Sachiusukei Bishoujo Chapter 17

Chapter 17

Tidak banyak hal berubah sejak perjalanan belanja kemarin; Tooru masih diabaikan oleh teman-temannya. Meski sekarang, gadis-gadis di kelasnya tidak terlalu diam-diam berbisik tentangnya juga. Bukan dari kejauhan melainkan dengan sengaja dan dari dekat — persis seperti yang diharapkan dari gadis.
Para cowok sudah melakukan yang terbaik untuk tidak berbicara dengan Tooru, kecuali ketika mereka benar-benar tidak bisa menghindarinya. Dipukuli jauh lebih buruk, tapi ini masih menegangkan secara mental. Dulu banyak yang Ia pernah anggap teman. Tidak ada yang bisa Ia lakukan selain menanggungnya.
Menurut Akane, Amane masih menyebarkan gosip dengan mencampuradukkan kebenaran dan kebohongan. Tapi karena Ia tidak melakukan kesalahan apa pun, Tooru memutuskan untuk mengabaikannya. Yang perlu Ia lakukan hanyalah memasang wajah berani. 
Untungnya, baik Jun maupun Akane tidak menerima mentah-mentah rumor itu dan kapan pun cuacanya lumayan bagus, mereka bertiga akan makan siang bersama.
Ada sesuatu yang Ia sadari juga. 
Akhir-akhir ini, Jun dan Akane terlihat cukup dekat dan sepertinya mereka sering jalan bareng. Dia agak kasar pada Jun, tapi Tooru tidak punya hak untuk mengatakan apa pun. Jun masih segelo dulu, tapi sekarang, Ia terkadang menjadi serius ketika berbicara dengan Tooru. 
Tapi Jun sering serius dengan Akane. Tooru tahu ada sesuatu di antara mereka berdua.
“Astagaaaaa, panasnyaaaaaaaa.”
Jun mengomel sambil mengepakkan kerah kemejanya.
Musim hujan telah lewat, meninggalkan hawa panas. Murid-murid juga beralih ke seragam musim panas mereka dan para gadis memperlihatkan kulit mereka yang montok dan mengkilat. 
Dan karena tidak ada kolam renang di sekolah mereka, para gadis cenderung sering menunjukkan kulit mereka.
Meski agak mengecewakan bagi kebanyakan anak cowok, Tooru tidak memiliki minat khusus. Bukannya dia tidak menghargai gadis dalam pakaian renang, tapi pakaian sekolah biasanya tidak memamerkan banyak hal. Belum lagi, Tooru tidak terlalu tertarik pada gadis-gadis di kelasnya. 
Akane pernah mempertanyakan apa Ia impoten, tapi Tooru meyakinkannya bahwa itu bukan masalahnya. Tapi untuk memudahkan mereka berdua, Tooru menepisnya karena hanya acuh tak acuh.
Ini akhir Juli dan sinar matahari terasa sangat terik. Mereka tidak sabar untuk menyelesaikan ujian musim panas mereka dan menikmati ke liburan musim panas. Semua orang juga tampak sangat menantikannya.
“Yah, tentu saja ini panas karena ‘kan ini  musim panas, Oyodo.” 
“Tapi yang namanya panas masih saja panas! Belikan aku es krim?”
“Hah ?! Mana sudi! Kamu tahu sendiri uang di dompetku bagaimana, ‘kan ?! ”
Tooru suka melihat mereka bertingkah seperti ini. Rasanya menenangkan. Ini seperti drama komedi pasangan tua.
Satsuki kemungkinan menjalani rutinitas yang sama setiap hari. Apa yang dia pikirkan? Bagaimana dia menghabiskan harinya? 
Bagaimana dia akan menghabiskan liburan musim panasnya sebagai seseorang yang tidak lagi sendirian?

uuuu

Saat Tooru hendak menuju ke tempat biasa untuk makan siang bersama Satsuki, Amane muncul, berdiri di ambang pintu ruang kelasnya.
Tidak ada orang yang berani melakukan kontak mata dengannya.
Senyumnya yang biasa dan santai berubah menjadi seringai saat dia dan Tooru saling bertatapan. Apa yang tersembunyi di balik senyumnya itu? Tentunya, bukan hal yang baik, tapi Tooru tidak punya pilihan lain selain mengikutinya.
Begitu Ia melihat sekilas padanya, Tooru memulai perekam suara di ponselnya dan menyelipkannya ke kantongnya. Rekamannya mungkin takkan terdengar baik, tapi setidaknya itu akan merekam apa pun yang dia katakan padanya.
Mereka menuju ke sudut di samping ruang penjaga — tempat yang sama seperti sebelumnya. Seorang gadis, yang tampaknya adalah temannya, lewat, menanyakan apa ini sebuah pengakuan cinta. Amane tertawa dan membalasnya Mana mungkin!  Jika Amane tidak ada, Satsuki pasti bisa tertawa seperti itu. Melihat tingkah Amane, Ia merasa jijik padanya. 
Setelah melihat temannya pergi, Amane berbalik kepadanya dengan senyum sinis, dingin dan tercela. Itulah sifat asli Miyamoto Amane — seorang penyihir, seorang iblis. 
Tooru berdiri tegap, baik secara fisik maupun mental. Betapa memalukannya bila Ia hancur karena dia.
“Jadi, bagaimana rasanya? Aku sudah memastikan bahwa setiap hari akan dipenuhi dengan kesenangan dan kegembiraan untukmu.” 
“Dan terima kasih berkatmu. Aku bahkan bisa mendapatkan teman yang bisa dipercaya.”
“Maksudmu Satsuki?”
“Tidak. Tapi aku takkan memberitahumu.”
Sungguh aneh bagaimana dia menyebut Satsuki. 
Terakhir kali, Amane menyebutnya sebagai "si Bajingan" tapi sekarang menyebutnya sebagai "Satsuki" hari ini. Sesuatu terasa tidak beres, tapi mungkin suasana hatinya sudah berubah. Mungkin dia bahkan menghargai Satsuki sebagai adik perempuannya yang tersayang sekarang.
Namun, Kekhawatirannya hilang dalam sekejap. 
Amane menunjuk ke kantong yang berisi ponselnya. Ia tersentak sedikit, tapi dia menyadarinya.
“Tepat sasaran.” 
“... apa maksudmu?”
Tooru menatap tajam mata Amane tapi dia hanya tertawa mengejek.
“Kamu merekam ini, bukan? Terakhil kali kamu datang tanpa membawa ponsel. Siapa pun bisa menebaknya. ”
Dia membaca gerak-geriknya seperti buku teks. 
Sekarang Tooru tahu tidak ada yang bisa Ia dapatkan dengan memutar klip itu ke para guru. Tidak heran dia berbicara dengan sangat manis sampai sekarang. Dia dengan sempurna memilih kata-katanya dengan hati-hati agar tidak memberatkan dirinya sendiri. 
Tooru mencoba menelan kecut ludah di tenggorokannya, tapi kali ini, Amane tertawa terbahak-bahak. Ia hanya bisa menatapnya. Dan segera setelah itu, sekelompok anak cowok menuruni tangga. Mata Tooru terbuka lebar.
“Kalian……”
Mantan teman Tooru. Mereka meninggalkan ruang kelas begitu pelajaran selesai dan tidak muncul sejak saat itu. Tooru tidak menyangka bahwa Amane sudah merencanakan segalanya. 
Mereka berjalan menuju ke Amane dan berdiri di belakangnya, dengan wajah yang sedikit gelisah. Jika mereka tidak ingin melakukan ini, mungkin Tooru bisa meyakinkan mereka. Tapi tentu saja, itu akan keluar dari ranah kemungkinan. Amane adalah tipe orang yang tidak perlu banyak bicara namun semua orang mematuhinya. Tidak ada yang bisa dikatakan Tooru untuk melewati mereka, terutama sejak menjadi orang buangan.
Seolah-olah dia telah melihat membaca pikirannya, Amane tertawa lebih keras. Kemudian, dia melihat ke arah para cowok dan memerintahkan mereka dengan anggukan, menunjuk ke arahku. 
Tooru langsung menerima bogem mentah di wajahnya, menerima dampak bagian dalam mulutnya yang menggenang dengan darah. 
Ketika Ia menyadari bahwa Ia sedang dipukul, Tooru terhuyung-huyung dan dadanya ditendang, membuat udara keluar dari paru-parunya.
“Gah! Uhuk, uhuk . ”
Tooru memelototi orang yang memukulinya tapi Ia malah dibuat terkejut.
Cowok itu tampak sama kesakitannya dengan Tooru. Hampir seolah-olah pukulan dan tendangannya diarahkan pada dirinya sendiri.
Amane tetap diam saat cowok itu benar-benar menendang Tooru.
“Augh ...”
Seringai lain muncul di wajah Amane. Dia membuat orang lain melakukan pekerjaan kotor untuknya.
Sungguh licik dan pengecutnya dia. Hanya ada rumor di sekitar Amane karena mereka tidak bisa langsung menghukumnya karena mengganggu siapa saja. Tubuh Tooru terasa sakit dan paru-parunya membutuhkan udara. Untungnya, Ia belum makan, jadi Ia tidak muntah. 
Mereka mendengar penjaga keluar dari ruangan, mungkin karena Ia mendengar suara ribuy. Begitu dia menyadarinya, Amane langsung berteriak seolah-olah dia adalah gadis yang rapuh.
“Ada masalah apa ini?!”
Si Penjaga bergegas keluar dari ruangannya dan melihat Tooru dan gerombolan anak cowok. Wajahnya memerah saat Ia melangkah mendekat.
“Apa-apaan ini?! Apa ini ulahmu ?!” 
“ ... Ya.”
Cowok yang menendang Tooru gemetaran sebentar sebelum dengan jujur ​​mengakui situasinya. Kemudian, penjaga yang tampak muram berlutut di samping Tooru.
“Kau baik-baik saja, Nak? Apa kau bisa berdiri?” 
“Ya ...”
Meski Tooru mencoba meredakan pendaratannya setelah ditendang pertama kali, Tooru masih sangat terluka. Penjaga itu tampak sedikit lega ketika Ia meminjamkan pundak Tooru untuk membuatnya berdiri. Kemudian, Ia merengut pada gerombolan cowok dan berbicara keras.
“Kalian anak kelas 2?” 
“Ya.” 
“Aku akan melaporkan ini kepada para guru, jadi sebaiknya kamu bersiap untuk menghadapi konsekuensinya. Bagaimana denganmu, Miyamoto? Apa kau baik-baik saja?”
“Ya, aku baik-baik saja ... Aku di sini mengobrol dengan Tooru dan kemudian gerombolan cowok ini tiba-tiba datang dan menendangnya. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk menghentikan mereka ... "
Air matanya mengalir deras di matanya. Aktingnya akan membuat malu sebagian besar bintang Hollywood. Tetapi bahkan penjaga itu tahu namanya. Masuk akal dengan dia menjadi gadis paling cerdas di sekolah.
si Penjaga mengangguk, tertipu oleh kata-katanya, dan menatap Amane dengan kasihan.
“Itu pasti menakutkan. Kalian semua kembali ke kelas kalian. Aku akan membawanya ke kamar perawat.”
“ Terima kasih.”
Amane menundukkan kepalanya dan begitu juga para gerombolan anak cowok. 
Bagaimana bisa dia mengatakan kebohongan itu dengan begitu mudah? Dialah yang memerintahkan mereka untuk menyerang. Dia bukan korban. Tapi Tooru tahu Ia harus merancang kata-katanya dengan hati-hati atau Ia akan terlihat seperti ingin menjebaknya. Pada saat ini, Ia harus mundur.
“Pak…”
Tooru memanggil si Penjaga sementara tertatih-tatih dengan satu kaki tapi dia mendapat Shh , sebagai balasannya. Kemudian, si penjaga berbicara dengan berbisik.
“... Miyamoto melakukan ini padamu, kan?”
“Bagaimana anda bisa ...” 
“Shh.”
Mereka melanjutkan percakapan sembari berjalan ke ruang UKS. Si Penjaga itu tidak tertipu. Ia sengaja mengikuti akting kecilnya karena Ia tahu persis orang seperti apa Amane. 
Tapi itu menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Kenapa Ia memihaknya? Ia bisa saja menanyai Amane saat itu. 
Si Penjaga tahu apa yang dipikirkan Tooru dan merespons dengan nada sedih.
“Semua guru sudah tahu watak asli Miyamoto. Tapi tidak ada yang bisa berbuat apa-apa.”
“Kenapa ...?”
“Karena dia pandai. Secara akademis, dia nomor satu di kota. Sial, mungkin bahkan seluruh negeri. Kepala sekolah menyukainya. Ia menutup mata supaya reputasi sekolah terlihat bagus.”
“Itu ...”
... omong kosong , adalah perkataan yang Tooru selesaikan, tetapi luka-lukanya terlalu perih. 
Kepala sekolah terkenal denga sifatnya yang sangat keras. Tapi tidak ada alasan untuk mentoleransi intimidasi hanya karena dia sukses secara akademis. Dan itu semua hanya demi reputasi sekolah? Itu bahkan lebih buruk.
“... Kau harus menahannya, Nak. Turunkan egomu dan dia akan memilih orang lain segera. Itu dengan asumsi kalau kau tidak terlibat diri dengan adiknya ...”
“Sayangnya, itulah pemicunya.” 
“Ah. Kalau begitu tidak mengherankan ...”
Sepertinya bahkan penjaga tahu kecantikan Satsuki. Yah, dia memang cantik menurut standar siapa saja. 
Bagaimanapun, Tooru menerima beberapa informasi berharga. Yang pertama adalah bagaimana staf tahu tentang perbuatan kotor Amane namun menolak untuk melakukan apa pun karena dia anak yang pintar. Yang lain adalah bahwa Amane memiliki ego seperti itu karena belum ada yang menjatuhkannya. 
Tidak ada yang bisa Ia lakukan untuk menghukumnya, tetapi tidak ada orang yang tidak pernah kalah. 
Dengan bantuan si Penjaga, Tooru berjalan tertatih-tatih menuju UKS.


close

1 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama