#Sudut Pandang si Senpai#
Masih ada pelajaran
untuk Senin depan.
Karena terakhir kali
kami ada pelajaran adalah satu minggu yang lalu, maka Senin depan akan menjadi
pertama kalinya aku pergi ke sekolah bersama Kouhai-chan lagi. Wow.
Sudah lama sejak aku
naik kereta yang sama dengan Kouhai-chan. Rasanya ada yang salah, dan
membuatku jadi tidak nyaman. Yah, kita masih bertemu, tapi hanya itu.
Hari ini, kecuali
untuk pelajaran olahraga, kami akan mendapatkan kembali jawaban ujian
kami. Aku hanya melihat nilaiku, memeriksa apakah ada kesalahan penilaian,
dan mempertimbangkan apa yang tidak aku ingat dan bagaimana aku bisa
menyelesaikannya.
“Senpai~”
Sambil memikirkan
itu, Kouhai-chan juga datang hari ini.
Hari ini juga terasa
dingin. Sebuah syal melilit lehernya dengan erat.
“Selamat pagi ~ ♪”
“Pagi.”
“Sudah lama, ya.”
Sepertinya
Kouhai-chan sedang dalam suasana hati yang baik untuk beberapa alasan.
“Kita baru saja
bertemu kemarin, ‘kan?”
Dia menggelengkan
jari telunjuknya. Lucunya.
“Ini tentang berangkat
ke sekolah bersama Senpai.”
Jadi dia memiliki
pemikiran yang sama denganku, ya.
“Ah, benar juga.”
“Kejamnya~. Apa
kamu tidak bisa lebih antusias tentang hal itu, Senpai?”
“Bagaimanapun juga, kita
naik kereta yang sama kemarin.”
“Muu…”
Kereta pun tiba
ketika kami berbicara tentang hal sepele begitu.
* Sudut Pandang si Kouhai *
Ketika aku menempatkan
diri pada posisi yang biasa, Senpai tiba-tiba menguap.
“Setelah ujian
selesai, pasti bisa santai, ya.”
“Aku ingin segera
menikmati liburan musim dingin.”
“Tidak, apa kau tidak
mau isi lembar jawabanmu dikembalikan?”
“Ehh.”
“Nn?”
Jadi, Senpai adalah
tipe orang seperti itu, ya.
“Aku tidak begitu
peduli dengan nilainya? Ini bukan berarti kita gagal juga.”
Kakakku memberitahu kalau
hasil setiap tes tidak akan dikembalikan di universitas.
Jika di SMA juga
melakukannya, liburan akan lebih lama. Aku bisa bermain lebih lama.
“Aku juga tidak peduli
dengan nilai, tapi apa kau tidak khawatir kalau kau membuat kesalahan di suatu
tempat?”
“Sebaliknya, aku
merasa lebih tertarik pada nilainya.”
Aku pikir senpai juga
akan peduli dengan nilai. Tak disangka.
“Aku bisa memprediksi
nilaiku sejak aku menyelesaikan ujian sendiri, dan hanya ada perbedan sekitar
dua atau tiga nilai. Tapi masalahnya adalah jika aku akhirnya mendapatkan
jawaban yang salah walau aku pikir aku menjawab dengan benar, dan mendapatkan
jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang tidak dapat aku pecahkan sebelumnya.”
Hmmm…
“Aku bisa paham jika
ini hanya untuk pelajaran favoritku, tapi ... Senpai, apa kamu melakukannya
untuk semua pelajaran?”
Senpai mengalihkan pandangannya
sejenak, dan menatapku kembali.
“Aku melakukannya
untuk semua mata pelajaran. Juga, aku mendapat ide barusan. Boleh aku
mengajukan 『pertanyaan hari ini』?”
“Tentu.”
Aku ingin tahu apa
yang Ia tanyakan.
“Kouhai-chan, apa
pelajaran favoritmu?”
“Kedengarannya seperti
pertanyaan yang akan muncul di profil, eh.”
Itu adalah pertanyaan
yang takkan terdengar aneh jika kami menanyakannya dalam sepuluh hari pertama
setelah kami mulai berbicara.
Sepertinya aku lupa
sampai sekarang.
“Aku belum menanyakan
itu, ‘kan?”
“Aku tidak ingat
memberitahumu.”
Kami berbicara
tentang acara olahraga, tapi bukan dalam lingkup yang lebih besar dari itu.
“Lalu, apa yang kau
suka?”
“Hmm, rasanya tidak
akan menarik jika aku langsung menjawabnya, jadi tolong coba tebak, Senpai.”
“Eh?”
Fufu. Ini
mungkin akan menjadi menarik.
“Seperti yang sudah aku
bilang, coba tebak. Kamu sudah sering berbicara denganku selama satu
semester, jadi Senpai harusnya dapat memprediksinya, ‘kan?”
“Haa ... Pertama-tama,
mata pelajaran apa yang ada di kelas 1?”
“Tidak perlu mata
pelajaran yang ada di sekolah, tahu? Senpai bisa menebaknya dari apa yang aku
sukai sampai sekarang.”
“Seni?”
“Tidak masuk ke ujian,
jadi tidak dihitung.”
Bukannya itu terlalu
gampang dijawab jika itu hanya karena aku berada di klub seni? Yah, bukan
berarti aku membencinya. Sebenarnya, aku pikir ini menarik.
#Sudut Pandang si Senpai#
“Hmm ...”
Ketika aku mengajukan
pertanyaan kepadanya, dia menantangku untuk menebak jawabannya. Bagaimana
mungkin aku bisa tahu.
Aku menjawab dengan
'Seni', tapi dia menjawab dengan 'Tidak dihitung'. Bermain aman sepertinya
percuma.
Hmmm.
Hobinya adalah
mengamati manusia, tapi dia tidak banyak membaca buku.
Dia bisa bergaul
dengan siapa saja termasuk aku, sering tertawa, selalu menggodaku, dan juga
sedikit kejam. Menebak pelajaran favoritnya, ya. Betul…
Jika aku harus
memilih pilihan yang paling masuk akal, itu mungkin bahasa Jepang, karena
orang-orang bisa menyukai bahasa Jepang bahkan jika mereka tidak benar-benar
membaca buku ... Tapi seseorang bisa mendapatkan skor tinggi dalam subjek itu
bahkan tanpa banyak belajar, jadi dari sudut pandangnya lihat, itu lebih
seperti dia "jago" dalam pelajaran itu.
Di sisi lain, dia
tidak menyukai pelajaran yang membutuhkan hafalan berulang kali. Tapi
Sejarah berbicara tentang kisah manusia yang melibatkan manusia, jadi dia
mungkin pandai dalam hal itu.
“Senpai?”
Aku menyadari bahwa “pandai” sesuatu dan “menyukai” sesuatu mungkin
sebenarnya sama.
Aku pada dasarnya
mendapat nilai tinggi untuk hampir semua mata pelajaran, jadi aku tidak
memiliki konsep "jago" dalam hal tertentu dalam diriku. Yah, aku
hanya perlu menggunakan sedikit usaha pada pelajaran favoritku, jadi mungkin
itulah yang aku kuasai.
Tapi untuk
Kouhai-chan, keduanya pasti dipisahkan dengan jelas.
Hmm.
“Se-n-pa-i?”
Ketika Kouhai-chan
menepuk pundakku, wajahnya sekitar 10cm di depanku. Dia terlalu dekat.
“Kamu terlalu banyak
memikirkannya, tahu? Kenapa kamu malah melamun di depan kouhai yang imut
begini?”
“Ya ya. Imut,
sangat imut.”
“Aku tidak berbicara
tentang itu.”
Baiklah, ayo kita
coba pada pilihan pertamaku.
“Apa Bahasa Jepang?”
“Aku tidak suka
menghafal kanji atau idiom-idiom itu, tapi aku suka membaca
pemahaman. Bingo!”
Dia menambahkan.
“Ngomong-ngomong, ini
juga『 pertanyaan hari ini 』untuk senpai ...”
Yah, aku yakin dia sudah
tahu jawabannya, jadi ayo kita katakan saja.
“Apa pelajaran favorit
Senpai?”
Sudah diputuskan.
“Bahasa Jepang.”
“Oke.”
* Sudut Pandang si Kouhai *
“Tapi tak disangka, Senpai
benar-benar tahu apa pelajaran favoritku.”
Ketika aku mengatakan
itu saat turun dari kereta, Senpai bertindak sedikit bangga dan berkata.
“Menurutmu, sudah
berapa bulan aku melihatmu?”
Tapi Ia tidak
langsung menjawabku. Yah, tidak apa-apa.
“Baru tiga bulan, ‘kan? Dasar
Senpai bodoh.”
Meski waktu yang kami
habiskan cuma sebentar, kami sudah membicarakan banyak hal.
Saat aku mengatakan
itu dengan nada bercanda, Senpai membalas balik dengan sesuatu yang konyol.
“Karena aku bilang “melihat”,
sudah sembilan bulan, ‘kan? Dasar Kouhai yang jahil.”
“Ap ...”
Aku berharap dia
tidak melihatku membuka dan menutup mulut karena terlalu terkejut.
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor (93)
Pelajaran favoritnya
tampaknya Bahasa Jepang.
Mantap min, lanjut..
BalasHapus