Ore no Onna Tomodachi ga Saikou ni Kawaii Vol.1 Chapter 7 Bahasa Indonesia

Chapter 07 —  Monster Sejati dari Ruang Bawah Tanah Dungeon Terakhir Muncul di Kota Pemula

 

Sekarang sudah setengah jalan sampai April. Kehidupan Kai terus berlanjut dengan damai, seolah-olah kekacauan di hari-hari pertamanya sebagai murid kelas 2 hanyalah mimpi di siang bolong. Ia bermain game dengan Jun, menonton film, berbelanja di semua toko ritel otaku, dan tanpa disadari, waktunya sudah sampai di hari sebelum liburan Golden Week.

Sekarang, waktunya berangkat ke sekolah. Setelah turun di Stasiun Sakata, Kai melihat sosok Jun dari belakang. Ia mengira kalau mereka pasti berada di kereta yang sama, cuma gerbongnya saja yang berbeda.

“Yo~.”

“Pagi.”

Mereka berjalan bersama sepanjang sisa perjalanan ke sekolah dan hanya membicarakan tentang kuis kemarin sepanjang waktu.

“Apa cuma aku saja,” kata Jun, “atau emang pelajaran matematika menjadi semakin sulit setelah kita naik kelas 2? Aku merasa tidak bisa mengikuti materi pelajarannya ...”

“Ya ampun, apa kamu menyiratkan kalau kamu mampu mengimbangi pas tahun lalu?”

“Persetan denganmu, Kai. Kamu bakal dapat tembakan dari timmu sendiri saat kita bermain Tank lain kali.”

“Peringatan! Kita ada pembunuh tim di sini! ”

Kai menanggapi godaan Jun dengan menepaknya sebelum melarikan diri dengan seringai di wajahnya.

“Ayolah,” pinta Jun, menundukkan bahunya lebih tulus dari yang diharapkan Kai. “Kamu tidak bisa memberikan bantuan padaku?”

Gaya akademis SMA Asagi menghormati kebebasan pribadi, jadi guru tidak terlalu sering meributkan murid-muridnya untuk belajar. Tapi kode etik sekolah menggembar-gemborkan bahwa tanggung jawab pribadi adalah apa yang membuat kebebasan menjadi kebajikan, jadi hukuman bagi murid yang mendapat nilai jelek sangat berat. Mereka akan disuruh mengikuti ujian ulang setelah selesai liburan Golden Week, jadi Kai bisa memahami kekhawatiran Jun.

“Tapi bukannya lebih baik kalau kamu meminta bantuan guru matematika kita ketimbang dengan diriku?”

“Hmm ... mungkin untuk mata pelajaran lain, tapi guru itu dan aku tidak terlalu cocok.”

“Oh ... benar.”

Kai menyadari kalau Ia seharusnya tahu lebih baik. Guru matematika mereka sama sekali bukan orang jahat, hanya ... bukan orang yang sangat toleran. Benar-benar tipe rewel. Ketika dia melihat gadis fashionalita seperti Jun, Reina, atau Momoko, dia cenderung memanggil mereka “gadis nakal” seolah-olah mereka adalah musuh bebuyutannya.

SMA Asagi membanggakan diri karena ... yah, kamu tahu sendiri. Peraturan sekolah mengenai penampilan tidak berarti apa-apa jika tidak lunak. Kamu boleh mewarnai rambutmu dengan warna apa pun yang kamu suka, dan bahkan boleh ada tindikan asalkan tidak terlalu mencolok. Jun berusaha keras dalam merias dirinya sambil tetap mematuhi aturan, tapi ketika dia mencoba membela dirinya sendiri setelah disebut "gadis nakal", balasan yang dia dapatkan hanyalah "Aku tidak peduli". Kai lebih memihak Jun dalam hal ini.

“Ya, apa boleh buat,” Kai mengakui. “Mungkin kita bisa melakukan sesi belajar selama liburan Golden Week?”

“Di antara sesi bermain kita!”

“Ini akan menjadi acara sepanjang hari jika kita melakukan keduanya.”

“Aku mau berterima kasih dulu untuk makan malamnya!”

“Yah, Ibu ingin sekali ditemani, jadi kurasa itu tidak masalah.”

“Hore, aku jadi senang! Hore untuk daging sapi! ”

“Jadi kamu sudah berasumsi kalau kita akan menyajikan itu ...” Yah, bukannya Kai tidak menginginkan itu untuk makan malam, jadi Ia hanya mendecakkan lidahnya dan tertawa simpul.

Jun memeluknya erat-erat dari belakang karena rasa terima kasih. Tapi karena mereka sedang dalam perjalanan ke sekolah dan perhatian siswa lain tertuju pada mereka, Jun menahan pelukannya agar tetap sebentar, cukup untuk dianggap bermain-main. Jika mereka terlalu melekat di depan umum, orang-orang mungkin penasaran apa  mereka sudah berkencan ... atau apa mereka hanya melakukannya seperti kelinci.

“Mau datang besok pagi untuk itu?”

“Tentu saja!”

“Jika orang tuamu setuju, kamu bahkan bisa menginap. Di rumahku ada tempat tidur kakakku, karena aku dengar dia mau jalan-jalan bersama beberapa teman kuliahnya.”

“Hore! Sekarang rasanya seperti kamp pelatihan.”

Jun memiliki kilau di matanya ... sampai dia memiringkan kepalanya.

“Tapi tunggu, Kai, bagaimana dengan pekerjaanmu? Aku pikir kamu tidak bisa mendapatkan libur seminggu penuh.”

“Salah satu rekan kerjaku dicampakkan oleh pacarnya. Dia bilang ingin menghilangkan kesedihannya dengan bekerja, jadi aku tiba-tiba punya lebih banyak waktu luang. Tiga hari ke depan, sebagai permulaan.”

“Bagus, jadi kita punya kamp game selama tiga hari!”

“Kamp belajar! Ingat untuk apa kamu datang! ”

“Bercanda, kok~. Tapi kita tetap akan bermain game, ‘kan? Aku berjanji kamu tidak akan berhasil dalam enam tembakanmu!”

Untuk menunjukkan betapa tidak berbahayanya dirinya, Jun memeluk Kai sekali lagi. Tentu saja, cuma sebentar . Tapi kali ini, pada saat ini, tatapan matanya bertemu dengan seseorang. Dan tidak ada jalan untuk kembali. Di sana, di gerbang sekolah yang berjarak seratus meter, berdirilah guru yang bertugas jaga. Pria berwajah ikemen yang penampilan cantiknya bisa bersaing dengan Jun, tapi dari jenis kelamin yang berbeda.

 

Royalteach menatap lekat pada mereka. Dengan tatapan melotot yang tidak biasa.

 

“Oh, ini Broyalty,” kata Jun.

“Uh, apa ?!”

Kai bisa saja bersumpah karena baru mendengar pernyataan mengejutkan dalam permainan kata-kata yang keluar dari mulut gadis yang saat ini menempel padanya.

“Sial ... kurasa kita tertangkap basah di waktu yang buruk.”

Saat berikutnya, Jun dengan malu-malu menjauhkan diri dari Kai. Ia berkeringat dingin. Perasaan yang sangat buruk melanda perut Kai saat ingatan yang sangat buruk melintas di benaknya.

 

Aku punya empat saudara laki-laki yang jauh lebih tua dariku ...

Dan masing-masing dari mereka itu tipe yang memanjakan adiknya ...

Itu berarti aku harus mendengarkan ocehan mereka, tahu? Misalnya seperti, aku disuruh jangan mencari pacar dulu atau semacamnya ...

Mereka pasti akan salah paham kalau kamu itu pacarku. Dan kemudian mereka akan menghajarmu.

 

Tunggu, tunggu, tunggu, tunggu, pikir Kai. Mana mungkin — itu tidak mungkin ‘kana. Jangan bilang...

Kai tidak lupa bagaimana Royalteach menyelamatkannya dari geng Matsuda. Ia juga tidak lupa bagaimana Royalteach menemaninya saat di rumah sakit, mengantarnya pulang, memahami keberaniannya untuk tidak melawan, berjanji bahwa Ia akan berada di sana ketika Kai membutuhkannya, dan bahkan berbagi percakapan yang meriah tentang tiga besar manga shounen. Sungguh meremehkan untuk mengatakan bahwa guru sehebat dia tidak datang setiap hari.

Mana mungkin Royalteach itu kakak laki-lakinya Jun, ‘kan!

Kai menyeka keringat dari alisnya.

Aku yakin kalau Ia menatapku dengan tajam pasti karena ada semacam kesalahpahaman!

Kai memaksa kakinya yang gemetaran terus melaju ke depan. Dan dengan takut-takut bertanya pada Jun pertanyaan yang menentukan itu.

“Apa ... Royalteach adalah kakakmu?”

“Ya. Kakak yang tertua. ”

“Orang yang punya siscon akut?”

“Ya. Mencintaiku lebih dari apapun di dunia.”

Riwayatku bakalan tamat. Kai menatap ke arah langit saat dunia yang cerah terurai di sekitarnya.

“Hei, Nona Purepure Miyakawa.”

Bruh. Baik, ada apa, Tuan Ash Nakamura? ”

“Siapa dari orang tuamu yang bertugas untuk memberi nama, punya selera yang patut dipertanyakan.”

Menyilangkan kanji Jepang dan pengucapan bahasa Inggris “Prince” hanya ... sudah kelewatan. Kai meneteskan air mata di jiwanya, tapi Ia membuat jiwanya tetap kuat. Ia secara bertahap, dengan santai menjauhkan diri dari Jun dan berjalan menuju gerbang masuk sekolah seolah-olah Ia bahkan tidak mengenalnya. Kai berusaha menghindari kontak mata dengan Royalteach, yang berdiri dengan berwibawa di depan gerbang. Siswa lainnya menyapa penjaga gerbang dengan senyuman saat mereka lewat, dan Ia membalas salam mereka dengan baik.

“Pagi, Royalteach!”

“Oh, pagi.”

“Selamat pagi, Sensei.”

“Ah, pagi.”

“Bagaimana kabarmu, Sensei?”

“Baik. Kelihatannya kamu juga sama.”

“Royalteach, dengar, dengar, dengarkan ini!”

“Haha, maaf, itu harus menunggu.”

“Aku menyayangimu, Royalteach!

“Dan aku mencintai istriku.”

“Pagi yang cerah, iya ‘kan?”

“Tentu.”

“Selamat pagiiiii!”

“Pagi juga.”

 

Sebagian besar siswa meneriakkan salam mereka dengan sepenuh hati saat memasuki gerbang depan sekolah. Misi Kai: untuk berbaur dengan kerumunan dan memasuki sekolah dengan aman!

 

“Se-Selamat pagi ...”

“Naaaaakaaaaamuuuuuraaaaa.”

 

Uwwaaaaaa!

Cengkeraman mendadak yang dirasakan di bahunya hampir membuat jantungnya berhenti. Kai dengan gugup menoleh dan tercengang saat melihat Royalteach sudah menyelinap di belakangnya, mirip seperti gaya film horor. Dan cengkeramannya memperjelas bahwa Ia tidak berniat melepaskan Kai. Royalteach menjewer keras telinga Kai dan berbisik dengan cara yang membuat punggungnya menggigil.

“Aku melihatmu, Nakamuraaaaa.”

“Be-Benar-benar seorang guru teladan, selalu memperhatikan murid-murid anda dengan baik.”

“Jadiiii ... kamu berteman dengan Jun, yaaaaa?”

“An-Anda sedang membicarakan siapa? Saya kebetulan melihat teman sekelas yang namanya bahkan saya tidak tahu dan melakukan percakapan yang sehat.

“Kamu punya nyali juga sampai berani mendekati adik perempuanku!”

“Sensei, tolong jangan mematahkan bahuku! Itu menyakitkan. Saya nyerah!”

“Kamu ini gimana, Apa kamu tidak melihat senyum di wajah gurumu ini?”

“Saya tidak tahu, tapi saya melihat niat membunuh di mata itu!”

“Kenapa kamuuuuuuu, apa kamu berpacaran dengan Jun ?!”

“Sial, Ia tidak mau mendengarkan!”

Kai memekik. Siapa yang bakal mengira kalau guru yang sangat pengertian bisa mulai murka dan berkepala batu begitu melibatkan adik perempuannya? Orang siscon memang sangat menakutkan!

Kai melihat-lihat di sekelilingnya, mencari-cari sesuatu yang bisa menyelamatkannya, tetapi tidak berhasil. Royalteach baru saja (pura-pura) meraih bahu Kai. Ia bahkan (seolah-olah) tersenyum. Yang paling banyak dilakukan siswa yang lewat sebagai reaksi hanyalah menunjuk mereka dan tersenyum, seolah-olah mengagumi seberapa dekat keduanya. Bahkan dalam kerumunan ini, Kai sendirian ... sikap apatis seperti itu menjelaskan kepadanya sisi gelap masyarakat modern yang mementingkan diri mereka sendiri.

“Ayolah, Broyalty, kurasa itu sudah cukup.”

“Oh, Jun!” Kai berseru, “Cuma kamu satu-satunya yang bisa aku andalkan!”

Sahabat Kai, tidak bisa tinggal diam melihat ketidakmanusiawian seperti itu dan datang membantunya. Rasa kesepian Kai menghilang dalam sekejap. Saat itulah Kai tahu bahwa masyarakat modern tidak semuanya bersikap acuh.

“Jun,” tanya Royalteach, menunjukkan tampilan tegas dari seorang kakak yang terlalu protektif. “Apa kamu berpacaran dengan cowok ini?”

“Tidak, tidak sama sekali. Kai cuma teman baikku, kok.”

“Ya, Anda sudah mendengarnya, ‘kan! Teman, mengerti? ”

“Hmph. Aku merasa kalau itu sulit untuk dipercaya.”

“Oh tolong mengertilah, Broyalty. Kenapa kamu berpikir kami punya hubungan seperti itu?”

“Ya, anda mendengarnya! Anda seorang guru, jadi anda harus percaya pada murid anda sendiri!”

“... Kamu tahu, saat aku datang ke sekolah ini, aku mendengar rumor kalau seorang selebriti sekolah, Jun Miyakawa dari kelas 2-1, selalu dekat dengan cowok yang sepertinya menjadi incarannya. Faktanya, ada banyak rumor semacam itu. Aku tidak pernah percaya kalau Junku yang kecil dan polos bisa melakukan hal seperti itu, jadi aku menertawakannya sebagai semacam gosip tak berdasar yang sering disebarkan oleh anak-anak. Tapi kamu, Nakamura ... kamu mengkhianatiku. ”

“Permisi, kapan dan bagaimana saya mengkhianati anda ?!”

Kai berusaha keras untuk meyakinkannya kalau semua itu hanyalah kesalahpahaman. Tapi tentu saja, Royalteach tidak mau mendengarkan sepatah kata pun. Alisnya terangkat sejauh yang mereka bisa untuk menunjukkan amarahnya yang menakutkan.

“Aku tidak akan mengakui hubungan kalian!”

Teriakan itu persis seperti yang Matsuda terima beberapa hari yang lalu.

 

Padahal kita cuma berteman ?!

 

◆◇◆◇◆

 

Jadi, liburan Golden Week dimulai dengan cara yang paling buruk. Kai berguling-guling di kasurnya saat mengatasi situasi dengan Jun melalui LINE.

[Gimana kabar keadaanmu di sana?]

[Broyalty masih sangat marah.]

[Serius?]

[Ia berjaga-jaga untuk memastikan aku tidak bisa pergi ke tempatmu.]

[Waktunya terlalu apes ...]

Dengan pesan yang terkirim, Kai membenamkan wajahnya ke bantal. Royalteach sudah menikah, jadi Ia biasanya tinggal bersama istrinya di sebuah apartemen yang jauh dari rumah Jun. Namun, memprioritaskan murid-muridnya daripada tanggung jawabnya kepada pasangannya menyebabkan pertengkaran kekasih yang legendaris, yang mengakibatkan istrinya mengusirnya. Oleh karena itu, Ia kembali ke rumah keluarga Miyakawa. Lebih buruk lagi, "murid" tersebut rupanya Kai, yang Royalteach "prioritaskan" saat di rumah sakit dan mengantarnya pulang. Itu sudah cukup untuk membuat Kai ingin meminta maaf sampai bersujud karena sudah menyebabkan pertengkaran mereka.

Ia bukan guru yang buruk. Ia sama sekali bukan guru yang buruk. Hanya saja ketika melibatkan  adik perempuannya, yah ... anggap saja sekrup otaknya lepas.

“Aku bisa berbohong dan memberitahu kalau akan berbelanja dengan Reina,” saran Jun dalam pesan baru.

“Tapi itu tak akan menyelesaikan inti masalahnya.”

“Ya, aku tidak bisa terus mengelabuhinya.”

“Sepertinya kita harus membatalkan sesi belajar.”

Jun menanggapi dengan stiker LINE Umaru berguling-guling dan membuat ulah. Kai mengirimkan stiker Bell bertuliskan "tenang, tenang" untuk menenangkannya. Tetap saja, Kai ingin mendapatkan sesuatu yang konstruktif dari ini.

“Ngomong-ngomong, Jun, bagaimana menurut orang tuamu?”

Bahkan jika Royalteach menentang persahabatan mereka, itu harus diselesaikan jika orang tua Jun tidak. Jun tidak menjawab untuk beberapa saat; dia pasti telah mempersiapkan jawaban yang panjang.

“Orang tuaku cukup sibuk dengan pekerjaan, jadi pada dasarnya kakakku bertindak sebagai waliku — apalagi sekarang sudah masuk Golden Week. Ayahku bilang Ia harus membereskan semuanya di tempat kerja sebelum liburan keluarga kami, jadi Ia masih di kantor dan tidak punya waktu untukku. ”

Ya, pikir Kai, sepertinya mereka tidak bisa banyak membantu.

Kai mengerang sambil menatap smartphone-nya. Semua kebebasan yang diiklankan di SMA Asagi, sangat mengatur ketat dalam hubungan yang tidak senonoh. Faktor itu merupakan salah satu hal yang sangat direwelkan pihak oang tua  bahkan jika sekolah tidak memiliki masalah dengan itu. Standar yang mereka tetapkan untuk  tetap "pantas" adalah hubungan yang mendapat persetujuan dari kedua wali; Artinya, terlepas dari apa yang Kai dan Jun rasakan atau berapa lama persahabatan mereka berlangsung, sekolah akan menganggapnya sebagai "tidak pantas" karena wali Jun, Royalteach, tidak lagi menyetujui. Hal itu membuat Kai kesal, tapi yang namanya aturan tetaplah peraturan, dan melanggarnya akan membuat Jun mendapat masalah juga. Sekali lagi, peraturan SMA Asagi mungkin terlihat longgar, tetapi peraturan tersebut akan ketat bila standar mereka tidak terpenuhi.

“Apa menurutmu aku bisa bertemu Royalteach? Mungkin kita bisa membicarakannya baik-baik. ”

Karena sudah buntu dan tak ada ide lain, Kai mengirimkan satu saran terakhir. Tapi Jun tidak langsung membalasnya. Kai berpikir dia mungkin merasa tidak yakin, jadi Ia mengirim stiker Saori Bajeena yang sedang menyesuaikan kacamatanya sambil berkata "Aku akan meminjamkan keahlianku!" untuk menunjukkan tekadnya.

Waktu terus berjalan, hingga akhirnya balasan dari Jun tiba.

 

“Aku tidak ingin kamu dipukuli lagi.”

 

Begitu balasnya. Jadi perihal itu yang selama ini membuatnya ragu mengatakannya.

“Eeek ...” sembur Kai, langsung tersedak melihat balasan itu.

Memar yang Ia alami setelah dihajar habis-baisan oleh geng Matsuda yang menuntutnya putus dengan Jun masih cukup segar di ingatannya. Ekspresi terkejut di wajah Jun saat dia melihat luka-lukanya semakin segar. Kai tidak dapat membayangkan kesedihan yang akan dia alami saat melihat tragedi itu terulang kembali di tangan keluarganya sendiri ...

