Chapter 16
“Bidikan sempurna,
ya, benar! Aku mendapat satu foto dari gadis paling imut di kota! ”
“Jangan pernah
berpikir untuk menjualnya.”
“Oh, baiklah.”
Apa maksudnya dengan
"baiklah"? Apa dia benar-benar berencana menjualnya? Wanita
memang makhluk yang menakutkan.
Mereka berempat
sedang duduk di restoran keluarga yang terkenal dengan harganya yang
terjangkau. Tentu saja, tempat ini tidak sama baiknya dengan restoran yang
layak, tapi setidaknya mereka bisa menjadi sedikit lebih ribut di tempat
seperti ini. Dengan begitu banyak percakapan yang terjadi sekaligus, itu
tidak tenang sama sekali.
Mereka berempat duduk
di sebuah meja; Satsuki dan Akane duduk bersama, di seberang mereka ada
Tooru dan Jun.
Setelah menunggu cukup
lama, mereka akhirnya mendapat tempat duduk dan menelusuri menu. Mereka bertiga
hampir hafal isi menunya, tapi itu semua menjadi hal baru bagi
Satsuki. Dia membacanya berulang-ulang, seolah-olah dia menikmati tentang
semua hidangan yang berbeda.
Bahkan sekarang,
Akane diam-diam mengambil foto, yang mana membuat wajah Satsuki
memerah. Ini jelas merupakan kegiatan yang berkelanjutan juga.
Tooru dan Jun sudah
memutuskan apa yang harus dipesan dan hanya menunggu kedua gadis itu.
Ibu Tooru takkan
pernah bisa memutuskan sampai detik-detik terakhir ketika dia akan mengajaknya
makan. Mengenang kenangan hangat dan samar itu, Ia memanggil para gadis.
“Aku sudah memilih
untuk pesan apa. Kalian juga cepat mau pesan apa.”
“Itu benar. Aku
lapar! Sangat lapar!”
Jun, dengan memegang garpu
dan pisau di kedua tangannya, mulai menggebrak-gebrak meja. Memangnya
kau ini bocah? adalah apa yang dipikirkan Tooru, tapi Ia mengampuni
Jun di pemikirannya.
“Oyodo, kamu tahu kamu
terlihat seperti anak kecil, tau?”
Tooru hampir bisa
mendengar pisau menembus hati Jun. Akane tampaknya hanya mengusili Jun
untuk beberapa alasan.
“Sama seperti
bagaimana kita para gadis meluangkan waktu untuk memilih pakaian, kita juga
meluangkan waktu untuk memilih makanan. Benar ‘kan, Satsuki!”
“Hmm? Umm,
benar. ”
Tersipu karena
tiba-tiba terseret ke dalam percakapan, Satsuki dengan setengah hati menyetujui
pernyataan itu. Mata Akane berkilau ketika dia meraih ponselnya lagi untuk
mengabadikan momen itu.
“Gadis imut seperti
kamu menjadi bahan sempurna tidak peduli apapun ekspresi wajahmu. Sangat
terberkati!”
“Umm, terima kasih?”
Bagaimana dia harus
bereaksi terhadap itu? Akane bergerak untuk membidik foto Satsuki dari sudut
yang berbeda, tapi mungkin dia mengingat apa yang Tooru katakan, dia meletakkan
ponselnya dan melihat ke buku menu.
Dia dengan cepat
memutuskan setelah memindai isi menu sekilas.
“Aku memesan sup mie
pangsit.”
“Bagaimana denganmu, Satsuki?”
“Korean stew, tolong.”
“Kalau begitu semua
sudah memesan ya.”
Tooru menekan tombol
di atas meja untuk memanggil pelayan dan bersandar di kursinya.
Karena mereka hanya
berbelanja untuk Satsuki, hasil berburu hari ini tidak terlalu besar. Tapi
harus membawanya terus-terusan pasti sangat melelahkan. Kaos atau gaun tidak
terlalu berat, tapi jumlahnya terus bertambah cepat. Tas itu belanjaan itu
di bawah meja, terbagi antara Tooru dan Jun.
Sembari menunggu
makanan tiba, Tooru iseng memeriksa ponselnya.
Waktunya sekitar jam 1:00 siang lewat beberapa menit. Mereka tiba sebelum jam 12 siang, jadi itu artinya mereka harus menunggu satu jam untuk bisa mendapat tempat duduk. Karena hari ini adalah akhir pekan, jadi hal itu sudah bisa diduga.
Waktunya sekitar jam 1:00 siang lewat beberapa menit. Mereka tiba sebelum jam 12 siang, jadi itu artinya mereka harus menunggu satu jam untuk bisa mendapat tempat duduk. Karena hari ini adalah akhir pekan, jadi hal itu sudah bisa diduga.
Mungkin Akane
menyukai Satsuki, tapi dia terus mendesak Satsuki dengan mengajukan beberapa
pertanyaan. Itu membuat Satsuki tidak nyaman, tapi dia juga tidak
menghindari pertanyaannya.
Jun mengarahkan pandangannya
ke arah Akane, tampak melamun. Ia mungkin memikirkan sesuatu, tapi Tooru bukan
orang yang tidap peka dengan langsung bertanya kepadanya.
“Jadi, Tooru adalah
teman baikmu, hmm? Hoho, dan kalian berdua sudah kenal dari sebulan yang
lalu? Beruntungnya kamu, Tooru. ”
Menangkap akhir
percakapan mereka, Tooru melihat ke arah Akane.
Ia menjawabnya dengan memangku dagu dengan tangan di atas meja.
Ia menjawabnya dengan memangku dagu dengan tangan di atas meja.
“Aku benar-benar
harus berterima kasih pada kalian bertiga karena memperlakukanku dengan normal,
bahkan di sekolah.”
“Seperti yang sudah
kukatakan, di mana ada skandal, di situlah aku berada. Aku tahu ada lebih
banyak tentang hal ini. Sensorku sedang kesemutan.”
“Kau ini seperti
semacam anime karakter anime saja.”
“Sungguh kasar, Jun.
Aku ini manusia asli. Lihat? Aku bahkan punya kaki. ”
Saat Akane mengatakan
itu, Jun berteriak kesakitan.
Di bawah meja ada
kaki Akane mendendang tulang kering Jun. Itu pasti menyakitkan.
Sebaliknya, Satsuki hanya duduk terbengong di sana seolah-olah tidak menyadari pertempuran yang terjadi di bawah meja. Bahkan jika dia mengetahuinya, mungkin juga takkan lucu baginya, jadi Tooru mengubah topik pembicaraan.
Sebaliknya, Satsuki hanya duduk terbengong di sana seolah-olah tidak menyadari pertempuran yang terjadi di bawah meja. Bahkan jika dia mengetahuinya, mungkin juga takkan lucu baginya, jadi Tooru mengubah topik pembicaraan.
“Aku tidak tahu kau
suka makanan pedas, Satsuki.”
“Oh, aku juga tidak
punya itu dalam catatanku. Jadi, apa saja yang kamu suka?”
Melihat Akane
mengeluarkan catatannya mengguncang Satsuki lagi dan dia meletakkan tangannya.
“Ya. Aku
menyukai kimchi dan cabai. Aku suka menaburkan sedikit cabai bubuk pada
udon untuk membuatnya sedikit pedas juga.”
“Begitu ya, begitu
ya. Apa kamu menyukai masakan sangat pedas sampai lidahmu terbakar? “
“Tidak terlalu
ekstrem, tapi aku suka makanan pedas. Meski aku juga suka yang manis-manis.
”
Oh, benarkah
itu? pikir Tooru, berusaha mengingat tentang hal itu.
Dia tampak sangat senang saat memakan segelas puding pada tempo hari, jadi Tooru pikir dia hanya suka yang manis-masin. Satsuki juga tidak memasukkan sesuatu yang pedas dalam makan siang mereka.
Dia tampak sangat senang saat memakan segelas puding pada tempo hari, jadi Tooru pikir dia hanya suka yang manis-masin. Satsuki juga tidak memasukkan sesuatu yang pedas dalam makan siang mereka.
Sebelum percakapan
mereka selesai, pelayan pun datang dengan membawa dua masakan dari empat item
yang mereka pesan.
“Ini sup mie pangsit
dan sup Korea. ”
Pelayan tersebut
menempatkan stew di depan Satsuki dan kemudian sup mie di depan
Akane. Kemudian, dia meletakkan kwitansi dan dudukannya di atas meja,
mengundurkan diri, dan dengan cepat kembali menuju ke dapur. Kedua gadis
itu tampak seperti meneteskan air liur karena makanan mereka. Mesk pesanan
anak cowok belum tiba, Tooru tidak keberatan jika gadis-gadis itu memulai duluan.
“Silahkan duluan. Makanlah
sebelum menjadi dingin.”
“Aww, tidak adil! Makananku
belum datang!”
“Memangnya kau ini
bocah apa?”
“Et tu, Tooru? Aku
ini bocah besar!”
Tooru mengabaikan
rengekan Jun dan melihat ke arah para gadis, mendorong mereka untuk makan
duluan.
Satsuki dan Akane
saling memandang satu sama lain, terkikik, dan mulai makan. Ada perbedaan
nyata dalam reaksi Satsuki hari ini dibandingkan dengan yang terakhir kali saat
di restoran Italia.
“Tidak apa-apa.”
“Ya, tidak apa-apa.”
“Yah, bagaimanapun
juga, ini restoran keluarga.”
Sambil menepuk Jun
cemberut, Tooru mengeluarkan tawa yang hangat.
Sisa pesanan mereka
segera tiba: satu set steak milik Tooru dan semangkuk daging babi untuk Jun.
“Apa ada lagi yang
mau dipesan?”
“Itu
saja. Terima kasih banyak.”
“Baiklah kalau
begitu, silahkan dinikmati hidangannya.”
Setelah pelayan itu
pergi, mereka berempat melanjutkan makan.
Rasanya benar-benar enak. Rasanya tidak sebanding dengan masakan Satsuki. Belum lama ini Ia merasa makan di restoran adalah sesuatu yang menyenangkan, tapi sekarang Ia sudah terbiasa dengan kehidupan yang baik.
Rasanya benar-benar enak. Rasanya tidak sebanding dengan masakan Satsuki. Belum lama ini Ia merasa makan di restoran adalah sesuatu yang menyenangkan, tapi sekarang Ia sudah terbiasa dengan kehidupan yang baik.
Pelakunya sedang duduk di seberangnya, tengah menikmati rebusan
Korea-nya; satu tangan memegang rambutnya ke samping, tangan lainnya
menyendok makanan. Tooru menatap Satsuki, berpikir betapa anggunnya cara
makannya.
“Umm ... apa ada
sesuatu?”
Satsuki bertanya pada
Tooru saat Ia meletakkan sendok garpu untuk memprotes dengan kedua tangan.
“O-Oh, tidak, bukan
apa-apa. Sepertinya kau benar-benar menikmatinya.”
“Sudah, sudah, Tooru,
bilang saja kalau kau terpesona olehnya.”
“Terpesona? ...
yah, bukan itu masalahnya.”
Jika Tooru mengatakan
tidak, tentu saja, itu akan melukai perasaannya.
Kemudian, Akane menyeringai dan mencondongkan tubuhnya untuk memegang Satsuki lagi.
Kemudian, Akane menyeringai dan mencondongkan tubuhnya untuk memegang Satsuki lagi.
“Hehe, beruntungnya
aku! Aku memonopoli Satsuki untuk diriku sendiri. Aku yakin kamu
cemburu, ‘kan?”
“Tidak,
tidak! Kau tahu kau bisa membalasnya, ‘kan, Satsuki?”
“Yah, aku cemburu!”
Mengabaikan apa yang
diteriakkan Jun, Tooru melihat ke arah Satsuki. Dia sedikit cemas, tapi
senyumnya masih cerah.
“Ini kedua kalinya
aku diajak keluar, jadi aku merasa senang, meski agak canggung.”
“Tunggu, maksudmu ada
yang pertama kali ?!”
“Benar, kami belum
memberitahumu tentang pertama kali mereka pergi ke bioskop bersama.”
“Berduaan menonton
film romantis ?! Bukannya itu sesuatu yang dikenal sebagai kencan ?! ”
Akane mengeluarkan
catatannya dan menuliskan sesuatu sementara Tooru berebut untuk menjawabnya.
“Ti-Tidak, itu bukan
kencan! Kami cuma pergi menonton film! Tidak lebih!”
“Be-Benar. Itu
bukan kencan ... aku pikir.”
Satsuki
menindaklanjuti serangan Akane dengan wajah yang memerah, memaksa Tooru untuk
menggali kuburannya sendiri. Sekarang, Jun menendang Tooru kebingungan
menjawab serangan Akane.
“Itu namanya kencan. Aku
akan mengajaknya kencan, jika aku jadi kau.”
“Me-Mengajaknya
kencan ?! Teman tidak melakukan itu!”
Mengajaknya kencan. Itu
sih sama dengan pengakuan cinta, bukan? Kata-kata itu membuat jantung
Tooru berdebar sangat kencang.
Sudah tiga minggu
sejak mereka bertemu, tapi Ia masih melihat Satsuki hanya sebagai
teman. Padahal, Satsuki sudah mengatakan kepadanya bahwa dia benar-benar
menyukainya, meski dengan cara yang tampaknya biasa-biasa saja dan bukan
sesuatu yang aneh. Namun, setiap kali Ia mendengarnya mengatakan itu
selalu membuatnya kalang kabut.
Tapi Jun dan Akane
tidak tahu bahwa Satsuki sudah menyatakan kalau dia benar-benar menyukai
Tooru. Mereka mungkin memiliki niat baik, tapi itu sama saja jalan menuju
neraka.
“Benar, ‘kan? Kau
menganggapku sebagai teman, bukan? ”
Tooru bermaksud
secara tidak langsung, dengan santai bertanya pada Satsuki, tetapi entah bagaimana
kata-kata itu keluar dari mulutnya.
Untuk sesaat, Satsuki
terlihat sangat bermasalah, tetapi dia menyembunyikan rasa malunya dengan
menunduk ke bawah. Tooru khawatir bahwa dia secara tidak sengaja
menyakitinya, tapi dia tampak baik-baik saja. Satsuki melihat kembali dan
menatap mereka bertiga.
“Benar. Tooru
adalah temanku. ”
Satsuki dengan datar
menanggapi seperti itu mungkin adalah hal terburuk yang dilakukan oleh Jun dan
Akane. Tooru, anehnya, tertawa terbahak-bahak.
“Lihat? Kami
cuma teman.”
“Sialan! Aku
akan menggunakan semua info yang telah aku kumpulkan untuk mencomblangkan
kalian berdua! ”
Akane berteriak marah,
tetapi Tooru mengabaikannya. Malahan, Ia fokus pada steaknya yang sudah
dingin.