Chapter 3 - Koutaro-kun dan Reina-san
Keesokan harinya.
Setelah menyantap sarapan yang
lezat, kami mulai membersihkan tempat-tempat yang belum kami bersihkan kemarin.
Kami memutuskan untuk menangani
sejumlah besar kantong sampah di ruang tamu, dan kemudian membagi pekerjaan di
antara kami berdua.
Pada awalnya, aku pensaran
mengapa kaleng semprotan dan semacamnya masuk dengan kaleng lain, tetapi
setelah Sensei menjelaskannya padaku, dan aku mengerti, dan mulai memilah
sampah.
Ketika aku memikirkannya lagi, aku
menyadari bahwa Sensei sangat mahir dalam menjelaskan sesuatu.
Aku selalu merasakan atmosfir
berbahaya di sekitarnya saat menyimak pelajarannya di kelas, tapi ketika dia
menjelaskan proses kepadaku sekarang, aku merasakan atmosfir yang imut darinya,
dan kegugupanku jadi hilang.
“Baiklah, ini yang terakhir.”
Jadi, kami selesai
memilah-milah kantong sampah, dan kemudian mengikatnya rapat-rapat agar baunya
tidak tersebar.
Untuk memastikan kantong sampah
tidak menghalangi kegiatan beres-beres, kami memindahkannya ke gudang kebun.
“Itu berjalan cukup baik! Kamu
cukup pandai membersihkan, bukan?”
“Eh, aku?”
Itu adalah pertama kalinya aku
mendengar Sensei mengatakan sesuatu seperti itu.
“Mungkin
aku harus bekerja untuk bisnis pembersihan rumah di masa depan ...”,
pikirku dalam hati. Sensei lalu mengangguk padaku dan berkata,
“Ya. Itu sebabnya kamu harus
mengganti pola pikir supaya kamarmu tetap bersih. Paling tidak, gunakan vakum cleaner setiap 3 hari sekali.
Oke?”
“Y— Ya!”
Aku menganggukkan kepalaku, dan
Sensei mengangguk puas.
Dan kemudian, sesuatu muncul di
pikiran Sensei.
“Betul. Kenapa kita tidak
mempraktikkannya langsung?”
“Eh?”
Sehabis mengatakan itu, dia
pergi ke atas, sambil membawa penyedot debu di tangan, dan berhenti di depan
pintu kamarku.
Apa ... Apa dia akan ... !?
“Jadi, kamarmu perlu
dibersihkan. Kapan terakhir kali kamu membersihkannya?”
“Eh, itu ...”
“Aku bertanya kapan terakhir
kali kamu membersihkannya. Cepat jawab.”
“Um, mungkin lebih dari setahun
yang lalu ...”
Saat aku dengan gugup menjawab,
Sensei menjawab dengan “Begitu ya.”
—brak.
“Tunggu!? Sensei !?”
Sebelum aku menyadarinya,
Sensei sudah membuka pintu kamarku dan menerobos masuk.
Jangan panik, Shirase Koutarou
!!
Seharusnya tidak ada apa-apa di
ruangan ini yang tidak boleh dilihatnya. Puisi-puisi yang aku tulis saat masih
muda, dan apa pun yang berhubungan dengan sejarah kelamku seharusnya sudah
kubuang.
In—Ini akan baik-baik saja ...
Ini akan baik-baik saja ...
“Di sini sangat berdebu. Bagaimana
kalau kita membuka jendelanya?”
“Ah, tentu saja ...”
Sensei mengatakan itu, lalu aku
membuka jendela.
Angin sepoi-sepoi menyebar ke
seluruh ruangan. Sensei memberiku pel dan berkata:
“Baiklah, Shirase-kun, kamu
mulai membersihkan debu, dan aku akan menjemur kasur.”
“Me—Mengerti.”
“Dan, aku ingin kamu melihat
bagaimana aku menggunakan penyedot debu. Lalu, kamu bisa menggunakannya
sendiri, oke?”
“Y— Ya, Kau benar.”
Sensei terus menjelaskan dengan
penuh ketegasan, sementara yang bisa aku lakukan hanyalah menganggukkan
kepalaku.
Aku, cowok yang cukup umur
untuk menikah, jadi aku tidak ingin diejek karena tidak tahu cara membersihkan
kamar. Dia mengajariku dengan niat baik.
Aku pikir yang terbaik adalah
mengikuti arahannya.
“Kalau begitu kamu bisa
menggunakannya sendiri," kata Sensei sebelumnya. Aku pikir dia mungkin
mengerti perasaanku juga.
“Sekarang, ayo kita mulai
membersihkan.”
“Iya.”
Aku mengangguk, dan Sensei
mulai membawa kasur.
Dan aku melakukan apa yang
Sensei katakan sebelumnya, dan membersihkan area itu dengan menyeluruh.
“Uhuk uhuk…”
Tentu saja, ada banyak debu
yang menumpuk karena aku tidak membersihkan kamarku lebih dari setahun. Itu
membuat mataku berair.
Meski sangat kotor, aku bisa
tidur di kamar ini dengan baik.
Tapi Sensei benar, aku harus
sering membersihkan kamarku.
—Beberapa
menit kemudian.
“Bagaimana dengan ini? Kita berhasill
menyingkirkan banyak debu, bukan?”
Kata Sensei, setelah kasurku
sepenuhnya dijemur.
“Ya, kita mungkin belum
membersihkan sepenuhnya, tapi kita membersihkan sebagian besar debu yang ada.”
“Iya. Sekarang, kita akan
menggunakan penyedot debu. Setelah itu, kita akan membersihkan lantai dengan
pel. Jika kita tidak punya banyak waktu tersisa, kita dapat menggunakan sprei
basah sekali pakai untuk membersihkan lantai, tapi lebih baik untuk menghindari
menggunakan sprei sekali pakai, karena cara membersihkannya berbeda.”
“Baiklah, kalau begitu aku mau
mengisi air di ember dulu.”
Ketika aku mengatakan itu, aku
pergi ke kamar kecil untuk mengambil seember air.
“Ya, silakan lakukan.”
Ketika aku meninggalkan
ruangan, aku mendengar suara dengung penyedot debu.
Tidak sopan membuat orang
menunggu, jadi aku bergegas.
“Ah, aku mungkin harus membawa
deterjen juga. Aku pikir yang dia gunakan kemarin adalah ...”
Ketika aku tiba di kamar mandi,
aku mengisi ember dengan air, dan mengambil deterjen dari bawah wastafel.
Aku juga membawa kain pel, dan
kembali ke kamarku, tapi ...
“Hm?”
Aku melihat Sensei sedang duduk
di lantai, dengan punggung menghadap ke arahku.
Kapan dia berhenti menyedot
debu?
Mungkin dia masih lelah karena
kemarin ...? Saat aku mulai khawatir tentang Sensei, aku mencoba memanggilnya.
“Um, Sensei ...? Tunggu apa!?”
Dan kemudian, aku melihatnya.
Sensei, yang tidak bisa
berkata-kata, dengan erat memegangi majalah.
Itu adalah majalah yang penuh
dengan sekelompok wanita seksi. Tak perlu dikatakan lagi, itu adalah majalah
porno.
Oh ya, aku memang membeli ini
...
Tunggu, apa yang harus aku
lakukan tentang ini !?
Masalah utamanya ialah mengapa
Sensei memegangi majalah porno itu.
Aku bahkan mencoba untuk
menyamarkan majalah porno dengan sampul buku tahunan ...
“Uh, um !! Itu adalah sesuatu
yang temanku beritahu agar aku menyimpannya !!”
Jadi aku mencoba membela diri
...
Tidak, aku sudah mati. Aku akan
mati hari ini ...
Dan kemudian..
“Shirase-kun”
“Y— Ya !?”
Sensei tiba-tiba memanggil
namaku, dan aku tanpa sadar berteriak menjawabnya.
Aku gemetar ketakutan, menunggu
omelan yang Sensei akan berikan padaku. Namun, kata-kata yang keluar dari mulut
Sensei cukup tak terduga.
“Kamu tidak perlu berbohong.
Hal semacam ini normal untuk seusiamu, bukan? Apa yang membuatmu malu?”
“Eh ... Ah ... Ya ... Maaf ...”
Aku pikir dia akan lebih
mencemoohku, tapi aku kira dia adalah seorang guru.
Sensei sepertinya mengerti, dan
dadaku merasa lega.
“Tapi, apa ini?”
“Eh?”
Saat Sensei mengatakan itu, aku
melihat apa yang dia pegang di tangannya.
“Ajaran mesum guru berpayudara
besar Reiko”
“Hogeee !?”
Dia memegang majalah dengan
nama konyol. Aku tidak tahan lagi, namun pekikan yang terdengar seperti
tangisan kesakitan.
Judul, dan genre dengan
skenario terburuk. Gadis yang ada di sampul majalah itu lebih tua dariku, tapi itu
menyerupai skenario siswa x guru.
“Aku ingin kamu menjelaskan
yang ini dengan detail juga.”
— kaget.
“Pelajaran
mesum spesial Sensei berpayudara besar”
“Sensei
berdada besar sepulang sekolah”
“Aku
suka payudara Sensei!”
“KYAAAAAAAAAA !?”
Tolong hentikan! Aku meratap
pada diriku sendiri, tapi serangan Sensei tidak akan berakhir.
“Jadi, kenapa semua ini
berhubungan dengan guru berdada besar?”
“Jangan salah paham! Wanita-wanita
ini kebetulan saja semua guru, bukan karena aku memikirkanmu, Sensei!”
“Eh, benarkah? Lalu, “Ajaran mesum guru berpayudara besar Reiko” tidak
ada hubungannya denganku? Namanya hampir mirip denganku, Reina, bukan?”
“Yah, ya, tapi! Saat aku
membelinya, aku pikir itu hanya sedikit menyerupai Sensei ... tapi bukan itu
intinya, oke !?”
Aku bingung, dan secara tidak
sengaja mengungkapkan emosiku yang sebenarnya.
“!!”
Tapi semuanya sudah terlambat.
Sensei terlihat sudah muak, dan mulai cemberut.
Lalu…
“Jadi selama ini kamu memikirkan
aku !! Aku tidak bisa mempercayaimu !! ”
Sensei mengayunkan tangannya di
sekitar tempat itu, dan aku mencoba menenangkannya, tapi dia tidak mau
mendengarkan apa yang aku katakan. Dia jadi emosian.
“Itu jelas menarik perhatianmu,
jadi apa kamu tidak bisa menganggap ini lebih serius !? Jangan salah paham !!”
“Tapi itu apa boleh buat, oke
!? Aku tidak bisa mengubah apa yang aku sukai !!”
“Hah ... hah ... cukup ...
Pokoknya, kamu perlu dihukum.”
“Di—Di hukum ...?”
Apa yang akan dia lakukan padaku
...? Saat aku mengkhawatirkan itu, Sensei berkata dengan tegas.
“Tentu saja! Karena ... itu
akan membuatku jadi daya tarik seks buatmu. Itu akan memenuhi kepalamu, tahu? Dan
yang akan kamu lakukan hanyalah melihat payudaraku.”
“Ti—Tidak, itu bukan ... yah,
mungkin cuma sedikit ...”
“...”
Dan kemudian, dia tiba-tiba
dengan malu-malu menyembunyikan dadanya.
“Sensei, bukannya kau terlalu
mengkhawatirkan hal ini !?”
“Dia— Diam! Astaga, remaja
dalam masa pubertas memang yang terburuk ...”
Aku menjatuhkan pundakku, melihat
wajah Sensei yang berwarna merah cerah.
Sensei berdeham, dan
melanjutkan
“Pokoknya, aku akan membuatnya
agar kamu tidak melihatku sebagai target lagi. Sebenarnya, aku akan membuatnya
seperti pacar yang seusiamu.”
“Seorang pacar yang sebaya
denganku !?”
“Ya betul. Tolong tunggu
sebentar.”
Usai mengatakan itu, Sensei
turun ke bawah, mengambil kotak kardus dari ruang tamu, dan kemudian menuju ke
kamar mandi.
— sret
sret.
“Ini dia. Apa ini cocok
buatku?”
“Tidak, mungkin aku terlalu
besar untuk itu ...? Tidak, ini akan pas.”
“Rasanya agak ketat di bagian
dada. Apa boleh buat. Aku hanya perlu membuka kancing atas ...”
— sret
sret.
“Ara, ini mengejutkan ...
Sekarang aku terlihat seperti di masa remajaku ...”
“...”
Aku bisa mendengarnya ...
Sensei terus bergemerisik di
kamar mandi, dan dia akhirnya selesai mempersiapkan.
Dia membuka pintu, berkata,
“... Maaf sudah menunggu”.
“Tunggu!?”
Aku tidak bisa mempercayai
penglihatanku sendiri.
Itu adalah reaksi yang wajar—
— Seragam.
Ya, Sensei, yang terlihat malu-malu,
mengenakan seragam SMA.
Aku tidak tahu dari mana dia
mendapatkan seragam itu, tetapi blazer itu asli.
Dadanya menyembul keluar, dan
aku bisa melihat lembah belahan dadanya.
“Eh, apa yang sedang kau
pikirkan !?” Aku berpikir sendiri. Sensei menarik ujung roknya, dan berkata:
“Bagaimana penampilanku?”
“Eh ... ah ... itu cocok
untukmu! Sangat imut!”
Itu adalah perasaan tulusku.
Jujur, dia terlihat sangat
menarik.
“Benarakah? Terima kasih…”
Sialan! Dia imut sekali!
Apa yang sebenarnya terjadi !?
Ketika aku mencoba untuk
menekan kegembiraan yang meluap-luap dalam diriku, Sensei mulai gelisah, dan
berkata.
“Jadi, bagaimana ini? Aku pikir
aku akan mencoba berpura-pura menjadi pacar seusiamu ...”
“...”
Siapa saja, tolong beritahu apa
yang sedang terjadi di sini ...
Aku berusaha untuk tidak
memedulikan Sensei imutku ini, tapi akhirnya malah kepikiran terus…
“!!!”
Tapi kemudian aku menyadari
sesuatu.
Alasan mengapa Sensei berubah
menjadi cewek SMA yang imut ialah karena dia tidak puas dengan situasi
sebelumnya.
Dengan kata lain, dia ingin
terlihat seperti cewek SMA karena ingin mencoba berpura-pura menjadi pasanganku.
Aku sampai pada kesimpulan
bahwa Sensei ingin mencoba bermain Senpai
x Kouhai denganku.
Jadi, aku menyarankan beberapa
hal kepadanya.
“Permisi, Sensei. Aku tahu kau
hanya berpakaian seperti cewek SMA, tapi apa kau bisa berbicara seperti
layaknya cewek SMA juga? Ada gerakan akan menyenangkan juga. Bayangkan sebuah
situasi di mana kau menembak cowok.”
“Permintaanmu terlalu banyak.
Tapi aku akan melakukannya ...”
Sensei berdeham. Dia menatapku,
dan berkata.
“... Um, Shirase-kun. Aku
mencintaimu ... aku benar-benar mencintaimu ...”
“Guah !?”
Saat itu juga, hatiku seperti
kena sambaran petir.
Ini sih sudah instant kill.
“Eh, tunggu, Shirase-kun !?”
Sensei bergegas menghampiriku,
tapi damage hati yang kualami sangat
fatal. Aku menjatuhkan diri ke lantai, terengah-engah.
Ah, itu luar biasa ...
Rasa penasaranku yang bodoh
baru saja melahirkan raja iblis ...
Aku sedang memikirkan hal-hal
berbahaya tadi ....
“Shirase-kun !? Kuatkan
dirimu!! Apa ada yang salah!?”
Saat Sensei mengkhawatirkanku,
aku mendapatkan kembali kemampuanku untuk bernapas, dan menyatakan.
“Se—Sensei, ada sesuatu yang
perlu kita janjikan.”
“Apa? Janji apa?”
“Cosplay cewek SMA itu, tolong
hanya pakai di depan yang pria yang kau cintai.”
“Eh?”
“Dan pengakuan cinta tadi,
jangan pernah lakukan itu kepada orang lain ...”
“Apa maksudmu dengan itu? Cepat
jelaskan alasanmu”
“Ah, hanya saja ...”
“Cepat jelaskan! Aku berhak tahu!”
Nada suaranya kasar. Aku tidak
punya pilihan selain untuk mengatasi rasa maluku dan memberitahunya.
“…Karena.”
“Apa? Aku tidak bisa
mendengarmu. Katakan lagi.”
“... Karena Sensei ...”
“Aku tidak bisa mendengarmu !?
Katakan dengan jelas!”
Aku sudah tidak tahan lagi!
“Karena Sensei sangat imut sampai-sampai
bisa membuatku pingsan!”
“Ha—Hah !? Apa yang kamu
katakan? Aku? Imut? ... Jangan ngaco!”
Aku mengangkat suaraku untuk
argumen balasan Sensei, yang berwarna merah padam dengan suara bingung.
“Tidak, aku serius! Sensei
memang dari awal sudah cantik, jadi seragam SMA itu membuatmu lebih imut! Dan
melihat Sensei melakukan pengakuan cinta dengan wajah malu-malu seperti itu
membuatmu semakin imut! Sudah cukup untuk membuatku koma! Aku serius
menganggapmu sebagai bidadari!”
“Ap-Ap-Ap-Ap-Ap-Ap-Apa... !?”
Uap yang dipancarkan dari
kepala Sensei seperti emoji.
Aku mungkin sudah terlalu
berlebihan memberi tanggapan seperti itu. Sensei mulai pergi “U ... U ...”
“Uwah !? Shirase-kun no
bakaaaaaaaa !!”
“Eh, tunggu, Sensei !?”
Dia menutupi wajahnya dengan
kedua tangan, dan melarikan diri ke ruang bergaya Jepang.
Lalu.
“Hei, tunggu, Sensei !? Apa
yang sedang kamu lakukan? Sensei !?”
“Waaaaaaaaaah !!”
Kedengarannya seperti wajahnya
terkubur di bantal, dan menghentakkan kakinya ke kasur. Dia mungkin tidak akan
keluar untuk sementara waktu.
—
Bahkan setelah kecelakaan itu,
kami akhirnya selesai membersihkan seluruh ruangan pada sore hari.
Dan tentu saja, tidak ada lagi
kotak kardus yang dibuka.
Kami berdua mandi bergantian,
lalu makan siang.
Dan kemudian, Sensei
menyarankan sesuatu.
“Kita hampir membersihkan
semuanya, ini semua berkat menggunakan kain lap basah itu.”
“Ah, itu agak berantakan. Maaf
tentang semua ini.”
Selain itu, karena itu adalah
wadah deterjen yang sama dengan yang digunakan nenekku, kami menghabiskan
semuanya.
Aku benar-benar tidak terbiasa
bersih-bersih ...
“Tolong jangan khawatir tentang
itu. Deterjen diperlukan untuk tempat-tempat yang sulit dibersihkan. Ayo kita beli
persediaan yang baru. Juga, kemarin aku mendapat telepon dari ibuku, dia
menanyakan apa dia bisa mampir kemari untuk memastikan bahwa pindahannya
berjalan dengan baik. Kamu tidak keberatan ‘kan, Shirase-kun?”
“Ya, tidak apa-apa. Kita sudah
sejauh ini, jadi kita tidak boleh melakukan sesuatu yang mencurigakan supaya tidak
ketahuan.”
“Ya kamu benar. Lalu, bagaimana
kalau kita pergi berbelanja di supermarket dekat stasiun?”
“Baiklah.”
Setelah selesai makan siang,
kami bersiap untuk berjalan ke stasiun.
Tentu saja, Sensei tidak akan
pergi ke luar dengan kaos Daru-nya. Dia mengganti pakaiannya, mirip dengan
pakaian yang dia kenakan saat aku menabraknya saat di restoran keluarga.
Pakaian yang bagus, keren, dan menyegarkan.
Aku tidak tahu banyak tentang
fashion, tapi aku kira celana itu adalah termasuk fashion.
Dia juga mengenakan baju yang
memperlihatkan bahunya, dan aku hanya bisa melihatnya sebagai model.
“Orang-orang yang lewat akan
melihat seorang wanita seperti ini ..." itulah yang ada dalam pikiranku.
“Ayo, waktunya hampir habis,
jadi ayo pergi.”
“Eh, Sensei !?”
Sensei menarik tanganku.
Kami mengambil troli, pergi ke
supermarket yang menjual barang-barang lain, dan dengan ragu-ragu membeli
barang.
“Pertama-tama, kita perlu lebih
banyak deterjen. Jika kita bisa mendapatkan yang murah, itu bahkan lebih bagus.
Serta, ada produk-produk tertentu yang aku rekomendasikan. Bagaimana
menurutmu?”
“Kedengarannya bagus. Sensei
adalah ahli dalam pekerjaan rumah, jadi aku akan menerima rekomendasimu kapan
saja.”
Aku mengangguk, dan Sensei
terlihat sangat gembira.
“Terima kasih. Aku ingin
menggunakan produk yang aku kenal. Nah, ayo kita beli ini dan ini, lalu, ini
dan ini, dan akhirnya, ini dan ini. Ah, dan setidaknya 3 masing-masing.
Kedengarannya bagus?”
“Eh, ah ... tentu saja ...”
Hah?
Bukankah ada yang aneh dengan
ini?
“Ayo, jangan buang waktu. Ayo
terus lanjut.”
“Tunggu!?”
Aku mendorong troli, dan
mengikuti Sensei yang buru-buru.
“Fiuh ~”
Dan setelah Sensei selesai
membeli barang dengan kecepatan tinggi, aku duduk di bangku, dan melihat troli yang
sudah terisi.
Isinya ada peralatan dapur dan
sikat gigi; bahan yang pasti akan menipu orang tuanya.
Satu-satunya masalah adalah
kita harus membawa semua ini kembali ke rumah.
“Lakukan yang terbaik, diriku
...”
Aku menurunkan pundakku, dan
melihat cincin perak menyilaukan yang dikenakan Sensei di lehernya.
Itu adalah cincin pasangan yang
kami beli.
Aku tidak pernah berpikir akan
ada hari di mana aku benar-benar membeli cincin pasangan.
Dan untuk membuatnya tampak
seperti Sensei dan aku sebenarnya adalah sepasang kekasih, inisial “K & R”
diukir.
Jika kita ketahuan, maka
semuanya akan berakhir. Hal semacam ini diperlukan untuk membuat semua
rencananya berjalan lancar.
Aku tidak punya pilihan selain
pasrah dan menerima usulannya.
Untuk beberapa alasan, aku
merasakan kebahagiaan aneh, meski ini adalah cincin pasangan pertamaku.
Ketika kami mendapatkan ukiran,
Sensei berkata kepada pengrajin itu: “In— Inisial, tolong ...”. Dia mengatakannya
seolah-olah dia hampir pingsan. Aku pikir dia tidak harus memaksakan dirinya
sendiri jika dia merasa malu.
Yah, kurasa itu bagian imut
darinya.
Ngomong-ngomong, aku merasa
jika mengenakan kalung di sekolah akan membuat teman sekelasku curiga
terhadapku dan Sensei, karena Sensei dikenal sebagai guru galak bagi laki-laki.
Sensei terasa seperti seorang
ibu, tapi jika aku mengatakan itu padanya, aku mungkin akan menyebabkan
kesalahpahaman.
Tapi cincin pasangan, wow ...
Saat hatiku berseri-seri,
Sensei mengangkat sebuah kaleng dan berkata:
“Kerja bagus. Kamu mau kakao?”
“Ah, terima kasih.”
Sensei memberiku kakao dingin,
dan aku mengambilnya.
Sangat dingin dan lezat.
Seolah-olah glukosa ini
menyegarkan tubuhku yang lelah.
“Aku pikir kita sudah membeli
semua yang penting.”
“Anda benar. Haruskah kita
kembali ke rumah?”
Malam mulai menjelang dan di
luar mulai sedikit gelap.
“Tidak, masih ada sesuatu yang
ingin aku lakukan sebelum kita pulang.”
“Sesuatu yang ingin anda
lakukan?”
Aku memiringkan kepalaku dan
Sensei menjawab dengan anggukan “Ya”.
“Aku sudah memikirkan ini
sebentar, tapi apa kamu selalu memakai jenis pakaian yang sama?”
“Eh? Hmm….ya. Aku benar-benar
tidak tertarik dengan fashion, jadi aku hanya memakai apa pun yang bisa aku
pakai.”
“Itu tidak baik.”
“Eh? Aku kira itu kebiasaan
buruk, ya ...?”
Sensei memarahiku, mengatakan
bahwa itu jelas kebiasaan buruk.
“Ya, ini sangat buruk. Kamu
takkan populer dengan gadis-gadis dengan kebiasaan itu. Kamu tidak mau
mengahbiskan masa-masa SMA-mu dengan perasaan kesepian, bukan?”
“Ya—Yah, kurasa tidak ...”
“Kalau begitu, coba lebih
memperhatikan penampilanmu. Rawat pakaianmu, tata alismu, luruskan rambutmu,
dan ubah segala sesuatu tentang dirimu menjadi bersih, oke?”
“Ak—aku mengerti.”
—Bersih
...
Aku tahu semua pria populer di
sekolah sangat peduli dengan penampilan mereka, tapi aku tidak tahu persis
bagaimana rasanya menjadi seperti mereka.
Kurasa aku pernah bertanya pada
Aoi tentang itu, tapi yang dia katakan hanyalah: “Eh, kebersihan? Maksudmu yang
itu! Hygiene!”, Dan membuat pengulangan tak terbatas yang tidak berarti.
Kalau aku pikir-pikir lagi, apa
sebenarnya artinya bersih?…
Selain dengan Sensei, aku tidak
punya kesempatan untuk berbicara tentang kebersihan.
Aku pikir aku harus bertanya
padanya.
Lagipula aku belum pernah punya
pacar ...
“Lalu, menurut Sensei apa yang
harus aku lakukan?”
“Aku akan membantumu dengan
itu. Untungnya, tempat di sini menjual pakaian trendi. Aku akan membantumu
menemukan baju yang bagus.”
“Oke. Terima kasih banyak.”
“Ya, serahkan saja padaku.”
Dan kemudian, kami mulai
berjalan lagi.
“Ayo masuk ke toko ini.”
“Tentu.”
Dan toko yang Sensei pilih adalah
tempat yang sepertinya menjual banyak pakaian modis.
Ini adalah jenis toko yang takkan
pernah aku masuki sendiri.
“Selamat datang ~”
Meski aku tahu bahwa ini adalah
toko pakaian, karyawan itu tetap terlihat modis bagiku.
Aku tidak bisa terbiasa dengan
perasaan ini, jadi aku merasa gugup ...
“Oh ya, Shirase-kun akan
terlihat bagus dalam pakaian ini, bukan begitu?”
“Anda pikir begitu?”
Sensei mengambil kemeja putih,
dan membandingkannya dengan tubuhku.
Itu adalah baju berlengan, tapi
aku tidak terlalu yakin tentang itu, jadi kami pindah ke yang lain.
“Ini hanya pendapat pribadiku,
tapi aku pikir sederhana lebih baik ketimbang yang terlalu rumit.”
“Begitu
ya.”
“Itu sebabnya aku pikir celana
ini akan cocok dengan T-shirt ini. Dan, kemeja bisnis ini bersama dengan
Haori—“
“...”
Ketika aku melihat Sensei
memilih pakaian untukku seolah-olah kami adalah teman dekat, aku merasa sangat
bersyukur dari lubuk hatiku.
— Mungkin
situasi ini bisa disebut kencan.
Aku sudah pernah mengatakan ini
sebelumnya, tapi aku belum pernah punya pacar.
Oleh karena itu, aku belum
pernah merasakan apa itu kencan.
Tentu saja, aku pernah pergi
berbelanja dengan Aoi sebelumnya, tapi kali ini rasanya berbeda.
Terkadang, aku dan Aoi pergi
keluar untuk makan, dan mampir di game
center.
Ini sangat berbeda.
Meski dia guru wali kelasku,
kami sedang dalam menjalin hubungan di mana dia dapat dengan nyaman memilih
pakaian untukku dan mengenakan cincin pasangan.
Tidak peduli bagaimana kau
melihatnya, ini tampak seperti kencan. Aku jadi merasa gugup, dan jantungku
berdebar kencang.
Tak diragukan lagi mengenai hal
itu.
“Kencan dengan Sensei ...”,
pikirku.
“Kenapa kamu nyengir-nyengir
terus? Kendalikan dirimu.”
“Ah, um ... Aku hanya berpikir,
ini seperti kencan ...”
“Apa!? Apa yang kamu katakan!?
Kencan? ... Jangan bodoh, fokuslah pada pakaian.”
“Y— Ya, maaf ...”
Ada suasana canggung di sekitar
kami setelah itu, dan pipi Sensei terlihat berwarna memerah. Kami saling mengalihkan
pandangan, dan agak sulit untuk berbicara ...
Lebih baik aku mengganti topik pembicaraan,
dan juga bergegas memilih pakaian ini.
“Selamat datang! Es krim dengan
diskon 50% hari ini!”
““Eh?””
Suara yang kukenal tiba-tiba
terdengar dari suatu tempat, dan itu datang dari arah depanku.
“Geh !?”
Itu berasal dari orang yang
bekerja sambilan.
Gadis itu tersenyum lebar dan mengenakan
seragam toko es krim.
Dan, kami hanya berjarak 5
meter dari dirinya.
“Ke—Kenapa Gunjou-san bisa ada
di sini !?”
Sepertinya Sensei menyadari
keberadaan Aoi juga.
Dia berbalik cepat, dengan
wajah pucat.
“Ngomong-ngomong, kurasa aku
ingat dia pernah mengatakan kalau dia bekerja di toko es krim pada hari Minggu
...”
“Eh, benarkah?”
“Ya, tapi aku tidak pernah
menyangka dia ada di sini ...”
Lalu…
“Berapa diskon es krimnya? 50%!
... Hm?”
“Ah, sial !?”
“!?”
Sesaat, rasanya seperti Aoi
melihat kami, dan kami mulai panik.
Sensei meraih lenganku,
berkata, “Lewat sini!”, Dan mulai
menyeretku.
“Sensei !?”
“Ayo pergi! Kita nanti bisa
ketahuan!”
-
Sak Sak Sak
“Hah? Aku merasa melihat
Koutaro ... Koutaro? Apa kamu disini?”
Ketika Aoi mulai memanggilku,
dia mulai mendekat.
Tapi sepertinya dia tidak bisa
melacak kemana kita pergi.
Yang bisa aku pikirkan adalah
kenapa malah jadi seperti ini.
(Hya
!? Shi—Shirase-kun, kamu pikir dimana kamu menyentuhku !?)
(Ah,
maafkan aku! Tapi mendapatkan posisi yang nyaman itu sulit ...)
Kami bersembunyi di ruang ganti
yang diperuntukkan bagi satu orang, yang mana artinya kami saling berdempetan
satu sama lain.
Meski Sensei menggunakan sampo
yang sama denganku, hal itu tetap saja membuatku malu dengan aroma wanginya.
Namun, hal yang paling
bermasalah adalah seluruh situasi ini.
Sedikit langkah salah, bisa
menyebabkan Sensei banyak masalah. Ditambah lagi, Aoi mungkin akan menemukan
kita.
Jadi, untuk bergerak sesedikit
mungkin, aku mencoba mempertahankan posisi ini.
(Se—Sensei,
aku akan bergerak sedikit ...)
(Jangan
ngaco. Ruangan ini sangat sempit jadi ... Hya !?)
-
Remas
(Mogoh
!?)
Aku mengerti apa yang terjadi,
dan Sensei mulai panic.
(Aku
mohon, tolong jangan bergerak lagi ...)
(Meski
anda mengatakan itu, saya harus bergerak ...)
Sensei memegangi kepalaku di
tempat, dan kami harus memastikan bahwa kami berdua tidak akan bergerak
sedikitpun.
“Hm, kurasa itu cuma
imajinasiku ... Aku pikir aku melihat Koutaro ...”
“Selamat datang, apa yang anda
cari ~?”
“Ah, permisi. Aku pikir aku
melihat seorang cowok yang terlihat populer di sekitar sini, usianya sebaya
denganku. Apa anda melihatnya?”
Oi, siapa yang kau panggil
cowok terlihat populer?
“Cowok yang terlihat populer?
Hm, biar aku ingat apa aku melihatnya? Ada 2 orang yang terlihat seperti
pasangan barusan ...”
“Ah, bararti itu cuma imajinasiku.
Maaf.”
“Tidak masalah ~”
“Aneh sekali ...” kata karyawan
itu. Kami mendengar langkah kakinya semakin jauh, dan akhirnya kami bisa lega.
““... Hah””
Pokoknya, kami senang kalau ini
sudah berakhir.
“Um, anda bisa melepaskan
kepala saya sekarang ...”
“Y— Ya, kamu benar. Maaf.”
Kami berdua merasa canggung,
dan menjaga jarak.
Setelah itu, kami merasa cemas
apa Aoi masih ada di sekitar kami, jadi kami bergegas dan membeli barang-barang
kami, pulang ke rumah, dan membawa barang-barang lainnya ke ruang tamu.
Dan kemudian, Sensei
memberitahuku bahwa dia akan keluar lagi untuk membeli bahan untuk makan malam.
Aku menyarankan sesuatu padanya.
Aku menyarankan untuk membuat
pesta penyambutan Sensei.
Dia telah melakukan banyak hal
untukku, dan kami telah melalui banyak hal, jadi aku pikir akan lebih bagus
bila kita bisa rukun.
Tentu saja, kami ingin hubungan
ini tetap di antara batas bagaimana seharusnya hubungan siswa dan guru. Dia
menjawab saranku dengan: “Jika Shirase-kun tidak keberatan...”, dan menerimanya.
Setelah itu, aku juga pergi
membantunya membeli bahan makan malam.
—Drsss.
““...””
Hujan pun turun di luar.
Meski sebelumnya terlihat cerah,
aku tidak percaya hujan akan turun setelah membeli barang-barang dari
supermarket.
“Kuh, aku salah perhitungan. Aku
tidak percaya bahwa hujan akan turun...”
“Ya ... Sekarang bagaimana?
Hujan ini merepotkan, bukan?”
“Ya. Padahal tadi masih cerah.
Mungkin jika kita menunggu sebentar, itu akan berhenti—”
Pada saat aku masih berbicara,
Sensei menatapku dan berteriak.
“Gawat! Jemuran baju masih ada
di luar!”
“Geh !? Masa!!”
“Kita harus cepat dan kembali
ke rumah! Ayo lari!”
“Uohh !?”
Setelah Sensei mengatakan itu,
kami mencoba bergegas kembali ke rumah.
Gah, tanahnya basah.
“Aduh…”
“!”
Aku bertanya-tanya apakah kaki Sensei
terkilir, karena dia mendadak berhenti berlari.
“Apa anda baik-baik saja?”
“Ya aku baik-baik saja. Aku
hanya berlari terlalu berlebihan, jadi jangan khawatirkan aku. Kamu pulanglah
dulu tanpa aku.”
“Tidak, aku tidak bisa melakukan
itu. Um ... Ah, ayo kita ke sana dulu sekarang. Tolong pegang bahuku.”
“Oh terima kasih.”
Sensei mengangguk, lalu meraih
ke pundakku, dan aku membawanya di bawah atap sebuah toko.
Sekarang Sensei tidak lagi
basah. Aku meletakkan semua yang aku bawa ke samping.
“Tolong tunggu sebentar. Aku
akan membeli payung.”
“Tapi jemurannya jadi basah
...”
“Kita bisa mencucinya lagi
nanti. Saat ini, aku lebih mengkhawatirkan kaki Sensei.”
Aku tersenyum pada Sensei, dan
pipinya menggembung seolah-olah dia merasa malu, dan berkata:
“…Begitu ya. Terima kasih.”
“Tidak, jangan khawatir tentang
itu. Baiklah, aku akan pergi sekarang.”
*****
“Baiklah, kita sudah tiba”
“Terima kasih, kamu benar-benar
menyelamatkanku tadi.”
“Itu bukan masalah besar.”
Setelah aku membeli payung dari
toko terdekat, kami entah bagaimana bisa sampai di rumah, meletakkan tas
belanjaan, dan mendesah lega.
“Ngomong-ngomong, apa kaki anda
baik-baik saja?”
“Ya terima kasih. Aku pikir
jika aku mendinginkannya pakai es, itu akan sembuh besok.”
“Syukurlah. Kalau begitu, aku
akan mengambil jemuran, jadi Sensei, tolong istirahatlah dulu.”
“Terima kasih, Shirase-kun.
Kamu benar-benar baik.”
“Ahaha, tidak juga, tapi terima
kasih.”
Setelah tertawa malu-malu, aku
mengambil tas belanjaan, lalu membawanya ke ruang tamu, dan mengambil jemuran
dari kebun dengan cepat.
Jemurannya memang dalam kondisi
buruk, tapi kurasa tidak apa-apa karena Sensei pada akhirnya baik-baik saja.
“Selesai.”
Aku mengeringkan semua cucian
dan membawanya ke ruang tamu. Aku mengunci pintu geser, dan menutup gorden.
“Kerja bagus. Aku memanaskan
kembali air mandi, jadi untuk memastikan supaya tidak masuk angin, jadi
mandilah dulu.”
“Te—Terima kasih.”
Aku sangat berterima kasih, tapi
aku pikir itu agak memalukan.
Karena Sensei juga basah kuyup.
“Tapi, dengan alasan itu,
Sensei juga harus masuk ke kamar mandi. Biar aku yang menyiapkan makan malam.”
“Boleh nih? Aku tidak
keberatan, tapi aku merasa tidak enakan karena membiarkan Shirase-kun
memanjakanku seperti itu ...”
“Jangan khawatir tentang itu.”
“Oke. Maaf, tapi aku akan masuk
kamar mandi duluan.”
Ketika dia mengatakan itu, dia
mulai melepas mantelnya.
“!?”
Hujan membuat tanda lebih besar
dari yang aku kira.
Aku bisa melihat kulitnya melalui
kamisol.
Tidak bagus, tidak bagus.
Ini tidak baik untuk dilihat
oleh remaja di masa pubertas seperti diriku.
Itu tidak baik untuk hatiku.
Bertahanlah, aku ...
Ketika hatiku sedang menderita,
aku mendapatkan kembali kemampuan bernapas, dan aku melihat-lihat isi kantong
itu.
“Ya ampun, aku tidak berpikir
aku akan basah kuyup sampai ke celana dalamku. Astaga…”
“...”
Sedikit saja tidak apa-apa, kan
...?
Godaan manis mendapatkan yang
terbaik dari diriku, dan supaya Sensei tidak memperhatikanku, aku bergerak
sesedikit mungkin, dan melirik ke dalam.
Tapi…
“...”
“...”
Dan entah bagaimana, pandangan mata
kami bertemu.
Sensei, yang terdiam dan tanpa
ekspresi, melihat ke arahku selama beberapa detik.
Aku mengalami kesulitan menahan
diri, dan mengalihkan pandanganku.
“Permisi…”
“Iya.”
*****
Kemudian, aku memasuki kamar mandi,
dan membersihkan keringatku.
Banyak hal terjadi hari ini,
dan aku kelaparan.
“Maaf sudah menunggu. Nah, ayo
kita makan.”
“Iya. Sekarang, kita akan
merayakan Sensei yang tinggal bersamaku mulai hari ini ... sebenarnya, aku
bahkan tidak tahu apakah ini pantas. Ngomong-ngomong, ini semacam perayaan.”
“Ya terima kasih.”
Kami mendentingkan gelas kami,
dan memulai pesta penyambutan Sensei.
Menu hari ini adalah sushi dengan
hors d'oeuvre, dan kue setelah makan.
Tentu saja, ada juga sayuran
acar Sensei yang disiapkan.
Dan agar dia bisa menikmati
dirinya sendiri sepenuhnya, ada juga sake yang dia sukai.
“Oh, lauk ini cukup enak juga.”
“Ara, benar. Aku bisa
membuatnya dengan cukup baik baru-baru ini. Semua makanan yang direbus ini juga
cukup lezat.”
“Memang. Ini sangat lezat.”
Hors
d'oeuvre bukan baru dibuat, tetapi masih enak karena dipanaskan
kembali. Kami berdua sepakat bahwa semua makanan enak.
Saat sedang menikmati makanan,
Sensei teringat sesuatu dan tiba-tiba berkata.
“Oh iya. Kenapa kita tidak
membuat beberapa aturan sekarang karena kita hidup bersama?”
“Aturan?”
Itulah yang dia katakan, dan
kemudian aku pikir dia akan menyarankan bagaimana kita tidak boleh memasuki
kamar tanpa izin, tapi,
“Ya itu betul. Misalnya,
"Kita harus selalu makan bersama", dan sejenisnya.”
“Ah, kedengarannya bagus. Mirip
seperti pengantin baru.”
“!?”
Aku tidak tahu apa yang sudah
aku katakan.
“Uhuk! Uhuk ... Apa yang
barusan kamu katakan !?”
Sensei sangat khawatir sampai-sampai
dia tersedak makanannya.
“Maaf. Aku hanya mengatakan apa
yang terlintas di pikiranku ... Apa kau baik-baik saja?”
“Iya. Aku baik-baik saja.
Astaga, jangan katakan hal seperti itu.”
Kata Sensei, yang menyeka
mulutnya dengan wajah merah.
Kurasa hal itu benar-benar
memalukan baginya ...
Tapi kami sudah melakukan
banyak hal memalukan ...
Aku ini ngomong apa sih ...
“Po—Pokoknya, ayo kita kembali
ke topik yang kita bicarakan tadi. Yang jelas, kita tidak boleh memasuki kamar
tanpa izin, dan kamu harus mengetuk pintu dulu sebelum memasuki kamar ganti dan
kamar mandi, mengerti?”
“Oke. Ya, itu cukup jelas.”
Aku mengangguk, tapi kemudian
...
“...”
— Jii.
“Apa ada yang salah?”
Sensei memelototiku, membuatku
khawatir.
Aku tahu bahwa apa yang dia
katakan jelas, tapi kurasa dia tidak percaya kepadaku.
“Tidak, hanya saja kamu tidak
mengetuk kemarin dan kamu masuk ke dalam kamarku seenaknya, jadi aku hanya
berpikir.”
“Geh !?”
Dia benar, itu memang terjadi.
“Tapi itu sebelum kita mulai
hidup bersama secara resmi. Saat itu kita sedang membersihkan rumah ...”
“Omong kosong. Sejak aku tiba
di rumah ini, aku sudah menganggapnya tinggal bersamamu. Kamu secara resmi
bersalah.”
“Bersalah !?”
“Iya. Sebagai hukuman, Kamu
akan mencuci piring denganku setelah ini.”
“Eek !?”
Itu sangat kejam ... tunggu,
kalau cuma mencuci piring, kurasa tidak masalah.
“Jadi, kamu harus mengetuk dulu,
oke? Dan kemudian kita juga akan menggunakan sapaan, oke?”
“Ya. Hal-hal seperti “Selamat pagi” atau “Selamat malam”, “Itadakimasu” atau “Terima kasih atas makanannya”, serta “Aku pergi” dan “Aku pulang”.
Kita harus memastikan untuk mengatakan itu.”
“Betul. Seperti yang kamu
katakan. Tetapi kita juga harus memikirkan lingkungan sekeliling kita. Aku
pikir mungkin kita harus meninggalkan rumah pada saat bersamaan, tapi jika
seseorang melihat kita, itu akan menjadi berita buruk.”
“Kau benar…”
Aku tidak ingin peristiwa yang
terjadi pada siang hari terulang kembali.
“Aku tidak pernah menyangka kita
akan bertemu dengan Aoi ...”
“Ya. Kita harus berhati-hati
saat di swalayan dan sekolah, dan kita tidak bisa gegabah. Lagipula, dia
bekerja beberapa pekerjaan sambilan.”
“Betul. Dia benar-benar mengambil
banyak pekerjaan sambilan. Itu berarti dia akan muncul di banyak tempat ...”
Suatu kali saat aku berziarah
ke kuburan ibuku (100 kilo jauhnya dari rumahku), aku mendengar “Hei, itu Koutaro! Yahho!” Dari toko
terdekat.
“Begitu ya. Kamu cukup dekat
dengan Gunjou-san, eh?”
“Ya. Aku sudah berteman
dengannya sejak kecil. Tapi sekarang sepertinya aku memperlakukannya sebagai musuh,”
Ahaha, aku
tertawa pahit pada diriku sendiri. Sensei mengangguk, dan menatapku dengan
lembut.
“Begitu ya. Kita harus berhati-hati
dengan lingkungan sekitar. Kita tidak tahu siapa yang bisa melihat.”
“Ya. Untuk berjaga-jaga, aku
sudah memberi tahu beberapa orang kalau anda adalah seorang pembantu rumah
tangga. Kita tidak ingin siapa pun mengetahui bahwa sebenarnya kita adalah
siswa dan guru, jadi kita harus melakukan tindakan pencegahan. Aku pikir kita
tidak harus keluar rumah pada saat bersamaan.”
Saat aku menyarankan itu,
Sensei menanggapi dengan “Kedengarannya bagus” dan terus berbicara.
“Kalau begitu, aku akan
memanggilmu “Koutarou-kun”. Seorang pembantu rumah tangga memanggilmu
Shirase-kun akan terdengar aneh.”
“Anda benar. Kemudian…”
Aku bermasalah.
Jika aku memanggilnya
“Sakura-san” secara normal, dan seseorang seperti Aoi mendengarku, kami pasti
akan ketahuan.
Aku harus memikirkan nama
langka untuk Sensei.
Nama yang takkan membuat kami
ketahuan.
Mungkin nama panggilan? Atau
mungkin nama palsu juga bagus.
Tapi jika aku memanggilnya
dengan nama palsu, dan orang tuanya mendengarnya, itu akan menjadi kabar buruk.
Pada saat-saat seperti ini, aku
harus memanggilnya dengan nama aslinya, tapi sepanjang hari, aku harus
memanggilnya dengan sesuatu yang lain.
Aku pikir nama panggilan adalah
yang terbaik.
Misalnya, jika aku memanggilnya
“Ibu Rumah Tangga”, itu akan berisiko diketahui orang tuanya. Jadi aku perlu
nama panggilan.
“Rei-chan” mungkin akan
membuatnya lengah.
Jadi, lebih bagus kalau
memanggilnya—
“Reina-san, bagaimana itu?”
Pada akhirnya, hanya itu yang
bisa aku pikirkan.
Sederhana adalah yang terbaik.
Nama panggilan memang memiliki
kemungkinan bakal ketahuan oleh Aoi , tapi menggunakan nama keluarga Sensei
membuat dampak besar, dan itu akan mudah untuk menipu orang.
“Yah, kurasa itu tidak
apa-apa.”
Sepertinya Sensei ... Maksudku,
Reina-san, merasakan hal yang sama,
Aku menanggapinya sambil
mengangguk dan berkata:
“Dimengerti. Kemudian, Sensei
akan dipanggil "Reina-san" mulai sekarang.”
“Ya, aku mengerti.”
Reina-san mengangguk ke arahku,
dan kemudian aku mencoba mengujinya.
Bagaimanapun juga, latihan itu
perlu.
“Lalu ... Reina-san?”
“Ada apa? Koutarou-kun?”
“...”
“...”
Apa-apaan ini?
Ini terasa sangat memalukan.
Aku merasa sangat malu
sampai-sampai bisa mati, dan Sensei memasang ekspresi dingin.
Wajahnya terlihat sangat merah,
tapi kupikir itu karena efek minum sake.
Aku harus berpikir mendalam
tentang namanya supaya tidak mengacaukannya nanti dan mengatasi rasa malu.
“Reina-san ... Reina-san ...
Reina-san ...”
“Hmm? Membiasakan diri dengan
itu?”
“Ya, begitulah...”
Dan kemudian aku mengatakannya
sambil berbisik.
“- Reina-san.”
“!?”
-
* Pui *.
Hah?
Untuk suatu alasan ... Sensei
mengalihkan pandangannya dariku.
Kurasa karena aku beberapa kali
aku memanggil namanya membuat dia merasa terganggu.
“Um, Reina-san?”
“... Fiuh, aku merasa agak
panas. Mungkin itu karena sudah begitu lama sejak aku meminum sake yang begitu
lezat?”
Reina-san mengipasi dirinya
dengan tangan.
Aku kira dia tidak terganggu.
“Apa kau baik-baik saja? Mau
aku bawakan air?”
“Aku baik-baik saja, terima
kasih.”
Saat dia mengatakan itu, dia mengambil
gelas yang diisi sake dan meneguknya.
Dia minum lebih cepat dari
biasanya. Pasti karena itu sangat enak.
“Begitu ya. Jika kau
membutuhkan sesuatu, tolong beri tahu aku. Aku akan membawanya kepadamu kapan
saja.”
“Oke. Tapi aku baik-baik saja.
Lagipula, aku sangat toleran terhadap sake ...”
Hm?
“Hah? Reina-san?”
“Apa~ Koutaro-kun ~ ...”
“...”
Ah, dia mabuk.
Aku melihat ke gelas yang
berisi sake.
Hanya 30% yang tersisa, yang
berarti dia sudah minum banyak.
“Eheheh, acar sayurnya enak
sekali ~…”
Reina-san benar-benar mabuk.
Dan juga, kepribadiannya
benar-benar berubah.
Reina-san sedang mengunyah acar
sayuran itu sambil tersenyum lebar.
“Eheh, Koutaro-kun, kamu juga
ikut nyobain ~…”
“Ah, terima kasih ...”
Tunggu, apa yang sedang terjadi
!?
Bukannya ini ciuman tidak
langsung !?
“..?”
Sensei dengan manis memiringkan
kepalanya ke samping. Aku menjawab dengan “Ah, tentu!”, Dan bersiap untuk
makan.
Ini adalah pertama kalinya aku
merasa seperti ini sambil membuka mulut.
“... Nom nom”
Rasanya enak dalam banyak
artian ...
“Apa itu enak ...?”
“Ah iya, ini enak.”
Gadis yang imut.
Dia mengingatkanku pada salah
satu karakter maskot yang itu,
Sensei terus senyam-senyum, dan
aku tidak bisa melupakan betapa lucunya dia.
“Aku benci washabi ...”
Dia sebelumnya makan sushi
dengan normal, tapi sekarang dia menolak untuk makan wasabi.
Oh ya, dia juga tidak suka kopi
hitam.
Aku tidak ingin terlalu ikut
campur urusan pribadinya. Aku tidak tahu berapa banyak dari dirinya yang akan
dia ungkapkan kepadaku.
“Di sini, makan beberapa wasabi
...”
“Eh? ...”
Apa yang terjadi?
Kau tidak seharusnya makan
wasabi dengan cara seperti itu.
“!?”
Wasabi benar-benar efektif di
hidungku, dan mataku mulai berair.
“Eheheh, terima kasih ~…”
Wajah Reina-san langsung
sumringah, dan dia mengucapkan terima kasih dengan wajah imutnya.
“Sa—Sama-sama. Kau bisa
meninggalkan wasabi kepada aku.”
Jadi, aku bertindak tangguh
untuknya.
Dan tepat seperti itu, pesta penyambutan
Sensei berakhir, dan Reina-san tertidur dalam sekejap mata.
Kemabukannya pasti membuatnya
mengantuk.
Setiap kali dia hampir roboh,
aku akan berkata, “Jangan tertidur, tolong !?” berulang kali.
Masalahnya ialah…
“Fuu..Fuuu...”
“...”
Dia dan aku tidur di ranjang
yang sama.
Dan payudaranya menempel ke
kepalaku.
Jarak di antara sangat dekat,
tapi bukan dalam artian yang baik.
Aku mencoba membawanya ke
tempat tidur, tapi dia malah mulai memelukku.
Tentu saja, aku sudah berusaha
untuk melarikan diri, tapi dia akan mengatakan “Piyopu ~ ...”, jelas-jelas
mencampurkanku dengan bantal Piyopu ~, dan aku tidak bisa pergi.
Apa yang harus aku lakukan? ...
Rasanya lembut, hangat, baunya
wangi, dan suara napasnya sangat erotis ...
“... Hah”
Aku akan terbunuh oleh
Reina-san besok ... Karena aku khawatir tentang hal itu, aku sama sekali tidak
bisa tidur nyenyak.
Keesokan paginya, Reina-san
mengingat semuanya, dan dia menjerit, “U ...U ... Uwaaaah !?”. Dia meraih
piyopu-nya - dan menggebrak-gebrakkan kakinya.
Aku diam-diam meninggalkan dia,
dan berusaha berpura-pura melupakan kejadian tadi malam.
Iri aku cuk
BalasHapus