Gimai Seikatsu Vol.2 Prolog Bahasa Indonesia

 

Prolog

 

Yang namanya saudara tiri tidak ada bedanya dengan orang asing. Pengalaman yang aku alami sudah membuktikan fakta tersebut.

Orang tua kami tiba-tiba memutuskan untuk menikah lagi. Akibatnya, kami dipaksa menjalin hubungan sebagai saudara, tanpa adanya kasih sayang antar saudara, maupun kedekatan antar saudara kandung. Wajar-wajar saja bila yang namanya saudara tiri dianggap orang asing.

Namun, sebulan telah berlalu sejak Ayahku dan Akiko-san memutuskan untuk menikah lagi dan kami berempat mulai hidup bersama, aku mulai menyadari kalau pernyataan bahwa audara tiri tidak jauh berbeda dengan orang asing merupakan persepsi yang salah kaprah. Aku tidak bisa memperlakukannya seperti orang asing, karena kita tinggal di rumah yang sama. Oleh karena itu, jika ada yang bertanya kepadaku hubungan seperti apa yang aku miliki dengan dia, aku sendiri kebingungan harus memberikan jawaban seperti apa.

Aku tiba di apartemenku dan memutar kenop pintu seperti biasa.

“Selamat datang kembali, Asamura-kun.”

“Aku pulang, Ayase-san.”

Tepat setelah membuka pintu, adik tiriku menyambutku dengan kata-kata yang sama yang sudah dia gunakan selama sebulan terakhir. Karena perbedaan usia kami hanya satu minggu, aku adalah kakaknya, dan dia adalah adik perempuanku. Tentu saja, hierarki semacam itu tidak ada kaitannya dengan interaksi kami, karena kami jelas-jelas orang asing yang menyingkirkan formalitas normal.

Tidak ada sambutan 'Selamat datang kembali, Onii-chan ~' dengan nada yang menggemaskan, maupun pelecehan verbal seperti 'Bisa tidak, jangan menunjukkan wajah yang menjijikkan seperti itu, dasar kakak payah!?' . Yah bisa dibilang, aku sudah lumayan beruntung. Namun belakangan ini, di akhir salam kami, kami mulai menambahkan beberapa kata lagi. Misalnya, sesuatu seperti…

“Pekerjaan sambilanmu dimulai lagi hari ini, ‘kan?”

“Kamu juga sama, Ayase-san?”

“Yup,” dia memberi balasan singkat.

Tentu saja, percakapan itu terdengar ceplas-ceplos dan cukup perhatian tak peduli bagaimana kamu melihatnya, tapi hal ini menunjukkan kalau ada perubahan yang muncul di antara kita berdua, meski hanya perubahan kecil.

Seminggu sebelum ujian UAS, aku mengambil cuti sementara dari pekerjaan sambilanku. Adapun Ayase-san, Ayahku dan Akiko-san menyuruhnya untuk menunda membuat makanan untuk sementara waktu, atau lebih tepatnya, mereka mendesak dirinya. Hari ini, ujian di sekolah sudah berakhir, dan baru saja mengonfirmasi fakta ini dengan obrolan kecil tadi.

Hal ini membuatku tersadar kalau sekarang aku memiliki adik tiri, yang merupakan orang asing sekaligus anggota keluargaku. Waktu yang kami habiskan mungkin terasa singkat, tapi waktu sebulan masih merupakan waktu yang lama tergantung keadaan.

Misalnya saja, jika kami berdua adalah sepasang kekasih yang telah hidup bersama selama sebulan, kami akan mulai melihat semua aspek negatif satu sama lain, dan hubungan kami mungkin akan mulai menjadi canggung, yang bila dibalik akan membuat kami mengenal satu sama lain dengan lebih baik, dan kami menjadi lebih dekat dari sebelumnya. Begitulah tingkat perubahan yang aku harapkan terjadi dalam waktu rentang satu bulan.

Tentu saja, aku tidak pernah tinggal dengan pacarku sendiri. Ini hanyalah perumpamaan yang aku buat dari pengetahuan yang aku kumpulkan dari membaca buku.

Terus, bagaimana jadinya jika dia adalah adik kandungku? Memang, tidak ada hal buruk yang akan berubah hanya dalam sebulan. Itu jawaban yang benar. Jika kita akhirnya menghabiskan beberapa dekade bersama, waktu sebulan hanyalah secuil dari waktu yang sudah dihabiskan selama beberapa tahun. Artinya, tidak boleh ada perubahan drastis pada perilaku kita dalam rentang waktu yang sesingkat itu.

Adik tiri lebih muda yang tidak terlalu dekat sampai membuatku jengkel dan membuatku merasa stres setiap kali berada di dekatnya, tapi dia juga bukan seseorang yang sangat kukenal sampai-sampai membuatku merasa kalau dia berada di sisiku terus. Aku berpendapat kalau aku telah membaca cukup banyak buku di waktu luangku, namun aku masih belum dapat mengemukakan ekspresi untuk menggambarkan jarak antara kami berdua saat ini..

Aku mulai menuju ke kamarku untuk berganti pakaian ketika Ayase-san memanggilku.

“Aku mendapat daging ayam diskonan hari ini, jadi aku akan membuat ayam Yurinchi*.” (TN : ayam goreng ala Cina dengan taburan potongan daun bawang dan cuka manis serta kecap)

Nama hidangan semacam itu hanya bisa berasal dari masakan Cina, jadi aku mendapati diriku menyembul keluar dari kamar sebelum sempat melepas seragamku.

“Kamu bisa membuat hidangan begitu di rumah?”

“Tentu saja.” Ayase-san tersenyum masam. “Memasaknya bahkan tidak membutuhkan waktu lama.”

“Masa?”

Karena aku dan Ayahku tidak terlalu suka dengan layanan antar dari restoran, kami hanya hidup dari kotak bento dari toko swalayan, jadi aku tidak terbiasa dengan hidangan lezat seperti itu. Hasilnya, pengetahuan memasakku tidak banyak meningkat dari memasak wajib di pelajara tata boga di sekolah.

“Yah, ini cuma ayam Yurinchi, jadi jangan khawatir. Aku tidak akan terlalu gila dengan itu.”

Dia pada dasarnya mencoba untuk mengatakan kalau masakan tersebut takkan menjadi beban yang terlalu berat baginya.

“Baiklah. Jika kamu sudah bilang begitu.”

Setiap kali Ayase-san terjebak di suatu keadaan, dia cenderung melampaui apa yang diminta darinya. Meski kami baru saja tinggal bersama selama sebulan, ada banyak hal yang dapat kamu pelajari tentang sifat seseorang dalam periode waktu itu. Hal tersebut jadi mengingatkanku pada malam itu, kira-kira satu bulan yang lalu, ketika dia muncul setengah telanjang dan memberi usul untuk melakukan pekerjaan sambilan di keluarga dengan gaji tinggi (dengan aku yang membayarnya). Sejujurnya, kejadian itu sangat menakutkan.

“Apa kamu tidak berangkat kerja sekarang?”

“A-Ah, ya. Kalau begitu aku pergi dulu… Oh, iya. ” Tepat ketika aku membuka pintu untuk pergi, aku berbalik untuk terakhir kalinya. “Apa kamu bisa mengajariku bagaimana membuat hidangan itu? Aku ingin mencobanya sendiri.”

“... Tidak perlu memaksakan diri, oke?”

Kali ini, akulah yang berekspresi getir. Dia pasti sudah menebak niatku. Masyarakat jaman sekarang didasarkan pada sistem kontrak. Sayangnya, meski Ayase-san sudah sering menyiapkan makanan, aku belum bisa mengenalkannya pada pekerjaan sambilan bergaji tinggi. Ayase-san bilang kalau dia selalu akan lebih memberi daripada menerima, tapi aku juga perlu menunjukkan beberapa hasil.

Merenungkan apa yang bisa aku lakukan untuknya, aku mulai pergi ke kota Shibuya pada hari musim panas lainnya dengan sinar matahari yang masih terasa panas. Jangkrik-jangkrik juga sepertinya teringat akan tugas mereka, dan berderik demi menciptakan pemandangan yang sesuai dengan musimnya. Melalui celah-celah di antara bangunan yang ada, aku bisa melihat awan cumulonimbus yang diwarnai merah jingga.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya=>>

close

1 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama