Penerjemah : Kaito
Editor : Utsugi
Chapter 04 – Revolusi
Aku sama sekali tidak mengenal Ishikawa.
Sampai sekarang, aku
tidak tahu mengapa Ishikawa menangis ketika berada di planetarium.
Aku merasakan emosi
yang tidak bisa aku bayangkan, dan jika aku ikut campur karena rasa ingin
tahuku, aku mungkin juga akan ikut terlibat.
Jadi, aku tidak berniat
menggali lebih jauh tentang hal ini, tapi meninggalkan tempat
kejadian. Dengan kata lain, aku melarikan diri.
Karena, aku tidak
ingin tersakiti.
Sampah.
Istilah ini sangat
tepat untuk menggambarkan tindakanku.
Jika aku memiliki
kesempatan untuk membenarkan perbuatanku, aku akan mengatakan bahwa aku tidak selalu
berbuat seperti ini.
†
Satu tahun yang lalu.
Aku berada di
dalam bus yang sama dengan Masaya.
Masaya Kishitani
adalah si jenius yang dicintai semua orang, dan sudah menjadi tokoh utama di
dalam kelas ketika dia SMP, baik laki-laki maupun perempuan akan selalu
tersenyum kepadanya. Saat itu, ada festival olahraga, dan sebagai pelari
estafet terakhir, dia dengan mudah membalikkan keadaan dan memenangkannya. Saat
itu, semua orang membicarakannya, “itu Masaya dari Kelas Satu,” dan Ia berada
di masa kepopulerannya. Tidak ada yang merasa tidak setuju di sini,
kan? Selain orang idiot?
Bahkan aku sendiri
benar-benar kagum padanya. Tidak hanya sekali, tetapi dua puluh lima kali
merasa kagum. Bagiku, orang yang tidak berbakat dalam segala hal, Ia
adalah seseorang yang seharusnya aku benci, tetapi itu tidak terjadi
padanya. Meremehkan Masaya membuatku merasa sangat kecil; dia adalah
orang yang spesial.
Kebetulan di dalam
bus aku duduk di sebelah Masaya.
“Oh,
Sugawara. Apa aku boleh duduk di sampingmu? "
Ia duduk di
sampingku, mengeluarkan aroma dari kondisioner rambut yang menyegarkan. Dengan
bersikap sewajarnya, dia hanya berbicara kepadaku; ini seperti seni
supranatural.
Dengan kata lain,
Ia bermaksud berbicara denganku.
“Ngomong-ngomong, aku
jarang berbicara denganmu. Kita tidak pernah berbicara sama sekali semenjak
Upacara Pembukaan, ‘kan? ”
"Yah begitulah."
Dia terlalu
santai, dan aku secara naluri menjawab. Dia memiliki kekuatan yang tidak
bisa aku abaikan.
“Tentu saja,
bukan? Ahh, ini benar-benar mengejutkan dan jarang terjadi. Kita tidak
pernah ditugaskan dalam grup yang sama, dan Kau selalu menghilang sepulang
sekolah atau ketika istirahat siang. Kegiatan klub dibatalkan hari ini,
jadi aku mendapat kesempatan untuk berbicara denganmu. ”
"Eh, tapi aku
hanya eksistensi tidak berarti yang bisa lenyap kapan saja, ‘kan?"
“Jangan bersikap seolah-olah
tidak ada yang peduli denganmu. Masih banyak orang di dunia ini yang ingin
berkenalan denganmu. ”
"Dari planet
mana?"
"Bumi. Apa-apaan
dengan jawabanmu itu? Apa yang biasanya kau pikirkan? ”
"Anak-anak
yang kelaparan di Afrika atau semacamnya."
"O-Oh,
kedengarannya luar biasa."
Tentu saja, aku
takkan bilang bahwa sebagai penduduk yang tinggal di salah satu negara di dunia
ini, aku selalu membenci dunia ini.
Tapi Masaya
kelihatannya salah paham dengan berpikir bahwa aku berpemikiran maju dalam mengamati
sejarah, dan mengangguk santai,
"Kau
menakjubkan. Aku memiliki pendapat yang berbeda tentangmu
sekarang. Jika kau memikirkan hal-hal seperti itu sejak SMP, seseorang
sepertimu akan mendapatkan hadiah Nobel
di masa depan nanti. ”
“Kau terlalu memikirkan
ini, Kishitani. Aku mendengar bahwa kau merasa cemas setiap kali kau
melihat orang-orang memegang sumpit dengan tidak benar. Apa itu
benar?"
“Memang
benar. Yah, untuk menjelaskannya, itu mungkin karena kakakku sangat kikuk,
dan akhirnya aku benar-benar pilih-pilih tentang hal itu. OCD?
Bagaimanapun, itu adalah kepribadian yang aneh. ”
(E/N : Gangguan
obsesif-kompulsif ditandai dengan pikiran tak masuk akal dan ketakutan (obsesi)
yang menyebabkan perilaku kompulsif. OCD sering berpusat pada suatu motif,
misalnya takut kuman atau kewajiban mengatur benda-benda dalam pola tertentu.
Gejala ini biasanya dimulai bertahap dan bervariasi sepanjang hidup.)
Ia tampaknya kesulitan
mengatasi masalah tersebut. Ketika aku memikirkan hal ini, aku tiba-tiba
menyadari sesuatu.
Aku sedang
berbicara normal dengan teman sekelas. Bagi yang lain, itu mungkin sesuatu
yang sangat normal, tapi itu tidak normal bagiku.
Jadi, aku tidak
tahan untuk tidak menatap Masaya; dia memiringkan kepalanya dalam
kebingungan, tapi aku terus menatapnya. Agar, aku melihat hidung, mata,
telinga, mulut, rambut, dan tahi lalat, dan memahami sesuatu. Sudah lama sekali
sejak aku tertarik pada seseorang, kurasa?
Masaya Kishitani
memiliki kemampuan khusus.
Kemampuan yang
diberikan Tuhan untuk memikat orang lain kepada dirinya.
“Hei, ada apa
denganmu? Kau melihat hantu di belakangku atau semacamnya yah?”
Aku terus menatap
kosong padanya sampai dia berbicara. Kemampuannya sendiri membuatku
terkejut. Atau lebih tepatnya, memiliki kemampuan untuk memperhatikan
orang lain membuatku sangat terkejut.
Ini seolah-olah aku
melakukan kontak dengan alien.
Aku bahkan tidak
bisa menyebut diriku sampah, dan Masaya adalah anak jenius sejak Dia
dilahirkan.
***
Dua bulan telah
berlalu semenjak aku berbincang dengan Masaya di bus, aku kembali menjadi orang
normal.
Jika ada yang
berbicara denganku, aku akan mencoba yang terbaik untuk menjawab, dan ketika aku
makan makanan yang benar, aku akan mencoba mengobrol dengan gadis di depanku. Selama
jam pelajaran, aku akan fokus untuk mencatat, tidak pernah melupakan PR-ku, dan
selalu mengumpulkannya tepat waktu.
Aku kira perasaanku
terhadap Masaya adalah kecemburuan, iri hati, dan rasa hormat, dan pertemuan
itu meninggalkan kesan yang begitu besar padaku.
Tapi seperti yang sudah
aku bilang, itu hanya bertahan selama dua bulan.
"Orang-orang
yang mendapat nilai tinggi pada Tes Kekuatan Manusia menjadi sombong dan
menyebalkan sebagai hasilnya, kan?"
Itu terjadi pada
siang hari, dan aku berada di sudut ruang kelas, dan kebetulan mendengar
percakapan di antara para gadis.
Aku tengah
membaca, dan meskipun aku berada di dekatnya, mereka tidak pernah memikirkan
hal ini.
“Khususnya anak-anak
kelas tiga, aku mendengar seseorang menyerahkan kartu tesnya pada yang lain.”
“Kartu tes untuk Tes
Kekuatan Manusia? Wah, itu cukup tinggi, bukan? ”
"Ya,
ya peringkat 12. Dia membual akan hasilnya. Dasar tidak tahu
malu. "
“Eh? Siapa
Namanya?"
"Kotomi
Ishikawa, pasti baut di kepalanya lepas, iya kan?"
Dan gosip yang membosankan
mulai menyebar.
"Ingin coba
menjahilinya?"
Akhirnya seseorang
menyarankan hal tersebut.
Dengan tatapan tak
peduli, dia mengatakan kalimat yang begitu kejam, dan itu membuat punggungku
menggigil.
Jadi, aku secara
naluriah berdiri. Mata mereka melebar, terteguun di tempat duduk mereka,
dan aku melangkah ke arah mereka. Sejujurnya, aku takut dengan tatapan
mereka. Sejak kecil, aku selalu bersikap rendah diri.
Mungkin aku ingin
menyingkirkan nama panggilanku sebagai sampah, dan menjadi pahlawan seperti Masaya.
“Kalian para gadis
memang sangat mengerikan,” aku mengumpulkan keberanianku untuk mengatakan itu,
“Itu hanya rumor, dan kau memikirkan rencana yang bodoh. Itu merusak pemandangan.
"
Mereka mencengkeram
blazer mereka, dan tampaknya mencoba mengatakan sesuatu, tapi dengan adanya
banyak tatapan yang tertuju pada mereka , mereka hanya bisa lari dari kelas.
Aku pikir, aku
berjuang melawan kejahatan.
(Aku sangat gugup,
tapi aku berani mengungkapkan perasaanku... mungkin aku akan mendapatkan
persetujuan semua orang.)
Aku pun memiliki pemikiran yang optimis
semacam itu.
Aku terdiam di
tempat, menarik napas panjang, kembali ke tempat dudukku, dan melanjutkan
membaca.
Namun, kenyataannya
yang ada tidak begitu indah.
Beberapa hari kemudian,
diadakan Tes Kekuatan Manusia pada akhir semester kedua.
Ketika semester
pertama, aku berada di peringkat 297 untuk Tes kekuatan Manusia.
Untuk semester
kedua, aku berada di peringkat 345.
Itu benar-benar kebalikannya. Aku
terhenyak oleh pergeseran hasil tersebut, memegang Kartu Tes yang diberikan
kepadaku, dan tercengang untuk beberapa saat.
Aku duduk di sudut
ruang kelas, menatap angka tersebut. Tiba-tiba seorang anak laki-laki berada
di belakangku.
Dia mengintip
nilaiku, dan aku secara naluriah berbalik. Kouta Katou memberiku tatapan
kasihan.
"Jadi itu
bergeser ..." katanya, "Beberapa orang menyarankan untuk tidak
memilih Sugawara."
Mereka sungguh baik
sekali.
Tanggapanku
mungkin tidak terlalu drastis, dan Katou, merasa kasihan kepadaku, lalu menghiburku.
“Kau memarahi
sekelompok gadis, ‘kan? Itu membuat mereka marah, dan mereka menyebarkan rumor
tak berdasar, seperti 'kau mengintip di toilet perempuan' atau 'kau mencabuli
mereka', atau semacamnya. ”
"Hanya karena
alasan itu ...?"
"Ya."
"Oh ... itu
sangat bodoh."
"Benar. Tapi,
aku bisa mengerti perasaan mereka, ingin menggertak seseorang yang mendapat
nilai tinggi dalam Tes Kekuatan Manusia ... ”Katou menambahkan dengan simpati,“
Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi, Sugawara. Aku tidak ingin terlibat…
selamat tinggal. ”
Katou buru-buru
meninggalkan tempatku, untuk menghindari orang lain menyadari bahwa dia
mengobrol denganku.
Tindakannya
memungkinkan diriku untuk menyadari sesuatu.
Jadi,
begitu. Tak peduli seberapa banyak aku bekerja keras atau berkorban, semua
yang aku lakukan terkesan aneh, memalukan, dan terlihat bodoh. Aku pikir, aku
dengan anggun berenang dengan gaya bebas di danau di bawah sinar rembulan, tapi
aku hanyalah anak anjing buangan yang bergumul di saluran pembuangan.
Dan setelah semua
yang aku lakukan, yang lain berpikir kalau aku menjijikkan.
Jadi, aku menyerah
untuk bekerja keras. Tidak ada gunanya untuk seseorang seperti diriku
bekerja keras. Aku harus berusaha sebaik mungkin untuk tidak menarik
perhatian, dan menjadi seseorang yang tidak mengesankan.
Di mataku, orang-orang
telah kehilangan kilauan mereka.
Kemudian, Masaya seorang
diri menghentikan pelecehan terhadap Ishikawa. Aku selalu merasa bahwa aku
memujanya. Keberanianku hanya akan mematik api niat jahat mereka, jadi
semuanya sama sekali tidak berarti.
Melalui kejadian
ini, aku mempelajari dua hal.
Pertama, aku tidak
bisa seperti Masaya.
Dan yang kedua,
lebih baik menjadi sampah.
Maka, aku akhirnya
tidak peduli lagi dengan orang lain.
Aku memutuskan
untuk terus hidup sebagai sampah.
Atau setidaknya,
itulah yang seharusnya terjadi.
****
"Sepertinya aku mempunyai masalah."
Aku menghabiskan
dua hari penuh untuk memikirkan alasan mengapa dia menangis, namun aku sama
sekali tidak tahu, atau lebih tepatnya, aku tidak bisa, karena pikiranku selalu
memikirkan hal yang tidak penting. Tidak berbeda dari sebelumnya.
Aku adalah orang normal selama dua bulan atau
lebih, tapi itu setahun yang lalu. Setelah itu, aku menjadi sampah
lagi. Dia seseorang dari dunia yang berbeda dariku, sama seperti Masaya
yang terlihat seperti alien bagiku.
Jadi, aku bertanya
kepada temanku Sou, yang mungkin berguna. Di dalam ruangan yang sepi ini,
aku menunggu jawabannya.
“Hm, aku tidak
yakin. Aku tidak pernah mengenalnya. Jika Kau ingin mendiskusikan ini
denganku, Kau harus membicarakannya dengan rinci. ”
Pada akhirnya,
bahkan Ia tidak bisa membantuku. Aku tidak bermaksud untuk menjelaskan
semua detailnya. Aku tidak ingin berbicara dengan orang lain tentang
Ishikawa dengan mudah.
Sou menjawab
dengan tanda tanya, yang mana maksudnya Ia mendesah lelah.
“Kepribadian
merepotkan yang kau miliki. Aku hanya bisa mengatakan bahwa Kau menjadi
sangat peduli kepada Dia. ”
"Jadi seperti
itu, ya?"
“Benar, sampai di
titik di mana kau merasa suka padanya. Ini kurasa memilukan, setidaknya.
"
Aku tidak
menunjukkan niat untuk membantah. Cinta pertama ya, mungkin Ia benar.
“Tapi untuk
kebaikanmu, aku menyarankanmu untuk mengetahui cara menahan diri,” kata-kata
Sou muncul di layar, “Kau hidup sebagai sampah, tak peduli apa yang
orang lain katakan, tapi itu karena kau takkan terluka, benar? Dengan
menjadi sampah yang ada dimanapun, Kau mencoba menebak pikirannya, dan pada
akhirnya, Kau adalah orang yang menyakiti dirimu sendiri. Melihat hal ini
secara objektif, kemungkinan dia menyukaimu sangatlah kecil. Apa ada orang
yang menyukaimu saat kau tidak tahu cara berpakaian, berpegangan tangan, dan
tidak mahir di olahraga? ”
Aku tidak bisa mengetik
untuk membantahnya. Aku ingat hal bodoh yang aku lakukan setahun yang
lalu.
Selama waktu
singkat ini, Sou terus berbicara tanpa menahan diri.
“Sudah waktunya
untuk membuat keputusan. Sugawara, Kau harus merapikan diri, berpakaian
sendiri dengan baik, dan dengan tetap menjaga kepribadianmu, pelajari cara
merayu gadis demi dia ... jika Kau ingin menjadi seseorang yang normal, Kau
harus mempelajari sejauh itu. Namun, jika Kau tidak pernah bekerja keras
dan dengan egois berharap dia akan menyukaimu, rasanya tak sopan baginya. ”
"..."
"Kau harus
memilih antara menjadi sampah, dan menjadi manusia sejati."
Sou menyuruhku
untuk membuat keputusan. Aku tahu Ia benar, tapi, ini terasa begitu
mendadak. Aku tidak bisa membuat keputusan.
Aku merasa sesak
napas, dan menutup chat. Seharusnya
aku tidak membicarakan ini dengannya.
Jadi aku berkata
pada diriku sendiri, dan aku meninggalkan komputer.
Setelah itu, aku
mulai merenungkannya.
Kotomi Ishikawa
memiliki masalahnya sendiri.
Apa ada yang bisa
aku lakukan untuknya? Tidak, atau lebih tepatnya, apa yang aku coba
lakukan untuknya? “Kau harus memilih.” Jadi, Sou memojokkanku, tapi apa
yang seharusnya aku lakukan?
"Menunggu,
ya?"
Tiba-tiba, aku
memiringkan kepalaku.
"Apa aku
memberi tahu Sou soal nama asliku?"
Terserahlah.
Bahkan tanpa Sou beritahu, aku sudah mengetahuinya.
Selama aku tak
pernah peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarku, aku bisa tetap
tenang. Ini adalah nasib yang dialami oleh seseorang yang memiliki
peringkat 369 dalam Tes Kekuatan Manusia.
Selama aku mengabaikan
orang lain, aku takkan terluka.
Lebih mudah
menjadi sampah.
Aku lebih
mengetahuinya daripada orang lain.
Jadi ketika dia
menangis dan pergi ke tempat pembuangan sampah sekolah, aku seharusnya
berpura-pura tidak melihatnya. Saat itu, aku berada di lantai tiga, dan
bahkan setelah melihatnya, aku bisa pura-pura tidak menyadarinya. Aku
bertindak bodoh karena berlari menemuinya.
Tapi aku tidak
bisa mengabaikannya.
Benar, aku jatuh
cinta pada Kotomi Ishikawa.
Sampah seperti
diriku yang tidak pernah pergi kemanapun, dan dia bilang kalau dia 'iri’
padaku. Kata-kata itu saja membuatku jatuh cinta padanya.
Dia sedang memotong boneka lumba-lumba di tempat pembuangan, dan itu adalah mamalia merah muda seukuran telapak tangan. Aku mengingat lumba-lumba yang tergantung di tas Ishikawa, dan dia akan mengguncangnya dari waktu ke waktu. Namun, itu dipotong tanpa perasaan. Kapas di dalamnya terbuka seperti organ dalam, terlihat sangat menyedihkan. Ishikawa terus memotong tubuh boneka lumba-lumba.
Mulanya, aku pergi
menemui Ishikawa, dia melompat seperti hewan kecil sembari ketakutan. Namun,
begitu dia menyadari bahwa itu aku, dia terlihat lega.
"Jadi itu kamu,
Sugawara."
Katanya dengan
tetesan air mata muncul di matanya. Sepertinya dia tidak peduli aku
memperhatikannya.
“Jangan
menakutiku. Aku benar-benar terkejut. ”
"Apa yang kau
lakukan di sini?"
Aku langsung ke
intinya, dan melihatnya
meringis. Namun, dia memberikan pandangan yang tidak peduli, dan
berkata, "Aku sedang berurusan dengan sesuatu yang menyebalkan."
"Sesuatu yang
menyebalkan ..."
Aku melihat
lumba-lumba yang dipotong; itu seharusnya menjadi barang berharga
miliknya.
Namun, tepat di
hadapanku, dia kembali menusuk lumba-lumba dengan gunting.
“Hidup benar-benar
tidak lancar. Ini menakutkan, tetapi dengan membaca pikiran, rasanya pasti
akan mudah. ”Ishikawa
kemudian menginjak-injak boneka itu, dan berkata,“ Aku tak perlu melakukan hal
seperti itu. ”
Aku mengangguk.
"Ya. Dengan
telepati, Kau bisa menjadi seseorang yang kaya dan hidup dengan tenang”
“Eh? Tidak,
aku tidak mengacu pada uang. "
"Aku hanya
bercanda."
"Ahahaha,
jadi kamu juga bisa bercanda ya, Sugawara."
Percakapan kita
berakhir; Aku tak tahu harus berkata apa. Sepertinya aku kehilangan
kemampuan berbicara. Aku ingin mengatakan beberapa hal yang bagus,
sehingga aku akan dipuja, disukai olehnya; keinginan egois seperti itu
berputar-putar dalam pikiranku, dan aku tak tahu bagaimana menghiburnya.
Layaknya
orang-orangan sawah, aku terus berdiri diam, dan melihat dia melempar gunting
ke tanah. Dan kemudian, dia terkulai lemah, menangkup lututnya, lalu menangis.
"Aku tidak
tahu apa-apa."
Dia mengatakan
ini.
“Aku tidak tahu
apa-apa. Semua orang menyembunyikannya dariku! Semua orang
menertawakan diriku tanpa aku ketahui, meremehkanku, bergosip di belakangku. Apa
yang sudah aku lakukan!? Aku pikir semua orang dalam kondisi baik-baik
saja."
"..."
“Aku
menderita. Nilai Tes Kekuatan Manusia milikku pasti akan
menurun. Jika mereka menyembunyikan ini dariku, itu berarti bahwa mereka
tidak ingin berbagi rahasia denganku, ‘kan? Aku sudah ditinggalkan. "
"Daripada
jatuh ke peringkat 100."
Aku menyatakan
keraguanku.
"Kau tidak
tahan dengan Tes Kekuatan Manusiamu yang turun sepuluh peringkat, ‘kan?"
"Tentu saja
... tekanan dari yang lain sangatlah berat ... sangat berat hingga bisa
menghancurkanku."
Dia mengambil
gunting, dan terus memotong bonekanya.
“Semua orang
mengatakan hal yang sama. Ibu, ayah, guru, manga, anime, semua orang
mengatakan 'hargailah temanmu'. Bahkan jika aku pintar, aku harus
menghargai teman-temanku; bahkan jika aku kuat, yang paling penting adalah
teman-temanku. Dalam hal ini, semua orang di sekitarku bilang padaku 'Aku
tidak mau berteman denganmu' - apa ini berarti aku putus asa? Tes Kekuatan
Manusia — hanyalah indikator. ”
"Oh
begitu."
“Kenapa aku harus
diperlakukan seperti ini? Dihukum, dicemburui, di diskriminasikan, aku
sudah muak dengan ini! Aku tidak ingin perhatian. ”Dia melampiaskan rasa
frustrasinya, “Aku takut dilecehkan seperti tahun lalu ... ”
"..."
"Aku tidak
ingin diperlakukan dengan buruk, seperti dipelototi, orang-orang mendecakkan
lidah mereka padaku ... mereka pikir aku berhak mendapati Tes Kekuatan
Manusiaku menurun, dan mereka akan memandang rendah diriku ... ini sangat menyakiti
hatiku."
Layaknya anak
kecil, Ishikawa beruara lemah.
Melihat ini, aku
merasa kesal.
"Aku tahu itu…"
Aku mengatakan ini
secara tidak sengaja, tetapi Ishikawa tampaknya tidak mendengarkan. Dengan
tatapan bingung, dia menatapku.
Mengapa kau
memberiku penampilan seperti itu, Ishikawa? Aku tahu penderitaanmu. Aku
mengumpulkan keberanianku untuk melawan kejahatan itu, tapi kau tidak mengetahuinya
sama sekali.
Aku memiliki
dorongan untuk mengekspresikan ketidakpuasanku, dan memikirkan masa lalu, aku
merasakan sakit di dalam hatiku. Namun, aku melihat beberapa luka di
tangan Ishikawa, dan tidak bisa berkata-kata. Aku pikir itu karena dia
memegang gunting dengan tidak benar dan membuatnya terluka. Ishikawa terus
menggunakan kekuatannya, dan luka-lukanya yang tidak segera ditangani, menyebabkan
telapak tangannya menjadi merah.
Melihat hal ini,
kuletakkan tanganku di dada, merasakan detak jantungku sendiri, dan
melanjutkan.
"Kalau
begitu, menyerah saja."
Aku mengatakan
kata-kata yang menempel di hatiku.
“Apa salahnya
untuk menjadi sampah? Apa yang salah dengan dibenci? Jika Kau terus
takut pada orang lain, hidup akan terus terasa menyakitkan, Kau takkan bisa
datang ke sekolah. Kau mungkin juga mengabaikan teman-temanmu; lebih
mudah bagimu untuk hidup di dunia ini dengan cara ini. ”
"Bagaimana aku
bisa melakukan ini?"Dia mengabaikan kata-kataku, dan menggelengkan
kepalanya kesakitan. "Selama empat belas tahun terakhir, aku terpaksa
tersenyum seperti badut, membuat orang lain tertawa dengan kejenakaan konyol,
hidup untuk teman-temanku."
“Tapi jika ini
terus berlanjut, kau akan hancur, Ishikawa. Bukannya kau bilang kalau kau
merasa iri padaku? Aku mengkhawatirkanmu. Aku ... "Pada saat
itu, aku ragu-ragu, tapi aku memaksakan diri untuk berbicara," Tapi aku menyukaimu. Aku tidak ingin
kau terus menderita. ”
Aku mencoba yang
terbaik untuk menyampaikan perasaanku padanya. Pipiku panas, dan aku
benar-benar ingin mencelupkan kepala lebih dulu ke dalam air es. Namun,
ini bukan saatnya untuk memikirkan hal-hal aneh, jadi aku mengalihkan
pandanganku padanya.
Untuk sesaat,
Ishikawa berhenti memotong boneka itu, dan segera berniat mengambil gunting
itu. Namun, aku mengambilnya, dan melemparkannya ke tempat
sampah. Dia hanya bisa merangkul lututnya dan tetap diam. Kalau bukan
karena matanya yang lebar, aku akan berasumsi bahwa dia tertidur.
Aku bisa mendengar
teriakan klub baseball cewek, dan tak
lama kemudian, aku bisa mendengar suara-suara menggelegar dari klub basket di
gym. Itu adalah ruang di mana kami berada, karena kami tetap diam selama
beberapa waktu. Aku duduk di sebelah Ishikawa, melihat ke
langit; langit tampak suram, seperti foto masa mudaku. Ahhh, sial.
Setelah sekitar
tiga menit atau lebih.
Dia akhirnya
berbicara, "Aku iri padamu, Sugawara ..." katanya dengan nada balas
dendam, dan kemudian, dia mengoreksi dirinya sendiri, "Tapi, aku sadar
bahwa aku tidak iri padamu sama sekali."
Aku tidak mengerti
apa maksud dari kata-kata itu, dan hanya bisa tetap tertegun. Ishikawa
berdiri, dan kemudian memberiku tatapan kasihan, lalu berkata,
“Tidak mungkin aku
bisa iri padamu. Kau adalah Sugawara, dan melihat ke seluruh dunia, tidak
ada orang yang iri padamu. Siapa yang iri padamu ketika kamu adalah orang
yang tidak populer, tidak pintar dalam pelajaran atau olahraga, Sugawara? ”
"Tapi
Ishikawa, kau hanya ..."
“Itulah yang aku
pikirkan, tapi aku salah. Kau tidak tampak bahagia sama sekali; kau
selalu tampak kesakitan, hidup di dalam neraka. ”
Lalu, dia menangis
lagi, dan meninggalkanku.
"Selamat
tinggal, Sugawara."
Aku tidak bisa menjawabnya,
dan tetap diam tak bergeming di tempatku berada.
Ada seonggok
sampah menjijikkan dengan cacat sosial autis
yang dibuang beberapa saat yang lalu, dan itulah aku, Sugawara; Aku tak
pernah langsung pulang ke rumah. Aku ingin pergi menyanyi sendirian, dan
aku pergi ke pojok makanan di supermarket, memohon kepada pelayan, “Aku akan
membayar, jadi buang saja makanannya.”Kata-kata Ishikawa begitu mengejutkan
sehingga membuatku terguncang.
"Aku tidak
pernah berharap ditolak dengan kejam begini!"
Bahkan aku perlu
waktu untuk pulih. Itu sebabnya aku tidak ingin menjadi orang
normal. Aku menemukan bahwa hidup sebagai sampah tanpa mengharapkan
sesuatu adalah sesuatu yang lebih cocok untukku. Setahun yang lalu,
setengah tahun yang lalu, bahkan sekarang, aku menyadari itu menyakitkan.
“Sejak Bumi
diciptakan, tak terhitung makhluk sebanyak bintang-bintang telah berhubungan
seks! Tapi kenapa hanya aku yang dikecualikan? ”
Sebagai sampah
tanpa harapan, aku selalu mengomel tentang ketidakbergunaan semacam itu, dan
menyelipkan potongan ayam goreng di sudut makanan supermarket dengan tusuk
gigi. Aku memiliki sepiring stik ayam goreng, dengan saus mayones, begitu
banyak hingga penuh dari wadah. Aku menempati sofa untuk enam orang, dan
memasukkan makanan yang sedikit berminyak ini ke perutku seperti interogasi. Bagaimana
aku bisa merasakan sesuatu? Aku menggerutu saat aku terus mengutuk dunia.
Dari lubuk hatiku,
aku senang karena aku tidak punya kekuatan super. Jika aku punya, mungkin
sepertiga umat manusia akan mati karena kemarahanku.
Ketika aku memikirkan
hal-hal yang tidak realistis seperti ini, aku merobek potongan ayam dengan
tusuk gigi.
"Yo,
nak."
Sebuah suara
memanggilku.
Aku mengangkat
kepalaku, dan menemukan seorang wanita tinggi dan ramping berdiri di
depanku. Aku tak tahu apakah dia seorang mahasiswa atau sudah menjadi
anggota masyarakat, tapi dia terlihat muda. Hal pertama yang aku lihat
adalah kaki panjang yang paling tidak dimiliki oleh orang Jepang, dan kemudian,
aku melihat ke atas, ketakutan oleh mata tajam.
"E-Em ..." matanya tampak kasar, dan aku akhirnya menyadari sesuatu.
Aku tidak ingin
ada masalah, jadi aku buru-buru meminta maaf, “Maafkan aku, tetapi aku sudah
duduk di kursi ini. Silahkan cari tempat lain. "
“Tidak, tidak,
tidak, bukan itu yang aku maksud. Apa aku terlihat seperti sedang marah?
"
Matanya tampak
lebih keji dari sebelumnya, dan dia duduk di depanku. Dia terlihat sedang
marah, ‘kan?
"Aku hanya
khawatir tentang apa yang terjadi padamu."
"Hah?"
"Tidak
mungkin aku mengabaikan anak SMP yang menangis, ‘kan?"
Aku meletakkan
tangan kiriku di pipi, dan air mata yang mengalir di wajahku lebih banyak dari
yang aku kira, bahkan agak lengket. Sepertinya aku menangis, dan aku tidak
berani melihat ke cermin.
"Ini,
makanlah."Wanita itu memberiku crepes. Dengan kemasan merah muda, dan
ada banyak stroberi di dalamnya, "Kau akan merasa ingin makan sesuatu yang
manis setelah makan makanan asin, ‘kan?"
Krim crepes hampir
menyentuh dadaku, dan aku buru-buru menerimanya, dan berterima kasih padanya.
“Aku baru saja
ditolak. Itu biasa. ”
Aku hanya
menjelaskan padanya. Aku bisa mengabaikan dirinya, tapi aku akan
menganggapnya sebagai ucapan terima kasih untuk crepes yang telah Dia berikan.
“Seperti yang
sudah aku bilang, aku hanyalah bocah yang naif. Baru saja ditolak. ”
"Oh, jadi kamu
anak yang polos."
“Tidak, motifnya
benar-benar tidak murni. Kami hanya berbicara sekali atau dua kali, tapi
aku hampir jarang berbicara dengan lawan jenis, dan memiliki pikiranku sendiri,
menjadi ceroboh, dan mengungkapkan perasaanku, dan kemudian dicampakkan. Aku
hanyalah sampah. ”
“Oh.” Dia tampak
tidak tertarik, dan kemudian berkata, “Benar, ayam yang kau makan tidak bisa
dijual sama sekali. Sepertinya ramen saja sudah membosankan, jadi Si Owner
membuat hidangan baru, tapi itu tidak populer sama sekali. ”
"Oh ..."
“Aku mampir ke
sini setiap hari selama SMA, dan Owner selalu mengeluh tentang hal ini
kepadaku.Rasanya seperti hanya ada aku satu-satunya yang suka datang ke sini
untuk makan ayam goreng setiap hari. ”
"Eh."
“Jadi hari ini,
aku mengenal seorang kawan yang suka makan ayam goreng juga. Aku merasa
terharu. "
Setelah bilang begitu,
Dia bolak-balik melihat diriku dan ayam goreng, “Sebagai bukti persahabatan
kita, apa aku boleh minta satu?”Dia memohon padaku. Apa dia cuman kepengen
ayamnya saja? Aku menyerahkan tusuk gigi padanya, dan dia memasukkan ayam
yang dicelup mayones ke dalam mulutnya.
Ekspresinya nampak
senang, dia menyeka mulutnya dengan lap di atas meja, "Dengan kata
lain," dan menambahkan,
“Bahkan jika
motifnya tidak murni, hasilnya masih tetap tragis, ini bukan berarti semuanya
tidak bermakna. Aku suka ayam goreng, dan aku tahu orang lain juga ada
yang suka. Meski si Owner menganggapnya sebagai kegagalan, fakta ini
takkan berubah; jadi kau tidak perlu merendahkan dirimu sendiri. ”
Sepertinya inilah
yang ingin dia katakan padaku. Aku tak tahu apa maksudnya, tapi berpikir
keras tentang itu, logika yang digunakannya masih terasa aneh.
"Terima kasih
atas perhatianmu ... tapi sayangnya, aku tak punya pertemuan beruntung seperti
menyambar ayam goreng orang lain atau semacamnya."
“Bukannya
perkataanmu itu terlalu berlebihan? Ini hanya bukti persahabatan. ”
"Pokoknya,
tidak ada yang berarti terjadi padaku."
“Oh, tapi kau
menangis karena kau ditolak. Apa kau merasa itu tidak berarti juga? ”
Dia tampaknya
tidak keberatan saat dia melanjutkan.
Tapi bagiku, itu
adalah hasil yang tidak terduga.
"Selama empat
belas tahun menjalani hidup, aku tak pernah punya harapan untuk orang
lain," kataku. “Aku bodoh dalam pelajaran dan nilai, aku tak bisa
berbicara banyak dengan orang lain, tak pernah dipuji atas apa pun yang aku
lakukan. Aku tidak ingin terluka, jadi aku terus hidup di dunia ini tanpa
harapan untuk apa pun. Bagaimana mungkin seseorang seperti diriku
mengharapkan sesuatu untuk orang lain? ”
“Aku tak peduli
dengan motif atau prosesnya. Aku hanya mengakui keberanianmu. "
Saat aku mendengar
kata-kata itu, aku segera bangkit. Aku ingin pergi pada saat itu juga.
"... Kau bisa
menyelesaikan sisanya."
“Hm? Sungguh? Tapi
ini masih ada banyak."
"Tak apa-apa ...
kau sudah memberiku crepes."
Setelah itu, aku
mengajukan pertanyaan yang selalu aku ingin tahu.
"Apa kau ini
Sou?"
"Ah? Eh? Ah? Namaku
Sayo. "
Jadi, ternyata aku
salah. Tentu saja, pria itu tak pernah memperlakukanku dengan baik seperti
wanita ini.
Aku membungkuk
kepadanya, dan berbalik untuk pergi.
uuuu
Aku tidak mengetahui apapun tentang Ishikawa.
Namun, ada satu
hal yang aku tahu.
Ishikawa pernah
dijahili sebelumnya. Dia takut mendapatkan terlalu banyak
perhatian. Meski demikian, dia mengerahkan keberaniannya untuk berbicara
denganku yang kesepian ini.
Aku memang
memiliki pikiran yang tidak murni. Pikiranku penuh dengan seks, dan tak
tahu sudah berapa kali aku melakukan masturbasi sambil membayangkan
dirinya. Aku hanyalah anak SMP sampah yang tak punya harapan, seseorang
yang memiliki perasaan benar-benar jauh dari kepolosan.
Tetapi walaupun
begitu, fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa aku berharap melihat senyum
Ishikawa, untuk melindunginya saat dia menangis dan tersakiti. Dan meski
sampai saat ini, aku memendam pikiran seperti itu, bahwa tak seorang pun,
termasuk diriku, dapat menyangkal pemikiran ini.
Jadi aku
memutuskan untuk melakukan revolusi.
uuuu
"Aku ingin bahagia."
Dunia sudah
berwarna merah ketika aku meninggalkan pusat perbelanjaan. Langit tetap
mendung, tapi awan tampak diwarnai dengan berbagai warna. Di bawah
pemandangan yang menyengat, aku terus berjalan di tengah jalan. Angin
dingin meniupi rambutku.
Dan kemudian, aku
mengatakan pikiranku dengan keras,
“Aku ingin
kebahagiaan sebagai sampah. Bahkan jika aku berada di peringkat terakhir
dalam Tes Kekuatan Manusia, aku ingin tetap tersenyum. Aku ingin
menyumbang ke negara berkembang dari posisi yang tinggi. Aku tak ingin
dimarahi, dan aku takkan mengganggu orang lain bahkan jika aku dipermalukan.
Sementara aku ditekan oleh rekan-rekanku untuk mempersenjatai orang lain, aku
hanya akan duduk dan melihat. Jika aku dikutuk dengan kemalangan, aku akan
menjalani hidup yang lebih bahagia. Saat aku dikutuk oleh seluruh dunia
untuk dipenjara, aku takkan melakukan kejahatan. Aku akan hidup bahagia. ”
Ini terakhir
kalinya aku menangis.
Aku terus bergerak
menuju kebahagiaan. Aku melahap crepes dengan gigitan besar, dan memegang
sisa kemasan.
“Dan kemudian, aku
akan membuat sebuah ruang kelas dimana Ishikawa dan yang lain bisa tersenyum.
Aku akan menunjukkan bahwa sampah juga bisa bahagia. Jika Ishikawa
mengatakan sekolah itu adalah neraka, aku akan menghancurkan itu. Aku akan
menghancurkan Tes Kekuatan Manusia ini. ”
Aku ingat ruang
kelas yang sempit, Masaya, Ninomiya, Setoguchi, Komuro, Tsuda, Watabe,
Ishikawa, Katou, teman-temannya.
Dan aku membuat
keputusan.
"Aku akan
menjadi sampah yang nyata dan otentik."
Ini adalah
keputusan yang Taku Sugawara buat dalam hidup.
Benar, mari kita merevisi ini lagi.
Jika kau lupa,
izinkan aku untuk mengulangi, ceritaku harus dibaca dengan cara
'mengejek'. Hanya sesederhana itu.
Jadi tolong
remehkan harapan dan impian dangkal anak SMP ini. Hanya ejeklah diriku.
Jika ada yang
mencoba menghentikanku pada waktu ini, akhir cerita ini akan sangat berbeda.
Tetapi aku
memutuskan untuk memulai perang revolusioner ini.
Tak peduli berapa
harga yang harus aku bayar.
Bahkan jika aku
harus ditinggalkan oleh semua orang, bahkan jika aku harus menjadi musuh bagi
seluruh dunia.