Cerita
Sampingan Versi TORANOANA SPESIAL
Beberapa hari setelah Mahiru pulih dari demam, Amane bermalas-malasan di
sofa setelah makan malam, dan menemukan Mahiru menyentuh lengan atasnya.
Amane terkejut, karena terlalu mendadak. Ia melihat gadis itu menusuk
sikunya dengan tatapan serius, dengan lembut — sebelum meraihnya, seolah
memeriksa ketegasannya. Amane langsung panik.
“…Apa?”
“... Aku sedang berpikir, kamu lebih kuat dari yang aku bayangkan,
Amane-kun?”
“Apa menurutmu aku ini cowok letoy
atau semacamnya?”
Amane memang mengangkat Mahiru dengan gaya seperti mengangkat pengantin,
jadi asumsinya Amane menduga kalau Mahiru berpikir kalau Ia itu kuat, tetapi Ia
salah.
“Letoy ... kulitmu terlihat putih,
tapi itu karena kamu tidak suka keluar, kurasa?”
“Aku memang jarang panas-panasan. Hei, jangan anggap aku sebagai letoy. ”
Amane tahu Ia tidak memiliki tubuh yang 'heroik', tapi harga dirinya
sebagai seorang cowok mendapat pukulan luar biasa ketika Ia dianggap sebagai
cowok letoy. Amane mengangkat alisnya dengan agak marah, dan tangan Mahiru
meluncur dari lengan atasnya menuju ke telapak tangannya.
Mahiru membelai pembuluh darah dan otot-otot Amane dengan jari-jarinya,
yang mana itu sangat menggelitiknya. Ada rasa gatal sekaligus malu yang
tak terkatakan muncul di dalam hatinya, dan Amane mengalihkan pandangannya.
Tampaknya Mahiru tidak pernah menyadari apa yang dirasakan Amane sama
sekali ketika dia terus membelai lengannya. Tidak ada pikiran yang aneh
dalam tindakan dan ekspresinya, yang ada hanya rasa penasaran dan wajah yang
polos.
Sepertinya Mahiru tidak pernah memperhatikan apa pun. Amane
akhirnya sudah merasa tidak sanggup lagi ketika Ia mengulurkan tangannya untuk
menangkap mangsa kecil yang berkeliaran di lengannya, meraihnya, dan memastikan
bahwa Mahiru tidak bergerak lagi.
“…Ah.”
“Jika kau ingin terus menyentuhku, aku juga akan menyentuhmu.”
Amane menempelkan jari-jarinya ke telapak tangan kecil itu, dan dia
segera berhenti, baik tangan dan tubuhnya.
Mahiru mungkin tidak menyadarinya, tapi dia menyentuh Amane sesuka
hatinya. Dia seperti membeku saat disentuh balik.
Amane juga menyentuh Mahiru. Jari-jarinya terasa halus, jauh lebih
halus daripada Amane, dan kenyal. Saat itulah Amane menyadari bahwa Mahiru
adalah seorang gadis. Kecil mungil dan lembut, keberadaan yang tampaknya
sama sekali berbeda darinya.
Mereka pernah berpegangan tangan beberapa kali, tapi itu adalah pertama
kalinya Amane benar-benar merasakannya. Seperti yang diharapkan, ada
perasaan tidak sopan pada Mahiru, dan seseorang akan memiliki keinginan untuk
melindunginya.
Amane kagum dengan perasaan telapak tangan kecil di tangannya, dan
disikut Mahiru sebagai pembalasan.
Ow, Ia sedikit mengerang. Amane
menyadari kalau Mahiru menatapnya dengan wajah memerah, tetapi Mahiru tidak
berniat melepaskannya. Amane menemukan kalau Mahiru menatapnya dengan mata
menyipit, tampaknya menyembunyikan rasa malunya. Saat itulah Ia menyadari kalau
Ia melakukakannya terlalu berlebihan, jadi Amane buru-buru melepaskannya.
“U-Umm, maaf.”
“... Aku tidak pernah mengira kamu adalah orang yang kurang ajar,
Amane-kun.”
“Maling, teriak maling.”
Kaulah yang mulai menyentuhku duluan, Amane
menyindirnya. Mahiru menempel erat pada bantal di kakinya, dan bergumam,
“Uuu ... tapi.”
“Tapi apa?”
“... Tidak ada, bukan apa-apa.”
Mahiru membenamkan wajahnya ke bantal. Tampaknya dia ingin mengatakan
sesuatu, namun tidak jadi. Amane memutuskan untuk diam, karena Ia yakin
bahwa jika Ia membuat marah Mahiru lagi, Mahiru akan berlari menjauh dari ruang
tamu.
Sayangnya, karena bantal ada di cengkeraman Mahiru, Amane tidak bisa menggunakannya untuk menyembunyikan rasa malu di bibirnya.
Cih
BalasHapusSialan
BalasHapus