Pesan Jun berikutnya sampai sebelum Kai bisa mengatur napasnya. Pesan yang datang dengan terburu-buru tersebut memberi Kai petunjuk  kalau Jun sudah menguatkan tekadnya juga.

“Aku akan melakukan sesuatu tentang ini.”

“Semua orang di keluargaku akan ikut dalam perjalanan kita.”

“Aku akan meyakinkan kakak laki-lakiku di depan Ayah dan Ibu.”

“Jadi tunggu saja sampai saat waktunya itu.”

Meski cuma beberapa baris, tapi kalimat tersebut sudah menjelaskan bahwa Jun sudah berpikir matang-matang mengenai masalah ini.

 

Aku tidak akan membuatmu mengalami pengalaman menyakitkan seperti itu lagi, Kai.

Aku ingin melihatmu juga. Aku ingin bermain bersamamu.

Jadi aku akan melakukan apa yang aku bisa.

Percayalah kepadaku.

 

Membaca pesan tersebut menghangatkan hati Kai. Ia melihat kalender di atas meja dan melihat bahwa hari ini adalah 27 April. Ia mendengar kalau liburan keluarga Jun sekitar tanghal 1 Mei dan 3 Mei, jadi Ia harus bersabar selama seminggu sebelum Jun bisa mendapat persetujuan dari orang tuanya.

“Oke.”

Kai bergumam pada dirinya sendiri saat memainkan ponselnya untuk mengirim stiker. Stiker karakter Terminus Est yang mengatakan “lakukan sesukamu” dengan ekspresi sombong, namun santai di wajahnya.

Tanpa ragu, Jun menanggapi dengan stiker Akiyama yang mengatakan “Serahkan saja padaku!” Kai mengirimkan stiker tepat di sebelah Est, gambar Yukimura Kusunoki yang mengatakan “Semoga berhasil.”

Rencana Jun berubah dan meminta Royalteach untuk membantunya belajar matematika. Namun, Kai merasa ragu kalau guru IPS yang menghapus matematika dari kehidupannya setelah ujian kerja bisa diandalkan seperti yang Jun butuhkan ...

 

◆◇◆◇◆

 

Mungkin ini terdengar seperti pengulangan, tapi Jun datang bermain ke rumah Kai sekitar lima kali dalam seminggu. Artinya, rata-rata, mereka punya waktu dua hari seminggu untuk diri mereka sendiri. Mungkin karena ada pekerjaan atau kegiatan belanja-belanja menghalangi, atau mungkin mereka sudah punya rencana masing-masing di sekolah atau di rumah. Terkadang jadwal mereka tidak sejalan. Jadi, hei, ini bukan pertama kalinya Kai menghabiskan waktu tanpa adanya keberadaan Jun. Ia sudah terbiasa dengan ini.

Atau begitulah pikirnya.

“Baiklah, mendingan main game saja.”

Kenapa alam bawah sadarnya bergumam pada dirinya sendiri tiba-tiba terdengar begitu hampa? Kai menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikiran-pikiran tidak berguna itu dan menyalakan PS4-nya. Versi konsol dari game saudaranya WoT, game perang angkatan laut bernama World of Warships, akhirnya dirilis bulan ini. Kai sudah menabung gaji terakhirnya untuk ini, jadi Ia berencana untuk menguasainya selama liburan  Golden Week.

“Jika aku bermain duluan sebelum Jun, aku bisa menjadi yang terbaik. Heh, aku jadi selangkah lebih maju darinya.”

Kai terus berbicara pada dirinya sendiri saat Ia membuat akun dan mulai bermain ... sampai dirinya merasa bosan saat baru bermain tiga puluh menit.

Yah, sebenarnya bukan bosan. Ia tidak bisa fokus karena suatu alasan. Meski Ia tahu pemula harus memberi 110% kemampuannya saat mempelajari permainan yangkompetitif, Ia hanya ditembaki sampai kapalnya terus-terusan tenggelam.

“Ya, ini sangat berbeda dari tank. Sepertinya aku butuh banyak usaha keras untuk membiasakan diri dengan game ini.”

Kai tidak tahu dengan siapa Ia membuat alasan, tapi Ia tetap mematikan perangkat PS4-nya.

“Oke, video. Ya, mari kita tonton beberapa video. ”

Kai menyalakan laptop lawas di meja belajarnya. Ia melihat jyunjyun1203 AKA JJ telah mengupload video solo hunt terbaru Monster Hunter pada larut malam sebelumnya. Kai hampir melompat kegirangan saat memencet tombol play itu.

Konten videonya hanya masuk ke telinga kanan... dan keluar di telinga kirinya. Setelah Kai menyadari kalau Ia tadi hanya melamun, Ia memencet ulang tombol play dan menonton video itu lagi. Dan lagi. Ia tidak bisa menghentikan titik itu tepat pada detik yang diinginkannya; itu selalu terjadi, tentu saja, tapi kali ini membuatnya sangat frustrasi sehingga tidak bisa fokus. Kai dengan lembut menutup tutup laptopnya karena kesal.

“Baiklah, ayo baca LN saja. LN yang bagus. ”

Kai mengambil hampir sepuluh tumpukan novel yang baru dibeli dari kantong plastik toko buku. Ia membeli buku-buku ini dengan tujuan menyelesaikan semuanya selama liburan Golden Week. LN yang pertama Ia raih tidak lain ialah  seri baru oleh penulis favoritnya yang baru saja dijual pada bulan April itu — seri yang sudah ditunggu Kai dengan napas tertahan. Judulnya adalah The Immortal Army Strikes Again and Again and Again!

Kai berbaring tengkurap di tempat tidurnya, meletakkan bantal di bawah perutnya, dan menggunakan mode kenyamanan maksimal saat mulai membaca. Langkah pertamanya adalah menikmati ilustrasi berwarna seperti dewa Yuunagi. Ah, sungguh perpaduan yang memuaskan antara euforia dan kepuasan.

Selanjutnya, Ia menyusuri tulisan-tulisan itu ... sampai Ia baru menyadari kalau tangannya tidak membalik halaman. Setelah beberapa paragraf, perhatiannya akan hilang. Ia akan membaca lebih lanjut, dan tersadar kalau Ia tidak ingat apa pun yang barusan Ia baca, mencoba membaca ulang sebagian, dan menyadari kalau Ia lupa bagian mana yang terakhil kali Ia baca.

“Gaaaaaah, semuanya membosankaaaaan!” Kai berteriak, melemparkan LN-nya ke samping tempat tidur — kebiadaban yang biasanya tidak pernah Ia lakukan kepada LN-nya. Ia melirik jam di kamarnya; waktu menunjukkan jam 2 siang.

“... Ya ampun, masih siang?”

Tahun ini, liburan Golden Week-nya mendapat jatah sepuluh hari berturut-turut, membuat hari pertama ini pintu gerbang ke dunia dengan harapan dan kemungkinan tanpa akhir. Dan Kai sudah bosan.

Suasana membosankan seperti itu berlanjut keesokan harinya.

Dan masih sama di keesokan harinya.

“Padahal aku sudah terbiasa main sendiri sampai sekolah SMP ...”

Kai tidak bisa berbuat apa-apa selain berbaring di atas tempat tidurnya dan menatap poster yang ditempel di langit-langit. Khususnya, karya Goblin Slayer yang digambar oleh Noboru Kannatsuki, menampilkan empat heroine utama dalam seri tersebut sedang bermain-main air dalam balutan pakaian renang mereka.

Kai bukanlah serigala yang sepenuhnya sendirian pada masa itu. Ia punya teman seperti Kishimoto untuk berbagi hobinya ... tapi jelas, mereka tidak menghabiskan setiap hari bersama seperti yang sudah Ia lakukan bersama Jun. Hobi Otaku cenderung menjadi kegiatan tersendiri, jadi Kai tidak terlalu keberatan saat itu.

Tapi itu dulu. Sekarang Kai telah berubah. Ia bertemu Jun, seseorang yang sudah seperti belahan jiwanya. Ia jadi tahu betapa menyenangkannya berbagi minat otaku dengan seorang teman. Ia tidak pernah membayangkan kalau tanpa adanya Jun akan membuat hidupnya tersiksa begini.

Dan kemudian keesokan harinya, hari terakhir bulan April. Kai kebagian shift siang di tempat kerjanya. Ia berangkat bekerja  dengan harapan kalau melakukan  pekerjaan dapat mengurangi kebosanannya. Kai lalu tiba di ruang istirahat khusus karyawan, mengambil celemek kerjanya dari loker, dan dengan lesu mengikat di pinggangnya. Saat itu ...

“Kenapa, Nakamura. Aku sudah menyelesaikan bacaanku tentang hal itu beberapa hari yang lalu.”

Rekan kerja Kai, Kotobuki, memanggilnya dari belakang. Dia kebagian shift pagi, jadi sekarang dia sedang istirahat siang dengan bekal buatan sendiri. Kai sebenarnya telah merasakan tatapan seseorang padanya sebelumnya, tapi Ia mengabaikannya karena tidak punya tenaga untuk berbicara jika dia tidak berbicara lebih dulu. Sekarang setelah Kotobuki mengambil inisiatif, Kai bisa menanggapi dengan nada kaku yang sama, namun kurang bersemangat yang selalu Ia gunakan dengannya.

“Dan apa yang dimaksud 'hal itu', Kotobuki?”

“Aku mengacu pada manga sepak bola yang terus kamu puji-puji.”

“Wah, tumben-tumbenan kamu tertarik pada genre olahraga. Apalagi itu manga orlahraga.”

“Karya-karya seperti Tsurune dan Run with the Wind baru-baru ini mungkin tentang olahraga, tapi tidak boleh diremehkan ... meski kuakui aku melihat adaptasi animasinya.”

“Adaptasi yang bagus, ‘kan!” kata Kai. “Tapi aku berani bersumpah kalau kamu bukan tipe orang yang suka membaca manga.”

“Aku hanya memikirkan efisiensi biaya karena manga bisa dibaca dengan sangat cepat. Aku mengambil yang ini hanya karena adikku kebetulan memilikinya.”

“Bolehkah aku menanyakan kesanmu?”

“Terus terang saja, itu luar biasa. Tokoh utamanya sepertinya punya mojo yang lumayan, ”kata Kotobuki.

“... Mungkin kamu bisa menjelaskan dengan bahasa yang bisa kumengerti?”

“Tidak seperti anime olahraga pada umumnya, aku merasa gadis-gadis itu sangat menggemaskan.”

“Ah, aku sangat setuju!” balas Kai. “Bahkan wanita berkulit coklat yang cuma muncul sesaat itu sangat cantik.”

“Memang. Meski secara pribadi aku berada di Tim Hana.”

“Bukan Tim Anri?”

Mereka berdua saling memkamung saat ada percikan terbang dari tatapan mereka. Tapi Kotobuki segera menutup kelopak matanya, seolah-olah ini adalah obrolan menyimpang yang ingin dia hindari. Dia berdehem dan melanjutkan.

“Manga-nya sungguh luar biasa, tapi aku punya satu keluhan. Tentu saja, ini hanyalah pendapat pribadi. ”

“Kalau boleh tau, apanya yang membuatmu tidak suka?”

“Adegan romantisnya terlalu menjengkelkan. Aku tidak dapat melepaskan diri dari perasaan bahwa tokoh protagonis bisa berhasil jika Ia hanya mengambil satu langkah lagi. Hana yang begitu menggemaskan hanya membuatnya semakin tidak sabaran.”

“Kurasa kamu benar.”

“Satu. Langkah, Lagi, ” ulang Kotobuki, menekankan pesan yang benar-benar ingin dia sampaikan. “Hanya itu yang perlu Ia lakukan.”

Ucapannya tersebut membuat Kai tersadar.

“... Apa kamu ini cenayang?” tanyanya, dengan nada getir.

Kotobuki hanya membalas “Hmph” dengan nada yang sombong. Wajahnya yang menjengkelkan dan penuh kemenangan merupakan hal yang sangat dikenal Kai. “Aku mungkin tidak tahu alasannya, tapi hanya melihat sekilas saja aku bisa tahu kalau kamu sedang tersandung masalah lain.”

“Wah ... Mukaku pasti gampang sekali dibaca ...”

“Dan sebaiknya kamu harus mengingat hal itu.”

Kai tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun terhadap sarkasme angkuhnya. Kotobuki mengkin gadis yang menjengkelkan, tapi Kai tidak bisa membencinya. Stabilitas emosi gadis yang rapuh ini membuatnya ahli dalam mengawasi orang lain, dan selalu membawa bakatnya itu untuk membantu Kai.

Setelah menghela nafas panjang, Kai melepas ikatan celemeknya, lalu memasukkannya kembali ke loker, dan menggantinya dengan tas yang Ia bawa dari rumah.

“Nakamura?” tanya Kotobuki.

“Aku perlu mengambil selangkah lagi,” jawab Kai. Ia mengendurkan bahunya dan mengucapkan terima kasih.

“Apa kamu yakin kalau itu keputusan yang benar?”

“Ya. Tapi uh, apa yang harus aku katakan kepada manajer?”

“Gampang, kamu tiba-tiba kena sakit perut dan tidak bisa bekerja. Aku pasti akan menanggung bagianmu dari shift ini.” Senyuman puas Kotobuki membuat tatapan mata Kai melebar.

“Kamu yakin alasan itu akan berhasil?” Mau tak mau Ia mengkhawatirkan rekan kerja pemula ini.

“Tentu saja,” kata Kotobuki, berusaha menegakkan kepalanya tinggi-tinggi. “Menurutmu aku ini siapa? Lagipula, kamulah yang mengajariku semua yang aku tahu.”

“Wah, bikin trharu saja!” seru Kai, menyeringai. “Aku percaya kata-katamu, Kotobuki.”

“Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk membalas kebaikan ini?”

“Aku akan memikirkan sesuatu nanti.”

“Aku sangat menantikannya.”

Mereka melakukan percakapan khas saat Kai keluar melalui pintu belakang. Ia mengeluarkan smartphone-nya dan mencoba menghubungi Reina melalui LINE saat berlari kencang di luar. Syukurlah, hari ini masih tanggal 30 April.

 

◆◇◆◇◆

 

“Juuuuuuuuuuuuuuuun!” Kai berteriak dari gerbang depan. “Main yuuuuuuuuuuuuuuuuukkk!”

Kai merasa seperti kembali menjadi anak kecil. Di hadapannya ada sebuah rumah yang berdiri sendiri. Sebuah bangunan dua lantai, tidak seperti rumah Kai, kecuali yang satu ini milik keluarga Miyakawa. Ini pertama kalinya Kai di sini, tapi Reina memberitahunya alamat Jun melalui LINE.

“Juuuuuuuuuuuuuuuun, main yuuuuuuuuuuuuukkkk!”

“Jangan meneriakkan namaku terlalu keras! Kamu bikin malu aku tau!”

Pintu depan rumah terbuka, memperlihatkan Jun dan ekspresinya yang marah.

“Yah, aku khawatir kalau kamu tidak akan mendengarku.”

“Coba tebak, aku bisa mendengarnya dengan jelas tau! Aku hanya butuh setidaknya satu menit untuk mengenakan baju! ”

Sekarang dia mengungkitnya, Jun hanya mengenakan kaos gombrang seolah-olah itu adalah gaun. Bajunya jauh lebih liar — eh, bebas — daripada yang biasa Kai gunakan. Tali bra sesekali bisa terlihat melalui kerah yang lebar. Kakak perempuan Kai benar-benar berada dalam kelompok kenyamanan tanpa bra, tapi Kai berpikir bahwa menjadi au naturel pasti lebih melelahkan begitu mencapai ukuran Jun.

“Ya ampun, sudah kubilang aku akan menanganinya karena suatu alasan. Tentu saja kamu akan datang juga ...” Jun mengerutkan bibirnya. Itu adalah pose yang sangat dikenali Kai — pose yang menyiratkan kalau dia diam-diam bahagia. “Aku bersumpah, Kai, bagian dari dirimu itu sangat kekanak-kanakan.”

“Terserah apa katamu.”

“Ngomong-ngomong, kenapa tidak masuk? Hanya, eh, pastikan kamu bisa melarikan diri jika kamu terkunci.”

Kai tidak mempedulikan ancamannya saat melenggang masuk. Jika Ia membiarkan hari ini berlalu, maka keluarga Miyakawa akan pergi untuk liburan keluarga mereka, dan Kai akan terjebak dalam penderitaan selama tiga hari. Mana sudi Ia melarikan diri saat sudah sampai di sini.

Serambi itu memiliki kesan anggun yang jelas, sebagian dari perpaduan estetika arsitektur Timur dan Barat, dan sebagian dari sikap Royalteach yang mengesankan saat Ia berdiri tepat di tengahnya. Benar saja, Royalteach mengenakan kemeja dan celana panjang yang disetrika dengan baik seolah-olah itu baju perang, terlepas akhir pekan atau bukan. Mengingat betapa lantangnya suara Kai, tindakannya yang tiba-tiba muncul bukanlah kejutan. Ia menatap Kai dari anak tangga di atas pintu masuk di atas tempat Kai berdiri. Jun mungkin tidak bermaksud untuk bertanya “kenapa tidak masuk?” sebagai pertanyaan, tapi Royalteach jelas bermaksud menjadi jawabannya.

“Bukannya sudah kubilang kalau aku tidak menyetujui kamu bermain dengan adik perempuanku? Nakamura, kamu memahami kata-kata tersebut, ‘kan? ”

Royalteach menyilangkan lengannya layaknya orang penting saat melontarkan sarkasme. Kai belum melepas sepatunya. Ia hanya berdiri tegak, balas menatap, dan membalas.

“Aku hanya datang untuk bermain dengan seorang teman. Memangnya ada masalahnya dengan itu?”

Kai tidak bermaksud mengatakan itu sebagai ejekan, tapi perkataannya terdengar seperti ejekan. Ia tidak datang kemari bukan untuk mengucapkan omong kosong. Ia ke sini bukan hanya dengan perasaan kalau Ia bisa melakukan sesuatu.

“Kamu punya nyali besar juga ya, Nakamuraaa.”

Pembuluh darah melonjak di dahi Royalteach. Di sinilah pertempuran akan dimulai. Jun menahan napas untuk mengawasi mereka ...

Tirai pun terangkat pada duel kecerdasan antara Kai dan Royalteach.

“Kamu datang ke sini untuk mengunjungi teman, katamu? Di siang bolong begini?”

“Tentu saja. Bagaimanapun, itulah kebenarannya.”

“Jika kamu ingin berbohong, aku sarankan untuk menemukan sesuatu yang tidak terlalu menggelikan! Siapa yang akan percaya alasan sembarangan semacam itu?”

“Nah, Sensei sendiri, berdasarkan teori apa yang membuat Anda mengira kalau aku berpacaran dengan Jun? Jangan bilang kalau Anda menganggap gosip dengan serius begitu saja, ‘kan? Tentu saja tidak; mengajar adalah posisi yang sangat terhormat sehingga menyiratkan itu merupakan penghinaan.”

“Aku akan memberitahumu kalau aku sudah melakukan penyelidikanku sendiri! Kamu bersama dengan Jun hampir setiap hari sepulang sekolah, bukan? Jun yang mengunjungi rumahmu. Siapa yang akan melakukan hal seperti itu kalau bukan orang pacaran?! ”

“Aku tidak tahu. Kedengarannya sangat mirip dengan prasangka pribadi. Apa aneh jika teman dekat menghabiskan waktu setiap hari bersama?”

“Kamu itu cowok, dan Jun itu cewek!”

“Kenapa, jika aku tidak tahu lebih baik, kedengarannya Anda menyarankan kalau cewek dan cowok tidak mungkin bisa berteman. Apa Anda yakin tidak memiliki prasangka pribadi di sini?”

“...Lihat. Jun kecilku itu sangat imut. Kamu tidak akan memberitahuku kalau aku sendirian di sini.”

“Oh tidak, aku setuju kalau dia itu memang sangat imut.”

“Kena juga! Dasar bodoh, Kamu akhirnya mengakuinya langsung! Nakamura, niat tersembunyimu sudah kelihatan jelas! Saat berhadapan dengan seseorang semanis Jun, tidak ada cowok yang bisa menahan keinginan untuk menjadikannya pacar mereka! Serigala lapar tidak bisa menahan daya pikat dari potongan daging segar! Anak cowok SMA tidak lebih dari binatang buas! Aku tahu itu. Karena aku pernah menjadi anak SMA sebelumnya!”

“Anda bercanda! Pria bukanlah orang barbar! Tidak peduli betapa manisnya Jun, kita tetap bisa menjaga martabat kita!”

“Teorimu mungkin berlaku untuk keimutan yang biasa, tapi tidak untuk super duper imut macam Jun!”

“Jun mungkin memang gadis paling imut di planet ini, tapi maksudku masih tetap berlaku!”

Kai melolong. Teriakannya tidak akan terhalang oleh resolusi keras Royalteach.

Sementara itu, muka Jun semakin memerah di setiap pukulan berturut-turut yang mereka lontarkan saat dia berusaha keras untuk menghentikan mereka. “Oke, aku mengerti!” “Aku manis, aku mengerti itu!” “Tolong hentikan sampai di sini saja, aku mohon!” “Awawawah ...”

Sayangnya, Kai dan Royalteach terlalu fokus pada duel mereka dan tidak memperdulikannya.

“Lalu boleh saya menanyakan sesuatu, Sensei?”

Ini dia. Kai mengarahkan konsentrasinya ke dalam serangan balik yang satu ini.

“Apa? Sudah tugas guru untuk menjawab pertanyaan siswa.”

“Anda sangat populer di kalangan gadis-gadis di sekolah, ‘kan?”

“... Untungnya, ya, memang. Namun, aku juga mencoba untuk tidak mengabaikan murid cowok. ”

“Jadi, Anda sadar kalau ada banyak gadis yang menyukai anda.”

“Sungguh pergantian frase yang keji!”

“Jika anda sangat populer dengan gadis-gadis, bukannya itu hidangan yang bisa dimakan sepuasnya untuk anda? Anda bisa memilih gadis mana pun di sekolah, ‘kan? ”

“Ap ... Sama sekali tidak masuk akal! Jangan berani-berani bercanda tentang itu! Mana ada guru yang akan mempertimbangkan untuk menyentuh muridnya sendiri! ” Wajah Royalteach langsung memerah, seolah-olah dia menganggap sindiran itu sebagai aib.

“Tapi bukannya semua pria itu binatang buas? Bukankah kita semua serigala lapar?”

Yakin akan kekuatan serangannya, Kai mengasumsikan ekspresi bodoh saat dia dengan angkuh mengembalikan kata-kata argumen Royalteach. Momoko yang selalu menyebalkan membuktikan model mental yang sangat baik untuk gerakan ini.

“Aku sudah dewasa! Jangan bandingkan aku dengan anak nakal yang sedang puber! ”

“Jadiiii, itu sebabnya Anda bilang kalau itu wajar saja bila Anda mempertahankan harga diri anda, hmm?”

“Ya, itulah yang aku katakan!”

Royalteach sangat serius, dari ekspresinya hingga teriakannya. Ia benar-benar guru yang baik; Ia tulus bahkan saat berbicara dengan anak sekolahan. Itulah mengapa Kai harus mulai serius juga. Ia menyingkirkan trik murahan untuk menyembunyikan kesalahannya sendiri dan tindakan provokatifnya. Ia mengungkapkan seluruh hatinya saat menjadi serius juga.

“Yah, aku juga tidak ingin dihina!”

Kai mulai mengungkapkan kartu andalannya dengan teriakan segenap jiwanya. Royalteach terkejut, tapi Kai terus mengocehkannya.

“Jun memang imut. Dia super duper imut. Mungkin gadis paling imut di dunia. Tapi aku tidak pernah menganggapnya sebagai pacarku. Itu karena Jun adalah temanku! Karena menjadi temannya jauh lebih baik ketimbang menjadi pacarnya!”

Kai terengah-engah, tubuhnya hampir menganggap metafora "menumpahkan isi perutmu” terlalu harfiah. Menilik ke belakang, ada banyak yang telah terjadi pada bulan April itu. Reina memberitahu Kai bahwa dia "tidak pantas mendapatkan Jun." Dan Kotobuki memberinya nasehat bahwa Reina "pasti salah mengira kalau kamu dan temanmu itu pacaran." Berkat mereka, Kai mengerti.

Masalah pacar-pacaran bikin repot dan ribeeeeettt. Menjadi temannya jutaan kali lebih baik ketimbag jadi pacarnya!

Berkat kesadaran inilah Kai bisa berdiri di sini dan membela diri dengan begitu lugas. Ia bisa menentang asumsi Royalteach.

Kami cuma berteman! Tapi menjadi teman adalah alasan kita bisa lebih dekat ketimbang pacaran!

Ya, ini adalah sesuatu yang bisa Ia teriakkan dengan membusungkan dada. Kai mengatakan semua yang perlu dikatakan. Kamu bisa menggoyahkannya, tapi tidak ada kata lain yang keluar. Artinya, eh, Ia tidak begitu tahu apa yang harus dilakukan jika harus berdebat lebih jauh. Ia tidak akan tahu harus berbuat apa, tapi setidaknya Kai tahu Ia tak akan kalah karena kurang berusaha.

Ia memelototi Royalteach dengan dadanya yang membusung, menunggu pria yang bertindak sebagai wali Jun menjawab. Tanpa Ia sadari, Jun sudah berada dia sampingnya. Keduanya bertukar pandang, kontak mata mereka berfungsi sebagai anggukan satu sama lain.

Adapun Royalteach, jawabannya adalah ...

 

◇◆◇

 

Mr. Prince, yang juga dikenal sebagai Prince Miyakawa, menikah pada usia 26 tahun. Ia lulus Ujian Pekerjaan Guru, lulus perguruan tinggi, berebut di antara pos-pos  SMU sebagai guru sementara, terjebak dalam keadaan siaga, dan di tengah semua kesibukan ini dan itu, lalu terbangun di suatu hari kalau usianya tidak lagi muda. Untungnya, saat itulah Ia dipekerjakan sebagai guru tetap, jadi gaya hidupnya akhirnya bisa tenang. Itulah alasan yang cukup baginya untuk melamar kekasih yang sudah lama dipacarinya.

Ia bertemu dengannya melalui klub mahasiswa ketika mereka baru semester  pertama. Mereka mulai dekat sebagai teman, tapi hati mereka menghangat dengan perasaan cinta muncul seiring berjalannya waktu. Akhirnya, di musim panas semester ketiga, Prince mengajaknya berpacaran. Mereka sudah bersama sejak saat itu.

Meski ... bukan berarti mereka tidak memiliki perbedaan. Mereka hanya melanjutkan hidup bersama setelah lulus karena alasan kenyamanan. Adapun masalah lamaran, Prince hanya melakukan hal itu karena kewajibannya sebagai laki-laki. Api asmaranya sudah padam sejak dulu.

Seiring berlalunya waktu, wanita yang menjadi istrinya mulai sering mengucapkan keluhannya. Menjadi guru tetap di sekolah umum berarti suaminya selalu sibuk; pulang sampai larut merupakan hal biasa, yang mana artinya waktu yang bisa mereka habiskan bersama sebagai pasangan mulai berkurang. Istrinya memastikan untuk memberitahu Mr. Prince betapa tidak senangnya dia tentang hal itu.

“Mana yang lebih kamu cintai, pekerjaanmu atau aku?” salah satu keluhan khasnya. “Kamu tahu aku ini istrimu, ‘kan? Bukan pelayan pribadimu, kan? ” ocehan yang lain, lebih sarkastik.

“Aku sepenuhnya sadar,” Mr. Prince ingin sekali balas berteriak, “tetapi mengajar adalah panggilan yang lebih tinggi!”

Namun, Ia selalu menahan lidahnya. Ia tahu bahwa meninggikan suaranya akan menjadi pertanda berakhirnya pernikahan mereka.

Prince pertama kali tertarik pada SMA Asagi saat Jun memberitahu kalau dia mengikuti ujian masuk sekolah swasta. Ketika Prince memeriksanya, Ia menemukan bahwa mereka memiliki banyak guru di staf, memastikan beban kerja yang lebih ringan untuk masing-masing. Ujian ketenagakerjaannya cukup sulit, tapi setelah belajar gila-gilaan lagi, Ia secara resmi menjadi salah satu guru baru si SMA Asagi. Pekerjaannya sekarang lebih ringan ketimbang pekerjaan saat menjadi guru di SMU, membuatnya punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama istrinya. Akhirnya, Ia memiliki keluarga bahagia yang Ia butuhkan untuk menarik napas lega ... atau begitulah yang Ia pikirkan.

Merawat Kai setelah dihajar babak belur oleh teman-teman sekelasnya dihitung sebagai bekerja lembur, menyebabkan Prince meninggalkan rencana makan malamnya dengan istrinya dan membuat istrinya marah besar. Prince merasa kalau Ia tidak melakukan kesalahan, dan tentu saja Ia tidak menyesal karena sudah membantu Kai, jadi kali ini merupakan pertama kalinya melawan balik istrinya yang marah-marah. Pertengkaran pun terjadi, mengakibatkan dirinya kembali mengungsi ke rumah orang tuanya.

Dan sekarang inilah yang terjadi. Kai Nakamura, cowok yang sudah mencuri hati adik perempuan Prince tepat di bawah pengawasannya, mempunyai nyali untuk bertindak seolah-olah sudah membalikkan keadaan saat Ia berteriak sekuat tenaga:

“Menjadi temannya jauh lebih baik ketimbang jadi pacarnya!”

Sejujurnya, kalimat itu sangat menusuk di hatinya. Dan memaksanya untuk mengingat hari-hari dimana Ia pertama kali bertemu istrinya. Hari-hari saat mereka hanya berteman. Setiap saat yang mereka habiskan bersama saat itu benar-benar dipenuhi dengan kebahagiaan. Bahkan setelah mereka resmi berpacaran satu setengah tahun kemudian, Ia masih bahagia dan puas.

Tapi segera setelah itu, percikan itu hilang. Dan tanpa itu, semuanya sudah berakhir. Sekarang Ia pikir-pikir lagi, sebagian besar dari 11 tahun yang Ia habiskan bersama istrinya agak membosankan. Sebagian besar.

Apa semuanya akan berakhir berbeda jika mereka tidak menikah atau berpacaran dan hanya tetap berteman? Bisakah mereka terus bersenang-senang selama ini? Prince tidak banyak berteman selama kuliahnya, tapi Ia masih punya beberapa. Bahkan beberapa teman lamanya ada yang wanita, tapi itu lebih baik ketimbang tidak sama sekali.

“…...”

Mungkin Ia hanya berusaha untuk tidak memikirkannya.

"... ..."

Tapi Kai memaksanya untuk mengingatknya.

“... ... ...”

Itu sebabnya Ia harus ...

 

◆◇◆◇◆

 

“... ... ... ... ...”

Hening. Royalteach masih menatap Kai dengan hening, tapi mulutnya terulur menjadi garis lurus. Akhirnya, bibir kaku itu mulai bergerak. Kai menahan napas untuk mengantisipasi saat Ia mendengarkan bersama Jun.

“Aku mengerti apa yang ingin kamu sampaikan, Nakamura.”

Pengakuan tersebut hampir membuat Kai ingin melakukan pose kemenangan.

“Namun, itu masih dari sudut pandang bocah. Tinggal masalah waktu saja sebelum martabatmu kalah dari nalurimu, dan aku jamin kamu bukan penilai yang baik kapan itu akan terjadi.”

“Broyalty, ayolah! Ucapanmu semakin tidak masuk akal! ”

“Jun, jangan ikut campur!” Royalteach berteriak, menghentikan upaya Jun untuk melakukan bantuan. Kai harus melangkah maju sendiri.

“Aku pikir itu sedikit tidak sopan untuk terus menyebutku 'bocah'. Apa yang harus aku katakan tentang itu?”

“Itulah yang aku maksud,” kata Royalteach sambil menyeringai. “Tidak ada yang bisa kamu katakan. Nakamura, jika kamu ingin meyakinkanku bahwa kamu bukan bocah... kamu harus membuktikannya. ”

“Ma-Ma-Maksud anda bukan berkelahi, ‘kan ?!” Kai tergagap, langsung merasa panik. Ia ingat bahwa Jun memang menyuruhnya melarikan diri jika Ia akan dihajar. Kai bisa menyebut dirinya Legenda Sepuluh Ribu Pukulan sesuka hatinya, tapi Ia tidak bisa menyembunyikan lututnya yang gemetar. Namun, yang mengejutkan ...

“Dasar bodoh, jangan konyol. Seorang guru tidak akan pernah memukul muridnya.” Seringai Royalteach berubah menjadi cemberut saat dia menegur Kai karena menarik kesimpulan yang salah. Ia melanjutkan, “Aku mendengar dari Jun kalau kamu punya keterampilan yang cukup bagus.”

Royalteach merogoh saku celana panjangnya dan mengeluarkan sesuatu.

Benda yang Ia rogoh-rogoh adalah ... konsol Switch.

“Apa Anda selalu berjalan sambil membawa itu ?!”

“Seperti yang seharusnya dilakukan pria mana pun.”

Kai mengatakan hal pertama yang terlintas di pikirannya, dan Royalteach menanggapi dengan cara yang membuatnya sulit untuk mengatakan apa Ia sedang bercanda.

“Yah ... aku tidak dapat menyangkal bahwa setiap pria harus melakukannya.” Kai menerima tantangannya dan mengeluarkan Switch-nya sendiri dari tasnya.

“Ah, jadi kamu membawa milikmu, Nakamura.”

“Tentu saja. Aku datang untuk bermain game di rumah temanku.”

“Ah ya, tentu saja.” Tatapan Royalteach menajam seolah-olah telah menemukan lawan yang layak. “Baiklah; masuklah ke dalam. Kita akan bertarung dengan ini.”

“Jadi, Anda hanya perlu melihat kemampuanku, ‘kan?” Mengikuti arah Royalteach menyentakkan dagunya, Kai melepas sepatunya dan melangkah masuk. Ini adalah pertama kalinya Ia memasuki rumah Jun.

“Tahan dulu! Broyalty, ini gila. Kai, jangan langsung menyetujuinya.”

“Ayo,” kata Kai, menggelengkan kepalanya karena kekhawatiran Jun. “Kami hanya memainkan game. Bukan berarti bakalan ada yang terluka.”

“Ya ampun, kamu membiarkan egomu pergi ke kepalamu lagi ... Baiklah, jangan salahkan aku kalau ada sesuatu yang terjadi!”

Jun mengerutkan bibirnya. Kali ini, dia benar-benar jengkel. Tetap saja, dia tetap di sisinya, memperjelas siapa yang dia dukung.

Duel mereka akan berlangsung di ruang tamu. Kai duduk di atas bantal yang Royalteach tarik untuknya dan menghadapi lawannya. Mereka duduk berhadapan, cukup dekat untuk membiarkan mereka memeriksa layar satu sama lain dan memastikan tidak ada kecurangan yang terjadi.

Jun duduk di sebelah Kai, tentu saja, membuat pernyataan bahwa dia akan memperjuangkannya meskipun itu berarti menentang kakaknya sendiri. Royalteach cemberut sedikit setelah melihat adiknya menentangnya, tetapi wajahnya dengan cepat menjadi kaku saatIia duduk bersila dan membuat pernyataan perangnya.

“Game yang kita mainkan adalah Monster Hunter GU. Pertandingan akan ditentukan oleh siapa yang dapat menyelesaikan quest Hellblade Glavenus G5 paling cepat. ”

“... Itu misi yang cukup sulit untuk ditangani sendirian. Anda yakin mau bertanding dengan itu, Sensei? ”

Sejujurnya, Kai sendiri bahkan tidak begitu yakin bisa melakukannya. Misinya sangat sulit sehingga mencapai batas tiga pingsan dan gagal adalah kemungkinan nyata. Kai sudah lama tidak memainkan MH selain yang versi World, jadi apa orang dewasa yang tidak punya waktu untuk bermain game bisa mengikuti?

“Hmph. Jangan meremehkan seorang veteran MH.” Seringai gigih Royalteach kembali. Hal itu mengingatkan Kai ketika guru ini memberitahu geng Matsuda untuk jangan menggigit lebih dari yang bisa mereka kunyah.

“Hati-hati,” Jun memperingati. Bahkan dia menganggapnya serius. “Broyalty-lah yang mengajariku Monster Hunter.”

Lebih banyak lagi alasan mengapa aku tidak boleh kalah, pikir Kai sambil menghadapi layar game-nya. Ia menyalakan Switch-nya, memilih MHGU, dan masuk dengan akunnya. Setelah permainan dimulai, Ia dengan hati-hati menyeimbangkan pemuatan peralatannya untuk menjalankan serangan waktu. Ia sudah menghabiskan banyak waktu untuk game ini, jadi Ia tidak kekurangan item.

“Kamu akan menggunakan senjata elemen air, ‘kan?” tanya Jun.

“Ya. Aku memakai Dual Blades.”

“Jadi Plesioth Machetes mungkin merupakan pilihan yang lebih baik daripada senjata Deviant Mizutsune.”

“Ya. Senjata yang cocok dengan gaya bermainku.”

Kai dan Jun duduk di depan layar kecil dari konsol game portabel dan mendiskusikan strategi mereka. Mr. Sister Complex masih terlihat sombong, tetapi Ia lebih baik diabaikan.

“Mau pakai set Hellblade untuk armornya?”

“Mungkin, tapi aku ingin yang ada banyak skill, jadi aku ingin menyesuaikannya sedikit,” balas Kai pada Jun.

“Seperti Repeat Offender?”

“...Ya. Itu akan menjadi kritis.”

Kai mengganti pelindung kepala dengan bagian dari set Gunner dan melengkapi Kushala Cista GX ke tubuhnya. Ini memberinya pertahanan yang Ia butuhkan serta akses ke beberapa keterampilan DPS yang kuat.

“Oh, tapi Kai, kamu jadi tidak bisa mendapatkan Divine Blessing ...”

“Tidak masalah untuk tantangan seperti ini!”

Kai menegur kekhawatiran Jun saat mengatur gayanya menjadi “Adept.” Tetapi jari-jarinya berhenti ketika tiba saatnya untuk memilih Hunter Art.

“Aku bisa memilih Wolf’s Maw III untuk mendapatkan lebih banyak kerusakan ...”

“Absolute Evasion merupakan hal yang pasti aku pilih,” kata Jun. Saran tegasnya adalah memilih keamanan daripada serangan berisiko tinggi dan imbalan tinggi. Keduanya telah melalui neraka dan kembali dalam game ini, jadi nasihatnya datang dari sudut pandang kawan yang dapat diandalkan yang mengetahui kebiasaannya baik luar maupun dalam. Nasihat ini sangat berharga, dan Kai sebaiknya menurutinya.

“Ya, pemburu kelas kakap tahu lebih baik daripada melebih-lebihkan keterampilan mereka.” Kai tidak lagi ragu-ragu untuk mengatur Hunter Art ke Absolute Evasion. Yang tersisa hanyalah mengambil itemnya.

“Sudah ada Cool Drinks?”

“Yup, sudah.”

“Dan Dash Juice?”

“Aku punya beberapa Mega.”

“Minuman berenergi?”

“Dash Juices saja sudah cukup.”

“Ah, emang. Jadi, hanya butuh Potion dan Max Potions? ”

“Aku akan membawa apa yang perlu aku gabungkan.”

“Kalau begitu, jangan lupa Book of Combo-nya.”

“Oke, aku mengerti.”

Kesalahan ceroboh karena lupa membawa item penting dalam misi adalah kejadian umum di MH, jadi Jun membantu Kai memeriksa ulang untuk memastikan hal itu tidak terjadi. Royalteach menghabiskan seluruh waktu untuk membuat komentar seperti “Kalian berdua lebih akrab dari yang aku kira ...” atau “Hei, mungkin kalian tidek perlu sedekat itu?” atau “Jika kalian ingin pamer maka aku mengumpat kalian.” Sulit untuk mengatakan apakah dia hanya mengomel atau benar-benar mengeluh, tapi Kai dan Jun sama sekali mendengarnya. Mereka terlalu asyik dengan dunia kecil mereka sendiri.

:... Apa kamu sudah siap, Nakamura?”

Oleh karena itu Kai tidak dapat membayangkan alasan dibalik ekspresi tidak puas Royalteach saat Ia akhirnya menanyakan pertanyaan itu.

“Yeah!”

Kai hanya memberikan respon yang tulus. Bantuan Jun yang terus-menerus membuat jawabannya penuh keyakinan.

“... Baiklah, terima misinya.”

“Oke!”

Kai menuju Hunter's Hub untuk bertemu dengan Royalteach, yang telah menyelesaikan persiapannya.

... Setelah dipikir-pikir, mungkin aku harus melihat peralatan Sensei dulu.

Kai memicingkan mata tajam ke layar. Hei, jika kamu mengenal musuh dan mengenal diri sendiri, kamu tidak perlu takut dengan hasil dari ratusan pertempuran. Royalteach tidak berusaha menyembunyikan Switch-nya, jadi Kai melihat ke layarnya.

Dan Ia menemukan sesuatu yang tidak bisa Ia percayai.

“Ah… aaaaah… aaaaagghhh,” Kai tanpa sadar meratap, tercengang. Itu sangat mengejutkan, sampai membuat mulutnya menganga. Ia hanya ingin melihat apa yang akan dibawa Royalteach ke dalam misi yang sangat sulit ini karena rasa penasaran dan semangat kompetitif, tapi apa yang Kai lihat lawannya kenakan adalah ...

Sebuah tombak. Dan tidak mengenakan armor sama sekali.

“Tidak ... Tidak mungkin ... Itu mustahil ... Itu tidak mungkin benar ...” Kai sangat terkejut sampai-sampai tidak bisa berpikir jernih.

“Tenanglah, Kai! Itu salah satu gaya permainan Broyalty!”

Jika Jun tidak berusaha sekuat tenaga untuk menyadarkan Kai, dia mungkin sudah kalah bahkan sebelum pertempuran dimulai. Pemandangan itu mengguncang ketenangannya.

Dari semua senjata yang akan digunakan, Ia memilih tombak tanpa armor? Melawan keburukan absolut yang dikenal sebagai Hellblade, Ia menggunakan tombak tanpa armor? Apa orang ini tidak takut bahkan pada kemurkaan dewa?

“Sensei, apa Anda sudah gila ?!”

“Oh, aku cukup waras. Tapi aku orang dewasa di sini, jadi aku sedikit mengalah saat melawan muridku.”

“Sensei ... Anda pria yang menakutkan!"

Wajah Kai tampak persis seperti definisi kamus tentang keterkejutan dan kekaguman. Jun mencoba membalas dendam pada kakaknya yang mencoba untuk pamer kalau tak berarmor sama sekali tidak terlalu dewasa, tapi Kai terlalu shock untuk mendengar sepatah kata pun dari Jun.

“Baiklah, Nakamura, ayo mulai!”

“Ba-Baiklah!”

Dengan jiwanya yang benar-benar dilemahkan, Kai memulai pencarian layaknya orang yang mengikuti perintah. Pikiran dan tubuhnya compang-camping, tapi Ia masih meminum Minuman Dingin dan Jus Mega Dash sebelum berangkat untuk menghadapi Deviant Glavenus di Ingle Isle.

Sayangnya, cuma sampai tahap itu yang bisa Ia capai. Ia hampir tidak bisa terus bermain.

Aku harus tahu ada apa dengan tombak tak berarmor iyu!

Bisakah seseorang benar-benar mengalahkan Hellblade hanya dengan mengenakan itu, atau apa itu cumaa gertakan orang dewasa yang konyol? Kai mendapati dirinya lupa tentang perburuannya sendiri saat Ia semakin asyik dengan permainan Royalteach.

Singkatnya, Royalteach jauh lebih mengerikan dari Hellblade. Ia mampu memblokir setiap serangan ganas Deviant secara instan! Dan setelah setiap parry tepat waktu, Ia membalas dengan tebasan silang yang brutal! Ia mungkin tak berarmor, tapi Ia melayang seperti kupu-kupu dan menyengat seperti lebah. Hanya satu kesalahan yang diperlukan untuk mengirim Royalteach kembali ke base camp, tapi sepertinya dia tidak akan melakukannya dalam waktu dekat. Kai terpesona oleh skill dewa-nya!

Gaya bermainnya mirip seperti JJ, pikir Kai. Hal pertama yang terlintas dibenaknya adalah Ia tidak punya kesempatan untuk menang, tapi Ia langsung memikirkan hal lain. Dengan gentar — penuh kegentaran, saat itu — Kai melihat ke nama yang melayang di atas avatar yang dikendalikan Royalteach.

“Jyunjyun1203”

Nama yang sama dengan pengunggah video yang dikagumi Kai selama lima tahun terakhir.

Seriusaaaannn! Mana mungkinnnnnnnnn!

Kai mengalihkan wajahnya dari layar dan meminta penjelasan Jun dengan tatapan matanya.

“Ya, mungkin,” kata Jun, melenyapkan ketidakpercayaan Kai saat senyum malu-malu muncul di wajahnya. Jadi itu menjelaskan mengapa Jun memperingatkannya untuk tidak menyalahkannya kalau ada sesuatu yang terjadi. Dia melanjutkan dengan menjelaskan dari mana asal nama avatar Royalteach.

“Namaku bisa diucapkan sebagai 'Junjun,' dan ulang tahunku tanggal 3 Desember.”

“Ya ampun, Ia benar-benar sudah ditingkat akut!”

Jadi Royalteach bena-benar youtuber yang dikagumi Kai. JJ muncul di tempat terakhir yang diharapkan Kai untuk menemukannya. Tatapan mata Kai terpaku pada penampilan langsung dari keahlian dari Let's Play yang telah lama dikaguminya. Ia hampir ingin berlutut dan menyembahnya.

Pemburu dengan skill dewa yang ditampilkan di layar yang dikenal sebagai “jyunjyun1203” mengantar setiap Glavenus ke kuburan mereka.

“Yah, cukup,” kata Royalteach sambil menghela napas panjang setelah menyelesaikan perburuannya. Memang, untuk pemain di levelnya, tombak tak berarmor mungkin adalah pilihan taktis untuk mempertajam fokusnya secara ekstrem. Itulah sebabnya Ia tidak memerhatikan apa pun yang dilakukan Kai saat Ia bermain.

“Jadi, Nakamura, bagaimana perburuanmu?” Ia akhirnya bertanya. Royalteach tidak perlu repot-repot melihat permainana Kai karena sepenuhnya yakin akan kemenangannya.

Kai menyeringai, mengacungkan jempol, dan berseru, “Aku mati sampe 3 kali!”

Royalteach terkejut sejenak, tetapi menjawab, "... Jadi, bisa dibilang kalau aku adalah pemenangnya, benar?”

“Tentu saja! Aku tidak pernah bisa mengalahkanmu, JJ! ”

Kai membenarkannya tanpa ragu-ragu, senyumnya tidak pernah pudar untuk sesaat. Ia mungkin kalah, tapi tidak bisa menahan kegembiraannya. Tidak setelah Ia menyatukan semua potongan teka-teki ke dalam satu kotak. Pria bernama Prince Miyakawa, guru yang menyelamatkannya dari geng Matsuda, legenda Monster Hunter yang dia hormati, merupakan pria yang baik jauh di lubuk hatinya. Ia adalah segalanya yang diharapkan Kai.

Kondisi pertandingan mereka sudah mengatakan itu semua. Royalteach menyuruh Kai hanya untuk "membuktikan" dirinya sendiri. Ia tidak pernah mengatakan apapun tentang melarang keduanya bertemu lagi jika Kai kalah. Jika kamu sebaik JJ, kamu tahu betul bahwa kamu akan menang. Apalagi menambahkan kondisi itu adalah tanda dari kebaikan Royalteach, sifat kejantanannya. Itulah mengapa Kai tersenyum lebar meskipun Ia kalah dalam pertandingan.

 

“Sekarang pertandingan kita sudah selesai, tolong bermainlah denganku, JJ! Ayo lakukan Izin Khusus Glav! Ayo, ini Glav! ”

“Oke, dengar ... Kamu seharusnya sedikit lebih gigih, mungkin meminta pertandingan ulang ...”

“Aku akan membuktikan diri sepenuhnya jika kamu ikut party denganku! Aku memiliki banyak pengalaman untuk menutupi kesalahan Jun yang menghindari kesalahan sebagai pendukung area luas terbaik, jadi percayalah padaku!”

“...”

Royalteach tidak bisa berkata-kata karena tuntutan Kai yang tiada henti untuk bermain.

“Tunggu,” sela Jun. “Biarkan aku ikut bermain juga!”

“Ya, Jun, ambil Switch-mu!”

Jun dengan riang melompat keluar dari ruang tamu dan berlari menaiki tangga untuk mempersiapkan perburuan mereka. Sementara itu, rahang Royalteach masih melongo.

“H-Hah? Kamu tidak akan bergabung? ”

“... Pertandingan kita sudah berakhir, bukan? Jadi pulanglah sana.”

“JJ, aku selalu mengagumi skill gilamu! Aku ingin bermain bersama setidaknya sekali! ”

“Mgh ...”

“Aku mohon! Cuma itu satu-satunya keinginanku!”

“... Dengar, aku tidak bisa mengendalikan perilaku monster jika aku tidak bermain solo.”

“Jadi, kali ini kamu akan memakai armor?”

“... Jangan konyol. Jika aku memakainya, aku akan menyelesaikan perburuan terlalu cepat dan itu sama sekali tidak menyenangkan.”

Royalteach menjadi sedikit kurang ajar, tapi setidaknya Ia berkomitmen untuk bermain dengan mereka.

“Kamu benar-benar sedikit ...” keluhnya, tapi fakta bahwa Ia masih bergabung adalah tanda kalau Ia merupakan gamer sejati. Dalam perang nyata, musuh kemarin takkan pernah bisa menjadi teman hari ini. Itulah mengapa video game berbeda!

“Ahhh, suatu kehormatan bisa berburu dengan JJ yang legendaris. Juga, kamu tak keberatan jika aku tidak sengaja menghambatmu, ‘kan? ”

“Jangan berani-beraninya melakukan itu.”

Saat mereka mengobrol, Jun segera kembali memebawa Switch-nya. Kai menerima pencarian Izin Khusus, dan tak lama kemudian, mereka bertiga mulai berburu. Gerakan Royalteach sehalus biasanya, tetapi dua gerakan lainnya menunjukkan karatnya. Mereka membuat kesalahan besar dan tertawa terbahak-bahak. Royalteach mengamuk setiap kali mereka memukulnya dalam game — Ia kurang dewasa dari kelihatannya. Tapi itu semua adalah bagian dari pengalaman, yang akan mereka lihat kembali dengan senyuman.

Mereka tidak memperhatikan waktu saat bermain entah berapa lama. Hingga akhirnya, jarum jam menunjukkan bahwa sudah pukul enam sore. Mengira kalau itu waktu yang tepat, Royalteach berdiri.

“Sensei?”

“Aku ingat ada rencana dengan istriku.”

“Hah? Aku tidak ingat kamu punya rencana dengan istrimu ...?”

“Aku baru saja mengingatnya!”

Dengan seruannya yang dibuat-buat, Royalteach berjalan menuju pintu keluar. Meninggalkan Kai dan Jun sendirian. Tunggu, benarkah ?!

“Kamu bisa memakan makan malam bagianku, Nakamura. Panaskan saja di microwave. ”

Royalteach berbalik saat tangannya meraih daun pintu, seolah-olah ia baru ingat untuk menyebutkan ini. Jun, tidak yakin apa yang terjadi pada kakaknya, sama bingungnya dengan Kai. Royalteach tampaknya tidak memedulikan kekhawatiran mereka.

“Jam malammu sampai jam 9 malam, mengerti? Saudaraku yang lain takkan pulang malam ini ... tapi jangan mengecewakan kepercayanku padamu, Nakamura.”

“Me-Mengerti!” Kai menjawab secara refleks setelah Royalteach dengan tegas menyampaikan intinya. Itu sebabnya Ia butuh waktu beberapa saat untuk memproses arti kata-kata yang dia ucapkan.

Hah? Tunggu dulu, apa? Jadi aku boleh tinggal selarut itu, makan malam di sini, dan pulang begitu saja? 'Jangan mengecawakan kepercayaanku,' artinya ... Ia mempercayaiku ?!

Kai tidak bisa menunjukkan kemampuan yang diharapkan Royalteach, jadi Ia tidak memahami apa yang sedang terjadi ...

 

◆◇◆◇◆

 

Nakamura, kelihatannya kamu tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi, pikir Prince. Raut wajah Kai saat berbalik setelah mencapai kenop pintu membuatnya tertawa kecil. Sejujurnya, Ia sudah lama menerima hubungan mereka. Cowok itu memang mengatakan kalau menjadi temannya jauh lebih baik daripada menjadi pacarnya.

Pernyataan Kai benar-benar mengejutkan dan meyakinkannya bahwa tidak ada hubungan tidak senonoh di antara mereka, tapi martabat Prince terlalu tinggi untuk menerimanya saat itu juga; dimarahi oleh anak nakal membuatnya kesal. Mengungkit pertandingan dan omong kosong berburu Hellblade hanyalah sebuah alasan. Rencana Prince untuk mencabik-cabik Kai dalam Monster Hunter, spesialisasinya, tidak lain hanyalah untuk melampiaskan frustrasinya.

Pencerahan apa yang seharusnya dimiliki Prince mengenai Kai melalui permainan konyol? Game memiliki nilai karena itu hanyalah bentuk permainan, bukan karena dapat menyelesaikan perselisihan di kehidupan nyata. Prince tahu betul hal ini karena Ia merupakan seorang gamer sejati.

Selain itu, apa lagi yang harus Ia lakukan setelah mereka membuatnya mendengarkan pertemuan strategi mereka yang terlalu pribadi? Bagaimana mungkin seseorang bisa menyela di antara kedekatan mereka ?!

Singkat cerita, Prince kalah dalam duel sebenarnya untuk menyelesaikan perselisihan mereka saat Ia menerima hubungan mereka. Kekuatan keinginan Kai memenangkan pertandingan hari ini.

Namun, kurasa aku harus mengakui kalau Nakamura adalah gamer yang lumayan juga.

Memikirkan kembali peristiwa tadi, Prince jadi ingin tertawa. Ia tahu kalau dirinya agak kejam karena melarang hubungan mereka. Namun Kai tidak menyimpan dendam; Ia hanya ingin bermain. Hal itu saja sudah cukup mengejutkan, yang membuat Prince ternganga melihat betapa tulus ikatan mereka. Mungkin seseorang harus menjadi cowok semacam itu untuk menjaga kecerdasannya di sekitar adik perempuan tersayang Prince.

Kai masih bocah remaja, tapi Ia jelas orang yang menarik. Cowok yang mengesankan. Tipe cowok yang pasti ingin Prince kalahkan lain kali. Tentu saja, Ia tidak peduli sedikit pun tentang menang atau kalah dalam sebuah permainan. Ia ingin menang di panggung perselisihan kehidupan nyata.

Sekali lagi, gertakan Kai berulang: "Menjadi temannya jauh lebih baik ketimbang menjadi pacarnya!" Itu merupakan idealism yang gagal disadari Prince. Tapi Ia tidak akan membiarkan kekalahan beruntun. Ia tidak akan membiarkan pembalasan kekanak-kanakan yang lahir dari kecemburuan menjadi akhir dari semuanya. Ia punya kata terakhir. Mungkin lain kali, mungkin lebih lambat dari itu, tapi suatu hari Ia bisa menyatakan dengan bangga di hadapan adik tersayang dan temannya yang menarik:

“Menjadi pasangan jauh lebih baik daripada berteman!”

Untuk itu, Prince tidak punya urusan lagi untuk tinggal di rumah orang tuanya. Ia memiliki sebuah apartemen — sarang cinta — untuk kembali dan berbaikan dengan istrinya.

 

◆◇◆◇◆

 

Royalteach benar-benar pergi. Kai dan Jun ditinggalkan sendirian di rumah Miyakawa. Itu pasti jebakan, kan? Ia akan kembali dalam waktu singkat, meneriakkan sesuatu tentang hubungan yang tidak pantas, lalu mulai menyemburkan nafas api atau sesuatu, ‘kan? Kai berhati-hati dengan kemungkinan itu, tapi ketakutannya terbukti tidak berdasar.

“Fiuh, beban di pundakku terangkat juga.”

“Ya, aku juga sama.”

Mereka berdua mulai menghela nafas lega lalu tertawa bersama seperti orang bodoh. Mereka kemudian berhenti setelah smartphone Jun berdering dengan pemberitahuan.

“Aku mendapat LINE dari Broyalty.”

“Apa yang dikatakannya?”

“Ia bertanya apakah kamu ada waktu luang pada hari Minggu tanggal 12.”

“Yah, ada sih ...”

“Dia bertanya apakah kamu ingin datang ke tempat kami. Kita bertiga bisa bermain bersama.”

“Siapa yang mengira Ia berubah jadi berhati lembut begini?”

“Aku juga tidak pernah mengira kalau Broyalty memiliki sisi seperti itu padanya.”

“Tunggu, kenapa Ia mengirim pesan padahal Ia bisa saja memberitahu langsung ke kita, ‘kan?”

“Ia mungkin merasa malu.”

“Di usianya yang hampir kepala 3? Tidak mungkin.”

“Iya. Broyalty adalah tipe orang yang mengucapkan kalimat norak jika dibiarkan sendiri.”

“Aku dapat melihatnya. Itu bakalan lucu sekali.”

Kai mengangguk ketika memikirkan kembali monolog yang Royalteach lakukan saat mengantarnya pulang dari rumah sakit dan hampir semua yang dia katakan hari ini.

“Ia tipe natural. Tapi begitu Ia menyadarinya, Ia menjadi sangat tersipu.”

“Sepertinya Ia menempatkan stat-nya menjadi meriam kaca.”

“Iya, ‘kan? Bukannya kakakku sangat payah? ”

“Pastinya! Meski punya wajah tampan! ”

Keduanya tertawa lagi tanpa akhir.

“Apa kamu mau makan dulu? Atau apa kamu ingin bermain? ” tanya Jun di sela-sela tawa mereka.

“Game harus didahulukan!”

“Bagaimana kalau bermain Mario Kart? Atau kamu ingin bermain Splatoon? ”

“Aku sedang dalam mood MH. Aku lagi bersemangat. Aku harus kembali ke prima pada tanggal 12!”

“Ah, mulai lagi deh, sisi kompetitif Kai.”

“Hei, MH adalah game co-op!”

Dan dengan itu, keduanya mengeluarkan Switch dari mode sleep dengan senyum ramah di wajah mereka.

Inilah keseharian yang Kai habiskan bersama temannya, seorang gadis bernama Jun. Dan hari ini secara khusus membuatnya yakin bahwa hari-hari itu akan berlanjut untuk waktu yang lama.



 

<<=Sebelumnya   |   Selanjutnya=>>

 

close

2 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama