Chapter 10 —
Aku dan Kantin Kantor
Pada jam 12 siang, perusahaan
membunyikan alarm untuk menandakan waktunya istirahat makan siang.
Aku sedikit merapikan mejaku
dan menuju kantin kantor bersama Isobe.
Walaupun Kanon menyiapkan makan
siang untuk dirinya sendiri di sekolah, aku tidak memintanya.
Jika aku membawanya ke sini, aku
yakin Isobe dan yang lainnya akan berasumsi kalau aku punya pacar dan akan
mengajukan banyak pertanyaan. Aku masih ingin menghindari skenario semacam itu
bahkan sampai hari ini. Himari dan Kanon juga tidak ingin keberadaan mereka
diketahui.
Dengan pemikiran tersebut,
makan di kantin kantor masih menjadi rutinitasku.
Kantin di lantai basement penuh
sesak dengan orang-orang dengan kartu tanda karyawan yang tergantung di leher
mereka.
“Hmm? Bukannya ada lebih banyak
orang hari ini dari biasanya?”
Saat mengamati sekeliling
kantin, Isobe bergumam sedikit memprotes.
Aku setuju kalau hari ini lebih
ramai dari biasanya.
Biasanya ada banyak kursi, tetapi
jumlah orang di sini hampir mengisi kekosongan.
“Aku pergi duluan untuk mencari
tempat duduk. Ini uang untukku. Ambilkan kari untukku, terima kasih. ”
“Oke, siap.”
Aku membeli tiket makan dari mesin
penjual dan mengantri di konter. Hari ini, aku memutuskan untuk Paket B Makan
Siang yang berisi Chicken Katsu sebagai hidangan utama.
Harganya terjangkau dan
porsinya cukup, jadi aku sering memesan paket makan siang ini. Adanya nasi
dalam porsi besar juga merupakan nilai jual yang besar bagiku.
Begitu aku menerima makanan, aku
mencari Isobe dan akhirnya menemukannya di ujung kursi dengan tangan terangkat.
“Yo, sebelah sini.”
Aku dengan hati-hati menuju ke
sana dengan kedua tangan di atas nampan agar tidak menjatuhkannya. Aku merasa
seperti seorang pelayan di sebuah restoran.
“Terima kasih banyak ~ Ah! Aku
lupa. Aku mau ambil air minum dulu.”
Saat mencapai tempat duduk, aku
bertukar tempat dengan Isobe saat Ia pergi. Seperti yang diharapkan, aku tidak
memiliki kemampuan untuk mengambil air sendiri dengan tangan penuh.
Setelah kembali membawa air
untuk dua orang, akhirnya kami bisa menyantap makanan masing-masing.
Kulit ayam katsu yang renyah
tak tertahankan tak peduli berapa kali aku memesannya, dan dagingnya empuk
seperti biasa.
“Ngomong-ngomong, kamu tidak
makan paket kari seperti dulu.”
Untuk membatasi panas dan
pedasnya, Isobe menghabiskan makanannya sambil berbicara.
“Sepertinya begitu sekarang
setelah kau mengungkitnya.”
“Ya. Sampai beberapa saat yang
lalu, kau menenggak kari seperti minuman. ”
“Benarkah?”
Kalau dipikir-pikir lagi, memang
ada kalanya aku memesan makanan seenaknya.
Biasanya enak, dan aku bisa
menambahkan hamburger sebagai tambahan juga. Namun, memang benar kalau
belakangan ini aku tidak memesan lagi.
Sebenarnya karena kari Kanon
sangat cocok dengan seleraku, jadi yang ada di sini saja tidak cukup baik.
Kari buatan sendiri tidak
seperti makanan yang dibeli di toko. Kari yang dibuat dengan roux dari pasaran
entah bagaimana memiliki rasa yang kaya yang menarikmu untuk mencoba lagi.
Alasan lain aku menghindarinya
adalah untuk menjaga kebersihan kemeja putihku. Aku tidak ingin membebani
Himari dengan hal seperti itu ketika dia mencucinya. Itu alasan yang sama
mengapa kari udon bahkan tidak ada dalam opsi yang ingin aku pilih.
“Ada juga bajumu yang tidak
kusut lagi.”
“Ah, itu ... aku selalu malas
buat menyetrikanya jadi kupikir setidaknya aku harus melakukan sesuatu tentang
itu.”
“Hmmmm ~” Wajahnya mengatakan
bahwa Ia tidak sepenuhnya yakin.
Aku mencoba untuk tetap tenang
tetapi aku mungkin sedikit terlihat jelas.
Yang menyetrika bajuku adalah
Himari.
Pada saat aku tinggal sendiri, aku
akan meletakkan setrika di bagian belakang lemariku.
Ketika aku masih menjadi
karyawan baru, aku dengan rajin menyetrika bajuku setiap hari tetapi akhirnya
merasa merepotkan. Jadi aku tidak pernah melakukannya lagi.
Tidak kusangka tinggal bersama
mereka berdua berdampak pada penampilan dan perilakuku ...
Aku harus lebih berhati-hati lagi
agar keberadaan keduanya tidak ketahuan. Percakapan dengan Isobe ini membuatku
memikirkan kembali banyak hal.
“Ah, senang bertemu denganmu di
sini, Komamura-san, Isobe-san.” Seorang kenalan wanita memanggil kami.
“Yo.”
“Halo juga”
Kami saling mengucapkan salam.
“Apakah kamu keberatan jika aku
duduk di sebelahmu? Tidak ada kursi kosong tersisa.”
“Tidak perlu malu.” Isobe
dengan mudah menuruti permintaannya dan membawanya ke sisinya. Dia berasal dari
departemen penjualan, sering membawa kuitansi kepada kami di departemen
akuntansi.
Potongan model bob pendeknya
menyegarkan mata.
Namanya adalah…. Eh? Siapa ya
kira-kira?
Aku langsung melihat tanda
pengenal di dadanya. Oh ya, dia Sashihara-san. Aku kesulitan mengingat nama
baru-baru ini. Apakah ini juga karena faktor umur?
Aku tidak tahu usianya tapi kemungkinan
dia lebih muda dariku.
Sachihara-san meletakkan bento
yang dibawanya dan menatapku.
Hah? Apa ada nasi yang menempel
di mulutku atau apa?
Aku secara refleks menyentuh
daguku untuk memeriksa nasi dan kemudian di sana, Sachihara-san mulai
berbicara.
“Hmm… Apa berat badanmu turun
sedikit, Komamura-san?”
“Hah? Eh? ”
Itu adalah pertanyaan yang
tidak pernah aku duga. Oleh karena itu, aku tidak punya jawaban yang bagus
untuk diberikan.
Isobe mengamatiku dari ujung
kepala sampai ujung kaki.
Hentikan itu, sungguh.
“Ah…? Benar, itu benar. Aku
juga merasakan hal yang sama.”
“Itu adalah contoh utama dari
kebohongan tanpa ekspresi.”
Jelas Isobe hanya mencoba untuk
melanjutkan percakapan. Sachihara-san menyaksikan percakapan kami dan terkikik
sebelum melanjutkan.
“Area di sekitar rahang menjadi
sedikit lebih tirus sejak terakhir kali kita bertemu. Apa kamu sering
berolahraga? ”
“Tidak terlalu…”
Aku melihat diriku di cermin
setiap hari tetapi itu sepenuhnya luput dari perhatianku.
Apa aku benar-benar kurusan…?
Apa ini dampak dari makanan
Kanon?
Tentu saja makanan yang dibuatnya
memenuhi standar gizi yang seimbang, jika aku membandingkannya dengan makanan
yang dibeli di toko sebelumnya. Kalau dipikir-pikir, akhir-akhir ini aku tidak
menimbang berat badanku. Kurasa aku harus mencoba memeriksanya lagi ...
“Komamura… Mana mungkin, apa kau…”
Untuk beberapa alasan, Isobe
melotot padaku.
“A-apa? Katakan saja.” jawabku
“Kau punya pacar, iya ‘kan?”
“Sudah kubilang aku tidak
punya.” Bantahku.
“Eh? Masa? Tapi rasanya ada
yang ganjil, rasanya sedikit mencurigakan, bukan, Sashihara-san?”
“Ah, ahaha…”
Jangan hanya menyeret
Sashihara-san secara tiba-tiba.
Aku cukup yakin dia bermasalah
dengan pertanyaanmu karena dia bahkan hampir tidak mengenalku. Setelah itu,
Isobe tidak berhenti bertanya tapi aku fokus pada makan siangku untuk
menghilangkan kecurigaannya.
*****
“Ah. Selamat datang kembali,
Kazu-nii.”
“Selamat datang kembali!”
Keduanya menyapaku begitu aku
pulang kerja.
“Ya, aku pulang.”
Setelah menjawabnya, aku masuk
ke dalam. Beberapa waktu yang lalu, aku masih merasa malu saat mengatakan "Aku pulang" tapi sekarang
ucapan tersebut secara alami keluar dari mulutku.
Sederhananya, ini telah menjadi
rutinitas kehidupan sehari-hariku. Aku merasakan sedikit rasa tidak nyaman
menggerogoti pikiranku, tetapi segera terhapus oleh bau harum ikan yang
mendidih di dapur.
<<=Sebelumnya | Selanjutnya=>>
Dh mulai..
BalasHapus