Roshi-dere Vol.1 Chapter 01 Bahasa Indonesia

Chapter 1 – Bukannya Bikin Kesal saat Melewatkan Gacha Gratis?

Catatan :

[  ] = Alisa ngomong pakai bahasa Rusia

(  ) = Monolog Masachika

“(  )” =  bisik-bisik

=======================================================

“Hah?”

Setelah mencari-cari di kolong mejanya, lalu merogoh-rogoh ke dalam tasnya, dan akhirnya memeriksa bagian dalam lokernya di bagian belakang kelas, Masachika jadi mulai tidak sabaran.

Ia tidak bisa menemukan buku paket untuk pelajaran berikutnya. Usai menengok jam yang ada di kelas, pelajaran berikutnya akan dimulai dalam waktu kurang dari dua menit. Waktunya tidak akan sempat meski Ia pergi untuk meminjam buku dari adik perempuannya yang ada di kelas lain.

Karena sudah terdesak, Masachika dengan susah payah mencondongkan tubuhnya ke bangku sebelah kiri, Alisa, dan berbisik pelan sambil menepak kedua telapak tangannya.

“Maaf, Alya. Boleh aku nimbrung melihat buku paket kimiamu? ”

Mendengar permintaannya, Alisa berbalik dengan ekspresi setengah terkejut dan setengah merasa bermasalah.

“Apa? Kamu melupakannya lagi? ”

“Ya, mungkin aku lupa membawanya dari rumah.”

“Haah… Yah, kurasa tidak apa-apa.”

“Makasih!”

Saat Alisa menghela nafas dan memberikan persetujuannya, Masachika buru-buru menggeser mejanya untuk bisa berdampingan ke meja Alisa.

“Kuze-kun…. Kamu, bukannya kamu terlalu sering melupakan sesuatu secara sembarangan? Bahkan sebagai pelajar SMA, hal itu tampaknya tidak akan menurun sama sekali.”

“Mau bagaimana lagi, ‘kan? Lagian, ada terlalu banyak buku paket.”

Akademi Seirei merupakan sekolah swasta yang berpusat pada persiapan siswanya untuk masuk ke universitas dan akibatnya memiliki jumlah buku paket yang sangat banyak.

Wajar jika memiliki banyak buku paket dan buku referensi untuk setiap mata pelajaran. Beberapa pelajaran bahkan menggunakan buku asli guru.

Entah demi menghargai tradisi atau  ada alasan lain, tapi standar tas siswa tetap tidak berubah selama beberapa dekade. Jika buku pelajaran dan catatan senilai satu hari dimasukkan ke dalam tas, semuanya tidak bisa masuk.

Oleh karena itu, semua siswa meninggalkan semua buku teks di loker mereka masing-masing, tapi dari sudut pandang Masachika, hal itu terlalu merepotkan.

“Kemarin aku tidak melihatnya di atas mejaku, jadi aku pikir bukunya ada di loker…. Tapi ternyata aku salah.”

“Kamu tidak memeriksanya dengan benar, ‘kan? Itulah akibanya jika kamu tidak memiliki pemahaman yang baik tentang apa yang kamu bawa pulang dan apa yang kamu tinggalkan ”

“Aku memang tidak bisa membantahnya.”

“Kamu cuma mengucapkan omong kosong melulu, tidak pernah ada kapok-kapoknya.”

“Ueeh, ucapanmu kasar sekali.”

Alisa mengangkat bahunya dan benar-benar kagum karena Masachika tidak terlihat menyesal dan mengatakan itu dengan nada datar.

Alisa mengeluarkan paket lengkap buku kimia dari dalam mejanya. Melirik dengan curiga, dia menoleh ke arah Masachika.

“Jadi, buku yang mana?”

“Ah, itu itu. Buku yang sampulnya biru.”

Meraih buku yang di tunjuk Masachika, Alisa membuka buku teks itu dan meletakkannya di celah antara dua meja. Masachika mengucapkan terima kasih untuk itu, dan mendengarkan pelajaran dengan baik… .. Tapi, dari sanalah terjadi pertarungan sengit antara Masachika dan rasa kantuknya.

(Gawat, mataku sudah tidak kuat menahan ngantuk)

Selain kurang tidur, kenyataan kalau jam pelajaran kedua adalah pelajaran olahraga jadi semakin menambah masalah.

Meski begitu, Masachika mampu melawan rasa kantuknya sementara guru menulis di papan tulis, tapi begitu guru mulai memanggil satu-satu siswa untuk diberi pertanyaan, rasa kantuknya langsung meningkat.

Interaksi antara guru dan teman sekelasnya entah bagaimana benar-benar terdengar seperti lagu pengantar tidur baginya, dan saat Ia akan tertidur… ..

Uuuhh!”

.... Saat ingin mengarungi ke alam mimpi, ada ujung pensil yang ditusuk ke badan Masachika.

(tulang rusuk, tulang .... rusukku, sakitnya ...... kuh !!)

Mengerang kesakitan karena serangan mendadak yang menyakitkan, Masachika melayangkan tatapan protes ke sisi sebelahnya ... Diserang balik oleh tatapan dengan 100% cemoohan murni, Ia hanya bisa menundukkan kepalanya.

Mata biru yang menyipit itu lebih mengesankan dari apa pun, seolah-olah ingin mengatakan, “Kamu berani memintaku untuk menunjukkan buku paketku dan kemudian tertidur”.

“(Maafkan aku)”

Hmph

Masachika, yang telah kehilangan semua rasa kantuknya, meminta maaf dengan berbisik sambil tetap mengarahkan pandangannya ke depan.

Permintaan maafnya hanya dibalas dengan dengusan penuh cemoohan.

“Kalau begitu, berikutnya akan diisi apa? Hmm siapa lagi ya, Kuze.”

“Eh, ah, ya.”

Karena mendadak dipanggil, Masachika buru-buru berdiri.

Tapi, karena Ia tadi hampir tertidur, jadi mana mungkin Ia tahu jawabannya.

Lagian, Ia bahkan tidak tahu apa pertanyaannya. Bahkan saat menlirik ke sebelahnya untuk meminta bantuan, Alisa dengan ekspresi acuh tak acuh tidak melihat ke arah Masachika.

“Ada apa? Ayo cepat jawab.”

“Ah, umm….”

Mending jujur saja bilang kalau aku tidak tahu. Saat pikiran seperti itu muncul di kepalanya, dengan satu ketukan, Alisa mengetuk bagian buku paket dengan jarinya.

“!! Opsi , tembaga!”

Sambil berterima kasih pada Alisa di dalam hatinya, Masachika menjawab dengan opsi yang diarahkan padanya. Tapi…

“Salah.”

“Eh?”

Masachika mengeluarkan suara idiot saat dikoreksi secara langsung.

(Bukannya itu salah!)

Meski Ia berteriak dengan keras di dalam dan melotot ke sampingnya, wajah acuh tak acuh Alisa tetap tidak berubah. Tidak, jika dilihat lebih dekat, sudut mulutnya sedikit tersenyum.

“Baiklah, di sebelahmu .. Kujou.”

“Ya, opsi , Nikel.”

“Benar sekali. Kuze, tolong perhatikan pelajarannya dengan serius, mengerti?”

“Ah iya….”

Masachika duduk di kursinya dengan semangat rendah menanggapi teguran guru itu. Namun, Ia langsung melakukan protes dengan berbisik ke arah Alisa.

“(Jangan memberiku jawaban yang salah dengan entengnya!)”

“(Tapi aku baru saja memberitahumu di mana pertanyaannya?)”

“(Bohong! Kamu jelas-jelas menunjuk ke opsi !)”

“(Kejam sekali, menuduh tanpa bukti.)”

“(Jangan tertawa dengan matamu!)”

Alisa mencibir dan melontarkan senyuman sambil tertawa mencemooh Masachika yang seolah berteriak, “Ugaaaah! ”.

Imut

Mendengar gumaman imut Alisa, Masachika berjuang supaya pipinya tidak berkedut. Ia berhasil berpura-pura tidak tahu sambil menahan tangannya yang gemetar akibat serangan balik itu.

“(Apa yang kamu bilang tadi?)”

“(Idiot, itulah yang aku katakan)”

Di dalam hatinya, Masachika berteriak, “Dasar Pembohoooooooong !!!!”, tapi Ia tidak menunjukkan itu di wajahnya.

Masachika mengerti bahasa Rusia karena kakek dari keluarga ayahnya merupakan penggemar berat Rusia.

Saat masih SD, Ia diurus di rumah kakeknya untuk sementara waktu dan kakeknya memaksanya untuk menonton film-film Rusia.

Masachika sendiri belum pernah ke Rusia, Ia juga tidak punya kerabat orang Rusia.

Ia tidak pernah mengungkit kemampuannya ini di sekolah, jadi satu-satunya orang di sekolah ini yang tahu bahwa Masachika mengerti bahasa Rusia adalah adik perempuannya yang ada di kelas sebelah.

Dan adik perempuannya juga tidak pernah buka mulut tentang hal itu, jadi tidak ada orang lain yang tahu. Pada saat ini, Masachika berpikir untuk memberitahu Alisa lebih awal, tapi sudah terlambat untuk menyesalinya.

Drama memalukan misterius ini di mana seorang gadis cantik di bangku sebelahnya yang kadang-kadang bergumam imut dalam bahasa Rusia terus berlanjut. Ia menuai apa yang sudah Ia tabur, jadi mau tidak mau, Masachika harus menerimanya.

Masachika merasakan rasa malu yang tak terlukiskan mengalir di dadanya, dan membuat wajahnya memerah. Ia mencoba yang terbaik untuk menahan nafas sambil mengerucutkan bibirnya dengan erat. Kemudian, Alisa yang salah mengira kalau Masachika sedang menahan amarahnya, bergumam geli dari lubuk hatinya.

Kamu terlihat seperti bayi

Pikiran Masachika membayangkan bayangan dirinya yang berubah menjadi seorang anak kecil, dan pipinya dicolek-colek oleh Alisa dengan ekspresi yang penuh seringai.

(Begitu rupanya, jadi kamu menginginkan perang, ya)

Masachika mengerti bahwa Ia benar-benar diremehkan dan dipermainkan, dan wajahnya langsung menjadi serius.

(Siapa yang bayi di sini, dasar brengsek .... Mari kita lihat aku terbuat dari apa, ya?)

Masachika melihat sekilas ke arah jam dan memeriksa waktu yang tersisa sampai kelas berakhir.

(Sebelas empat puluh. Sepuluh menit lagi, ya .... Selama ini, aku akan mencoba melawan)

Dan saat itulah mata Masachika membelalak saat menyadari fakta yang luar biasa.

(Sialan! Aku lupa me-roll gacha gratis di pagi hari !!)

Kesalahan yang sangat fatal. Biasanya, Ia akan memutar gacha sebelum meninggalkan rumah atau sebelum pelajaran pertama dimulai, tapi karena pagi ini terlalu mengantuk jadi Ia tidak sempat berpikir sejauh itu.

(Hampir sajaaa, bagaimana mungkin aku hampir melupakannya, dasar aku. Mau bagaimana lagi, mari kita roll di jam istirahat berikutnya)

Karena pemikirannya telah sepenuhnya beralih ke sisi otaku, Masachika tidak lagi peduli dengan fakta bahwa Alisa memperlakukannya seperti bayi. Mau bagaimana lagi kalau pikirannya yang sederhana hampir sama di tingkat seperti pikiran bayi juga. Padahal, orang yang dimaksud tidak sadar akan hal itu.

Guru kimia melakukan tugasnya dengan baik selama sisa pelajaran, dan meninggalkan kelas. Begitu melihat guru itu pergi, Masachika mengembalikan mejanya ke posisi semula, Ia segera mengeluarkan ponselnya dan meluncurkan aplikasi game secepat kilat.

