Chapter 08 – Jalan-Jalan di Kota
Hari pemutaran film.
Tooru mengenakan sweater
dan jeans. Entah bagaimana, Ia akhirnya malah memakai baju yang biasa Ia
pakai.
Ia punya beberapa
pakaian yang bisa dipakai untuk berhias sedikit, tapi Ia merasa agak
aneh. Jadi, Ia memutuskan untuk memakai bajunya yang biasa.
Tooru memeriksa jam
tangannyanya. Masih ada waktu sebelum jam 9:00 — waktu untuk ketemuan.
Ia merasa kegirangan
hari ini. Saking bersemangatnya untuk pergi? Tooru menyindir
dirinya sendiri.
Segera setelah Ia
berpikir untuk mengambil buku sambil menunggu Satsuki, interkomnya
berdering. Tooru menoleh, dikejutkan oleh suara yang mendadak.
Hanya ada satu orang
yang mampir ke kost-nya.
“Tunggu sebentar!”
Ia berseru untuk
berjaga-jaga jika yang datang adalah orang pengantar paket atau semacamnya.
Kemudian, Ia membuka
pintu dan menemukan sosok Satsuki tengah berdiri di hadapannya.
Dia mengenakan kemeja
di balut sweter rajut abu-abu. Lengan bajunya digulung, memperlihatkan lengannya
yang indah dan lembut.
Rok putihnya yang
berkibar-kibar memperlihatkan lututnya sekilas.
Tooru membeku saat
melihat pemandangan seorang gadis semanis Satsuki.
Reaksinya bukan
karena hal yang aneh, tetapi justru sebaliknya — sosoknya terlihat sangat
menggemaskan. Tentunya, kau berada
di tempat yang salah, Miyamoto-san.
Mulutnya melongo
karena rasa takjub. Tapi melihat Ia, Satsuki terlihat sangat tidak
nyaman. Karena Tooru menatapnya dari atas ke bawah. Pasti rasanya
sedikit mengintimidasi.
“Aku tidak terlihat
aneh, ‘kan…?”
“Ti-Tidak sama
sekali! Kau sangat imut, kok!”
Satsuki mendongak dan
tersenyum setelah mendengar pujian dari Tooru.
“Oh syukurlah. Aku
tidak tahu harus berkata apa jika kamu menjawab sebaliknya.”
“Tidak
mungkin. Kau harus lebih percaya diri.”
Tooru tidak
berbohong. Dia benar-benar sangat imut. Sebaliknya, Tooru tidak cukup pintar
untuk berbohong di tempat.
Satsuki juga tahu akan
hal itu. Wajahnya tampak merah padam dan menunduk. Tangannya
mencengkeram roknya dengan erat.
“Aku sangat senang kamu
bilang begitu. Aku tidak punya banyak kepercayaan diri. ”
Jelas sekali kalau
kata-katanya berasal dari lubuk hatinya. Tubuhnya menegang.
Melihat itu, Tooru meletakkan tangan di bahu Satsuki.
Melihat itu, Tooru meletakkan tangan di bahu Satsuki.
“Kau akan baik-baik
saja. Kau terlihat luar biasa, jadi ambil napas dalam-dalam. ”
Untuk menenangkan
gadis itu, Tooru memberi contoh dan mengambil napas dalam-dalam. Satsuki
mengikuti dan melakukannya juga. Pada akhir napasnya keluar, tubuhnya sedikit
rileks.
“... terima kasih
banyak.”
“Tak perlu berterima
kasih kepadaku. Ngomong-ngomong, waknya sedikit lebih cepat, tapi bagaimana
kalo kita pergi sekarang?”
“Ayo!”
Dan seperti itu,
mereka berdua menuju ke distrik hiburan di kota.
vvvv
Sepanjang jalan
berjejer beberapa pusat permainan, baik dari yang ber-merek besar sampai toko
kecil.
Tidak hanya itu, di
jalan tersebut terdapat beberapa restoran dan butik juga. Jika kau keluar
untuk bersenang-senang, tempat semacam ini cocok untuk jadi destinasi tujuan.
Tapi mungkin karena
Satsuki jarang keluar. Dia menengok ke mana-mana dengan wajah penasaran.
“Ada banyak hal
berbeda di kota ini.”
“Hmm? Kau tidak
sering datang ke sini, Miyamoto? "
“Tidak,... jika aku
tidak melakukan tugas, maka aku belajar di rumah. Aku tidak pernah keluar
dengan teman-teman.”
Ada ekspresi kesepian
di wajahnya setelah mengatakan itu. Tooru bertekad untuk membuatnya
bersenang-senang hari ini.
Satsuki tampaknya
tidak suka membicarakan masalah rumahnya. Meski hanya sebentar, Tooru
ingin menghiburnya.
Setelah membuat
keputusan dan berpikir betapa keren dirinya, perut Tooru keroncongan. Satsuki
tertawa kecil dan Tooru tersipu sampai ke telinganya. Lagipula itu tidak
terlalu keren.
“Apa kamu tidak
sempat sarapan?”
“Y-Ya. Bagaimana
denganmu? "
“Aku juga belum
sarapan. Bagaimana kalau kita mencari sesuatu untuk dimakan?”
Itu ide yang
bagus. Tidak ada salahnya makan sesekali. Dan, ini hari
liburnya.
Ditambah lagi, Tooru berencana untuk boros sedikit dan memasukkan 10.000 yen di dompetnya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Ditambah lagi, Tooru berencana untuk boros sedikit dan memasukkan 10.000 yen di dompetnya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
“Baiklah, kalau
begitu aku akan mentraktirmu. Apa yang ingin kau makan? "
“Hah? Tidak
apa-apa, aku bisa bayar sendiri, kok.”
“Jangan khawatirkan
masalah itu. Anggap saja ini sebagai tanda terima kasihku padamu.”
“Tapi ...”
Satsuki tampak
seperti akan mengatakan sesuatu, jadi Tooru menatapnya dengan mata selembut
mungkin. Menyerah karena tatapan Tooru, Satsuki mengalah dan setuju.
“… baik. Tapi
cuma hari ini saja, oke?”
“Kau selalu mengurusku,
jadi biarkan aku memanjakanmu.”
Menyadari bahwa tidak
ada yang melawannya, Satsuki tersenyum.
Sekarang dia sudah diyakinkan, saatnya memilih tempat makan.
Sekarang dia sudah diyakinkan, saatnya memilih tempat makan.
Anak perempuan
umumnya tidak suka makanan pedas karena keringat. Tapi menu di kafe takkan
membuat Tooru kenyang. Enaknya makan
dimana? pikirnya
Sementara Tooru sedang
mencari-cari restoran, Ia merasa ada yang menarik lengan bajunya.
Di sebelahnya ada
Satsuki, menunjuk ke tempat tertentu.
“Tempat itu. Aku
ingin mencoba tempat itu.”
Tempat yang Satsuki
tunjuk adalah restoran Italia. Kalau begitu, Tooru bisa memesan cukup banyak
untuk mengisi perutnya sambil memuaskan keinginan Satsuki. Tak ada alasan
untuk menolaknya.
“Baiklah, kalau
begitu, ayo pergi ke sana.”
“Oke!”
Dekorasinya sangat
menggambarkan Italia; mewah, namun santai. Hidangan yang disajikan
tampak sangat menjanjikan.
Setelah duduk,
keduanya melihat menu mereka. Ada pizza, pasta, salad, dan makanan pokok
lainnya dan semuanya terlihat sangat lezat.
“Aku mau pesan pizza
dan salad. Bagaimana denganmu?”
“Aku ingin spaghetti alle vongole.”
“Baiklah.”
Tooru menekan bel dan
pelayan pun datang.
“Boleh saya tahu apa
pesanan anda?”
“Aku memesan pizza bergaya
Mediterania dan salad serta spongeti alle vongole untuknya.”
“Hidangan anda akan
segera tiba di sini.”
Pelayan tersebut
mencatat pesanan mereka pada notepad dan
kemudian dengan cepat pergi ke dapur.
Setelah melihat
pelayan pergi menjauh dari meja mereka, tatapan Tooru kembali ke
Satsuki. Mungkin tidak sebanyak sebelumnya, tapi Satsuki melihat sekeliling
dengan terpesona.
“Apa ada yang spesial?”
“Ya. Aku pernah
keluar, tapi tidak pernah makan di luar sebelumnya ...”
“Kalau begitu aku
senang kita bisa datang ke sini.”
Tooru meletakkan
sikunya di atas meja dan menatap Satsuki yang sedikit gugup. Dan mungkin
karena dia menyadari sedang dipandangi, mata Satsuki jelalatan lebih cepat dari
sebelumnya.
Ada banyak pasangan
kekasih di restoran. Tentu saja, tidak semua dari mereka adalah pasangan,
tetapi kebanyakan dari mereka menikmati makanan dengan wajah gembira.
Kemudian Tooru
menyadari kalau mereka tampak seperti pasangan yang duduk bersama juga.
Beberapa laki-laki di
dalam restoran melihat sekilas pada kecantikan Satsuki, tetapi mereka akan
mengalihkan pandangan mereka begitu Tooru memandang mereka.
Bahkan wanita ada di
jalan sempat menatap Satsuki, seakan-akan menyanyikan pujian
kecantikannya. Kesampingkan Satsuki yang menjadi pusat perhatian, Tooru
yang duduk bersamanya ikut sedikit malu juga.
“Apa kau baik baik
saja? Apa ini tidak nyaman untukmu?”
“Tidak. Aku
tidak yakin mengapa mereka melakukannya, tetapi aku sudah terbiasa dengan
tatapan orang.”
Sungguh
mengejutkan. Dia sudah terbiasa dengan tatapan orang yang ditujukkan
padanya, tapi dia masih tidak menyadari kecantikannya sendiri? Satsuki
pasti akan terpesona oleh bayangannya sendiri di cermin. Ini menunjukkan betapa
memukaunya dia.
Akhirnya, pelayan
membawa dua nampan dengan makanan mereka.
“Terima kasih sudah
menunggu dengan sabar. Pizza bergaya Mediterania dengan salad dan spaghetti
alle vongole, silahkan dinikmati.”
“Terima kasih.”
“Bon appétit.”
Pelayan meninggalkan
meja dan keduanya menggenggam garpu mereka.
“Selamat makan!”
Mereka berseru secara
bersamaan. Tooru memulai dengan pizza-nya dan Satsuki menyicipi pastanya.
Lalu, mata mereka
melebar.
“Lezat sekali.”
“Umm. Ini sangat
berbeda dengan pasta yang aku buat.”
“Sepertinya kita
sudah membuat pilihan yang bagus, ‘kan?”
“Memang. Aku
sangat senang.”
Tooru merasa lega
melihat senyum Satsuki.
Tooru akan merasa
sangat malu jika tempat itu mengerikan, bahkan jika Satsuki sendiri yang memilihnya.
Tapi untungnya, bukan
itu masalahnya. Pizza Tooru terasa lezat. Kerak roti tipis nan renyah
yang akan sulit ditemukan di luar restoran Italia. Bahkan toppingnya pun
menakjubkan. Rasanya cukup memuaskan.
Dan, karena makanannya
enak, mereka terus melahap dan menghabiskan semuanya dalam sekejap.
“Terima kasih untuk
makanannya.”
Mereka menggenggam
tangan mereka bersama.
Ini karena pengaruh
Satsuki Ia mengikuti kebiasaan ini. Ya, itu kebiasaan yang baik untuk
dimiliki.
“Aku sangat
kenyang!”
“Ya. Aku juga
sama.”
“Cowok benar-benar
makan banyak, ya.”
Tooru merasa sedikit
malu saat Satsuki terkikik. Ia sedikit merasa seperti babi gendut.
Begitu makanan
mengendap di perut mereka, Tooru memandang Satsuki lalu memanggilnya.
“Bagaimana kalau kita
pergi?”
“Oh, oke. Tapi
bonnya ... "
“Aku bilang jangan
permasalahkan hal itu. Tunggu aku di dekat pintu, oke?”
“ ... terima kasih
banyak.”
Kali ini, Satsuki
tidak melakukan perlawanan.
Dia membungkuk
sedikit padanya dan berjalan menuju pintu.
Setelah dia keluar dari pandangannya, Tooru berjalan menuju tempat kasir.
Setelah dia keluar dari pandangannya, Tooru berjalan menuju tempat kasir.