Penerjemah : Kaito
Editor : Utsugi
Chapter 06 – Pembunuhan
Aku memutuskan untuk secepatnya melakukan revolusi.
Ini sedikit melelahkan, tetapi tetaplah
bersamaku.
uuuu
Selama istirahat, setelah menyelesaikan makanan yang tidak terlalu buruk tapi juga tidak terlalu enak, semua orang akan melakukan apapun yang mereka inginkan.
Aku selalu berada di sudut kelas,
membaca sebuah buku, jadi aku tak pernah memperhatikan semua teman sekelasku. Namun,
jika dilihat lebih dekat, aku akan menemukan semua orang melakukan semua hal
dengan senang hati.
Masaya, Ninomiya, dan Watabe bermain
kartu poker dengan beberapa gadis, sementara Ishikawa sedang menonton dari
samping dengan gembira. Komuro sedang mencoba yang terbaik untuk menyalin
pekerjaan rumah Masaya, gadis-gadis lain sedang mengobrol di koridor, memberikan
pandangan jengkel pada Katou dan yang lainnya karena mereka sedang berbicara
tentang beberapa hal yang hina. Beberapa Otaku sedang mendiskusikan anime
yang ditayangkan malam itu, sementara orang yang pendiam terlihat sedang
membaca.
Apa yang ingin aku ungkapkan adalah
saat itu, aku tidak sedang marah.
Ketika aku menyerang Masaya dengan botol yang berisi air, aku tidak begitu gelisah.
Jadi, aku memutuskan, aku menyerang Masaya
dengan gerakan cepat dan tenang ketika Ia menoleh kesamping. Tentu saja,
sudah bisa diharapkan; jika aku benar-benar marah, aku akan menyerangnya
dengan kursi, dan Masaya bahkan dikirim ke rumah sakit. Dengan ototku yang
lemah, aku seharusnya bisa melakukannya.
Bagaimana pun juga, itu karena aku
bersikap baik karena memilih menyerangnya
dengan botol air, dan meninggalkan memar di wajah Masaya.
"Ada apa denganmu ...
Sugawara?"
Semua aktivitas teman sekelasku terhenti,
dan ada keheningan seketika di ruang kelas, dengan hanya Masaya yang tetap
tenang.
Itu sangat mengesankan bagiku.
Jadi aku berkata, "Ini benar-benar
hari yang bagus."
uuu
Pada awal November, aku memulai
revolusiku.
Setelah aku selesai dengan persiapan
yang diperlukan, aku menyerang Masaya, seperti yang sudah aku rencanakan.
Dan kekacauan terjadi.
Aku menjelaskan kepada guru kelasku,
Toguchi-sensei, ibu Masaya, dan orang
tua dari tiga siswa lainnya, dan ocehan mereka seakan-akan membuatku
tuli. Beberapa kali ibu Masaya ingin memukuliku.
Di tengah-tengah ruang kelas, beberapa
orang dewasa mengelilingiku, dengan emosi mereka memarahiku.
Seperti kelinci yang keliru memasuki sarang
singa, aku mengalami peristiwa yang mengerikan dan menyedihkan.
Tapi aku takkan pernah minta maaf.
Aku takkan mudah menyerah, karena ini adalah
sebuah revolusi.
Semua orang memaksaku melakukan hukuman
yang konyol, dan selama istirahat siang, aku harus pergi ke setiap kelas di
sekolah, untuk berlutut di depan semua orang.
Hari itu, aku pulang ke rumah jam delapan.
Dan sebelum aku tidur, akhirnya aku
bertemu ayahku, yang pulang selepas
bekerja.
Ia melepaskan mantel tebalnya,
mengambil sekaleng bir dari lemari es, "Jangan lakukan sesuatu yang
bodoh," dan hanya mengatakan ini padaku.
Cuma itu saja.
Ia tak pernah bertanya apapun padaku.
Ibu Masaya mengamuk seperti Asura, dan aku diskors dari sekolah
selama tiga hari; termasuk hari Sabtu, aku menghabiskan lima hari untuk
beristirahat. Selama waktu ini, aku pergi ke sekolah beberapa kali, dan
mengunjungi rumah Masaya, Ninomiya, Watabe, dan Komuro.
"Bawa orang tuamu ke sini!" Beberapa
dari mereka meminta orang tuaku untuk berkunjung.
Tetapi aku hanya bisa menjawab,
"Tolong beritahu saja langsung pada orang tuaku." Aku tidak berusaha
menipu mereka, aku benar-benar tulus; namun, sebagai gantinya aku bahkan dicambuk,
dan membuatku tertegun.
(E/N : idiom thunderstruck bias diartikan : tertegun, kaget,
marah, melamun, tercengang,… jadi silahkan pilil yang kalian suka)
Aku bisa memahami hal ini.
Masalahnya adalah setelah diskors, aku
dipaksa berlutut di depan semua orang.
(Apa ini Jaman Edo !?)
Selama istirahat siang, aku berlutut di
depan setiap ruang kelas, tanpa memandang kelas berapa. Apakah ini
diizinkan dalam pendidikan? MEXT,
jelaskan ini!
(E/N : MEXT adalah Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (文部科学省 Monbukagakushō), disingkatMonkashō atau MEXT (Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology))
(E/N : MEXT adalah Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (文部科学省 Monbukagakushō), disingkatMonkashō atau MEXT (Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology))
... Yah, itulah yang diharapkan.
Setelah hari pertama berlutut berakhir,
aku menggerutu dalam hatiku, dan akhirnya mendapatkan kedamaian. Aku
menepuk lututku yang kaku dan rambutku, lalu mendesah.
Perasaan iba dan di rendahkan oleh orang-orang
lain tertanam kuat di hatiku. Semua orang makan siang dengan gembira, dan aku
datang dengan para guru, kepalaku menyentuh lantai. Semua orang
tercengang, dan tidak bisa berkata apa-apa; rasa ingin tahu mereka berubah
menjadi merendahkan. Aku tak pernah melihat ekspresi mereka, tapi itu, aku
rasa, adalah atmosfer yang mengisi ruang kelas.
Satu hal yang harus dipahami oleh semua
siswa ialah bahwa pembullyan tidaklah
benar; pada saat yang sama, semua orang tahu bahwa aku adalah sampah.
Aku rasa di sekolah ini tidak akan terjadi
pembullyan lagi. Selamat.
(Ibu Masaya benar-benar menakutkan ...)
Aku menghela nafas, dan mendengar suara
Toguchi-sensei. Dia guru pengganti,
orang dewasa yang menemaniku saat aku berlutut.
"Hei, Sugawara."
Guru muda berusia sekitar tiga puluh
tahun itu menggaruk kepalanya.
"Kau sepertinya tidak menganggap
ini sulit..."
"Benarkah?"
“Tidak, bukannya aku ingin menambah
hukumanmu, tapi aku penasaran. Apa yang sedang kau pikirkan?"
"Tidak ada. Aku hanya
merenungkan tentang bagaimana aku membully Masaya. ”
Aku tak pernah berharap Toguchi-sensei mengetahuinya, jadi aku mencoba
yang terbaik untuk memberikan sikap arogan, senyuman mengejek, dan mengalihkan
pandanganku ke arah yang benar-benar berbeda.
Setidaknya, sampai revolusi ini
berakhir, aku tak bisa membuka hatiku pada Toguchi-sensei.
Jadi aku mengejek,
“Lebih buruk lagi? Selama aku
berlutut, semuanya akan berakhir dengan baik. Apa Anda berniat untuk
memanggil ibu Masaya kemari? Aku mengunjunginya saat istirahat, tapi
kemarahannya semakin menjadi-jadi. ”
"... Yah, kau benar."
Toguchi-sensei sepertinya sudah menyerah, dan menghela nafas, lalu bergegas
kembali ke ruang guru. Guru ini dikritik karena tidak bertulang dan takut
masalah, sangat tidak populer di antara para siswa, tapi pada saat ini, aku
benar-benar merasa lega dengan hal ini.
Ketika aku kembali ke kelas, aku menemukan kotak pensilku dilemparkan ke tempat sampah.
Ini sangat tidak wajar, dan dalam
sekilas aku langsung mengerti. Semua isinya tumpah, dan dilemparkan
bersama dengan kotak pensil, beberapa pensil mekanik mencuat dari bawah kantong
plastik abu-abu.
Aku tak pernah menyangka akan dimulai
secepat ini.
Aku merasakan tatapan dari seluruh
kelas, berbeda dari saat aku berlutut di depan kelas yang lain; aku
merasakan keadilan. Buktinya, ada beberapa siswa yang menatapku, dan bukannya
memalingkan wajah mereka. Mereka tidak menunjukkan rasa malu di dalam hati
mereka yang busuk itu, dan berpikir bahwa melemparkan kotak pensilku adalah
tindakan keadilan.
Sungguh memuakkan.
"Apa Tes Kekuatan Manusia itu
sangat penting ya ...?" gumamku.
Aku pikir saat aku balas menatap
mereka. Aku benar-benar memiliki banyak hal untuk dikatakan.
Kalian tidak punya hak untuk menjadi
sampah. Dasar bajingan. Kau ingin mendapat persetujuan dari orang
lain? Kau ingin dipuji oleh Masaya? Atau membaur dengan suasana di
sekitar? Kau membuang barang orang lain hanya karena alasan yang
bodoh? Berapa banyak orang yang telah kau rugikan selama empat belas tahun
terakhir, dengan mengingat istilah pertemanan yang tidak kau pahami?
Tapi tidak ada gunanya mengatakan ini
pada mereka. Pertama, aku tidak peduli dengan hal ini; walaupun
mereka bodoh, kumpulan pelawak, terus apa? Ini hanya kotak pensilku yang
dibuang. Hanya menghabiskan waktu satu menit.
Sampah sejati takkan terluka.
Dan itulah yang aku lihat selama tahap awal revolusiku.
Rencana revolusi berjalan lancar
melebihi ekspektasiku, Kau tahu?
"Ahhhhhhhhhhhhhh, aku lelah!"
Bagaimanapun, begitu aku pulang, aku
berteriak.
Aku menyerang Masaya, menghadapi ibu
Masaya di ruang guru, mengunjungi para korban selama jam istirahat, berlutut di
depan semua siswa, teman sekelasku dan sekolahku menghakimi diriku; sangat
mudah untuk merencanakan hal ini, tapi setiap peristiwa tersebut menyebabkan
tekanan yang luar biasa pada kondisi mentalku.
Aku makan camilan di ruang tamu,
menenangkan jiwaku yang lelah. Baumkuchen
yang aku beli tanpa sepengetahuan orang tuaku ternyata sangat enak. Aku
mulai mengupas lapisan demi lapisan dan kemudian memakannya; ini adalah
cara makan unik yang aku dapatkan. Aku menjatuhkan diri ke
sofa. "Uuu," aku bergumam. Bahkan sampah sepertiku akan
mengalami tekanan mental.
“Aku harus mengatakan bahwa aku tidak
melakukan sesuatu yang layak untuk sementara waktu. Kepalaku terasa
sakit. Mereka sangat kejam. Mereka baru saja menyiksa bocah lemah ini
di Era Heisei seperti ini! ”
Meski begitu, aku tidak bisa menyerah.
Jika tidak, aku akan selalu memiliki
reputasi buruk sebagai 'orang yang menindas empat teman sekelas dan memukul
teman sekelas dengan botol air'.
Dadu sudah dilemparkan.
Aku hanya bisa melanjutkannya.
Aku memutuskan untuk menggerutu sebentar
sebelum tidur, “Beep.” Ada suara dari komputer. Aku
mendekatinya, dan menemukan pesan itu dari Sou. Itu adalah pesan seperti
biasanya.
“Halo, apa kau mendengarku? Apa
ada hal menarik yang terjadi hari ini? ”
Aku tidak bermaksud untuk mengatakan
kepadanya, “Aku dipaksa untuk berlutut selama istirahat sebagai hukuman.” Jadi
aku membuat kebohongan supaya tidak membahayakan diriku. Sangat mudah
untuk membuat kebohongan. Keseharianku pada dasarnya adalah hal yang sama,
hampir menjadi rutinitasku. Pergi ke sekolah, tidak fokus pada pelajaran
di kelas, pergi ke perpustakaan, dan pulang ke rumah.
Aku tidak bisa memberi tahu Sou tentang
pembullyan dan peristiwa yang aku
alami, tapi aku hanya ingin mendiskusikan sesuatu yang sedikit lebih bodoh
dengan Sou.
“Oh ya, aku baru tahu kalau memasak
roti daging dalam sup itu ternyata enak juga. Sangat mudah untuk
menyelesaikan makanan Cina. "
Pada titik ini, aku hanya ingin merubah
suasana hati, jadi aku mulai serakah, dan membuat lelucon bodoh.
Cuman untuk mengingatkan, aku belum
pernah makan Sup bun daging. Ini seharusnya cukup untuk membuat makanan
berupa Sup Cina, ‘kan? Aku tidak tahu.
Percakapan berlanjut, dan kami terus
mengobrol,
"Jadi, kalau
begitu, jika kau menggunakan roti kacang merah, itu akan menjadi sup kacang
merah, kan?"
"Benarkah? Kedengarannya
seperti akan benar-benar hambar. ”
“Cobalah
membuatnya. Aku menantikan hasil darimu. ”
“Kamu harus mencoba bereksperimen
sendiri, Sou. Itu sangat mengerikan. ”
Aku bercanda, dan menunggu jawabannya.
Setelah beberapa saat, Sou mengirimiku
pesan,
"Kalau boleh
tahu, kenapa kau memukuli Masaya Kishitani, Sugawara?"
Pada saat itu, aku berhenti berpikir.
Aku terus membaca pesan itu, dan
kemudian memeriksa riwayat obrolanku dengan Sou. Ada bukti bahwa aku tidak
pernah mengungkapkan informasi pribadiku padanya.
Seketika aku merasa haus, dan tidak
dapat mengatakan apapun.
Tapi Sou terus mengirim pesan kepadaku
di komputer.
“Aku minta maaf karena
mendadak mengatakan ini, tapi apa kau tidak keberatan menceritakan ini
denganku? Aku mungkin bisa membantumu. Mengapa Kau memukul Masaya
Kishitani? Mengapa Kau bertindak begitu arogan di depan ibu Masaya
Kishitani? Bagaimana Kau mendominasi keempat siswa itu? ”
Apa yang sedang terjadi? Aku
secara tidak sengaja menjelaskan,
“Aku sangat
mengenal dirimu, aku memiliki harapan untukmu, dan aku khawatir tentang dirimu,
jadi tolong katakan padaku, apa tujuanmu. Taku Sugawara, teman sekelasmu
yang disebut 'I' adalah Kotomi Ishikawa, ‘kan? ”
Secara naluriah aku mematikan komputer.
Nafasku tersenggal-senggal, dan aku
dengan panik mencabut kabel internet komputer sebelum meninggalkan ruang tamu.
Kenapa orang itu mengenalku?
Siapa Ia sebenarnya?
Aku merasakan sesuatu hancur berantakan,
dan memiliki firasat buruk tentang ini.
Dan bersamaan dengan itu, bel pintu
berbunyi. Itu nukan orang tuaku; tidak mungkin mereka berada di rumah
di waktu seperti ini.
Ada seseorang di sini.
Dengan jantung yang berdegup kencang,
aku berjalan ke arah jendela, dan mengintip ke pintu masuk.
Orang yang berdiri di luar adalah
seseorang yang tidak aku duga, seseorang yang tidak ingin aku temui.
(Masaya ...)
Masaya memiliki perban di wajahnya saat
dia berdiri di pintu. Melihat sosok itu, aku mundur, dan ingin pergi dari
rumah.
“Taku, apa kau ada di sana?” Ia
memanggilku melalui jendela, “Kenapa kau melakukan itu? Apa yang ingin Kau
lakukan? "
Masaya memanggilku, dan aku menutup
mulutku, berusaha menahan napas.
Tapi seorang jenius memang benar-benar
menakutkan, dan Masaya tampaknya telah menyadari kehadiranku. Ia memutar
pegangan pintu, melihat bahwa pintu itu terkunci, dan berkata,
“Aku tahu kamu bersembunyi di balik
pintu. Jika kau tidak ingin keluar, tidak apa-apa. Tapi tolong,
katakan padaku, apa tujuanmu? ”
Aku tidak bisa menjawab.
Dan Masaya terus bilang,
“Kau tidak perlu berlutut
lagi. Aku tidak pernah menginginkanmu melakukan ini. Aku akan memberi
tahu semua orang di kelas agar tidak berpikiran sempit dan melemparkan kotak
pensilmu. Hanya ini yang ingin aku sampaikan kepadamu. Hei, tolong
katakan sesuatu. ”
Meskipun Ia bersikap baik padaku, aku
tidak bisa menjawabnya. Hanya kesunyian yang menyelimuti kami saat kami
dipisahkan oleh pintu setebal 3 cm.
"Hei, Taku ..." Masaya bergumam,
"Kami masih di bully, kan? Kita ini teman, ‘kan? ”
"Ya ... tapi, maaf,"
kataku. Namun, aku berpikir bahwa setelah semuanya berakhir, kita bisa
nongkrong dan makan bersama; tentu saja, aku tidak bisa mengajaknya keluar.
Dia adalah anggota perkumpulan
TakuMasa.
Namun pada saat ini, aku tidak bisa
menjadi teman baiknya.
Jadi, aku memilih untuk tetap diam.
Beberapa menit kemudian, Masaya masih
berada di depan pintu, beberapa kali hendak mengatakan sesuatu, lalu Ia
akhirnya menyerah ketika Ia menendang pintu dengan frustrasi, kemudian pulang.
Aku menutup mataku, berdiri termenung
di koridor.
Aku harus terus menyiksa Masaya sampai
revolusi ini berakhir.
Untuk kebahagiaanku sendiri.
Aku lelah, dan berbaring di pintu masuk; pada saat ini, bel pintu berbunyi lagi.
Ini mungkin berlalu sepuluh menit atau
lebih, dan aku menjadi waspada lagi, bertanya-tanya apakah itu Masaya
lagi. Aku ingin tahu siapa pengunjung itu dan kembali ke ruang tamu, dan
mengintip melalui jendela; Aku melihat tas sekolah berwarna biru tua, tas standar
dari sekolah kami, dengan pita abu-abu di atasnya. Hanya
pitanya? Sepertinya ada hal lain yang terkait dengannya. Ya, ini
sepertinya tidak asing.
Untuk melihatnya dengan jelas, aku
menjulurkan kepalaku ke jendela, dan terbentur kaca tanpa sengaja. Si Pengunjung
berbalik ketika mendengar benturan itu, dan mata kami bertemu.
Dia Kotomi Ishikawa.
Untuk pertama kalinya. Dia adalah
orang yang tidak ingin aku lihat, lebih dari Masaya. Semuanya menjadi kacau. Pita
abu-abu adalah sisa dari boneka itu. Aku tidak bisa berpura-pura tidak ada
di rumah, jadi aku mengangguk dan pergi ke pintu masuk. Di pintu masuk
yang redup, aku menyalakan lampu neon putih, membuka kunci pintu, dan pintu itu
didorong ke samping, penuh semangat. Dia mengabaikan pintu masuk yang
biasanya aku bersihkan, dan mulai mengoceh.
"Mengapa Masaya menemuimu,
Sugawara?"
Dia bertanya. Ini adalah ekspresi
kasar yang belum pernah aku lihat sebelumnya, seolah-olah aku sedang
diinterogasi atas dosa inkarnasi masa
laluku.
Aku menoleh dari tatapan matanya yang
intens, dan berkata,
"Benarkah? Aku tidak yakin.
"
"Kamu berbohong. Aku melihat
Masaya meninggalkan rumahmu, Sugawara. Tolong beritahu aku. Kenapa
Masaya datang ke sini? ”
"... Aku tidak melihatnya."
Aku mencoba untuk berhati-hati sebisa mungkin saat aku menjawab, "Aku
mengabaikannya. Ia berteriak di luar rumah, tapi aku tidak tahu apa yang
Ia teriakkan. Mungkin tentang Perjanjian Baru. "
"Masaya bukan orang Kristen."
Bantahan Ishikawa sangatlah khas, dan membuatku
tercengang.
"Lagi-lagi bersikap seperti itu
... kau nanti akan dibully,
Sugawara."
Itu nada yang berisi kasihan dan
marah; selama 14 tahun hidupku, ini adalah pertama kalinya aku mendengar
cara bicara yang aneh.
“Semua orang membenci nyalimu,
Sugawara… karena kau memukuli Masaya. Jadi, tolong katakan padaku dengan
jujur. Ini adalah satu permintaanku ... apa kau benar-benar membully
Masaya? "
"…Ya. Komuro mengungkapkan
rahasia tentang apa yang aku lakukan di internet, dan Masaya harus bertanggung
jawab, jadi aku memukulnya. Cuma itu saja. ”
(E/N : spilled the beans bisa diartikan mengungkapkan rahasia, membocorkan, atau menyebarkan)
(E/N : spilled the beans bisa diartikan mengungkapkan rahasia, membocorkan, atau menyebarkan)
Ucapanku lebih dingin dari yang aku
kira. Namun, apa yang aku katakan takkan pernah bisa ditarik kembali.
Ishikawa menggelengkan kepalanya di
hadapanku.
“Itu juga bohong. Meskipun aku
tidak pintar, aku tahu Masaya bukanlah tipe orang yang mudah dibully. ”
“Kalau begitu, mengapa Masaya mengakuinya
tepat dihadapan para guru dan orang tua? Jika Ia mengatakan 'aku tidak
dibully', aku takkan mengatakan apa-apa. Ia tidak pernah menyangkalnya,
karena Ia tidak bisa, karena itulah faktanya. Kau seharusnya bertanya pada
Masaya, kan? Apa yang Ia katakan?"
Ketika aku membalas perkataan Ishikawa,
aku merasakan rasa sakit yang menusuk hatiku. Aku memiliki dorongan kuat
untuk segera meminta maaf dan memeluknya. Aku sudah siap secara mental,
tetapi aku tidak pernah menduga bahwa bermusuhan dengan Ishikawa akan sangat
menyakitkan.
Sementara aku bertanya-tanya apa aku
membuatnya menangis, dia tiba-tiba memberiku tamparan. Itu tamparan yang
lemah, namun cukup untuk membuat diriku yang lemah ini terkapar di lantai.
Nafasnya sama gilanya seperti binatang
liar saat dia menatapku,
"Kenapa ... kau tidak mau
memberitahuku?"
Matanya dipenuhi dengan air mata, dan
dia mengecamku,
“Tolong katakan padaku dengan
jujur! Apa yang harus aku lakukan!? Perkataan siapa yang harus aku
percayai? Tolong katakan padaku yang sebenarnya ... atau ... aku akan
membullymu ... Sugawara ... ”
"Diam…!!!"
Sembari terduduk di lantai, aku
membalas dengan semua tekadku, melawan balik Ishikawa dan juga cinta pertamaku
dengan tekad yang kuat.
“Berhentilah mencoba bertindak sok
akrab dan mengatakan sesuatu yang enak
di dengar. Apa yang kau lihat hanyalah orang lain; kamu tidak
membenciku, ‘kan? Kau hanya takut diperlakukan kejam lagi, berharap
diterima oleh siswa yang lain. Berhenti menentukan kejahatan orang lain
dengan motif semacam itu. Berhenti melarikan diri dari kenyataan! "
"- !!"
Dia tersedu-sedu ketika mendengar perkataanku, dan menatapku
dengan mata yang sudah bergelinang air mata. Dia sepertinya ingin
mengatakan sesuatu, tapi sepertinya dia tidak bisa mengatakan apapun.
Kurasa aku benar. Jawaban yang tepat
sasaran telah membantuku; Karena alasan inilah aku memulai revolusi.
Ini baik-baik saja, aku meyakinkan
diriku sendiri. Bahkan jika aku dibenci oleh Ishikawa, aku tidak bisa
melibatkannya. Ini akan baik-baik saja.
Aku merasakan dinginnya lantai marmer,
dan untuk menghindari tatapannya, aku melihat ke arah tanaman kecil di pintu
masuk. Daun hijau gelap bergoyang di saat aku terus menunggu Ishikawa
pergi.
Akhirnya, Ishikawa berkata dengan perasaan
yang tersakiti,
“Tolong diamlah ... Kau tidak tahu
penderitaan orang lain. Kau takkan mengerti. "
"Mungkin."
“Kamu tidak merenungkan ini,
Sugawara? Kamu menumpahkan tinta di buku teks Masaya ... dan juga kamu
memotong pakaian olahraga Masaya di bulan September ... kamu terus membully
Masaya ... kamu sangat mengerikan. ”
"... Eh?"
Aku berbalik, dan ingin bertanya, tapi
dia sudah pergi.
Aku ingin mengejarnnya, namun jalan
pikiranku tidak dapat menerimanya, dan tubuhku tidak bisa bergerak untuk
sementara waktu.
Sekali lagi, aku ditinggalkan sendirian
di koridor.
Namun tidak seperti sebelumnya, aku
memiliki keraguan yang jelas dalam pikiranku.
“Apa aku menumpahkan tinta di buku catatan
Masaya? Apa aku memotong pakaian olahraganya? "
Itu bukan aku.
Beberapa orang melakukan ini di
belakangku. Aku ingat wajah Masaya yang sedih.
Apa aku benar-benar keliru tentang
sesuatu?
Ada sesuatu yang tersembunyi.
Dan bergerak ke tempat yang berbeda
dari revolusiku.
Aku memiliki beberapa keinginan.
Untuk memenuhi harapan kecilku ini, aku
harus memulai sebuah revolusi.
Untuk meringankan beban teman-temanku.
Bahkan jika itu sedikit, aku berharap
untuk meringankan beban Ishikawa.
Aku ingin menghancurkan Tes Kekuatan
Manusia, dan mendapatkan kebahagiaan.
Jadi aku punya harapan seperti itu ketika
aku memulai revolusi ini sendirian. Dan kemudian, bahkan jika itu bukan
diriku, aku berharap dia akan menunjukkan senyum hangat miliknya lagi.
Tak apa-apa bagi kita untuk tidak bisa
menjadi kekasih.
Seorang sampah takkan mengharapkan
sesuatu yang tidak realistis seperti itu.
Namun, sebulan setelah aku memukul Masaya, keinginanku tak pernah terwujud. Malahan, itu muncul dihadapanku dengan cara yang berbeda.
Bahkan aku tidak yakin apa yang terjadi
selama ini; Aku bisa menyimpulkan sesuatu dari informasi dan desas-desus
yang diketahui, tapi kesimpulan hanyalah kesimpulan. Tentu saja, satu hal
yang aku yakini, adalah bahwa sumber dari segalanya adalah diriku.
Revolusiku mulai menciptakan kekacauan,
mempengaruhi banyak orang; tanpa diragukan lagi.
Ishikawa jatuh dari tangga, dan kehilangan kesadaran.
Begitu aku mendengar berita itu, aku berhenti berpikir. Namun, kemungkinan hasil terburuk terjadi tiga hari kemudian.
Masaya Kishitani bunuh diri.
(E/N : hiperventilasi disebabkan oleh proses penyerapan Oksigen yang tidak sebanding dengan proses pengeluaran carbon dioksida, bias disebabkan karena tekanan mental berlebih)
Ahh, tolong, teruslah mengejekku.
Tertawalah pada diriku yang rendah ini.
Ini adalah satu-satunya hal yang dapat
kau lakukan, wahai harapanku.
Karena aku memandang rendah diriku
sendiri, lebih dari orang lain.
Jadi ketika kau mengolok-olokku, emosi
kami akan menjadi satu, dan kami akan menjadi jiwa yang sama.
Dan, setelah ini adalah neraka yang sesungguhnya.