Chapter 07 — Monster Sejati dari Ruang Bawah Tanah Dungeon Terakhir Muncul di Kota Pemula
Sekarang sudah setengah jalan
sampai April. Kehidupan Kai terus berlanjut dengan damai, seolah-olah kekacauan
di hari-hari pertamanya sebagai murid kelas 2 hanyalah mimpi di siang bolong. Ia
bermain game dengan Jun, menonton film, berbelanja di semua toko ritel otaku,
dan tanpa disadari, waktunya sudah sampai di hari sebelum liburan Golden Week.
Sekarang, waktunya berangkat ke
sekolah. Setelah turun di Stasiun Sakata, Kai melihat sosok Jun dari belakang.
Ia mengira kalau mereka pasti berada di kereta yang sama, cuma gerbongnya saja
yang berbeda.
“Yo~.”
“Pagi.”
Mereka berjalan bersama sepanjang
sisa perjalanan ke sekolah dan hanya membicarakan tentang kuis kemarin
sepanjang waktu.
“Apa cuma aku saja,” kata Jun,
“atau emang pelajaran matematika menjadi semakin sulit setelah kita naik kelas
2? Aku merasa tidak bisa mengikuti materi pelajarannya ...”
“Ya ampun, apa kamu menyiratkan
kalau kamu mampu mengimbangi pas tahun
lalu?”
“Persetan denganmu, Kai. Kamu bakal
dapat tembakan dari timmu sendiri saat kita bermain Tank lain kali.”
“Peringatan! Kita ada pembunuh
tim di sini! ”
Kai menanggapi godaan Jun
dengan menepaknya sebelum melarikan diri dengan seringai di wajahnya.
“Ayolah,” pinta Jun,
menundukkan bahunya lebih tulus dari yang diharapkan Kai. “Kamu tidak bisa
memberikan bantuan padaku?”
Gaya akademis SMA Asagi
menghormati kebebasan pribadi, jadi guru tidak terlalu sering meributkan
murid-muridnya untuk belajar. Tapi kode etik sekolah menggembar-gemborkan bahwa
tanggung jawab pribadi adalah apa yang membuat kebebasan menjadi kebajikan,
jadi hukuman bagi murid yang mendapat nilai jelek sangat berat. Mereka akan disuruh
mengikuti ujian ulang setelah selesai liburan Golden Week, jadi Kai bisa
memahami kekhawatiran Jun.
“Tapi bukannya lebih baik kalau
kamu meminta bantuan guru matematika kita ketimbang dengan diriku?”
“Hmm ... mungkin untuk mata
pelajaran lain, tapi guru itu dan aku tidak terlalu cocok.”
“Oh ... benar.”
Kai menyadari kalau Ia
seharusnya tahu lebih baik. Guru matematika mereka sama sekali bukan orang
jahat, hanya ... bukan orang yang sangat toleran. Benar-benar tipe rewel.
Ketika dia melihat gadis fashionalita seperti
Jun, Reina, atau Momoko, dia cenderung memanggil mereka “gadis nakal” seolah-olah mereka adalah musuh bebuyutannya.
SMA Asagi membanggakan diri
karena ... yah, kamu tahu sendiri. Peraturan sekolah mengenai penampilan tidak
berarti apa-apa jika tidak lunak. Kamu boleh mewarnai rambutmu dengan warna apa
pun yang kamu suka, dan bahkan boleh ada tindikan asalkan tidak terlalu
mencolok. Jun berusaha keras dalam merias dirinya sambil tetap mematuhi aturan,
tapi ketika dia mencoba membela dirinya sendiri setelah disebut "gadis nakal", balasan yang
dia dapatkan hanyalah "Aku tidak
peduli". Kai lebih memihak Jun dalam hal ini.
“Ya, apa boleh buat,” Kai
mengakui. “Mungkin kita bisa melakukan sesi belajar selama liburan Golden Week?”
“Di antara sesi bermain kita!”
“Ini akan menjadi acara
sepanjang hari jika kita melakukan keduanya.”
“Aku mau berterima kasih dulu
untuk makan malamnya!”
“Yah, Ibu ingin sekali
ditemani, jadi kurasa itu tidak masalah.”
“Hore, aku jadi senang! Hore
untuk daging sapi! ”
“Jadi kamu sudah berasumsi
kalau kita akan menyajikan itu ...” Yah, bukannya Kai tidak menginginkan itu
untuk makan malam, jadi Ia hanya mendecakkan lidahnya dan tertawa simpul.
Jun memeluknya erat-erat dari
belakang karena rasa terima kasih. Tapi karena mereka sedang dalam perjalanan
ke sekolah dan perhatian siswa lain tertuju pada mereka, Jun menahan pelukannya
agar tetap sebentar, cukup untuk dianggap bermain-main. Jika mereka terlalu
melekat di depan umum, orang-orang mungkin penasaran apa mereka sudah berkencan ... atau apa mereka
hanya melakukannya seperti kelinci.
“Mau datang besok pagi untuk
itu?”
“Tentu saja!”
“Jika orang tuamu setuju, kamu
bahkan bisa menginap. Di rumahku ada tempat tidur kakakku, karena aku dengar
dia mau jalan-jalan bersama beberapa teman kuliahnya.”
“Hore! Sekarang rasanya seperti
kamp pelatihan.”
Jun memiliki kilau di matanya
... sampai dia memiringkan kepalanya.
“Tapi tunggu, Kai, bagaimana
dengan pekerjaanmu? Aku pikir kamu tidak bisa mendapatkan libur seminggu
penuh.”
“Salah satu rekan kerjaku dicampakkan
oleh pacarnya. Dia bilang ingin menghilangkan kesedihannya dengan bekerja, jadi
aku tiba-tiba punya lebih banyak waktu luang. Tiga hari ke depan, sebagai
permulaan.”
“Bagus, jadi kita punya kamp
game selama tiga hari!”
“Kamp belajar! Ingat untuk apa kamu
datang! ”
“Bercanda, kok~. Tapi kita
tetap akan bermain game, ‘kan? Aku berjanji kamu tidak akan berhasil dalam enam
tembakanmu!”
Untuk menunjukkan betapa tidak
berbahayanya dirinya, Jun memeluk Kai sekali lagi. Tentu saja, cuma sebentar .
Tapi kali ini, pada saat ini, tatapan matanya bertemu dengan seseorang. Dan
tidak ada jalan untuk kembali. Di sana, di gerbang sekolah yang berjarak
seratus meter, berdirilah guru yang bertugas jaga. Pria berwajah ikemen yang penampilan cantiknya bisa
bersaing dengan Jun, tapi dari jenis kelamin yang berbeda.
Royalteach
menatap
lekat pada mereka. Dengan tatapan melotot yang tidak biasa.
“Oh, ini Broyalty,” kata Jun.
“Uh, apa ?!”
Kai bisa saja bersumpah karena
baru mendengar pernyataan mengejutkan dalam permainan kata-kata yang keluar
dari mulut gadis yang saat ini menempel padanya.
“Sial ... kurasa kita tertangkap
basah di waktu yang buruk.”
Saat berikutnya, Jun dengan
malu-malu menjauhkan diri dari Kai. Ia berkeringat dingin. Perasaan yang sangat
buruk melanda perut Kai saat ingatan yang sangat buruk melintas di benaknya.
Aku
punya empat saudara laki-laki yang jauh lebih tua dariku ...
Dan
masing-masing dari mereka itu tipe yang memanjakan adiknya ...
Itu
berarti aku harus mendengarkan ocehan mereka, tahu? Misalnya seperti, aku
disuruh jangan mencari pacar dulu atau semacamnya ...
Mereka
pasti akan salah paham kalau kamu itu pacarku. Dan kemudian mereka akan
menghajarmu.
Tunggu,
tunggu, tunggu, tunggu, pikir Kai. Mana mungkin — itu tidak mungkin ‘kana. Jangan bilang...
Kai tidak lupa bagaimana
Royalteach menyelamatkannya dari geng Matsuda. Ia juga tidak lupa bagaimana
Royalteach menemaninya saat di rumah sakit, mengantarnya pulang, memahami
keberaniannya untuk tidak melawan, berjanji bahwa Ia akan berada di sana ketika
Kai membutuhkannya, dan bahkan berbagi percakapan yang meriah tentang tiga
besar manga shounen. Sungguh meremehkan untuk mengatakan bahwa guru sehebat dia
tidak datang setiap hari.
Mana
mungkin Royalteach itu kakak laki-lakinya Jun, ‘kan!
Kai menyeka keringat dari
alisnya.
Aku
yakin kalau Ia menatapku dengan tajam pasti karena ada semacam kesalahpahaman!
Kai memaksa kakinya yang
gemetaran terus melaju ke depan. Dan dengan takut-takut bertanya pada Jun
pertanyaan yang menentukan itu.
“Apa ... Royalteach adalah
kakakmu?”
“Ya. Kakak yang tertua. ”
“Orang yang punya siscon akut?”
“Ya. Mencintaiku lebih dari
apapun di dunia.”
Riwayatku
bakalan tamat. Kai menatap ke arah langit saat dunia yang
cerah terurai di sekitarnya.
“Hei, Nona Purepure Miyakawa.”
“Bruh. Baik, ada apa, Tuan Ash Nakamura? ”
“Siapa dari orang tuamu yang
bertugas untuk memberi nama, punya selera yang patut dipertanyakan.”
Menyilangkan kanji Jepang dan
pengucapan bahasa Inggris “Prince” hanya ... sudah kelewatan. Kai meneteskan
air mata di jiwanya, tapi Ia membuat jiwanya tetap kuat. Ia secara bertahap,
dengan santai menjauhkan diri dari Jun dan berjalan menuju gerbang masuk
sekolah seolah-olah Ia bahkan tidak mengenalnya. Kai berusaha menghindari
kontak mata dengan Royalteach, yang berdiri dengan berwibawa di depan gerbang.
Siswa lainnya menyapa penjaga gerbang dengan senyuman saat mereka lewat, dan Ia
membalas salam mereka dengan baik.
“Pagi, Royalteach!”
“Oh, pagi.”
“Selamat pagi, Sensei.”
“Ah, pagi.”
“Bagaimana kabarmu, Sensei?”
“Baik. Kelihatannya kamu juga
sama.”
“Royalteach, dengar, dengar,
dengarkan ini!”
“Haha, maaf, itu harus
menunggu.”
“Aku menyayangimu, Royalteach! ♥ ♥ ♥ ”
“Dan aku mencintai istriku.”
“Pagi yang cerah, iya ‘kan?”
“Tentu.”
“Selamat pagiiiii!”
“Pagi juga.”
Sebagian besar siswa
meneriakkan salam mereka dengan sepenuh hati saat memasuki gerbang depan
sekolah. Misi Kai: untuk berbaur dengan kerumunan dan memasuki sekolah dengan
aman!
“Se-Selamat pagi ...”
“Naaaaakaaaaamuuuuuraaaaa.”
Uwwaaaaaa!
Cengkeraman mendadak yang
dirasakan di bahunya hampir membuat jantungnya berhenti. Kai dengan gugup
menoleh dan tercengang saat melihat Royalteach sudah menyelinap di belakangnya,
mirip seperti gaya film horor. Dan cengkeramannya memperjelas bahwa Ia tidak
berniat melepaskan Kai. Royalteach menjewer keras telinga Kai dan berbisik
dengan cara yang membuat punggungnya menggigil.
“Aku melihatmu, Nakamuraaaaa.”
“Be-Benar-benar seorang guru
teladan, selalu memperhatikan murid-murid anda dengan baik.”
“Jadiiii ... kamu berteman
dengan Jun, yaaaaa?”
“An-Anda sedang membicarakan
siapa? Saya kebetulan melihat teman sekelas yang namanya bahkan saya tidak tahu dan melakukan
percakapan yang sehat.”
“Kamu punya nyali juga sampai berani mendekati adik
perempuanku!”
“Sensei, tolong jangan
mematahkan bahuku! Itu menyakitkan. Saya nyerah!”
“Kamu ini gimana, Apa kamu
tidak melihat senyum di wajah gurumu ini?”
“Saya tidak tahu, tapi saya
melihat niat membunuh di mata itu!”
“Kenapa kamuuuuuuu, apa kamu
berpacaran dengan Jun ?!”
“Sial, Ia tidak mau
mendengarkan!”
Kai memekik. Siapa yang bakal
mengira kalau guru yang sangat pengertian bisa mulai murka dan berkepala batu
begitu melibatkan adik perempuannya? Orang siscon memang sangat menakutkan!
Kai melihat-lihat di
sekelilingnya, mencari-cari sesuatu yang bisa menyelamatkannya, tetapi tidak
berhasil. Royalteach baru saja
(pura-pura) meraih bahu Kai. Ia bahkan (seolah-olah)
tersenyum. Yang paling banyak dilakukan siswa yang lewat sebagai reaksi
hanyalah menunjuk mereka dan tersenyum, seolah-olah mengagumi seberapa dekat
keduanya. Bahkan dalam kerumunan ini, Kai sendirian ... sikap apatis seperti
itu menjelaskan kepadanya sisi gelap masyarakat modern yang mementingkan diri mereka
sendiri.
“Ayolah, Broyalty, kurasa itu
sudah cukup.”
“Oh, Jun!” Kai berseru, “Cuma
kamu satu-satunya yang bisa aku andalkan!”
Sahabat Kai, tidak bisa tinggal
diam melihat ketidakmanusiawian seperti itu dan datang membantunya. Rasa
kesepian Kai menghilang dalam sekejap. Saat itulah Kai tahu bahwa masyarakat
modern tidak semuanya bersikap acuh.
“Jun,” tanya Royalteach,
menunjukkan tampilan tegas dari seorang kakak yang terlalu protektif. “Apa kamu
berpacaran dengan cowok ini?”
“Tidak, tidak sama sekali. Kai
cuma teman baikku, kok.”
“Ya, Anda sudah mendengarnya,
‘kan! Teman, mengerti? ”
“Hmph. Aku merasa kalau itu sulit
untuk dipercaya.”
“Oh tolong mengertilah,
Broyalty. Kenapa kamu berpikir kami punya hubungan seperti itu?”
“Ya, anda mendengarnya! Anda
seorang guru, jadi anda harus percaya pada murid anda sendiri!”
“... Kamu tahu, saat aku datang
ke sekolah ini, aku mendengar rumor kalau seorang selebriti sekolah, Jun
Miyakawa dari kelas 2-1, selalu dekat dengan cowok yang sepertinya menjadi
incarannya. Faktanya, ada banyak rumor semacam itu. Aku tidak pernah percaya
kalau Junku yang kecil dan polos bisa melakukan hal seperti itu, jadi aku
menertawakannya sebagai semacam gosip tak berdasar yang sering disebarkan oleh
anak-anak. Tapi kamu, Nakamura ... kamu mengkhianatiku.
”
“Permisi, kapan dan bagaimana
saya mengkhianati anda ?!”
Kai berusaha keras untuk
meyakinkannya kalau semua itu hanyalah kesalahpahaman. Tapi tentu saja,
Royalteach tidak mau mendengarkan sepatah kata pun. Alisnya terangkat sejauh
yang mereka bisa untuk menunjukkan amarahnya yang menakutkan.
“Aku tidak akan mengakui
hubungan kalian!”
Teriakan itu persis seperti
yang Matsuda terima beberapa hari yang lalu.
Padahal
kita cuma berteman ?!
◆◇◆◇◆
Jadi, liburan Golden Week dimulai dengan cara yang
paling buruk. Kai berguling-guling di kasurnya saat mengatasi situasi dengan
Jun melalui LINE.
[Gimana kabar keadaanmu di
sana?]
[Broyalty
masih sangat marah.]
[Serius?]
[Ia
berjaga-jaga untuk memastikan aku tidak bisa pergi ke tempatmu.]
[Waktunya terlalu apes ...]
Dengan pesan yang terkirim, Kai
membenamkan wajahnya ke bantal. Royalteach sudah menikah, jadi Ia biasanya
tinggal bersama istrinya di sebuah apartemen yang jauh dari rumah Jun. Namun,
memprioritaskan murid-muridnya daripada tanggung jawabnya kepada pasangannya
menyebabkan pertengkaran kekasih yang legendaris, yang mengakibatkan istrinya
mengusirnya. Oleh karena itu, Ia kembali ke rumah keluarga Miyakawa. Lebih
buruk lagi, "murid" tersebut rupanya Kai, yang Royalteach
"prioritaskan" saat di rumah sakit dan mengantarnya pulang. Itu sudah
cukup untuk membuat Kai ingin meminta maaf sampai bersujud karena sudah menyebabkan
pertengkaran mereka.
Ia bukan guru yang buruk. Ia
sama sekali bukan guru yang buruk. Hanya saja ketika melibatkan adik perempuannya, yah ... anggap saja sekrup
otaknya lepas.
“Aku bisa berbohong dan
memberitahu kalau akan berbelanja dengan Reina,” saran Jun dalam pesan baru.
“Tapi itu tak akan menyelesaikan
inti masalahnya.”
“Ya, aku tidak bisa terus
mengelabuhinya.”
“Sepertinya kita harus
membatalkan sesi belajar.”
Jun menanggapi dengan stiker
LINE Umaru berguling-guling dan membuat ulah. Kai mengirimkan stiker Bell
bertuliskan "tenang, tenang" untuk menenangkannya. Tetap saja, Kai
ingin mendapatkan sesuatu yang konstruktif dari ini.
“Ngomong-ngomong, Jun,
bagaimana menurut orang tuamu?”
Bahkan jika Royalteach
menentang persahabatan mereka, itu harus diselesaikan jika orang tua Jun tidak.
Jun tidak menjawab untuk beberapa saat; dia pasti telah mempersiapkan jawaban
yang panjang.
“Orang tuaku cukup sibuk dengan
pekerjaan, jadi pada dasarnya kakakku bertindak sebagai waliku — apalagi
sekarang sudah masuk Golden Week. Ayahku bilang Ia harus membereskan semuanya
di tempat kerja sebelum liburan keluarga kami, jadi Ia masih di kantor dan
tidak punya waktu untukku. ”
Ya, pikir
Kai, sepertinya mereka tidak bisa banyak
membantu.
Kai mengerang sambil menatap
smartphone-nya. Semua kebebasan yang diiklankan di SMA Asagi, sangat mengatur
ketat dalam hubungan yang tidak senonoh. Faktor itu merupakan salah satu hal
yang sangat direwelkan pihak oang tua bahkan
jika sekolah tidak memiliki masalah dengan itu. Standar yang mereka tetapkan
untuk tetap "pantas" adalah hubungan yang mendapat persetujuan dari kedua
wali; Artinya, terlepas dari apa yang Kai dan Jun rasakan atau berapa lama
persahabatan mereka berlangsung, sekolah akan menganggapnya sebagai "tidak pantas" karena wali Jun, Royalteach,
tidak lagi menyetujui. Hal itu membuat Kai kesal, tapi yang namanya aturan
tetaplah peraturan, dan melanggarnya akan membuat Jun mendapat masalah juga.
Sekali lagi, peraturan SMA Asagi mungkin terlihat longgar, tetapi peraturan
tersebut akan ketat bila standar mereka tidak terpenuhi.
“Apa menurutmu aku bisa bertemu
Royalteach? Mungkin kita bisa membicarakannya baik-baik. ”
Karena sudah buntu dan tak ada
ide lain, Kai mengirimkan satu saran terakhir. Tapi Jun tidak langsung
membalasnya. Kai berpikir dia mungkin merasa tidak yakin, jadi Ia mengirim
stiker Saori Bajeena yang sedang menyesuaikan kacamatanya sambil berkata "Aku akan meminjamkan keahlianku!"
untuk menunjukkan tekadnya.
Waktu terus berjalan, hingga
akhirnya balasan dari Jun tiba.
“Aku
tidak ingin kamu dipukuli lagi.”
Begitu balasnya. Jadi perihal
itu yang selama ini membuatnya ragu mengatakannya.
“Eeek ...” sembur Kai, langsung
tersedak melihat balasan itu.
Memar yang Ia alami setelah dihajar
habis-baisan oleh geng Matsuda yang menuntutnya putus dengan Jun masih cukup
segar di ingatannya. Ekspresi terkejut di wajah Jun saat dia melihat
luka-lukanya semakin segar. Kai tidak dapat membayangkan kesedihan yang akan
dia alami saat melihat tragedi itu terulang kembali di tangan keluarganya
sendiri ...
Pesan Jun berikutnya sampai
sebelum Kai bisa mengatur napasnya. Pesan yang datang dengan terburu-buru
tersebut memberi Kai petunjuk kalau Jun
sudah menguatkan tekadnya juga.
“Aku akan melakukan sesuatu
tentang ini.”
“Semua orang di keluargaku akan
ikut dalam perjalanan kita.”
“Aku akan meyakinkan kakak
laki-lakiku di depan Ayah dan Ibu.”
“Jadi tunggu saja sampai saat waktunya
itu.”
Meski cuma beberapa baris, tapi
kalimat tersebut sudah menjelaskan bahwa Jun sudah berpikir matang-matang
mengenai masalah ini.
Aku
tidak akan membuatmu mengalami pengalaman menyakitkan seperti itu lagi, Kai.
Aku
ingin melihatmu juga. Aku ingin bermain bersamamu.
Jadi
aku akan melakukan apa yang aku bisa.
Percayalah
kepadaku.
Membaca pesan tersebut menghangatkan
hati Kai. Ia melihat kalender di atas meja dan melihat bahwa hari ini adalah 27
April. Ia mendengar kalau liburan keluarga Jun sekitar tanghal 1 Mei dan 3 Mei,
jadi Ia harus bersabar selama seminggu sebelum Jun bisa mendapat persetujuan
dari orang tuanya.
“Oke.”
Kai bergumam pada dirinya
sendiri saat memainkan ponselnya untuk mengirim stiker. Stiker karakter
Terminus Est yang mengatakan “lakukan
sesukamu” dengan ekspresi sombong, namun santai di wajahnya.
Tanpa ragu, Jun menanggapi
dengan stiker Akiyama yang mengatakan “Serahkan
saja padaku!” Kai mengirimkan stiker tepat di sebelah Est, gambar Yukimura
Kusunoki yang mengatakan “Semoga
berhasil.”
Rencana Jun berubah dan meminta
Royalteach untuk membantunya belajar matematika. Namun, Kai merasa ragu kalau
guru IPS yang menghapus matematika dari kehidupannya setelah ujian kerja bisa
diandalkan seperti yang Jun butuhkan ...
◆◇◆◇◆
Mungkin ini terdengar seperti
pengulangan, tapi Jun datang bermain ke rumah Kai sekitar lima kali dalam seminggu.
Artinya, rata-rata, mereka punya waktu dua hari seminggu untuk diri mereka
sendiri. Mungkin karena ada pekerjaan atau kegiatan belanja-belanja menghalangi,
atau mungkin mereka sudah punya rencana masing-masing di sekolah atau di rumah.
Terkadang jadwal mereka tidak sejalan. Jadi, hei, ini bukan pertama kalinya Kai
menghabiskan waktu tanpa adanya keberadaan Jun. Ia sudah terbiasa dengan ini.
Atau begitulah pikirnya.
“Baiklah, mendingan main game
saja.”
Kenapa alam bawah sadarnya
bergumam pada dirinya sendiri tiba-tiba terdengar begitu hampa? Kai
menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikiran-pikiran tidak berguna itu
dan menyalakan PS4-nya. Versi konsol dari game saudaranya WoT, game perang angkatan laut bernama World of Warships, akhirnya dirilis bulan ini. Kai sudah menabung
gaji terakhirnya untuk ini, jadi Ia berencana untuk menguasainya selama liburan
Golden
Week.
“Jika aku bermain duluan
sebelum Jun, aku bisa menjadi yang terbaik. Heh, aku jadi selangkah lebih maju
darinya.”
Kai terus berbicara pada
dirinya sendiri saat Ia membuat akun dan mulai bermain ... sampai dirinya merasa
bosan saat baru bermain tiga puluh menit.
Yah, sebenarnya bukan bosan. Ia tidak bisa fokus karena suatu
alasan. Meski Ia tahu pemula harus memberi 110% kemampuannya saat mempelajari
permainan yangkompetitif, Ia hanya ditembaki sampai kapalnya terus-terusan
tenggelam.
“Ya, ini sangat berbeda dari
tank. Sepertinya aku butuh banyak usaha keras untuk membiasakan diri dengan
game ini.”
Kai tidak tahu dengan siapa Ia
membuat alasan, tapi Ia tetap mematikan perangkat PS4-nya.
“Oke, video. Ya, mari kita
tonton beberapa video. ”
Kai menyalakan laptop lawas di
meja belajarnya. Ia melihat jyunjyun1203 AKA JJ telah mengupload video solo
hunt terbaru Monster Hunter pada
larut malam sebelumnya. Kai hampir melompat kegirangan saat memencet tombol play itu.
Konten videonya hanya masuk ke telinga
kanan... dan keluar di telinga kirinya. Setelah Kai menyadari kalau Ia tadi
hanya melamun, Ia memencet ulang tombol play dan menonton video itu lagi. Dan
lagi. Ia tidak bisa menghentikan titik itu tepat pada detik yang diinginkannya;
itu selalu terjadi, tentu saja, tapi kali ini membuatnya sangat frustrasi sehingga
tidak bisa fokus. Kai dengan lembut menutup tutup laptopnya karena kesal.
“Baiklah, ayo baca LN saja. LN
yang bagus. ”
Kai mengambil hampir sepuluh
tumpukan novel yang baru dibeli dari kantong plastik toko buku. Ia membeli
buku-buku ini dengan tujuan menyelesaikan semuanya selama liburan Golden Week. LN yang pertama Ia raih
tidak lain ialah seri baru oleh penulis
favoritnya yang baru saja dijual pada bulan April itu — seri yang sudah
ditunggu Kai dengan napas tertahan. Judulnya adalah The Immortal Army Strikes Again and Again and Again!
Kai berbaring tengkurap di
tempat tidurnya, meletakkan bantal di bawah perutnya, dan menggunakan mode
kenyamanan maksimal saat mulai membaca. Langkah pertamanya adalah menikmati
ilustrasi berwarna seperti dewa Yuunagi. Ah, sungguh perpaduan yang memuaskan
antara euforia dan kepuasan.
Selanjutnya, Ia menyusuri
tulisan-tulisan itu ... sampai Ia baru menyadari kalau tangannya tidak membalik
halaman. Setelah beberapa paragraf, perhatiannya akan hilang. Ia akan membaca lebih
lanjut, dan tersadar kalau Ia tidak ingat apa pun yang barusan Ia baca, mencoba
membaca ulang sebagian, dan menyadari kalau Ia lupa bagian mana yang terakhil
kali Ia baca.
“Gaaaaaah, semuanya
membosankaaaaan!” Kai berteriak, melemparkan LN-nya ke samping tempat tidur —
kebiadaban yang biasanya tidak pernah Ia lakukan kepada LN-nya. Ia melirik jam
di kamarnya; waktu menunjukkan jam 2 siang.
“... Ya ampun, masih siang?”
Tahun ini, liburan Golden Week-nya mendapat jatah sepuluh
hari berturut-turut, membuat hari pertama ini pintu gerbang ke dunia dengan
harapan dan kemungkinan tanpa akhir. Dan Kai sudah bosan.
Suasana membosankan seperti itu
berlanjut keesokan harinya.
Dan masih sama di keesokan
harinya.
“Padahal aku sudah terbiasa
main sendiri sampai sekolah SMP ...”
Kai tidak bisa berbuat apa-apa
selain berbaring di atas tempat tidurnya dan menatap poster yang ditempel di
langit-langit. Khususnya, karya Goblin
Slayer yang digambar oleh Noboru Kannatsuki, menampilkan empat heroine utama dalam seri tersebut sedang
bermain-main air dalam balutan pakaian renang mereka.
Kai bukanlah serigala yang
sepenuhnya sendirian pada masa itu. Ia punya teman seperti Kishimoto untuk
berbagi hobinya ... tapi jelas, mereka tidak menghabiskan setiap hari bersama
seperti yang sudah Ia lakukan bersama Jun. Hobi Otaku cenderung menjadi
kegiatan tersendiri, jadi Kai tidak terlalu keberatan saat itu.
Tapi itu dulu. Sekarang Kai
telah berubah. Ia bertemu Jun, seseorang yang sudah seperti belahan jiwanya. Ia
jadi tahu betapa menyenangkannya berbagi minat otaku dengan seorang teman. Ia
tidak pernah membayangkan kalau tanpa adanya Jun akan membuat hidupnya tersiksa
begini.
Dan kemudian keesokan harinya,
hari terakhir bulan April. Kai kebagian shift siang di tempat kerjanya. Ia
berangkat bekerja dengan harapan kalau
melakukan pekerjaan dapat mengurangi
kebosanannya. Kai lalu tiba di ruang istirahat khusus karyawan, mengambil
celemek kerjanya dari loker, dan dengan lesu mengikat di pinggangnya. Saat itu
...
“Kenapa, Nakamura. Aku sudah
menyelesaikan bacaanku tentang hal itu beberapa hari yang lalu.”
Rekan kerja Kai, Kotobuki,
memanggilnya dari belakang. Dia kebagian shift pagi, jadi sekarang dia sedang
istirahat siang dengan bekal buatan sendiri. Kai sebenarnya telah merasakan
tatapan seseorang padanya sebelumnya, tapi Ia mengabaikannya karena tidak punya
tenaga untuk berbicara jika dia tidak berbicara lebih dulu. Sekarang setelah
Kotobuki mengambil inisiatif, Kai bisa menanggapi dengan nada kaku yang sama,
namun kurang bersemangat yang selalu Ia gunakan dengannya.
“Dan apa yang dimaksud 'hal
itu', Kotobuki?”
“Aku mengacu pada manga sepak
bola yang terus kamu puji-puji.”
“Wah, tumben-tumbenan kamu
tertarik pada genre olahraga. Apalagi itu manga orlahraga.”
“Karya-karya seperti Tsurune dan Run with the Wind baru-baru
ini mungkin tentang olahraga, tapi tidak boleh diremehkan ... meski kuakui aku
melihat adaptasi animasinya.”
“Adaptasi yang bagus, ‘kan!”
kata Kai. “Tapi aku berani bersumpah kalau kamu bukan tipe orang yang suka
membaca manga.”
“Aku hanya memikirkan efisiensi
biaya karena manga bisa dibaca dengan sangat cepat. Aku mengambil yang ini
hanya karena adikku kebetulan memilikinya.”
“Bolehkah aku menanyakan
kesanmu?”
“Terus terang saja, itu luar
biasa. Tokoh utamanya sepertinya punya mojo yang lumayan, ”kata Kotobuki.
“... Mungkin kamu bisa menjelaskan
dengan bahasa yang bisa kumengerti?”
“Tidak seperti anime olahraga
pada umumnya, aku merasa gadis-gadis itu sangat menggemaskan.”
“Ah, aku sangat setuju!” balas
Kai. “Bahkan wanita berkulit coklat yang cuma muncul sesaat itu sangat cantik.”
“Memang. Meski secara pribadi
aku berada di Tim Hana.”
“Bukan Tim Anri?”
Mereka berdua saling memkamung
saat ada percikan terbang dari tatapan mereka. Tapi Kotobuki segera menutup
kelopak matanya, seolah-olah ini adalah obrolan menyimpang yang ingin dia
hindari. Dia berdehem dan melanjutkan.
“Manga-nya sungguh luar biasa,
tapi aku punya satu keluhan. Tentu saja, ini hanyalah pendapat pribadi. ”
“Kalau boleh tau, apanya yang
membuatmu tidak suka?”
“Adegan romantisnya terlalu
menjengkelkan. Aku tidak dapat melepaskan diri dari perasaan bahwa tokoh
protagonis bisa berhasil jika Ia hanya mengambil satu langkah lagi. Hana yang
begitu menggemaskan hanya membuatnya semakin tidak sabaran.”
“Kurasa kamu benar.”
“Satu. Langkah, Lagi, ” ulang
Kotobuki, menekankan pesan yang benar-benar ingin dia sampaikan. “Hanya itu
yang perlu Ia lakukan.”
Ucapannya tersebut membuat Kai
tersadar.
“... Apa kamu ini cenayang?”
tanyanya, dengan nada getir.
Kotobuki hanya membalas “Hmph” dengan nada yang sombong.
Wajahnya yang menjengkelkan dan penuh kemenangan merupakan hal yang sangat
dikenal Kai. “Aku mungkin tidak tahu alasannya, tapi hanya melihat sekilas saja
aku bisa tahu kalau kamu sedang tersandung masalah lain.”
“Wah ... Mukaku pasti gampang
sekali dibaca ...”
“Dan sebaiknya kamu harus
mengingat hal itu.”
Kai tidak bisa mengucapkan
sepatah kata pun terhadap sarkasme angkuhnya. Kotobuki mengkin gadis yang
menjengkelkan, tapi Kai tidak bisa membencinya. Stabilitas emosi gadis yang
rapuh ini membuatnya ahli dalam mengawasi orang lain, dan selalu membawa bakatnya
itu untuk membantu Kai.
Setelah menghela nafas panjang,
Kai melepas ikatan celemeknya, lalu memasukkannya kembali ke loker, dan
menggantinya dengan tas yang Ia bawa dari rumah.
“Nakamura?” tanya Kotobuki.
“Aku perlu mengambil selangkah
lagi,” jawab Kai. Ia mengendurkan bahunya dan mengucapkan terima kasih.
“Apa kamu yakin kalau itu
keputusan yang benar?”
“Ya. Tapi uh, apa yang harus aku
katakan kepada manajer?”
“Gampang, kamu tiba-tiba kena sakit
perut dan tidak bisa bekerja. Aku pasti akan menanggung bagianmu dari shift
ini.” Senyuman puas Kotobuki membuat tatapan mata Kai melebar.
“Kamu yakin alasan itu akan
berhasil?” Mau tak mau Ia mengkhawatirkan rekan kerja pemula ini.
“Tentu saja,” kata Kotobuki,
berusaha menegakkan kepalanya tinggi-tinggi. “Menurutmu aku ini siapa?
Lagipula, kamulah yang mengajariku semua yang aku tahu.”
“Wah, bikin trharu saja!” seru
Kai, menyeringai. “Aku percaya kata-katamu, Kotobuki.”
“Mungkin kamu akan
mempertimbangkan untuk membalas kebaikan ini?”
“Aku akan memikirkan sesuatu
nanti.”
“Aku sangat menantikannya.”
Mereka melakukan percakapan
khas saat Kai keluar melalui pintu belakang. Ia mengeluarkan smartphone-nya dan
mencoba menghubungi Reina melalui LINE saat berlari kencang di luar. Syukurlah,
hari ini masih tanggal 30 April.
◆◇◆◇◆
“Juuuuuuuuuuuuuuuun!” Kai
berteriak dari gerbang depan. “Main yuuuuuuuuuuuuuuuuukkk!”
Kai merasa seperti kembali
menjadi anak kecil. Di hadapannya ada sebuah rumah yang berdiri sendiri. Sebuah
bangunan dua lantai, tidak seperti rumah Kai, kecuali yang satu ini milik
keluarga Miyakawa. Ini pertama kalinya Kai di sini, tapi Reina memberitahunya
alamat Jun melalui LINE.
“Juuuuuuuuuuuuuuuun, main
yuuuuuuuuuuuuukkkk!”
“Jangan meneriakkan namaku
terlalu keras! Kamu bikin malu aku tau!”
Pintu depan rumah terbuka,
memperlihatkan Jun dan ekspresinya yang marah.
“Yah, aku khawatir kalau kamu
tidak akan mendengarku.”
“Coba tebak, aku bisa
mendengarnya dengan jelas tau! Aku hanya butuh setidaknya satu menit untuk mengenakan baju! ”
Sekarang dia mengungkitnya, Jun
hanya mengenakan kaos gombrang seolah-olah itu adalah gaun. Bajunya jauh lebih
liar — eh, bebas — daripada yang biasa Kai gunakan. Tali bra sesekali bisa
terlihat melalui kerah yang lebar. Kakak perempuan Kai benar-benar berada dalam
kelompok kenyamanan tanpa bra, tapi Kai berpikir bahwa menjadi au naturel pasti lebih melelahkan begitu
mencapai ukuran Jun.
“Ya ampun, sudah kubilang aku
akan menanganinya karena suatu alasan. Tentu saja kamu akan datang juga ...” Jun
mengerutkan bibirnya. Itu adalah pose yang sangat dikenali Kai — pose yang
menyiratkan kalau dia diam-diam bahagia. “Aku bersumpah, Kai, bagian dari dirimu
itu sangat kekanak-kanakan.”
“Terserah apa katamu.”
“Ngomong-ngomong, kenapa tidak
masuk? Hanya, eh, pastikan kamu bisa melarikan diri jika kamu terkunci.”
Kai tidak mempedulikan
ancamannya saat melenggang masuk. Jika Ia membiarkan hari ini berlalu, maka
keluarga Miyakawa akan pergi untuk liburan keluarga mereka, dan Kai akan
terjebak dalam penderitaan selama tiga hari. Mana sudi Ia melarikan diri saat
sudah sampai di sini.
Serambi itu memiliki kesan
anggun yang jelas, sebagian dari perpaduan estetika arsitektur Timur dan Barat,
dan sebagian dari sikap Royalteach yang mengesankan saat Ia berdiri tepat di
tengahnya. Benar saja, Royalteach mengenakan kemeja dan celana panjang yang
disetrika dengan baik seolah-olah itu baju perang, terlepas akhir pekan atau
bukan. Mengingat betapa lantangnya suara Kai, tindakannya yang tiba-tiba muncul
bukanlah kejutan. Ia menatap Kai dari anak tangga di atas pintu masuk di atas
tempat Kai berdiri. Jun mungkin tidak bermaksud untuk bertanya “kenapa tidak masuk?” sebagai pertanyaan,
tapi Royalteach jelas bermaksud menjadi jawabannya.
“Bukannya sudah kubilang kalau
aku tidak menyetujui kamu bermain dengan adik perempuanku? Nakamura, kamu
memahami kata-kata tersebut, ‘kan? ”
Royalteach menyilangkan lengannya
layaknya orang penting saat melontarkan sarkasme. Kai belum melepas sepatunya.
Ia hanya berdiri tegak, balas menatap, dan membalas.
“Aku hanya datang untuk bermain dengan seorang teman. Memangnya ada masalahnya dengan itu?”
Kai tidak bermaksud mengatakan
itu sebagai ejekan, tapi perkataannya terdengar seperti ejekan. Ia tidak datang
kemari bukan untuk mengucapkan omong kosong. Ia ke sini bukan hanya dengan perasaan kalau Ia bisa melakukan sesuatu.
“Kamu punya nyali besar juga
ya, Nakamuraaa.”
Pembuluh darah melonjak di dahi
Royalteach. Di sinilah pertempuran akan dimulai. Jun menahan napas untuk
mengawasi mereka ...
Tirai pun terangkat pada duel
kecerdasan antara Kai dan Royalteach.
“Kamu datang ke sini untuk
mengunjungi teman, katamu? Di siang bolong begini?”
“Tentu saja. Bagaimanapun, itulah
kebenarannya.”
“Jika kamu ingin berbohong, aku
sarankan untuk menemukan sesuatu yang tidak terlalu menggelikan! Siapa yang
akan percaya alasan sembarangan semacam itu?”
“Nah, Sensei sendiri,
berdasarkan teori apa yang membuat Anda mengira kalau aku berpacaran dengan
Jun? Jangan bilang kalau Anda menganggap gosip dengan serius begitu saja, ‘kan?
Tentu saja tidak; mengajar adalah posisi yang sangat terhormat sehingga menyiratkan
itu merupakan penghinaan.”
“Aku akan memberitahumu kalau aku
sudah melakukan penyelidikanku sendiri! Kamu bersama dengan Jun hampir setiap
hari sepulang sekolah, bukan? Jun yang mengunjungi rumahmu. Siapa yang akan
melakukan hal seperti itu kalau bukan orang pacaran?! ”
“Aku tidak tahu. Kedengarannya
sangat mirip dengan prasangka pribadi. Apa aneh jika teman dekat menghabiskan
waktu setiap hari bersama?”
“Kamu itu cowok, dan Jun itu
cewek!”
“Kenapa, jika aku tidak tahu
lebih baik, kedengarannya Anda menyarankan kalau cewek dan cowok tidak mungkin bisa
berteman. Apa Anda yakin tidak memiliki prasangka pribadi di sini?”
“...Lihat. Jun kecilku itu
sangat imut. Kamu tidak akan memberitahuku kalau aku sendirian di sini.”
“Oh tidak, aku setuju kalau dia
itu memang sangat imut.”
“Kena juga! Dasar bodoh, Kamu akhirnya
mengakuinya langsung! Nakamura, niat tersembunyimu sudah kelihatan jelas! Saat
berhadapan dengan seseorang semanis Jun, tidak ada cowok yang bisa menahan
keinginan untuk menjadikannya pacar mereka! Serigala lapar tidak bisa menahan
daya pikat dari potongan daging segar! Anak cowok SMA tidak lebih dari binatang
buas! Aku tahu itu. Karena aku pernah menjadi anak SMA sebelumnya!”
“Anda bercanda! Pria bukanlah
orang barbar! Tidak peduli betapa manisnya Jun, kita tetap bisa menjaga
martabat kita!”
“Teorimu mungkin berlaku untuk keimutan yang biasa, tapi tidak untuk super duper imut macam Jun!”
“Jun mungkin memang gadis
paling imut di planet ini, tapi maksudku masih tetap berlaku!”
Kai melolong. Teriakannya tidak
akan terhalang oleh resolusi keras Royalteach.
Sementara itu, muka Jun semakin
memerah di setiap pukulan berturut-turut yang mereka lontarkan saat dia
berusaha keras untuk menghentikan mereka. “Oke, aku mengerti!” “Aku manis, aku
mengerti itu!” “Tolong hentikan sampai di sini saja, aku mohon!” “Awawawah ...”
Sayangnya, Kai dan Royalteach
terlalu fokus pada duel mereka dan tidak memperdulikannya.
“Lalu boleh saya menanyakan
sesuatu, Sensei?”
Ini dia. Kai mengarahkan
konsentrasinya ke dalam serangan balik yang satu ini.
“Apa? Sudah tugas guru untuk
menjawab pertanyaan siswa.”
“Anda sangat populer di kalangan
gadis-gadis di sekolah, ‘kan?”
“... Untungnya, ya, memang.
Namun, aku juga mencoba untuk tidak mengabaikan murid cowok. ”
“Jadi, Anda sadar kalau ada
banyak gadis yang menyukai anda.”
“Sungguh pergantian frase yang
keji!”
“Jika anda sangat populer
dengan gadis-gadis, bukannya itu hidangan yang bisa dimakan sepuasnya untuk anda?
Anda bisa memilih gadis mana pun di
sekolah, ‘kan? ”
“Ap ... Sama sekali tidak masuk
akal! Jangan berani-berani bercanda tentang itu! Mana ada guru yang akan mempertimbangkan
untuk menyentuh muridnya sendiri! ” Wajah Royalteach langsung memerah,
seolah-olah dia menganggap sindiran itu sebagai aib.
“Tapi bukannya semua pria itu binatang buas? Bukankah kita semua serigala lapar?”
Yakin akan kekuatan
serangannya, Kai mengasumsikan ekspresi bodoh saat dia dengan angkuh
mengembalikan kata-kata argumen Royalteach. Momoko yang selalu menyebalkan
membuktikan model mental yang sangat baik untuk gerakan ini.
“Aku sudah dewasa! Jangan
bandingkan aku dengan anak nakal yang sedang puber! ”
“Jadiiii, itu sebabnya Anda
bilang kalau itu wajar saja bila Anda mempertahankan harga diri anda, hmm?”
“Ya, itulah yang aku katakan!”
Royalteach sangat serius, dari
ekspresinya hingga teriakannya. Ia benar-benar guru yang baik; Ia tulus bahkan
saat berbicara dengan anak sekolahan. Itulah mengapa Kai harus mulai serius
juga. Ia menyingkirkan trik murahan untuk menyembunyikan kesalahannya sendiri
dan tindakan provokatifnya. Ia mengungkapkan seluruh hatinya saat menjadi
serius juga.
“Yah, aku juga tidak ingin
dihina!”
Kai mulai mengungkapkan kartu
andalannya dengan teriakan segenap jiwanya. Royalteach terkejut, tapi Kai terus
mengocehkannya.
“Jun memang imut. Dia super
duper imut. Mungkin gadis paling imut di dunia. Tapi aku tidak pernah
menganggapnya sebagai pacarku. Itu karena Jun adalah temanku! Karena menjadi temannya
jauh lebih baik ketimbang menjadi pacarnya!”
Kai terengah-engah, tubuhnya
hampir menganggap metafora "menumpahkan isi perutmu” terlalu harfiah.
Menilik ke belakang, ada banyak yang telah terjadi pada bulan April itu. Reina
memberitahu Kai bahwa dia "tidak
pantas mendapatkan Jun." Dan Kotobuki memberinya nasehat bahwa Reina
"pasti salah mengira kalau kamu dan
temanmu itu pacaran." Berkat mereka, Kai mengerti.
Masalah
pacar-pacaran bikin repot dan ribeeeeettt. Menjadi temannya jutaan kali lebih
baik ketimbag jadi pacarnya!
Berkat kesadaran inilah Kai
bisa berdiri di sini dan membela diri dengan begitu lugas. Ia bisa menentang
asumsi Royalteach.
Kami
cuma berteman! Tapi menjadi teman adalah alasan kita bisa lebih dekat ketimbang
pacaran!
Ya, ini adalah sesuatu yang
bisa Ia teriakkan dengan membusungkan dada. Kai mengatakan semua yang perlu dikatakan.
Kamu bisa menggoyahkannya, tapi tidak ada kata lain yang keluar. Artinya, eh, Ia
tidak begitu tahu apa yang harus dilakukan jika harus berdebat lebih jauh. Ia
tidak akan tahu harus berbuat apa, tapi setidaknya Kai tahu Ia tak akan kalah
karena kurang berusaha.
Ia memelototi Royalteach dengan
dadanya yang membusung, menunggu pria yang bertindak sebagai wali Jun menjawab.
Tanpa Ia sadari, Jun sudah berada dia sampingnya. Keduanya bertukar pandang,
kontak mata mereka berfungsi sebagai anggukan satu sama lain.
Adapun Royalteach, jawabannya
adalah ...
◇◆◇
Mr. Prince, yang juga dikenal
sebagai Prince Miyakawa, menikah pada usia 26 tahun. Ia lulus Ujian Pekerjaan
Guru, lulus perguruan tinggi, berebut di antara pos-pos SMU sebagai guru sementara, terjebak dalam
keadaan siaga, dan di tengah semua kesibukan ini dan itu, lalu terbangun di
suatu hari kalau usianya tidak lagi muda. Untungnya, saat itulah Ia dipekerjakan
sebagai guru tetap, jadi gaya hidupnya akhirnya bisa tenang. Itulah alasan yang
cukup baginya untuk melamar kekasih yang sudah lama dipacarinya.
Ia bertemu dengannya melalui
klub mahasiswa ketika mereka baru semester pertama. Mereka mulai dekat sebagai teman, tapi
hati mereka menghangat dengan perasaan cinta muncul seiring berjalannya waktu.
Akhirnya, di musim panas semester ketiga, Prince mengajaknya berpacaran. Mereka
sudah bersama sejak saat itu.
Meski ... bukan berarti mereka
tidak memiliki perbedaan. Mereka hanya melanjutkan hidup bersama setelah lulus
karena alasan kenyamanan. Adapun masalah lamaran, Prince hanya melakukan hal
itu karena kewajibannya sebagai laki-laki. Api asmaranya sudah padam sejak dulu.
Seiring berlalunya waktu,
wanita yang menjadi istrinya mulai sering mengucapkan keluhannya. Menjadi guru tetap
di sekolah umum berarti suaminya selalu sibuk; pulang sampai larut merupakan
hal biasa, yang mana artinya waktu yang bisa mereka habiskan bersama sebagai
pasangan mulai berkurang. Istrinya memastikan untuk memberitahu Mr. Prince
betapa tidak senangnya dia tentang hal itu.
“Mana yang lebih kamu cintai,
pekerjaanmu atau aku?” salah satu keluhan khasnya. “Kamu tahu aku ini istrimu, ‘kan?
Bukan pelayan pribadimu, kan? ” ocehan yang lain, lebih sarkastik.
“Aku sepenuhnya sadar,” Mr.
Prince ingin sekali balas berteriak, “tetapi mengajar adalah panggilan yang
lebih tinggi!”
Namun, Ia selalu menahan
lidahnya. Ia tahu bahwa meninggikan suaranya akan menjadi pertanda berakhirnya
pernikahan mereka.
Prince pertama kali tertarik
pada SMA Asagi saat Jun memberitahu kalau dia mengikuti ujian masuk sekolah
swasta. Ketika Prince memeriksanya, Ia menemukan bahwa mereka memiliki banyak
guru di staf, memastikan beban kerja yang lebih ringan untuk masing-masing.
Ujian ketenagakerjaannya cukup sulit, tapi setelah belajar gila-gilaan lagi, Ia
secara resmi menjadi salah satu guru baru si SMA Asagi. Pekerjaannya sekarang
lebih ringan ketimbang pekerjaan saat menjadi guru di SMU, membuatnya punya
banyak waktu untuk dihabiskan bersama istrinya. Akhirnya, Ia memiliki keluarga bahagia
yang Ia butuhkan untuk menarik napas lega ... atau begitulah yang Ia pikirkan.
Merawat Kai setelah dihajar
babak belur oleh teman-teman sekelasnya dihitung sebagai bekerja lembur,
menyebabkan Prince meninggalkan rencana makan malamnya dengan istrinya dan membuat
istrinya marah besar. Prince merasa kalau Ia tidak melakukan kesalahan, dan
tentu saja Ia tidak menyesal karena sudah membantu Kai, jadi kali ini merupakan
pertama kalinya melawan balik istrinya yang marah-marah. Pertengkaran pun terjadi,
mengakibatkan dirinya kembali mengungsi ke rumah orang tuanya.
Dan sekarang inilah yang
terjadi. Kai Nakamura, cowok yang sudah mencuri hati adik perempuan Prince
tepat di bawah pengawasannya, mempunyai nyali untuk bertindak seolah-olah sudah
membalikkan keadaan saat Ia berteriak sekuat tenaga:
“Menjadi
temannya jauh lebih baik ketimbang jadi pacarnya!”
Sejujurnya, kalimat itu sangat
menusuk di hatinya. Dan memaksanya untuk mengingat hari-hari dimana Ia pertama
kali bertemu istrinya. Hari-hari saat mereka hanya berteman. Setiap saat yang
mereka habiskan bersama saat itu benar-benar dipenuhi dengan kebahagiaan.
Bahkan setelah mereka resmi berpacaran satu setengah tahun kemudian, Ia masih
bahagia dan puas.
Tapi segera setelah itu,
percikan itu hilang. Dan tanpa itu, semuanya sudah berakhir. Sekarang Ia
pikir-pikir lagi, sebagian besar dari 11 tahun yang Ia habiskan bersama istrinya
agak membosankan. Sebagian besar.
Apa semuanya akan berakhir
berbeda jika mereka tidak menikah atau berpacaran dan hanya tetap berteman?
Bisakah mereka terus bersenang-senang selama ini? Prince tidak banyak berteman
selama kuliahnya, tapi Ia masih punya beberapa. Bahkan beberapa teman lamanya
ada yang wanita, tapi itu lebih baik ketimbang tidak sama sekali.
“…...”
Mungkin Ia hanya berusaha untuk
tidak memikirkannya.
"... ..."
Tapi Kai memaksanya untuk
mengingatknya.
“... ... ...”
Itu sebabnya Ia harus ...
◆◇◆◇◆
“... ... ... ... ...”
Hening. Royalteach masih
menatap Kai dengan hening, tapi mulutnya terulur menjadi garis lurus. Akhirnya,
bibir kaku itu mulai bergerak. Kai menahan napas untuk mengantisipasi saat Ia
mendengarkan bersama Jun.
“Aku mengerti apa yang ingin
kamu sampaikan, Nakamura.”
Pengakuan tersebut hampir
membuat Kai ingin melakukan pose kemenangan.
“Namun, itu masih dari sudut
pandang bocah. Tinggal masalah waktu saja sebelum martabatmu kalah dari
nalurimu, dan aku jamin kamu bukan penilai yang baik kapan itu akan terjadi.”
“Broyalty, ayolah! Ucapanmu semakin
tidak masuk akal! ”
“Jun, jangan ikut campur!”
Royalteach berteriak, menghentikan upaya Jun untuk melakukan bantuan. Kai harus
melangkah maju sendiri.
“Aku pikir itu sedikit tidak
sopan untuk terus menyebutku 'bocah'. Apa yang harus aku katakan tentang itu?”
“Itulah yang aku maksud,” kata
Royalteach sambil menyeringai. “Tidak ada yang bisa kamu katakan. Nakamura,
jika kamu ingin meyakinkanku bahwa kamu bukan bocah... kamu harus
membuktikannya. ”
“Ma-Ma-Maksud anda bukan
berkelahi, ‘kan ?!” Kai tergagap, langsung merasa panik. Ia ingat bahwa Jun
memang menyuruhnya melarikan diri jika Ia akan dihajar. Kai bisa menyebut
dirinya Legenda Sepuluh Ribu Pukulan sesuka hatinya, tapi Ia tidak bisa
menyembunyikan lututnya yang gemetar. Namun, yang mengejutkan ...
“Dasar bodoh, jangan konyol.
Seorang guru tidak akan pernah memukul muridnya.” Seringai Royalteach berubah
menjadi cemberut saat dia menegur Kai karena menarik kesimpulan yang salah. Ia
melanjutkan, “Aku mendengar dari Jun kalau kamu punya keterampilan yang cukup
bagus.”
Royalteach merogoh saku celana
panjangnya dan mengeluarkan sesuatu.
Benda yang Ia rogoh-rogoh
adalah ... konsol Switch.
“Apa Anda selalu berjalan
sambil membawa itu ?!”
“Seperti yang seharusnya
dilakukan pria mana pun.”
Kai mengatakan hal pertama yang
terlintas di pikirannya, dan Royalteach menanggapi dengan cara yang membuatnya
sulit untuk mengatakan apa Ia sedang bercanda.
“Yah ... aku tidak dapat
menyangkal bahwa setiap pria harus melakukannya.” Kai menerima tantangannya dan
mengeluarkan Switch-nya sendiri dari tasnya.
“Ah, jadi kamu membawa milikmu,
Nakamura.”
“Tentu saja. Aku datang untuk
bermain game di rumah temanku.”
“Ah ya, tentu saja.” Tatapan Royalteach
menajam seolah-olah telah menemukan lawan yang layak. “Baiklah; masuklah ke
dalam. Kita akan bertarung dengan ini.”
“Jadi, Anda hanya perlu melihat
kemampuanku, ‘kan?” Mengikuti arah Royalteach menyentakkan dagunya, Kai melepas
sepatunya dan melangkah masuk. Ini adalah pertama kalinya Ia memasuki rumah
Jun.
“Tahan dulu! Broyalty, ini
gila. Kai, jangan langsung menyetujuinya.”
“Ayo,” kata Kai, menggelengkan
kepalanya karena kekhawatiran Jun. “Kami hanya memainkan game. Bukan berarti
bakalan ada yang terluka.”
“Ya ampun, kamu membiarkan
egomu pergi ke kepalamu lagi ... Baiklah, jangan salahkan aku kalau ada sesuatu
yang terjadi!”
Jun mengerutkan bibirnya. Kali
ini, dia benar-benar jengkel. Tetap saja, dia tetap di sisinya, memperjelas
siapa yang dia dukung.
Duel mereka akan berlangsung di
ruang tamu. Kai duduk di atas bantal yang Royalteach tarik untuknya dan
menghadapi lawannya. Mereka duduk berhadapan, cukup dekat untuk membiarkan
mereka memeriksa layar satu sama lain dan memastikan tidak ada kecurangan yang
terjadi.
Jun duduk di sebelah Kai, tentu
saja, membuat pernyataan bahwa dia akan memperjuangkannya meskipun itu berarti
menentang kakaknya sendiri. Royalteach cemberut sedikit setelah melihat adiknya
menentangnya, tetapi wajahnya dengan cepat menjadi kaku saatIia duduk bersila
dan membuat pernyataan perangnya.
“Game yang kita mainkan adalah Monster Hunter GU. Pertandingan akan
ditentukan oleh siapa yang dapat menyelesaikan quest Hellblade Glavenus G5
paling cepat. ”
“... Itu misi yang cukup sulit
untuk ditangani sendirian. Anda yakin mau bertanding dengan itu, Sensei? ”
Sejujurnya, Kai sendiri bahkan
tidak begitu yakin bisa melakukannya. Misinya sangat sulit sehingga mencapai
batas tiga pingsan dan gagal adalah kemungkinan nyata. Kai sudah lama tidak
memainkan MH selain yang versi World, jadi apa orang dewasa yang tidak
punya waktu untuk bermain game bisa mengikuti?
“Hmph. Jangan meremehkan
seorang veteran MH.” Seringai gigih Royalteach kembali. Hal itu mengingatkan
Kai ketika guru ini memberitahu geng Matsuda untuk jangan menggigit lebih dari
yang bisa mereka kunyah.
“Hati-hati,” Jun memperingati.
Bahkan dia menganggapnya serius. “Broyalty-lah yang mengajariku Monster Hunter.”
Lebih
banyak lagi alasan mengapa aku tidak boleh kalah, pikir
Kai sambil menghadapi layar game-nya. Ia menyalakan Switch-nya, memilih MHGU, dan masuk dengan akunnya. Setelah
permainan dimulai, Ia dengan hati-hati menyeimbangkan pemuatan peralatannya
untuk menjalankan serangan waktu. Ia sudah menghabiskan banyak waktu untuk game
ini, jadi Ia tidak kekurangan item.
“Kamu akan menggunakan senjata
elemen air, ‘kan?” tanya Jun.
“Ya. Aku memakai Dual Blades.”
“Jadi Plesioth Machetes mungkin
merupakan pilihan yang lebih baik daripada senjata Deviant Mizutsune.”
“Ya. Senjata yang cocok dengan
gaya bermainku.”
Kai dan Jun duduk di depan
layar kecil dari konsol game portabel dan mendiskusikan strategi mereka. Mr.
Sister Complex masih terlihat sombong, tetapi Ia lebih baik diabaikan.
“Mau pakai set Hellblade untuk
armornya?”
“Mungkin, tapi aku ingin yang
ada banyak skill, jadi aku ingin menyesuaikannya sedikit,” balas Kai pada Jun.
“Seperti Repeat Offender?”
“...Ya. Itu akan menjadi kritis.”
Kai mengganti pelindung kepala
dengan bagian dari set Gunner dan melengkapi Kushala Cista GX ke tubuhnya. Ini
memberinya pertahanan yang Ia butuhkan serta akses ke beberapa keterampilan DPS
yang kuat.
“Oh, tapi Kai, kamu jadi tidak
bisa mendapatkan Divine Blessing ...”
“Tidak masalah untuk tantangan
seperti ini!”
Kai menegur kekhawatiran Jun
saat mengatur gayanya menjadi “Adept.” Tetapi jari-jarinya berhenti ketika tiba
saatnya untuk memilih Hunter Art.
“Aku bisa memilih Wolf’s Maw
III untuk mendapatkan lebih banyak kerusakan ...”
“Absolute Evasion merupakan hal
yang pasti aku pilih,” kata Jun. Saran tegasnya adalah memilih keamanan
daripada serangan berisiko tinggi dan imbalan tinggi. Keduanya telah melalui neraka
dan kembali dalam game ini, jadi nasihatnya datang dari sudut pandang kawan
yang dapat diandalkan yang mengetahui kebiasaannya baik luar maupun dalam.
Nasihat ini sangat berharga, dan Kai sebaiknya menurutinya.
“Ya, pemburu kelas kakap tahu
lebih baik daripada melebih-lebihkan keterampilan mereka.” Kai tidak lagi
ragu-ragu untuk mengatur Hunter Art ke Absolute Evasion. Yang tersisa hanyalah
mengambil itemnya.
“Sudah ada Cool Drinks?”
“Yup, sudah.”
“Dan Dash Juice?”
“Aku punya beberapa Mega.”
“Minuman berenergi?”
“Dash Juices saja sudah cukup.”
“Ah, emang. Jadi, hanya butuh
Potion dan Max Potions? ”
“Aku akan membawa apa yang
perlu aku gabungkan.”
“Kalau begitu, jangan lupa Book
of Combo-nya.”
“Oke, aku mengerti.”
Kesalahan ceroboh karena lupa
membawa item penting dalam misi adalah kejadian umum di MH, jadi Jun membantu Kai memeriksa ulang untuk memastikan hal itu
tidak terjadi. Royalteach menghabiskan seluruh waktu untuk membuat komentar
seperti “Kalian berdua lebih akrab dari yang aku kira ...” atau “Hei, mungkin
kalian tidek perlu sedekat itu?” atau “Jika kalian ingin pamer maka aku
mengumpat kalian.” Sulit untuk mengatakan apakah dia hanya mengomel atau
benar-benar mengeluh, tapi Kai dan Jun sama sekali mendengarnya. Mereka terlalu
asyik dengan dunia kecil mereka sendiri.
:... Apa kamu sudah siap, Nakamura?”
Oleh karena itu Kai tidak dapat
membayangkan alasan dibalik ekspresi tidak puas Royalteach saat Ia akhirnya
menanyakan pertanyaan itu.
“Yeah!”
Kai hanya memberikan respon
yang tulus. Bantuan Jun yang terus-menerus membuat jawabannya penuh keyakinan.
“... Baiklah, terima misinya.”
“Oke!”
Kai menuju Hunter's Hub untuk
bertemu dengan Royalteach, yang telah menyelesaikan persiapannya.
...
Setelah dipikir-pikir, mungkin aku harus melihat peralatan Sensei dulu.
Kai memicingkan mata tajam ke
layar. Hei, jika kamu mengenal musuh dan mengenal diri sendiri, kamu tidak
perlu takut dengan hasil dari ratusan pertempuran. Royalteach tidak berusaha
menyembunyikan Switch-nya, jadi Kai melihat ke layarnya.
Dan Ia menemukan sesuatu yang
tidak bisa Ia percayai.
“Ah… aaaaah… aaaaagghhh,” Kai
tanpa sadar meratap, tercengang. Itu sangat mengejutkan, sampai membuat
mulutnya menganga. Ia hanya ingin melihat apa yang akan dibawa Royalteach ke dalam
misi yang sangat sulit ini karena rasa penasaran dan semangat kompetitif, tapi
apa yang Kai lihat lawannya kenakan adalah ...
Sebuah tombak. Dan tidak
mengenakan armor sama sekali.
“Tidak ... Tidak mungkin ...
Itu mustahil ... Itu tidak mungkin benar ...” Kai sangat terkejut sampai-sampai
tidak bisa berpikir jernih.
“Tenanglah, Kai! Itu salah satu
gaya permainan Broyalty!”
Jika Jun tidak berusaha sekuat
tenaga untuk menyadarkan Kai, dia mungkin sudah kalah bahkan sebelum
pertempuran dimulai. Pemandangan itu mengguncang ketenangannya.
Dari semua senjata yang akan
digunakan, Ia memilih tombak tanpa armor? Melawan keburukan absolut yang
dikenal sebagai Hellblade, Ia menggunakan tombak tanpa armor? Apa orang ini tidak
takut bahkan pada kemurkaan dewa?
“Sensei, apa Anda sudah gila
?!”
“Oh, aku cukup waras. Tapi aku
orang dewasa di sini, jadi aku sedikit mengalah saat melawan muridku.”
“Sensei ... Anda pria yang
menakutkan!"
Wajah Kai tampak persis seperti
definisi kamus tentang keterkejutan dan kekaguman. Jun mencoba membalas dendam
pada kakaknya yang mencoba untuk pamer kalau tak berarmor sama sekali tidak
terlalu dewasa, tapi Kai terlalu shock untuk mendengar sepatah kata pun dari
Jun.
“Baiklah, Nakamura, ayo mulai!”
“Ba-Baiklah!”
Dengan jiwanya yang benar-benar
dilemahkan, Kai memulai pencarian layaknya orang yang mengikuti perintah.
Pikiran dan tubuhnya compang-camping, tapi Ia masih meminum Minuman Dingin dan
Jus Mega Dash sebelum berangkat untuk menghadapi Deviant Glavenus di Ingle
Isle.
Sayangnya, cuma sampai tahap
itu yang bisa Ia capai. Ia hampir tidak bisa terus bermain.
Aku
harus tahu ada apa dengan tombak tak berarmor iyu!
Bisakah seseorang benar-benar
mengalahkan Hellblade hanya dengan mengenakan itu, atau apa itu cumaa gertakan
orang dewasa yang konyol? Kai mendapati dirinya lupa tentang perburuannya
sendiri saat Ia semakin asyik dengan permainan Royalteach.
Singkatnya, Royalteach jauh lebih
mengerikan dari Hellblade. Ia mampu memblokir setiap serangan ganas Deviant
secara instan! Dan setelah setiap parry tepat waktu, Ia membalas dengan tebasan
silang yang brutal! Ia mungkin tak berarmor, tapi Ia melayang seperti kupu-kupu
dan menyengat seperti lebah. Hanya satu kesalahan yang diperlukan untuk
mengirim Royalteach kembali ke base camp, tapi sepertinya dia tidak akan
melakukannya dalam waktu dekat. Kai terpesona oleh skill dewa-nya!
Gaya
bermainnya mirip seperti JJ, pikir Kai. Hal pertama yang
terlintas dibenaknya adalah Ia tidak punya kesempatan untuk menang, tapi Ia
langsung memikirkan hal lain. Dengan gentar — penuh kegentaran, saat itu — Kai melihat ke nama yang melayang di
atas avatar yang dikendalikan Royalteach.
“Jyunjyun1203”
Nama yang sama dengan
pengunggah video yang dikagumi Kai selama lima tahun terakhir.
Seriusaaaannn!
Mana mungkinnnnnnnnn!
Kai mengalihkan wajahnya dari
layar dan meminta penjelasan Jun dengan tatapan matanya.
“Ya, mungkin,” kata Jun,
melenyapkan ketidakpercayaan Kai saat senyum malu-malu muncul di wajahnya. Jadi
itu menjelaskan mengapa Jun memperingatkannya untuk tidak menyalahkannya kalau
ada sesuatu yang terjadi. Dia melanjutkan dengan menjelaskan dari mana asal
nama avatar Royalteach.
“Namaku bisa diucapkan sebagai
'Junjun,' dan ulang tahunku tanggal 3
Desember.”
“Ya ampun, Ia benar-benar sudah
ditingkat akut!”
Jadi Royalteach bena-benar
youtuber yang dikagumi Kai. JJ muncul di tempat terakhir yang diharapkan Kai
untuk menemukannya. Tatapan mata Kai terpaku pada penampilan langsung dari
keahlian dari Let's Play yang telah
lama dikaguminya. Ia hampir ingin berlutut dan menyembahnya.
Pemburu dengan skill dewa yang
ditampilkan di layar yang dikenal sebagai “jyunjyun1203”
mengantar setiap Glavenus ke kuburan mereka.
“Yah, cukup,” kata Royalteach
sambil menghela napas panjang setelah menyelesaikan perburuannya. Memang, untuk
pemain di levelnya, tombak tak berarmor mungkin adalah pilihan taktis untuk
mempertajam fokusnya secara ekstrem. Itulah sebabnya Ia tidak memerhatikan apa
pun yang dilakukan Kai saat Ia bermain.
“Jadi, Nakamura, bagaimana perburuanmu?”
Ia akhirnya bertanya. Royalteach tidak perlu repot-repot melihat permainana Kai
karena sepenuhnya yakin akan kemenangannya.
Kai menyeringai, mengacungkan
jempol, dan berseru, “Aku mati sampe 3 kali!”
Royalteach terkejut sejenak,
tetapi menjawab, "... Jadi, bisa dibilang kalau aku adalah pemenangnya,
benar?”
“Tentu saja! Aku tidak pernah
bisa mengalahkanmu, JJ! ”
Kai membenarkannya tanpa
ragu-ragu, senyumnya tidak pernah pudar untuk sesaat. Ia mungkin kalah, tapi
tidak bisa menahan kegembiraannya. Tidak setelah Ia menyatukan semua potongan
teka-teki ke dalam satu kotak. Pria bernama Prince Miyakawa, guru yang
menyelamatkannya dari geng Matsuda, legenda Monster
Hunter yang dia hormati, merupakan pria yang baik jauh di lubuk hatinya. Ia
adalah segalanya yang diharapkan Kai.
Kondisi pertandingan mereka sudah
mengatakan itu semua. Royalteach menyuruh Kai hanya untuk "membuktikan" dirinya sendiri. Ia tidak pernah mengatakan
apapun tentang melarang keduanya bertemu lagi jika Kai kalah. Jika kamu sebaik
JJ, kamu tahu betul bahwa kamu akan menang. Apalagi menambahkan kondisi itu
adalah tanda dari kebaikan Royalteach, sifat kejantanannya. Itulah mengapa Kai
tersenyum lebar meskipun Ia kalah dalam pertandingan.
“Sekarang pertandingan kita
sudah selesai, tolong bermainlah denganku, JJ! Ayo lakukan Izin Khusus Glav!
Ayo, ini Glav! ”
“Oke, dengar ... Kamu
seharusnya sedikit lebih gigih, mungkin meminta pertandingan ulang ...”
“Aku akan membuktikan diri
sepenuhnya jika kamu ikut party denganku! Aku memiliki banyak pengalaman untuk
menutupi kesalahan Jun yang menghindari kesalahan sebagai pendukung area luas
terbaik, jadi percayalah padaku!”
“...”
Royalteach tidak bisa
berkata-kata karena tuntutan Kai yang tiada henti untuk bermain.
“Tunggu,” sela Jun. “Biarkan
aku ikut bermain juga!”
“Ya, Jun, ambil Switch-mu!”
Jun dengan riang melompat
keluar dari ruang tamu dan berlari menaiki tangga untuk mempersiapkan perburuan
mereka. Sementara itu, rahang Royalteach masih melongo.
“H-Hah? Kamu tidak akan
bergabung? ”
“... Pertandingan kita sudah berakhir,
bukan? Jadi pulanglah sana.”
“JJ, aku selalu mengagumi skill
gilamu! Aku ingin bermain bersama setidaknya sekali! ”
“Mgh ...”
“Aku mohon! Cuma itu
satu-satunya keinginanku!”
“... Dengar, aku tidak bisa
mengendalikan perilaku monster jika aku tidak bermain solo.”
“Jadi, kali ini kamu akan
memakai armor?”
“... Jangan konyol. Jika aku
memakainya, aku akan menyelesaikan perburuan terlalu cepat dan itu sama sekali
tidak menyenangkan.”
Royalteach menjadi sedikit
kurang ajar, tapi setidaknya Ia berkomitmen untuk bermain dengan mereka.
“Kamu benar-benar sedikit ...”
keluhnya, tapi fakta bahwa Ia masih bergabung adalah tanda kalau Ia merupakan
gamer sejati. Dalam perang nyata, musuh kemarin takkan pernah bisa menjadi
teman hari ini. Itulah mengapa video game berbeda!
“Ahhh, suatu kehormatan bisa
berburu dengan JJ yang legendaris. Juga, kamu tak keberatan jika aku tidak
sengaja menghambatmu, ‘kan? ”
“Jangan berani-beraninya
melakukan itu.”
Saat mereka mengobrol, Jun segera
kembali memebawa Switch-nya. Kai menerima pencarian Izin Khusus, dan tak lama
kemudian, mereka bertiga mulai berburu. Gerakan Royalteach sehalus biasanya,
tetapi dua gerakan lainnya menunjukkan karatnya. Mereka membuat kesalahan besar
dan tertawa terbahak-bahak. Royalteach mengamuk setiap kali mereka memukulnya
dalam game — Ia kurang dewasa dari kelihatannya. Tapi itu semua adalah bagian
dari pengalaman, yang akan mereka lihat kembali dengan senyuman.
Mereka tidak memperhatikan
waktu saat bermain entah berapa lama. Hingga akhirnya, jarum jam menunjukkan
bahwa sudah pukul enam sore. Mengira kalau itu waktu yang tepat, Royalteach
berdiri.
“Sensei?”
“Aku ingat ada rencana dengan
istriku.”
“Hah? Aku tidak ingat kamu
punya rencana dengan istrimu ...?”
“Aku baru saja mengingatnya!”
Dengan seruannya yang dibuat-buat,
Royalteach berjalan menuju pintu keluar. Meninggalkan Kai dan Jun sendirian.
Tunggu, benarkah ?!
“Kamu bisa memakan makan malam
bagianku, Nakamura. Panaskan saja di microwave. ”
Royalteach berbalik saat
tangannya meraih daun pintu, seolah-olah ia baru ingat untuk menyebutkan ini.
Jun, tidak yakin apa yang terjadi pada kakaknya, sama bingungnya dengan Kai.
Royalteach tampaknya tidak memedulikan kekhawatiran mereka.
“Jam malammu sampai jam 9
malam, mengerti? Saudaraku yang lain takkan pulang malam ini ... tapi jangan
mengecewakan kepercayanku padamu, Nakamura.”
“Me-Mengerti!” Kai menjawab
secara refleks setelah Royalteach dengan tegas menyampaikan intinya. Itu
sebabnya Ia butuh waktu beberapa saat untuk memproses arti kata-kata yang dia
ucapkan.
Hah?
Tunggu dulu, apa? Jadi aku boleh tinggal selarut itu, makan malam di sini, dan
pulang begitu saja? 'Jangan mengecawakan kepercayaanku,' artinya ... Ia
mempercayaiku ?!
Kai tidak bisa menunjukkan
kemampuan yang diharapkan Royalteach, jadi Ia tidak memahami apa yang sedang
terjadi ...
◆◇◆◇◆
Nakamura,
kelihatannya kamu tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi, pikir
Prince. Raut wajah Kai saat berbalik setelah mencapai kenop pintu membuatnya
tertawa kecil. Sejujurnya, Ia sudah lama menerima hubungan mereka. Cowok itu
memang mengatakan kalau menjadi temannya jauh lebih baik daripada menjadi pacarnya.
Pernyataan Kai benar-benar
mengejutkan dan meyakinkannya bahwa tidak ada hubungan tidak senonoh di antara
mereka, tapi martabat Prince terlalu tinggi untuk menerimanya saat itu juga;
dimarahi oleh anak nakal membuatnya kesal. Mengungkit pertandingan dan omong
kosong berburu Hellblade hanyalah sebuah alasan. Rencana Prince untuk
mencabik-cabik Kai dalam Monster Hunter,
spesialisasinya, tidak lain hanyalah untuk melampiaskan frustrasinya.
Pencerahan apa yang seharusnya
dimiliki Prince mengenai Kai melalui permainan konyol? Game memiliki nilai
karena itu hanyalah bentuk permainan, bukan karena dapat menyelesaikan
perselisihan di kehidupan nyata. Prince tahu betul hal ini karena Ia merupakan
seorang gamer sejati.
Selain itu, apa lagi yang harus
Ia lakukan setelah mereka membuatnya mendengarkan pertemuan strategi mereka
yang terlalu pribadi? Bagaimana mungkin seseorang bisa menyela di antara
kedekatan mereka ?!
Singkat cerita, Prince kalah
dalam duel sebenarnya untuk menyelesaikan perselisihan mereka saat Ia menerima
hubungan mereka. Kekuatan keinginan Kai memenangkan pertandingan hari ini.
Namun,
kurasa aku harus mengakui kalau Nakamura adalah gamer yang lumayan juga.
Memikirkan kembali peristiwa
tadi, Prince jadi ingin tertawa. Ia tahu kalau dirinya agak kejam karena
melarang hubungan mereka. Namun Kai tidak menyimpan dendam; Ia hanya ingin
bermain. Hal itu saja sudah cukup mengejutkan, yang membuat Prince ternganga
melihat betapa tulus ikatan mereka. Mungkin seseorang harus menjadi cowok
semacam itu untuk menjaga kecerdasannya di sekitar adik perempuan tersayang
Prince.
Kai masih bocah remaja, tapi Ia
jelas orang yang menarik. Cowok yang mengesankan. Tipe cowok yang pasti ingin
Prince kalahkan lain kali. Tentu saja, Ia tidak peduli sedikit pun tentang
menang atau kalah dalam sebuah permainan. Ia ingin menang di panggung
perselisihan kehidupan nyata.
Sekali lagi, gertakan Kai
berulang: "Menjadi temannya jauh
lebih baik ketimbang menjadi pacarnya!" Itu merupakan idealism yang
gagal disadari Prince. Tapi Ia tidak akan membiarkan kekalahan beruntun. Ia
tidak akan membiarkan pembalasan kekanak-kanakan yang lahir dari kecemburuan
menjadi akhir dari semuanya. Ia punya kata terakhir. Mungkin lain kali, mungkin
lebih lambat dari itu, tapi suatu hari Ia bisa menyatakan dengan bangga di
hadapan adik tersayang dan temannya yang menarik:
“Menjadi
pasangan jauh lebih baik daripada berteman!”
Untuk itu, Prince tidak punya
urusan lagi untuk tinggal di rumah orang tuanya. Ia memiliki sebuah apartemen —
sarang cinta — untuk kembali dan berbaikan dengan istrinya.
◆◇◆◇◆
Royalteach benar-benar pergi.
Kai dan Jun ditinggalkan sendirian di rumah Miyakawa. Itu pasti jebakan, kan? Ia
akan kembali dalam waktu singkat, meneriakkan sesuatu tentang hubungan yang
tidak pantas, lalu mulai menyemburkan nafas api atau sesuatu, ‘kan? Kai
berhati-hati dengan kemungkinan itu, tapi ketakutannya terbukti tidak berdasar.
“Fiuh, beban di pundakku
terangkat juga.”
“Ya, aku juga sama.”
Mereka berdua mulai menghela
nafas lega lalu tertawa bersama seperti orang bodoh. Mereka kemudian berhenti
setelah smartphone Jun berdering dengan pemberitahuan.
“Aku mendapat LINE dari
Broyalty.”
“Apa yang dikatakannya?”
“Ia bertanya apakah kamu ada
waktu luang pada hari Minggu tanggal 12.”
“Yah, ada sih ...”
“Dia bertanya apakah kamu ingin
datang ke tempat kami. Kita bertiga bisa bermain bersama.”
“Siapa yang mengira Ia berubah
jadi berhati lembut begini?”
“Aku juga tidak pernah mengira
kalau Broyalty memiliki sisi seperti itu padanya.”
“Tunggu, kenapa Ia mengirim
pesan padahal Ia bisa saja memberitahu langsung ke kita, ‘kan?”
“Ia mungkin merasa malu.”
“Di usianya yang hampir kepala
3? Tidak mungkin.”
“Iya. Broyalty adalah tipe
orang yang mengucapkan kalimat norak jika dibiarkan sendiri.”
“Aku dapat melihatnya. Itu
bakalan lucu sekali.”
Kai mengangguk ketika
memikirkan kembali monolog yang Royalteach lakukan saat mengantarnya pulang
dari rumah sakit dan hampir semua yang dia katakan hari ini.
“Ia tipe natural. Tapi begitu
Ia menyadarinya, Ia menjadi sangat tersipu.”
“Sepertinya Ia menempatkan stat-nya menjadi meriam kaca.”
“Iya, ‘kan? Bukannya kakakku
sangat payah? ”
“Pastinya! Meski punya wajah
tampan! ”
Keduanya tertawa lagi tanpa
akhir.
“Apa kamu mau makan dulu? Atau
apa kamu ingin bermain? ” tanya Jun di sela-sela tawa mereka.
“Game harus didahulukan!”
“Bagaimana kalau bermain Mario
Kart? Atau kamu ingin bermain Splatoon? ”
“Aku sedang dalam mood MH. Aku lagi
bersemangat. Aku harus kembali ke prima pada tanggal 12!”
“Ah, mulai lagi deh, sisi
kompetitif Kai.”
“Hei, MH adalah game co-op!”
Dan dengan itu, keduanya mengeluarkan
Switch dari mode sleep dengan senyum
ramah di wajah mereka.
Inilah keseharian yang Kai
habiskan bersama temannya, seorang gadis bernama Jun. Dan hari ini secara
khusus membuatnya yakin bahwa hari-hari itu akan berlanjut untuk waktu yang
lama.
<<=Sebelumnya |
Selanjutnya=>>
Akhirnya
BalasHapuswhat a wholesome chapter! semangat min translatenya :D
BalasHapus