. Dan memeluknya. Dia mencoba melepaskan dirinya
dariku.
"Ini salahku. Itu
semua salahku. Tapi percayalah, aku hanya mencintaimu. Karena dari
sini, aku hanya akan melihatmu, aku hanya akan mencintaimu. ”
Aku mencoba menghentikan
tangisannya saat aku memeluknya dan mengatakan itu, tetapi dia hanya menangis
lebih keras. Tapi aku mengabaikan itu dan berbisik ke telinganya.
"Jadi, apa kau mau
menjadi pacarku lagi?"
Dan kemudian aku merasakan
lengannya melingkari tubuhku. Dia memelukku dengan tenaga yang kuat,
tetapi aku tidak keberatan. Aku merasa senang bahwa dia mau memelukku
kembali. Dan kemudian dia mengatakan sesuatu yang membuatku lebih bahagia.
"Iya! Tolong
biarkan aku menjadi pacarmu lagi! ”
Atmosfer meningkat, dan aku
menciumnya lagi untuk menarik semuanya.
Walau rasanya sesaat, tetapi itu adalah ciuman terpanjang yang kami miliki, dan sangat agresif sampai kami saling bertukar air liur.
Walau rasanya sesaat, tetapi itu adalah ciuman terpanjang yang kami miliki, dan sangat agresif sampai kami saling bertukar air liur.
Setelah itu kami pergi ke
taman terdekat bersama, melupakan rencana apapun yang kami miliki, dan mencium
serta memeluk dan berpegangan tangan seolah-olah menggantikan waktu satu bulan selama
kami terpisah. rasanya seperti, hanya ada kami berdua di dunia ini, aku merasa
sangat bahagia.
Dan aku bersumpah di dalam hatiku untuk tidak
pernah membiarkan kebahagiaan ini pergi.
Drama nya kerasa beeeetttt, cuma sayangnya pas d tolak itu dramanya kurang panjang😖
BalasHapus