Gimai Seikatsu Vol.1 Short Story

 



Ini adalah cerita pendek dari Buku Peringatan Festival LN Kadokawa

Cerita Pendek: Musim Bunga Sakura dan Pertemuan

Kapanpun musim bunga sakura tiba, aku, Ayase Saki, selalu memikirkan satu hal: Mengapa semua orang begitu senang dengan awal yang baru? Selama masa semeseter baru, ketika aku mendengar tawa ceria dan melengking dari siswa lain, rasanya seperti aku hanya menonton mereka dari dunia yang berbeda melalui jendela kaca, meski kami berada di alam eksistensi yang sama.

Lingkungan baru lebih merepotkan ketimbang menyenangkan. Lagi pula, jika lingkunganmu dirombak ulang kembali seperti semula, kamu dipaksa untuk menunjukkan kepada orang-orang di sekitarmu kalau kamu itu orang seperti apa.

Aku telah mengabdikan waktuku untuk menjadi lebih kuat dan lebih mandiri supaya tidak diremehkan. Aku ingin bisa menjalani hidup dan masa depanku sendiri. Itulah sebabnya, aku tidak pernah merasa ingin berteman. Aku membiarkan mereka berpikir bahwa aku sulit untuk didekati dan bergaul sehingga mereka akan meninggalkanku sendiri karena ketakutan atau jengkel. Lagipula, hal itu justru  memudahkanku. Namun, begitu musim semi tiba, aku harus melakukannya lagi. Itulah mengapa aku tidak tahan dengan musim bunga sakura ini.

“Melihat bunga sakura, ya?”

Setelah melewati gerbang sekolah, ada pohon sakura besar berdiri di sekitarku, seolah menyambut siswa yang masuk. Saat mendongak melihatnya, aku teringat percakapanku dengan Ibu.

“Salah satu pengunjung tetap bar mengundangku untuk pergi melihat bunga sakura. Apa kamu ingin bergabung dengan kami, Saki?”

“Hmmm… Aku baik-baik saja. Aku merasa seperti aku takkan bersemangat tentang hal semacam itu bahkan jika ada orang dewasa lain di sekitarku.”

“Ara, sayang sekali. Padahal aku ingin memperkenalkan putri yang selalu aku banggakan.”

“Kamu terdengar sangat dekat dengan orang itu.”

“Ara. Tapi menurutku itu tidak benar.”

Aku tahu dia sengaja mengelak. Akhir-akhir ini, aku menyadari bahwa Ibu cukup sering membicarakan pria ini. Meski kami tidak bisa menghabiskan banyak waktu bersama karena gaya hidup kami yang berbeda, dan kami hampir tidak bisa makan sarapan atau makan malam bersama, kami mencoba untuk saling bercerita tentang apa yang terjadi. Tentang pekerjaannya, tentang sekolahku, tentang perkembangan studiku, tentang kisah-kisah dari pekerjaannya yang jarang terjadi setiap hari, bahkan tentang betapa dinginnya cuaca akhir-akhir ini, atau bagaimana bunga sakura mulai bermekaran. Secara keseluruhan, itu adalah percakapan yang cukup umum dan tidak berbahaya.

Setelah dia dan Ayah mulai hidup terpisah, dan terutama setelah mereka bercerai, dia hampir tidak berbicara mengenai pria sama sekali. Aku pikir dia mungkin telah menyerah menjalin hubungan untuk saat ini, tapi dari suaranya tampaknya ada semacam perkembangan yang tidak aku sadari. Sementara aku merasa bahagia atas perubahan ini, dan kegembiraan sejati karena dia merasa lebih baik, perasaan kesepian menyerangku, seolah-olah aku ditinggalkan.

Saat aku hendak lewat di bawah pohon sakura, aku berhenti sesaat. Di tangga di samping pintu masuk, ada sedikit area yang lebih gelap di tempat teduh. Aku dapat melihat seorang murid laki-laki dengan punggung menghadap ke dinding, matanya yang tenang terpaku pada buku di tangannya. Ia memiliki rambut hitam dan perawakan sedang, kebalikan dari tipikal laki-laki SMA yang mencolok. Sebaliknya, Ia tampak tenang dan kalem.

Bahkan ketika ada murid lain melewatinya dan mengobrol dengan riang, Ia tidak bereaksi sama sekali. Ia terus membaca. Tasanya Ia dipisahkan dari dunia luar oleh film kaca yang tak terlihat tapi tebal.

“Seperti rekan seperjuangan.” gumamku.

Namun, suaraku tidak terdengar olehnya. Syukurlah. Jika seorang gadis sembarangan tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh seperti itu, Ia pasti akan kebingungan. Dalam kasus terburuk, Ia bahkan mungkin mengira kalau aku sedang merayunya.

Lagian, bila aku memanggilnya, itu akan menjadi tindakan yang bertentangan dengan keinginannya. Ia jelas-jelas menunjukkan pembatas antara dirinya dan semua orang yang akan menemukan kegembiraan dari pertemuan baru di musim yang baru ini. Ia pasti mirip seperti aku, tidak menginginkan hubungan manusia dengan orang yang terlalu dekat untuk kenyamanan. Bisa dikatakan, hanya mengetahui bahwa ada seseorang yang memiliki pola pikir yang sama denganku membuatku merasa sedikit lebih rileks.

Pada akhirnya, aku berjalan melewatinya ke pintu masuk, tidak mengucapkan sepatah kata pun kepadanya. Tentu saja, aku tidak tahu namanya, dan aku ragu kalau aku bisa mengingat wajahnya dengan baik. Bahkan jika kita bertemu lagi, aku yakin takkan mengenalinya.

Ciri khas pada musim bunga sakura, ini adalah waktu pertemuan baru. Pada detik ini, tidak ada yang tahu bahwa ini adalah pertemuan pertama dari keduanya yang pada akhirnya akan menjadi saudara tiri.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama