Otonari no Tenshi-sama Chapter 190 Bahasa Indonesia

Chapter 190

 

Amane bangun di pagi hari, melihat Mahiru sedang tidur dalam pelukannya, dan menghembuskan napas sedikit.

Dia menoleh ke arah jam di samping tempat tidur, memastikan bahwa Ia tidak banyak bergerak, dan melihat kalau waktu sudah jam 7 pagi.

Sekarang adalah hari libur, jadi Ia tidak perlu bangun pagi. Amane bermaksud untuk tidur sepanjang pagi, dan pasti bangun sedikit lebih siang pada hari ini.

Ia tidak berpikir itu hal yang buruk, karena Amane memikirkan bagaimana Ia punya banyak waktu untuk melihat Mahiru, yang tertidur nyenyak.

Mahiru sedang tidur nyenyak, terlihat sangat polos.

Dia terlihat sangat nyaman, mungkin karena berada dalam dekapan Amane. Siapapun yang melihat pemandangan yang menggemaskan ini pasti merasa tersembuhkan.

Bahagianya.

Amane mengingat kembali saat-saat bahagia yang hanya bisa Ia nikmati saat memeluk dan menikmati kehangatan dan kelembutan tubuhnya.

Ia ingin tidur terus seperti ini.

Amane merasakan wajahnya rileks saat melihat wajah kekasihnya, dan mempertahankan ekspresi ini. Lalu, Mahiru mengejang.

Tampaknya dia masih belum bangun, dan hanya beringsut sedikit, mengubah posisi, dan kembali ke dadanya. Dia terlihat sangat menggemaskan, dan Amane diam-diam menelan ludahnya.

Kalau saja bisa seperti ini setiap hari.

Pasti rasanya seperti anugerah bisa menghabiskan waktu bersama dengan seseorang yang sangat berarti baginya.

Namun, kerusakan kewarasannya akan menjadi tidak normal jika mereka tetap bersama dalam situasi ini. Mungkin menginap sesekali tidak masalah.

Jika dia berkunjung setiap hari, Amane tidak yakin kalau Ia tidak mencintainya sepenuhnya.

Jika memungkinkan, Amane ingin melakukan kontak fisik hanya setelah mereka terbiasa, ketika mereka menjadi lebih intim, dan ketika Mahiru mengharapkannya, dan tidak bertindak berdasarkan nafsu sesaat.

Amane menahan dengan sekuat tenaga, membelai rambut halusnya tanpa suara dengan jari-jarinya. Mahiru mengejang sekali lagi, mungkin karena sentuhan itu membuatnya tersadar, dan dia mengangkat kepalanya.

Kelopak mata yang awalnya tertutup setengah terbuka, dan mata berwarna karamel terlihat.

Dia menunjukkan ekspresi mengantuk, dan melihat ke arah wajah Amane dalam keadaan mengigau, lalu tersenyum lembut, dan membenamkan wajahnya ke dada Amane sekali lagi.

Dia benar-benar tertidur pulas, Amane diam-diam tertawa, menepuk punggungnya, seolah membujuknya.

Mahiru berbaring dengan nyaman sejenak, dan akhirnya sadar kembali saat dia melihat ke arah Amane sekali lagi, matanya melebar dibandingkan sebelumnya.

“…Selamat pagi.”

“Pagi. Kamu menikmati tidurmu.”

“…Iya.”

Wajahnya langsung memerah, dan sepertinya dia ingat dirinya bersikap manja pada Amane bahkan selama kondisinya yang grogi.

Mahiru sangat menggemaskan, dan Amane sangat senang melihat sikap manjanya, jadi Ia tak keberatan dengan itu. Sepertinya dia merasa malu untuk menunjukkan betapa mati rasa dan cerobohnya dia.

Amane memeluknya sekali lagi untuk menghiburnya, mencium keningnya, dan kemerahan di wajahnya meningkat.

“… Am-Amane-kun, kamu tidak terlihat malu akhir-akhir ini.”

“Cuma ada kita berdua… tidak boleh?”

“Bu-Bukannya tidak boleh, tapi itu terlalu merangsang setelah aku baru bangun… erm, rasanya memalukan, dan canggung…”

“Kalau begitu aku tidak akan melakukan itu di masa depan.”

“Ah, e-erm.”

“Kau tidak merasa canggung?”

“Uu… bu-bukan itu.”

“Kau tidak ingin aku melakukan ini lagi karena kau tidak ingin merasa canggung?”

“Bukan itu… ka-kamu tahu maksudku, ‘kan?”

“Aku tidak ingin melakukan sesuatu yang canggung dan yang kamu benci.”

“Ya ampun ... Aku-aku menginginkannya.”

Wajah Mahiru langsung memerah, menggigil saat dia menjawab dengan ragu-ragu, dan Amane mengusap kepalanya sambil tersenyum.

“Maaf sudah menggodamu … jadi maksudmu aku bisa melakukannya kapan saja selama tidak tepat setelah kau bangun?”

“Ti-tidak… kamu benar.”

“Apa itu ya atau tidak?”

Amane membalas dengan nakal, mengetahui apa yang Mahiru ingin sampaikan, dan mencium keningnya lagi.

Amane bukannya tidak merasa malu, tapi rasa sayangnya pada Mahiru lebih kuat, dan Ia akan bertindak sesuai itu. Mahiru adalah orang yang mudah merasa tidak nyaman, dan lebih baik mengungkapkan cintanya.

Ia pikir itu sangat menggemaskan bagaimana Mahiru menggigil, jadi Amane memeluknya, dan dia ingin melarikan diri dari tempat tidur karena rasa malu.

Tentu saja, Amane tidak mungkin membiarkannya kabur, dan menguncinya dalam pelukannya.

“Erm, aku ingin menyiapkan sarapan.”

“Tinggallah di sini lebih lama.”

“Tapi.”

“…Tidak boleh?”

Aku ingin kita bersama sedikit lebih lama lagi , Amane menyiratkan sambil menatap wajahnya, dan pipinya memerah, matanya tidak bisa fokus.

“Bu-Bukannya tidak boleh…”

“Nn.”

Setelah diizinkan, Amane memeluk Mahiru dengan lembut sekali lagi, dan dia bergumam, membenamkan wajahnya ke dadanya sekali lagi.

“... Sungguh hina sekali.”

“Hina, bagaimana?”

“Dalam banyak artian.”

“Kau bisa saja mendorongku menjauh.”

“Ini yang aku maksud.”

Kau tahu aku tidak bisa melakukannya, Mahiru berbisik dengan cemberut, dan menggeleng di sekitar dadanya. Sepertinya dia bersikap manja ketimbang cemberut.

Amane dengan lembut menyisir jari-jarinya ke rambut Mahiru, dan dia bersandar dengan nyaman, tenggorokannya membuat suara gemuruh yang dalam.

Tak pernah disangka dia menyukainya saat aku menyisir rambutnya, begitu pikir Amane sambil terus melakukannya. Mahiru membiarkan Amane melanjutkannya sebentar, lalu mengangkat kepalanya.

Dia tampak santai, lega, tetapi bibirnya melengkung menjadi cemberut.

“... Aku akan kena masalah jika kamu mengubahku menjadi tidak berguna, Amane-kun.”

“Lebih baik jika kamu bisa menjadi seperti itu hanya untukku.”

Mahiru selalu waspada jika di luar.

Pada titik ini, dia menunjukkan sedikit dari kepribadian biasanya, tapi dia belum membuang sikap ala tenshi-nya. Wajar-wajar saja Amane ingin menyayangi dan mencairkannya menjadi genangan air.

“... Sama denganmu, Amane-kun.”

“Aku sudah berubah menjadi begitu… hanya saja itu terjadi ketika aku tidak memilikimu.”

"…Itu bagus. Aku juga menjadi tidak berguna tanpamu, Amane-kun. ”

“Iya.”

Bagaimanapun, Amane menjadi tidak berguna berkat Mahiru, dan sebaliknya pun sama.

Amane tersenyum pada Mahiru, dan memeluk Mahiru saat dia memejamkan matanya, berharap untuk melanjutkan momen sesaat ini berlangsung sedikit lebih lama.


Sebelumnya | Selanjutnya

close

13 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

  1. W sampe sekatang kepikiran, apa sih yang ada di pala authornya saat nulis nih Novel... Ssebeerapa besar iimajinasinya tentang kekasih

    BalasHapus
  2. Lama lama ceritanya mulai membosankan karena gak ada konflik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Namanya juga romcom kalo ada konflik ya ngga terlalu kentel

      Hapus
  3. Kalo di liat dari latar belakang mahiru juga pasti nanti bakal ada konflik gede

    BalasHapus
  4. Need medic untuk kedua kalinya, gulanya ga ngotak:v

    BalasHapus
  5. Nikah aelah klean berdua kisanak bikin gula darah gua naik terus

    BalasHapus
  6. Sudah melewati level itsuki ama chitose itumah ajg

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama