#Sudut Pandang si Senpai#
Setelah menutup
telepon dengan Kouhai-chan.
Keteganganku agak
naik, dan aku akhirnya bermain game sepanjang hari. Aku pikir itu karena
ujian akhir sudah selesai. Aku tidak begitu tahu.
Aku menghabiskan makan
malam dan pergi mandi, ketika aku perhatikan bahwa tanggalnya akan berubah.
Meski sudah lama
sekali sejak aku bisa santai begini, aku mungkin sudah terlalu banyak
membenamkan diri. Yah, karena besok juga libur, jadi tidak
apa-apa. Tidak baik untuk terlalu banyak menghancurkan ritme hidupku, jadi
aku akan tidur sekarang.
Ketika aku bersiap-siap
untuk tidur, waktunya sudah tengah malam. Aku menyelinap ke dalam selimut,
dan merasakan tubuhku menghangat bahkan jika kakiku masih kedinginan, sampai
telepon di sisi kasurku berdering.
Nada deringnya
sedikit berbeda dari yang selalu aku dengar. Anak itu ... tidak, gadis
itu? Kesampingkan hal itu, mengapa dia menelepon malam-malam begini?
“Selamat malam.”
Pada saat aku
menjawab panggilan dan meletakkan layar ke telingaku, aku langsung mengatakan
itu segera.
“Senpai, selamat malam
... eh, itu kejam !!”
“Tidak, aku sudah mau
tidur. Jadi, selamat malam.”
Bahkan, aku merasa
sedikit mengantuk. Ngomong-ngomong, mataku buram setelah terlalu banyak
bermain game.
Jadi aku mengatakan
itu, dan menutup telepon.
* Sudut Pandang si Kouhai *
Aku menunggu sampai
tanggalnya berganti, dan aku menelepon Senpai.
Ia langsung menutup
teleponnya. Ahaha ...
Suara panggilan
terputus terdengar dari smartphone yang aku pegang.
Aku terpana sejenak.
Ketika aku
perhatikan, smartphone-ku bordering lagi. Itu adalah nada dering panggilan
LINE. Di layar, tertulis “Senpai”.
“Aku sangat
membencimu.”
Alasan mengapa aku
menggumamkan sesuatu yang aneh pasti karena salah Senpai. Aku yakin akan
hal itu.
“Hmm? Aku tidak
bisa mendengar dengan jelas.”
“Bukan apa-apa.”
“O-oh…”
Sepertinya Ia tidak
mendengarnya.
“Lalu ada apa? Kenapa kau
meneleponku malam-malam begini?”
“Sebelum itu, boleh aku
bertanya sesuatu?”
Aku harus mengajukan
pertanyaan sebelum menggunakan “pertanyaan hari ini”.
“Kenapa kamu tiba-tiba
menutup telepon? Meski aku meneleponmu terlebih dahulu.”
“Eh? Ah, yah.”
Senpai terdengar
sedikit terkejut, dan menjawab dengan ini.
“Aku sudah pernah
bilang sebelumnya, tapi panggilan telepon akan membebani tagihan telepon, kan?”
Jadi itu sebabnya Ia
beralih dengan LINE, ya.
Tapi, Senpai.
“Um, Senpai, aku
menggunakan Kake Houdai, loh.” (TN : Salah satu jenis
service dari Docomo, yang mana bisa menelpon gratis)
“Eh.”
“Itu sebabnya, aku
tidak keberatan untuk memanggil nomor teleponmu, tahu?”
“Aku tidak pernah tahu
itu.”
“Ya, aku tidak pernah
mengatakannya sama sekali.”
“Jangan minta aku
menjadi esper ...”
“Itu sebabnya, aku
bisa menelepon Senpai sesuka hatiku ♪”
“Kau tidak perlu
melakukan itu.”
“Ehhh…”
Tiba-tiba aku
menyadari kalau aku sedang mengembungkan pipiku.
“Aku akan meneleponmu
bila ada waktu luang, jadi tolong jangan meneleponku terlalu banyak.”
“Ya ya.”
#Sudut Pandang si Senpai#
“Lalu, kenapa kau
meneleponku di tengah malam?”
Meski aku
meneleponnya balik di LINE, itu tidak benar-benar ada artinya.
“Tidak, aku tidak
punya sesuatu untuk dikatakan.”
“Lalu mengapa kau
meneleponku segala?”
Rasanya baru,
mendengarkan suara Kouhai-chan sambil menggulung selimutku sebelum tidur.
“Itu bohong. Aku ingin mengatakan
sesuatu.”
“Hoo.”
“Uhm. Apa kamu
ingin keluar dan bermain besok, Senpai? Ah, maksudnya hari ini.”
Awalnya dia menarikku
dengan paksa, tapi setelah kami cukup akrab, dia mengajakku sambil
mempertimbangkan perasaanku. Rasanya agak aneh sampai-sampai aku tidak
bisa menahan tawa.
Tidak, mungkin karena
aku bersikap lebih lembut padanya. Jika dia mengundangku seperti ini tiga
bulan lalu, aku yakin akan menolaknya dengan alasan bermain game atau belajar.
“…? Apa yang
terjadi, senpai?”
“Tidak, bukan
apa-apa. Ayo saja. Ke mana kau mau pergi?”
“Aku belum memikirkan
hal itu.”
“Oi.”
Orang yang mengajak
adalah orang yang sudah memikirkan tentang tempat ke mana harus pergi, bukan?
Yah, mungkin dia
dengan santai merasa ingin keluar bermain.
Dalam hal ini, aku
harus mengandalkan rangsangan acak. Ayo selidiki apa yang terjadi hari
ini, 17 Desember.
“Tapi kita ingin keluar
dan bermain, ya. Hmm ...”
Aku berselancar di
dunia maya dan memuat halaman web sementara tidak ada tanggapan dari
Kouhai-chan. Ayo lihat.
“Yah, sepertinya hari
ini adalah Hari Pesawat. Wright bersaudara menerbangkan pesawat untuk pertama
kalinya pada tanggal ini.”
“Bagaimana dengan itu?”
Entah bagaimana, aku
merasa suaranya bergetar.
“Aku hanya berpikir
bahwa itu bisa menjadi ide bagus.”
Pesawat udara ... Bandara
... Uhm ...
“Ah,
senpai. Boleh aku mengajukan 『pertanyaan hari ini』?”
“Apa?”
“Senpai, apa kamu
pernah naik pesawat sebelumnya?”
Sudah lama sejak dia
mengajukan pertanyaan yang hanya bisa aku jawab dengan ya atau tidak
“Tidak, aku tidak
pernah.”
Bahkan jika aku harus
pergi jauh, hanya sekitar kisaran yang bisa aku jangkau dengan Shinkansen.
“Bagaimana dengan
Kouhai-chan, apa kau pernah naik pesawat terbang? itu『 Pertanyaan hari ini 』.”
“Kadang-kadang, saat aku
pergi menemui Onii-chan.”
Omong-omong, dia pernah
bilang kalau kakaknya ada di universitas lokal, ‘kan?
Ketika aku mendengar
suaranya yang sedikit mengantuk berkata “Onii-chan”, jantungku berdebar sesaat. Aku menyembunyikan
kegelisahanku, dan melanjutkan.
“Pesawat terbang, ya
... Bagaimana kalau kita pergi ke bandara?”
“Hah? Apa kita bisa mendapatkan
tiket pada saat seperti ini?”
Kamu ini ngomong apa sih, Senpai? Aku bisa
mendengar nada suaranya menyiratkan itu.
“Tidak, aku tahu itu. Jika
kita naik pesawat terbang, kita takkan bisa pergi ke sekolah pada hari Senin,
kan?”
“Ah, itu?”
“Dan juga, tentu saja aku
tidak punya cukup uang untuk membeli tiket.”
“Yah, itu benar.”
“Apa? Apa kau saking
ingin pergi dan bepergian denganku?”
Aku tidak
menyadarinya, tapi nadaku entah bagaimana nada suaraku menjadi lebih tinggi.
“... Bukannya aku
tidak mau pergi.”
Kouhai-chan juga
terdengar malu, jadi aku menang karena aku berhasil membuatnya malu.
* Sudut Pandang si Kouhai *
“Bandara ... Hee, ada
tur wisata hanggar tahu.”
Setelah berbicara
tentang pesawat terbang, Senpai mulai menyelidiki bandara.
“Tapi ini populer ...
Mari kita periksa dulu.”
“Tur wisata?”
“Kita bisa pergi untuk
melihat pesawat yang sedang dalam perawatan.”
Kedengarannya seperti
apa yang akan disukai anak cowok.
“Oh? Ha? Ah, uhm…”
Senpai bersuara aneh,
lalu aku mendengar suara kamera berguling, dengan gambar dikirim ke LINE-ku.
“17 Desember, Minggu,
14:30 ~. Hanya ada dua tiket yang tersisa.”
“Berarti kita pergi ke
sini, ya.”
“Yup.”
Beberapa menit
setelah itu aku mendengar suara mengetik.
“Oke... Kalau begitu,
ayo kita bertemu besok di Bandara Haneda.”
“Uhm, Senpai.”
“Hm?”
“Ayo makan siang
bareng.”
#Sudut Pandang si Senpai#
Hari pun berlalu, dan
sekarang hari berikutnya.
Setelah kami bertemu
dan makan siang, kami pergi ke hangar pemeliharaan bersama. Sepertinya
daerah ini adalah tempat mereka memelihara sesuatu.
Sebelum turun ke
hanggar, mereka pertama-tama memandu kami ke area pameran. Rasanya seperti
museum, dengan seragam untuk pramugari dan model-model pesawat terbang dari
model lama dipamerkan.
Bagian tengah di sini
tampaknya merupakan bagian pencobaan seragam. Kita bisa mengenakan seragam
pramugari dan pilot, seperti cosplay saja, tapi kita bisa memakainya dan
mengambil foto kenag-kenangan.
“Senpai~”
Kouhai-chan berbalik,
menahannya dengan Velcro.
“Apa aku imut?”
Itu terlihat seperti
seragam sekolah biasa, cuma syal merah saja yang membuatnya terlihat sedikit
berbeda. Dia juga mengikat rambutnya dengan cepat, menatapku dengan mata
menengadah. Sungguh tidak adil.
“Ya ya. Kau imut,
sangat imut.”
“Senpai juga keren,
kok ~”
Aku hanya mengenakan
seragam pilot dan mengenakan topi.
Jangan katakan itu
dalam jarak dekat, karena aku akan merasa malu.
* Sudut Pandang si Kouhai *
Kami melihat
bagaimana sebuah pesawat terbang, perusahaan, berbagai cerita, dan pameran.
Pada akhirnya, hal
yang paling menarik adalah menggoda senpai.
Sepertinya kita
akhirnya menuju ke hanggar setelah meninggalkan ruang pameran. Ketika kami
mengeluarkan helm kami dan melewati pintu ganda, ada ruang dengan langit-langit
yang sangat tinggi. Lantainya terbuat dari beton, dan skalanya berkali-kali
lebih besar dari gedung olahraga sekolah.
“Luas sekali ... Atau
lebih tepatnya, itu besar ...”
Mata senpai yang
berdiri di sebelahku terlihat berbinar-binar. Lagipula Ia cowok ~
Ada beberapa pesawat
di hanggar, yang tersebar, dan mekanik yang sedang bekerja.
“Wahh, luar
biasa. Ada banyak mesin, ya?”
Melihat bagaimana Senpai
puas, aku juga merasa agak puas.
Jadi senpai juga bisa
bersemangat tentang hal lain selain buku, ya.
Ketika kami membuka
pintu di sisi landasan hanggar, aku bisa melihat pesawat lepas landas dan
mendarat di langit matahari terbenam.
“Jika anda mau,
bagaimana dengan mengambil foto kenang-kenangan pada saat yang sama ketika
pesawat lepas landas?”
Tepat saat matahari terbenam, jadi
pasti akan terlihat cantik, kata pemandu.
“Senpai, ayo kita ambil
foto?”
Kami berdua berdiri
di hanggar, mengalihkan pandangan ke arah lensa smartphone yang dipegang oleh
pemandu.
“Ah, pesawatnya lepas
landas! Oke, cheese!”
Rasanya sedikit
menarik ketika aku menunjukkan Senpai foto yang kami ambil, Ia lalu berkomentar,
“Kami berdua tampak
seperti bersenang-senang.”
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor (92)
Sepertinya Ia belum
pernah naik pesawat sebelumnya.