Alisa yang melihat perilakunya itu, langsung mengerutkan alisnya dan memberinya peringatan.

“Menggunakan smartphone di sekolah melanggar peraturan sekolah kecuali dalam keadaan darurat dan saat digunakan untuk belajar. Kamu punya nyali besar sampai menggunakannya di hadapanku yang jelas-jelas dari anggota OSIS.”

“Kalau begitu, aku tidak melanggar peraturan sekolah, ‘kan. Bagaimanapun juga, ini lagi darurat.”

“Aku akan mendengarkan untuk berjaga-jaga, mananya yang dalam keadaan darurat?”

Di hadapan tatapan cemooh Alisa, yang tampak ingin mengatakan, Palingan, alasan yang aneh-aneh, Masachika menanggapi dengan ekspresi serius yang tidak perlu.

“Gacha gratis. Sepuluh menit lagi sampai masa waktunya berakhir.”

“Apa kamu ingin aku menyita smartphone-mu?”

“Aku yakin kamu tidak akan melakukan hal seperti itu-ZE

“Mungkin aku benar-benar harus menyita samartphone-mu kali ini.”

Masachika mengacungkan jempol sambil mengedipkan matanya, dan tatapan Alisa yang menatapnya semakin menghina. Masachika tampaknya tidak menanggapi secara khusus, dan dengan matanya melihat ke  layar smartphone ke bawah, Ia terus melanjutkan.

“Ayo ~, jika yang langka muncul aku akan senang…. Aku baru menyadarinya, aku sudah lama tidak mengedipkan mata atau semacamnya. Ini ternyata memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, huh. Kedip.”

“Mendadak, apa yang kamu katakan….”

“Maksudku, idol di TV kadang-kadang suka melakukannya, tapi tidak banyak yang bisa mengedipkan mata dengan indah, ‘kan?”

“Kamu pikir begitu?”

“Eh? Bukannya itu sulit? Bukannya itu membuat pipi dan tepi mulutmu berkedut dengan cara yang aneh dan membuatnya terasa lebih seperti 'mmm' daripada 'snap'? ”

“Tidak juga, kok.”

“Ooh? Lalu bagaimana kalau kamu menunjukkannya padaku, kedipan yang sangat indah.”

Masachika mengangkat kepalanya, dan tersenyum menantang. Dengan ekspresi masam, alis Alisa berkedut dan teman sekelas di sekitarnya yang mendengarkan percakapan mereka mulai membuat suara keributan.

Dalam sekejap semua perhatian dari sekitarnya tertuju padanya; Alisa menghadapi Masachika dengan ekspresi kecewa dan menghela nafas panjang sekali.

Haah ... Lihat, cuma seperti ini, ‘kan?”

Dan kemudian, sambil memiringkan kepalanya, Alisa mengedipkan matanya dengan sangat cemerlang.

Tanpa memberikan kekuatan ekstra pada bagian wajah lainnya, matanya tertutup secara alami dengan sekejap.

Pada pemandangan berharga dari putri penyendiri yang mengedipkan mata, "Ooohh !!", orang-orang di sekitar mereka membuat suara keributan, sorak-sorai, dan bahkan ada yang bertepuk tangan.

Tapi, untuk Masachika, orang yang membuat permintaan tersebut, Ia justru… ..

“Uwaaaaaaahhhh! Dapat SSR Tsukuyomi  !! … .Huh, aah maaf. Aku tidak sempat melihatnya tadi.”

“Disita.”

“Tidaaaaak!”

Masachika berteriak saat smartphone-nya dirampas tanpa ampun. Mendengar teriakannya yang menyedihkan, Alisa memandang Masachika dengan pose yang menakutkan.

Entah karena marah atau bahkan malu, wajahnya sedikit memerah,

Bukannya Ia merasa melakukan serangan balik tak terduga dari waktu yang sebelumnya, Masachika tidak berniat melakukannya. Justru karena Ia tidak punya niat buruk itulah sisi buruk darinya.

Dan di sana, telinga Alisa menangkap suara tiga siswa laki-laki yang saling berhadapan dan bercakap-cakap dengan bisik-bisik.

“(He-hei, apa kamu mendapatkannya?)”

“(Tidak, sudutnya sedikit….)”

"(Fuuh, serahkan padaku. Aku berhasil memfoto momen kedipan mata itu dengan sempurna)”

“(Oooh! Serius, bukannya kamu sangat berbakat!)

"(Tolong kirim foto itu padaku! Aku bahkan akan memberimu seribu yen!)"

“Disita.”

“““Geh !? Kujou-san !? ”” ”

Ketiga anak laki-laki itu berteriak serempak ketika ponsel yang mereka gunakan diam-diam untuk mengambil foto disita Alisa.

“Apa-apaan ini Kujou-san! Kami tidak melakukan apapun yang—“

“Tidak melakukan apapun?”

“Ah, tidak, bukan apa-apa….”

Mereka mencoba untuk berpura-pura bodoh tetapi nyali mereka langsung ciut di hadapan tatapan Alisan.

Namun, hal itu sangat bisa dipahami. Faktanya, sosok Alisa yang mengangkat dagunya dan menatap mereka dalam argumen itu begitu kuat sehingga bahkan seorang pria besar pun akan tersentak.

Tatapannya yang dingin dan tajam itu benar-benar dalam kategoti kelas tundra.

Seolah-olah ada badai salju bertiup kencang di belakang mereka, teman-teman sekelas lainnya yang heboh dengan kedipan mata Arisa langsung membuang muka dengan cepat dan menahan napas sehingga akibatnya tidak akan mencapai mereka.

Seakan melewati padang salju tak berpenghuni, Alisa kembali ke kursinya dengan membawa empat smartphone di tangannya.

Teman-teman sekelasnya menunggu badai salju berlalu, dengan wajah menghadap ke bawah. Namun, ada satu anak cwok yang sama sekali tidak takut dengan penampilannya yang mengesankan

“Maafkan aku ~ Kasihanilah hamba ini ~”

Masachika menjatuhkan diri tepat di kaki Alisa saat dia kembali, menggenggam tangannya dan memohon dengan menyedihkan. Masachika belum meninggalkan suasana hatinya yang ceria di akhir game ini dan tatapan orang-orang di kelas tertuju pada si idiot ini.

“Aku benar-benar tidak bisa menahannya ~. Jika ada SSR muncul dari gacha gratis, tentu saja aku akan melihatnya ~”

Terlebih lagi, Ia bahkan mencari-cari alasan untuk membela diri. Saat tatapan dari sekitarnya sekan-akan ingin mengatakan “Orang ini serius bilang begitu?”, Alisa tetap mempertahankan ekspresi judesnya dan menatap ponsel yang diambilnya dari Masachika.

“… SSR, Tsukiyomi? Tsukiyomi adalah dewi bulan dalam mitologi Jepang, ‘kan? Kenapa rambutnya berwarna perak? ”

“Eh… entahlah? Bukannya karena menyiratkan penggambaran bulan? Yah, dia imut jadi jangan terlalu meributkan hal yang sepele.”

“… Fuun.”

Saat Masachika melayangkan senyum yang sangat bagus, Alisa dengan cepat menutup sebagian matanya.

Pada saat yang sama, atmosfer di sekitar Alisa mengalami penurunan suhu beberapa derajat, sampai ke tingkat kutub. Masachika menggumamkan pikiran batinnya, “Eh? Kenapa? ”, Dan senyumnya berkedut.

“Pertama-tama, aku akan mematikannya dan menyimpannya sampai waktu sekolah berakhir.”

“Tunggu sebentar!! Jika kamu mematikannya begitu saja, gacha tadi mungkin tidak tersimpan !? ”

Masachika benar-benar panik ketika Alisa tanpa ampun mencoba mematikan smarphone-nya.

“Aku ‘kan yang tidak kamu suka!? Dia tidak bersalah! Aku tidak peduli apa yang terjadi padaku, asal kamu mau melepaskan dia!! ”

“Mengapa aku terlihat seperti penjahat sekarang, astaga.”

Masachika begitu putus asa sehingga orang akan bertanya-tanya apa pacar tercintanya telah disandera, dan mencoba untuk membujuknya agar tidak melakukannya.

Alisa menatap Masachika dengan tatapan merendahkan, dan bersama dengan desahan lelah, Alisa mengembalikan smartphone-nya.

“Terima kasih, terima kasih.”

“… Hmph.

Saat Masachika mengambil smarphone di kedua tangannya dan memujanya, Alisa mendengus, bahkan tidak berusaha menyembunyikan ketidaksenangannya. Tiga ponsel lainnya juga dikembalikan ke pemiliknya.

Setelah dia memastikan bahwa foto-foto yang diambil dengan diam-diam sudah terhapus, dia duduk di kursinya dengan kasar.

“Uwaah ~ Ini benar-benar Tsukiyomi-sama. Kupikir aku takkan pernah mendapatkannya ...”

“… ..”

Alisa memain-mainkan rambutnya sendiri dengan jarinya dan melirik Masachika yang sedang melihat layar ponselnya dengan mata berbinar dan cemberut.

Padahal rambutku juga berwarna perak

Masachika membeku karena serangan kecemburuan mengejutkan yang datang tiba-tiba.

“….Apa katamu?”

Masachia tentu saja mendengarnya dengan jelas dan mengangkat kepalanya dengan wajah berkedut. Alisa menatapnya dengan tatapan dingin, berhenti memainkan rambutnya dan berkata seolah-olah akan meludah.

“Aku baru saja berkata, 'Dasar Pecandu game’

“Hei, tidak sopan untuk berbicara seperti itu, tahu.”

“A-Apanya.”

Alisa tersentak sedikit ketika Masachika mengangkat suaranya dengan suara kasar dengan ekspresi yang sangat serius. Tapi segera dia berkata, "Aku tidak mengatakan sesuatu yang salah", dan balas menatapnya dengan tatapan tajam. Masachika memperingatkannya dengan ekspresi serius yang mematikan, dan ketegangan yang meluap di sekitar mereka, sekali lagi, pandangan orang-orang di sekitarnya tertuju pada mereka lagi.

“Perkataanmu tadi sangat tidak sopan bagi pecandu sejati dengan kehidupan yang bergaji tinggi, memanggilku, dengan kehidupan yang tidak dibayar, sebagai pecandu game?”

“Yang pasti, siapapun itu, mereka pasti tidak ingin disamakan denganmu.”

Kuuh !?”

Seolah-olah dia sedang melihat sampah, tatapan Alisa menembus Masachika, yang mengatakan sesuatu yang bodoh dengan muka yang tidak berguna. Seolah-olah itu menusuknya secara fisik, Masachika mengeluarkan "Guhaa" dan menahan dadanya.

Alisa hanya tidak bisa menghadapi gaya lebay Masachika yang tidak memiliki batas lagi, dan menghela nafas dengan anggun.

“Ya ampun…. Kamu terlihat sangat serius jadi aku penasaran apa yang ingin kamu sampaikan tadi.”

“Hei, itu tidak masuk akal. Aku selalu serius setiap saat, tahu? Tidak berlebihan untuk mengatakan kalau keseriusan adalah poin baikku.”

“Itu pembesar-besaran terbesar abad ini.”

“Tapi masih ada 80% yang tersisa di abad ini !?”

“Haah… Sudah cukup dan cepat simpan smartphone-mu.”

“Astaga”, Alisa mengangkat bahu dan meletakkan dagunya di tangannya dengan raut muka penuh kelelahan.

Melihatnya, Masachika berkata, “Sedikit terlalu menyenangkan, ya”, dan mengangkat bahu. Saat hendak meletakkan ponselnya dan memutuskan untuk berhenti di situ…. tapi, Ia berhenti bergerak karena mendengar kalimat dalam bahasa Rusia yang sampai ke telinganya.

Padahal jika kamu serius, kamu akan terlihat keren

Masachika secara spontan berbalik mendengar gumaman yang benar-benar membuat punggungnya menggigil.

“Kamu tadi bilang apa?”

“Aku bilang, 'Aku sudah kehilangan harapan'

“… Aah begitu.”

“Ya.”

Sambil berusaha untuk tidak menunjukkannya, Masachika berteriak keras di dalam hatinya, “Dasar pembohooooooooong !!”, dan Alisa, “Dasar idiot~. Hmph ”. Benar-benar memahami apa yang sebenarnya Alisa pikirkan, wajah Masachika berkedut.

(Semuanya. Sudah. Disampaikan dengan jelas, tauuuuu !!)

Alangkah leganya jika Ia bisa meneriakkannya sekeras mungkin. Tapi, satu-satunya yang akan kalah dengan mengungkapkannya adalah Masachika sendiri.

(Nu, konyol sekali…)

Ia tahu kalau Ia tidak bisa mengungkapkannya, tapi, Ia tetap ingin melampiaskannya. Suatu hari nanti, Masachika ingin membongkar kedok gadis tsundere ini. Masachika menggertakkan giginya, tapi pada saat itu, tiba-tiba pintu di depan kelas terbuka.

“'Alo ~, ini sedikit lebih awal tapi pelajaran akan dimulai dengan baik ~…. Huh, Kuze. Kenapa kamu mengeluarkan smartphonemu?”

“Ah…”

Ditunjuk oleh guru yang masuk, Masachika menyadari kalau Ia masih memegang smartphone-nya.

 “Yah, hanya sedikit riset untuk tugas….”

“Apa itu benar, Kujou?”

“Bohong, Kuze-kun sedang bermain game di smartphone-nya.”

“Oi!?”

“Aku tahu itu. Kemarilah, Kuze! Smartphone-mu akan disita!”

“Tidak, apa maksudnya Anda sudah mengetahuinya!”

Masachika memprotes guru tersebut saat Ia dengan enggan pergi ke meja guru. Saat Alisa memperhatikan punggung Masachika yang berjalan lesu, dia mengangkat bahunya.

“Haah… Dia benar-benar idiot.”

Dia bergumam dengan nada yang benar-benar tercengang tetapi, bertentangan dengan nadanya, bibirnya tersenyum. Namun, teman sekelasnya, termasuk Masachika, tidak menyadarinya.

“(Uwoah! Putri Alya tersenyum !?)”

“(Uooooo! Kesempatan langka untuk memfotonya!)”

“(Ayo ambil fotonya! Sial, kenapa kameraku tidak mau menyala!)”

“Sensei, tiga orang di sana juga menggunakan smartphone mereka.”

““ “Tidaaaaaaaaaakkk !!” ””

… ..Kecuali trio idiot ini.

 

 

<<=Sebelumnya   | Daftar isi |  Selanjutnya=>>

close

14 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

  1. Semangat min TL eng ny udh selesai vol 1

    BalasHapus
  2. Mantap yang tl bahasanya gampang dipahami

    BalasHapus
  3. Sasuga admin.......terjemahan nya enak dan gampang dipahami............makasih.....☺️☺️

    BalasHapus
  4. Emang admin paling de best

    BalasHapus
  5. Anuu gk bisa bahasa suka blyat

    BalasHapus
  6. Mayan auto masukin list waifu 😳😳

    BalasHapus
  7. https://www.google.com.mm/url?sa=t&url=%68%74%74%70%3A%2F%2F%78%6E%2D%2D%31%30%30%2D%6C%64%64%39%61%2E%78%6E%2D%2D%70%31%61%69&usg=AOvVaw09cCqMLmvQGkpDOZQqbRtJ#5kuHghH7Fe

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama