Prolog
Hingga hari ini, aku masih
memimpikan saat-saat dimana kami masih belum berpacaran.
Dalam mimpi tersebut, aku
mengagumi Shirakawa-san yang dikelilingi banyak temannya dari kejauhan. Dan
diam-diam aku merasakan getaran di hatiku saat berpikir betapa manisnya dia
hari ini juga.
…
.Benar, iya ‘kan. Inilah kenyataannya.
Aku
yang berpacaran dengan Shirakawa-san cuma mungkin di dalam mimpi.
Ketika aku bangun dengan
pemikiran ini di sudut pikiranku, aku mendapat pesan dari Shirakawa-san.
“Pagiiii, Ryuuto! Hari ini aku
melakukan make-up super imut, jadi coba lihat dulu deh♡, ”dan pesan itu dilampirkan dengan foto
selfie-nya.
Seperti biasa, Shirakawa-san
yang sangat imut sedang melihat ke arah sini dan tersenyum.
“Sial….”
Tubuhku yang masih linglung, terbangun karena dipenuhi dengan jumlah cinta
yang mematikan dan aku mulai merasa seperti akan menangis karena merasa sangat
bahagia.
Meski
aku masih seperti sedang bermimpi, ini merupakan kenyataan yang sulit dipercaya.
Aku
berharap kebahagiaan ini terus bertahan selamanya.
Aku
juga sadar kalau aku sudah menggunakan seluruh keberuntungan dalam hidupku.
Kalau
memang begitu, aku sangat senang bisa mendapatkannya duluan. Keberuntungan
untuk kehidupanku yang selanjutnya, dan kehidupan setelah itu.
Aku
ingin bersama Shirakawa-san selamanya.
Dan
setiap hari, aku memperbarui perasaan “cintaku” padanya.
Karena
pastinya, aku tak akan pernah bertemu seseorang yang benar-benar aku rasakan
seperti itu untuk kedua kalinya dalam hidupku.
Chapter 1
Waktu sudah memasuki awal Juli
dan sekarang merupakan musim panas pertama sejak aku mulai berpacaran dengan
Shirakawa san. Masih belum ada pengumuman kalau musim hujan akan berakhir, namun
suhunya sudah mencapai di atas 35℃,
sehingga udaranya sudah benar-benar menjadi pertengahan musim panas.
Walau begitu, ekspresi
Shirakawa-san yang berjalan di sampingku dalam perjalanan ke stasiun, sama
mendungnya seperti langit di musim hujan.
“Aah…. ujiannya mulai besok dan
itu sangat super duper gawat! ”
Dia mengacak-acak rambutnya
dengan kedua tangan dan melihat ke arah langit dengan tatapan putus asa.
“Gawat, gawat banget kayak mie
mapo yang sangat jahat ~”
“.... Entah kenapa
kedengarannya enak?”
“Mouuu ~! Kalau Ryuuto
bagaimana? Apa kamu merasa sangat percaya diri? ”
“Bu-Bukannya aku merasa percaya
diri, tapi ....”
Ujian UAS akan dimulai besok.
Mata pelajaran hari pertama adalah tata bahasa Inggris, pelajaran pilihan, dan
tata boga.
“Satu-satunya hal yang bisa kulakukan
sekarang untuk ujian bahasa Inggris cuma meninjau kosakata, untuk kimia juga
sama…. Untuk pelajaran tata boga, aku berencana untuk menghafalnya malam ini,”
“Aah, jadi Ryuuto memilih
pelajaran kimia, ya ~. Kalau aku sih memilih biologi, tapi aku benar-benar
tidak sampai ke MAX, itu terbang melampaui ottawa
sekarang.”
“… Itu nama ibu kota Kanada,
‘kan?”
“Ah, masa?”
Shirakawa-san tampak tertegun
sejenak, dan kemudian memasang ekspresi sedikit cemberut.
“Apa mungkin sebenarnya Ryuuto
itu sangat pintar? Tak peduli berapa kali aku belajar bahasa Inggris, rasanya
selalu menjadi mimpi buruk, tapi Ryuuto sudah sempurna kecuali kosakatanya,
kan? ”
“Eh, ummm, tidak juga kok….”
Saat aku semakin tersipu karena
kesannya terhadapku dinaikkan terlalu tinggi, Shirakawa-san terus menatapku dengan
mata menengadah.
“… .Ap-Apa?”
“Ryuuto, nilai untuk tata
bahasa Inggris pas UTS kemarin, kamu dapat berapa?”
“Eh? Umm…. ”
Kalau
tidak salah, aku membuat kesalahan pada beberapa soal tata bahasa dan tidak mendapatkan skor yang aku harapkan…. Meski
memikirkan hal itu, namun hal tersebut tidak cukup buruk untuk disembunyikan,
jadi aku harus menjawab.
“Kalau tidak salah ingat, aku
dapat 78 atau 79 ……”
Aku
ingat saat itu aku merasa sangat kesal karena tidak bisa mendapat angka delapan
puluh.
Namun, mata Shirakawa-san
berbinar ketika mendengar pengakuanku.
“Eh, mustahil!”
Untuk sesaat, aku berpikir
“Dalam arti yang mana?”, Namun ketika melihat kilauan di matanya, itu tidak
terlihat buruk.
“Ryuuto memang beneran pintar! Kalau
aku dapat nilai 35, loh ~ Padahal aku sudah benar-benar mencoba yang terbaik,
juga ~”
“Be-Benarkah….”
Meski
begitu, nilai itu masih lebih tinggi dari nilai yang Ichi dapat baru-baru ini,
tapi bahkan jika aku mengangkat topik itu, kurasa balasan Shirakawa-san cuma
"huh?".
“Cakupan materi untuk ujian kali
ini juga sangat membingungkan, jadi aku merasa kalau ujian ini bakalan lebih
buruk dari UTS ~…. ”
“Bagaimana dengan kosakata?
Pasti ada sepuluh pertanyaan tentang kosakata, jadi meski kamu mulai menghafal
apa yang akan dibahas untuk ujian sekarang, aku yakin kamu pasti akan
mendapatkan sepuluh poin ”
“Eh, bukannya itu mustahil?
Maksudku, kalau tidak salah setidaknya ada seratus kosakata yang bakal keluar
di ujian nanti?”
“Tapi, bukannya ada beberapa
yang sudah kamu hafal? Jadi kamu tinggal menghafal yang belum saja…. ”
“Eh, serius !? Aku bahkan masih
belum bisa menghafal beberapa ~…. Ryuuto benar-benar luar biasa…. ”
Aku bermaksud memberi nasihat,
tapi tampaknya hal itu mendorongnya ke arah yang berlawanan. Shirakawa-san
menurunkan bahunya dengan muka tertekan.
“Sebelum ujian aku selalu,
gimana bilangnya ya, kupikir aku harus belajar lebih giat lagi dan akan
melakukannyanya lebih baik lagi lain kali. Tapi, ketika ujian berakhir dan kita
memulai lingkup pelajaran berikutnya, pelajarannya ternyata kelanjutan dari
yang sebelumnya, jadi aku masih agak kebingungan.”
“Begitu ya….”
“Jika aku seperti Ryuuto,
sedikit demi sedikit meninjau pelajaran yang sudah kita pelajari, aku merasa
ujian akan terasa seperti sesi belajar tambahan….”
“….”
Bukannya aku mencoba untuk
menegaskan dominasi dalam belajar karena aku adalah orang yang suram, tapi aku
telah sepenuhnya menghilangkan keceriaan Shirakawa-san.
Bukan
mengucapkan permintaan maaf, tapi aku ingin tahu apakah ada yang bisa kulakukan
untuk membantunya…. Dan ketika aku memikirkan itu, aku tiba-tiba
mendapatkan sebuah ide.
“Ah, kalau begitu Shirakawa-san,
jika kamu tidak keberatan, apa kamu mau belajar bareng mulai sekarang?”
Karena hari ini adalah hari sebelum
ujian, jadi kami pulang lebih cepat dari biasanya. Saat ini, kami akan pergi ke
suatu tempat untuk makan siang, jadi aku ingin tahu apakah kami bisa membuatnya
seperti itu.
“Eh?”
Mata Shirakawa-san terbuka
lebar dan wajahnya terlihat sangat terkejut.
“Belajar…. bareng?”
“Ya. Itupun jika Shirakawa-san
mau. Aku juga tidak terlalu pandai, tapi aku yakin aku telah mendapatkan
pemahaman umum tentang apa yang dibahas, jadi aku pikir mungkin ada sesuatu
yang bisa aku ajarkan kepadamu ”
“Eh, memangnya belajar bisa
dilakukan bersama dengan yang lain? Maksudku, aku tidak bisa mengajari Ryuuto
apa-apa,”
“Kalau masalah itu sih tidak
apa-apa. Lihat, seperti kata pepatah. Kamu tidak bisa mengajar orang lain
kecuali kamu benar-benar memahaminya. Dan, aku mungkin menemukan sesuatu yang aku
sendiri tidak mengerti saat mengajari Shirakawa-san.”
“Aah….”
Shirakawa-san bergumam "Jadi bisa dianggap begitu ya", dan
menatapku.
“Aku sangat senang. Kalau
sendirian, aku tidak dapat berkonsentrasi dan akhirnya malah mengecat kuku.
Jika bersama dengan Ryuuto, aku merasa kalau aku sepertinya benar-benar bisa
belajar! ”
Wajahnya yang tersenyum
cemerlang dengan antisipasi dan kegembiraan, mirip seperti wajah seorang anak
kecil yang akan melakukan karyawisata.
Namun, 30 menit kemudian….
Ekspresinya sudah mulai
terlihat gelap.
“Haah ~…. Apa-apaan ini? Ini
benar-benar terasa asing bagiku,”
Di restoran cepat saji di depan
stasuin A (Ini cabang lain dari tempat
yang aku kunjungi dengan Yamana-san sebelumnya) Shirakawa-san duduk di
hadapanku, dan membuka buku teks sambil memegangi kepalanya.
“Bagian mana yang tidak kamu
mengerti?”
“Semuanya. Bukankah kalimat ini
tidak masuk akal? Apa ini.”
Apa yang Shirakawa-san tunjuk
adalah kalimat berikut.
He is the last man to tell a
lie.
“Bagian itu, ya. Pertama-tama,
apa kamu memahami arti 'tell a lie'? ”
“Umm…. ''tell a Rie''? Ah, aku
tahu. Panggilan telepon, bukan? Nenek juga sering bilang 'Kalo kamu butuh sesuatu telepon saja aku', ‘kan ”
“Ups….”
Ini
lebih buruk dari yang aku kira.
“Lalu, apa kamu mengerti bagian
sebelumnya?”
“He is the last man ….?”
“Betul sekali. 'tell
a lie' maksudnya 'berbohong', jadi terjemahan langsungnya adalah 'Ia
orang terakhir yang akan berbohong'.”
“….Apa maksdunya itu?”
“Mari kita asumsikan kalau
setiap orang di dunia berubah menjadi pembohong. Jika para pembohong mengatakan
kebohongan secara berurutan mulai dari orang yang paling banyak berbohong, itu
berarti dia akan menjadi orang terakhir yang berbohong.”
“Aah, begitu rupanya.”
“Apa kamu mengerti artinya?
Dengan kata lain, Ia orang yang jujur…. Dan itulah maksdunya.”
“Ya…. Itu Ryuuto, ‘kan.”
Karena tidak mengerti apa yang
dia maksud, aku jadi menatap Shirakawa-san.
“Eh?”
Lalu dia tersenyum padaku.
“Jika setiap orang di dunia ini
selingkuh, aku merasa Ryuuto takkan melakukannya sampai akhir. Dan aku percaya
begitu.”
Setelah mengatakan itu, dia
mengalihkan pandangannya dan tersenyum bahagia.
“Sejak aku mulai berpacaran
dengan Ryuuto, kamu adalah orang pertama yang membuatku merasa begitu”
“Shirakawa-san….”
Aku merasa malu dan mulai
menggaruk dagu tanpa alasan.
Tentu
saja aku sama sekali tidak berniat untuk selingkuh, tapi jika dia mempercayaiku
sejauh itu, aku jadi merasa tidak enakan.
“.... Jadi dengan begitu, apa
kamu sudah mengerti kalimat ini sekarang?”
“Ya”
“Kalau begitu, ayo bahas materi
berikutnya,”
Saat itulah, ketika aku ingin
membahas materi berikutnya dengan cepat karena aku merasa malu, dia tiba-tiba
angkat bicara.
“Uh, tunggu sebentar.”
Setelah itu, Shirakawa-san tiba-tiba
berdiri, membawa buku catatan dan pensil mekanik bersamanya. Kemudian dia
mendekat, dan duduk di sampingku.
Kami duduk mengelilingi meja
untuk dua orang dan saling berhadapan. Sampai saat ini, Shirakawa-san duduk di
kursi dekat lorong, sedangkan aku duduk di kursi tipe bangku yang bersandar ke
dinding. Dan kursi jenis bangku membentang sampai ke meja berikutnya, jadi
pasti ada ruang untuk dua orang untuk duduk.
“Eh…. Eh? ”
Saat aku tersipu karena
serangan mendadak ini, Shirakawa-san menyeringai padaku.
“Kalau begini lebih mudah
dibaca, ‘kan?”
Seperti yang Shirakawa-san
katakan. Jika kita duduk bersebelahan, kita tidak perlu repot meletakkan buku
pelajaran ke samping, dan kita berdua tidak perlu mengintip buku pelajaran dari
samping.
“Ya-ya. Kalau begitu, ayo
lanjutkan…. ”
Aku mencoba menyembunyikan
kegelisahanku dan melanjutkan penjelasannya.
“Mm-hmm”
Di saat yang sama ketika
Shirakawa-san menganggukkan kepalanya, rambutnya berayun lembut dari jarak
dekat, dan aroma wangi seperti bunga atau buah menggelitik hidungku.
“….”
Yang
fokus, diriku!
Atau
sebaiknya…. Ini adalah sesuatu yang aku harus sadari beberapa waktu yang lalu
ketika melihat ke samping.
Ada
pasangan cowok dan cewek yang duduk bersama di meja di baris yang sama. Aku
tidak tahu apa mereka pasangan atau hanya teman, tetapi tidak termasuk kita,
semua cewek duduk di sisi dinding…. Dengan kata lain, cewek harus duduk di sisi
tempat kami duduk sekarang.
Jangan-jangan
ada semacam aturan tak tertulis? Jadi cewek harus di sisi dinding? Tidak, apa
kursi bangku prioritas untuk cewek….? Aku tidak tahu, tapi aku tiba-tiba merasa
agak tidak nyaman.
“Umm…. jadi, oleh karena itu….
”
Aku mencoba untuk fokus kembali
pada tata bahasa Inggris, tapi ketika aku mengalihkan pandanganku, paha putih
yang tersingkap dari rok Shirakawa-san, yang sekarang duduk di sampingku,
menarik perhatianku.
Aku
ingin menyentuhnya…. Tapi, jika aku tiba-tiba melakukan itu dengan kepribadianku
ini, aku mungkin akan dianggap orang cabul.
Kita
sedang belajar, jangan sampai terangsang. Bertahanlah, diriku!
“Ada apa, Ryuuto?”
“Eh !? Tidak, umm, dengan kata
lain…. ”
Akhirnya, meskipun
Shirakawa-san bertanya padaku dengan "Eh, Apa maksudmu?" dan aku
membalas kembali yang terjadi sekitar tiga kali, entah bagaimana aku berhasil
menyelesaikan penjelasan untuk halaman itu.
“… .Aah, jadi itu maksudnya.”
Setelah Shirakawa-san selesai
mendengarkan, wajahnya terlihat sedikit lebih segar dibandingkan beberapa waktu
yang lalu.
“Kupikir kamu akan menjelaskan
sesuatu yang jauh lebih sulit. Tapi ternyata ini sangat mudah, bukan.”
“Betul sekali. Semakin panjang
kalimatnya, semakin sulit kelihatannya, tapi bagaimanapun juga, itu cuma
kata-kata dengan peningkatan jumlah kata sifat dan preposisi ”
“Preposisi?”
“Ah, coba lihat, seperti penjelasan
tempat di dalam atau di, ‘kan ”
“Fuun.”
Fakta bahwa dia tampaknya tidak
benar-benar memahami bagian itu sangat jelas terlihat dan itu sangatlah lucu.
“Tapi aku senang! Dengan ini aku
bisa melihat sedikit harapan sekarang! Terima kasih, Ryuuto.”
Setelah mengatakan itu,
Shirakawa-san berdiri.
“Ayo kita beli burger! Ketika kamu
merasa lega perutmu terasa keroncongan.”
“Aku rasa begitu”
Meski kami telah meninggalkan
buku teks dengan tujuan untuk memberitahu orang lain kalau kursi tersebut sudah
ada orangnya, aku masih khawatir tentang bagaimana nasib Shirakawa-san belajar ,
jadi kami dengan bersemangat menuju ke kasir di lantai bawah.
Kami mendapatkan makan siang
kami dan kemudian kembali ke tempat duduk.
“Ah…. Shirakawa-san.”
Aku memanggil Shirakawa-san
yang hendak duduk di kursi aslinya.
“Nn?”
Menghentikan tangan yang hendak
meletakkan nampan, dia lalu menatapku. Mata besarnya itu begitu mempesona,
tanpa sadar aku menunduk.
“Umm, jika kamu mau, kamu bisa
duduk di sebelah sana….”
Saat aku berbicara sambil menunjuk
ke kursi bangku yang di dekat dinding, Shirakawa-san memiringkan kepalanya
dengan “Eh?”.
“Yah, kamu tahu….”
Aku tidak yakin bagaimana
menjelaskan hal ini kepadanya, jadi aku dengan ragu-ragu memberitiahunya.
“Aku .. tidak terbiasa
melakukan sesuatu bersama dengan seorang gadis…. Jadi aku minta maaf jika aku
melewatkan sesuatu. Aku menyadari kalau .. ini mungkin kursi yang lebih baik.
Jika itu masalahnya, maka, aku ingin Shirakawa-san duduk di sana…. ”
“Eh….”
Pipi Shirakawa-san tiba-tiba
menjadi merah.
“Ak-Aku tidak terlalu keberatan,
kok….”
Sambil mengatakan ini,
Shirakawa-san meletakkan nampan di bagian yang lebih dalam dan duduk di kursi
bangku.
“… .Makasih banget, Ryuuto”
Dengan pipi tersipu,
Shirakawa-san menatapku dan tersenyum.
“Maaf, aku tidak peka terhadap
masalah begini….”
“Tidak masalah.”
Shirakawa-san menggelengkan
kepalanya sambil tetap tersenyum.
“Aku jauh lebih bahagia ..
daripada dipandu secara resmi. Aku .. suka sifat Ryuuto yang begitu ”
“… ..!?”
Jantungku berdegup kencang, dan
aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya.
Shirakawa-san tersenyum malu.
“Ayo, Ryuuto duduk juga”
Dan kemudian seolah
menyembunyikan rasa malunya, dia secara tidak wajar membuat suaranya terdengar
lebih hidup.
“Lagipula setelah makan, kita
akan duduk berdampingan lagi, kan!”
“Eh !?”
“Kamu tidak mau? Apa kamu tidak
akan membantuku belajar? ”
Dilihat dengan mata memelas
begitu, detak jantungku menjadi lebih kencang dari sebelumnya.
Tak
bisa dibayangkan aku bisa belajar bareng dengan pacar yang semanis ini…. Tidak
main-main, kupikir aku orang paling beruntung sedunia.
◇◇◇◇
Ujian akan dimulai besok, dan
sesi belajar bareng dengan Shirakawa juga akan terus berlanjut setelah sekolah
selama masa ujian.
Mungkin sekolah lain juga
sebentar lagi ada ujian, dan restoran cepat saji yang biasa kami kunjungi mulai
ramai dipadati siswa SMA yang belajar.
Pada hari ketiga sesi belajar
bareng, setelah makan siang dan sedikit belajar. kami memutuskan untuk
istirahat. Kami kembali duduk berhadap-hadapan dan meminum milkshake pesanan kami.
“…. Kamu tahu, ada banyak pasangan
yang belajar bareng, ‘kan”
Shirakawa-san berbicara dengan
santai setelah melihat sekeliling di sekitarnya.
Sekarang
setelah dia mengungkitnya, ada juga pasangan cowok dan cewek berseragam secara
diagonal di seberang kami diam-diam menjalankan pena mereka pada buku catatan
mereka di seberang meja. Aku .. tidak sanggup dalam melakukan kontak mata
dengan orang asing, jadi aku tidak bisa melihat-lihat sebanyak itu, tapi
Shirakawa-san mungkin telah menemukan beberapa pasangan lagi.
“Sungguh menakjubkan. Bagiku,
belajar dengan pacarku…. benar-benar asli? Rasanya seperti itu.”
“Asli….”
Mungkin,
maksudnya "segar", Dan aku memikirkan itu di sudut
kepalaku, dan merenungkan tentang arti kata-kata Shirakawa-san.
Aku ingat balasannya ketika aku
memberitahunya "ayo belajar bersama" sebelum ujian.
──
Eh, memangnya belajar bisa dilakukan bersama dengan yang lain?
Aku
ingin tahu apa ini pertama kalinya dia mengalami kencan yang seperti ini (?).
…
.Aku ingin tahu apa .. dia tidak melakukan itu dengan mantan pacarnya.
Jika
itu masalahnya, mengapa mereka tidak pernah melakukan kencan yang begini?
Entah bagaimana sepertinya ini
saat yang tepat untuk bertanya padanya, jadi aku membuka mulut.
“Apa mantanmu yang
sebelumnya….. tidak pernah membantumu belajar?”
Jika
aku ingat dengan benar, bahkan ada rumor kalau mantan pacarnya ada yang
mahasiswa. Kesampingkan perasaanku yang tak terlukiskan terhadap
mantan pacarnya, aku benar-benar merasa penasaran.
Pada
awalnya, aku benci memikirkan mantan pacarnya, meskipun hanya sedikit…. tapi
mungkin, ada sedikit kepercayaan diri mulai tumbuh di dalam diriku?
Rasa
percaya diri sebagai pacar Shirakawa-san.
“Eh….?”
Shirakawa-san menengok dengan
wajah terkejut. Saat tatapannya bertemu dengan mataku, dia dengan takut
menggelengkan kepalanya.
“.... Tidak pernah. Masalah
seperti nilaiku, mereka tampaknya tidak terlalu peduli…. Dan aku bahkan
diberitahu sesuatu seperti 'Bahkan jika
mereka tidak bisa belajar, cewek bisa mendapat manfaat saat punya wajah cantik,
‘kan'”
Perasaan Shirakawa-san saat
mengatakan itu terlihat jelas dari bibirnya yang tertutup rapat-rapat.
Melihat ekspresinya yang begitu
menghidupkan kembali amarahku terhadap mantan pacarnya.
“Begitu….”
Ini
bukan berarti Shirakawa-san..berpikir tidak masalah meskipun dia tidak bisa
belajar. Hal itu sudah terlihat jelas dari fakta kalau dia mau belajar untuk
ujian bersama denganku seperti ini. Tapi, mereka sampai tega mengatakan hal
seperti itu padanya. Mereka benar-benar tidak pengertian.
Sambil tersenyum, Shirakawa-san
menatapku, yang terdiam memikirkan itu.
“Ryuuto adalah yang pertama
kali, tau. Orang pertama yang ingin melakukan apa pun untukku.”
Matanya sedikit menyipit,
gemetar. Dan pipinya bersinar kemerahan.
“Itu sebabnya, aku bisa
merasakan perasaan baru untuk pertama kalinya.”
“Shirakawa-san”
Saat dadaku dipenuhi perasaan
cinta dan aku tidak bisa mengatakan apa-apa, senyum Shirakawa-san bercampur
dengan rasa malu.
“…. Oke, ayo belajar lagi.”
Dia mengipasi wajahnya dengan
kedua tangan dan menyentuh rambutnya. Itu adalah isyarat saat dia merasa malu.
“Ya, ayo belajar lagi.”
Aku
tidak akan pernah menyakiti pacar yang begitu menggemaskan.
Saat aku bersumpah begitu di
dalam hati, aku masih tidak dapat meramalkan kalau acara musim panas yang akan
datang akan dipenuhi dengan kekacauan.
◇◇◇◇
Ujian akhir semester berjalan
dengan tenang dan lancar.
Di hari keempat masa ujian,
kami mendapat lembar jawaban ujian tata bahasa Inggris dari hari pertama di
kelas sebelum pulang.
“Waa, lihat, lihat, Ryuuto!”
Setelah mendapatkan kembali
lembar jawabannya, Shirakawa-san langsung menuju ke tempat dudukku.
“Ta-da!”
Jadi
berapa nilai yang dia dapat …. Dan ketika aku memikirkan itu
dan melihatnya, aku mengerutkan kening pada angka “42” yang tertulis di sebelah
kolom namanya.
“… .Nnn?”
Shirakawa-san menatapku dengan
ekspresi yang menyiratkan, "Bagaimana?
Bagaimana itu ”, jadi aku tidak yakin reaksi seperti apa yang harus
diberikan.
“Ya….?”
“Bukannya ini luar biasa? Aku
sempat berpikir kalau nilaiku bakalan turun, tetapi ternyata malah naik! Ini
semua berkat bantuan Ryuuto, jadi terima kasih! ”
“Aah, yah, aku tidak melakukan
sesuatu sebesar itu….”
“Kalau Ryuuto bagiamana? Biarku
lihat.”
“Ya….”
Saat aku disuruh menunjukkan lembar
jawabanku oleh Shirakawa-san, matanya terbuka lebar-lebar.
“Hebaaaattt! Apa Ryuuto adalah
dewa !? ”
“Tidak tidak Tidak….!”
Reaksinya seperti kalau dia
baru saja diperlihatkan lembar jawaban dengan ni;ai 100, namun karena nilainya
87, rasanya akan memalukan jika teman sekelasku menyadarinya.
“Aku ikutan senang,
Shirakawa-san. Nilaimu lebih tinggi dari yang terakhir kali.”
Saat aku dengan paksa
mengembalikan topik, Shirakawa-san mengangguk sambil tersenyum.
“Ya! Makasih banyak, Ryuuto! ”
Kemudian dia kembali ke tempat
duduknya. Saat itulah, ketika aku hendak menyimpan lembar ujianku sambil merasa
lega dan senang….
“Kashima-kun.”
Aku mendengar suara dari kursi
sebelahku. Saat menengok, aku melihat Kurose-san menatapku.
Kurose-san… .. Dia adalah
saudara kembar Shirakawa-san, dan gadis yang pernah aku tembak dan ditolak saat
aku masih SMP dulu.
Karena perceraian orang tua
mereka, dia diambil oleh ibu mereka dan mempunyai dendam pada Shirakawa-san
karena mengambil ayahnya. Ketika dia pertama kali pindah ke sekolah ini, dia
menyebarkan rumor buruk tentang Shirakawa-san.
Sejak kejadian itu, aku jarang
berbicara dengan Kurose-san. Meski setidaknya kami saling menyapa setiap pagi,
Kurose-san selalu terlihat gelisah, jadi aku juga mempertimbangkannya. Wajar jika
dia merasa canggung karena kami membicarakan sesuatu tentang riwayat hidupnya.
“Iya, ada apa?”
Jadi, ketika aku membalasnya
sambil berpikir kalau tumben sekali dia mau berbicara padaku duluan, Kurose-san
dengan malu-malu membuka mulutnya. Pipinya tampak agak merah.
“Kashima-kun, kamu pinter
banget, ya.”
“Eh?”
“Nilaimu, aku tadi melihatnya.
Apa kamu pandaii bahasa Inggris? ”
“Eh, yahh….”
Mungkin
karena berkat belajar bareng Shirakawa-san. Bukannya aku bermaksud
pamer, jadi aku merasa malu. Kali ini aku memasukkan kertas ujian yang terlipat
ke dalam tasku.
“Tidak juga…. Kupikir aku
sedikit lumayan.” Balasku.
“Itu bagus. Aku sedikit tidak
mengerti dengan bahasa inggris. Aku juga khawatir dengan ujian percakapan
bahasa Inggris besok "
Kurose-san mengerutkan alisnya
dalam-dalam, dan sudut mulutnya terangkat. Kemudian, dia mulai berbicara dengan
agak malu-malu.
“Ummm…. jika kamu tidak
keberatan, apa kamu bisa membantuku belajar?”
“Eh….”
Saat aku masih kebingungan, Kurose-san mulai berbicara
dengan tergesa-gesa.
“Ah…. apa yang membuat Kashima-kun
marah beberapa hari yang lalu, itu memang salahku dan aku sedang
merenungkannya. Bisa dibilang, aku merasa berterima kasih kepada Kashima-kun
karena sudah memarahiku…. Ngomong-ngomong, aku tidak berniat jahat atau
semacamnya.”
“… .Be-Begitu ya,”
Kalau
memang begitu, syukurlah, tapi….
Aku
masih punya perasaan dendam terhadap Kurose-san karena menyulitkan
Shirakawa-san. Shirakawa-san sendiri sepertinya tidak mempermasalahkannya lagi,
dan aku rasa akan lebih baik jika aku memaafkannya demi dirinya…. dan
Kurose-san adalah adik perempuan Shirakawa-san.
Saat aku merenungkan hal itu
karena emosi yang rumit, Kurose-san berbicara dengan kepala tertunduk.
“Aku .. masih belum terbiasa dengan
sekolah ini…. Teman-temanku juga sedikit…. Jika Kashima-kun bisa mengajariku,
aku akan merasa senang.”
“O-oh ya….?”
Meski
begitu, dari semua orang, kenapa dia memilihku? Bukannya nanti akan canggung?
Itulah yang kupikirkan, tapi setelah kejadian itu, memang benar kalau
Kurose-san diperlakukan seperti pengganggu pemandangan oleh teman sekelas kita.
Beberapa
cowok dan gadis yang baik hati, yang hanya mengejar wajahnya, masih berbicara
dengannya. Namun, yang pasti tidak ada tanda-tanda dia sedang bergaul dengan
teman dekat tertentu.
Meski
dia menuai apa yang dia tabur, aku merasa sedikit kasihan padanya. Namun….
“Maaf. Aku sudah berjanji
dengan Shirakawa-san untuk belajar bareng selama ujian.”
Saat aku menolaknya, Kurose-san
menundukkan kepalanya dan mengerucutkan bibirnya.
“….Begitu ya. Aku mengerti.”
Nada suaranya terdengar tenang
tanpa ada rasa marah, jadi aku merasa lega.
Kemudian, Kurose-san segera
mengangkat wajahnya dan menatapku lagi.
“Kalau begitu, bagaimana dengan
liburan musim panas? Aku juga tidak pandai matematika, jadi mungkin aku bisa
bertanya apa ada sesuatu yang aku tidak mengerti tentang PR nanti…. ”
Mendengar ini, aku melihat ke
belakang dengan sekilas.
“Kalau matematika, Ichi lebih….
Ijichi-kun lebih baik dariku. Mau aku perkenalkan padanya?”
Meski
nilai keseluruhannya di tengah semester benar-benar hancur, hanya dalam
pelajaran matematika saja Ia mendapat nilai tinggi, jadi aku pikir Ia lebih
pandai dariku.
Namun, mungkin kebaikanku tidak
tersampaikan, ekspresi Kurose-san langsung menegang.
“….Tidak usah.”
Begitu dia menjawab dengan
suara kaku, dia segera mengangkat matanya lagi.
“L-Lalu…. Boleh aku minta ID
LINE? ”
“Eh, ID LINE Ichi?”
“Tidak! Maksudku milik
Kashima-kun! ”
Dibalas dengan marah, aku bingung
dengan sikap anehnya.
“Te-Tentu…. Tapi tidak akan ada
kontak dariku, oke?”
Aku teringat reaksi
Shirakawa-san ketika dia melihat pesan LINE yang aku dapat dari Yamana-san.
Setelah bersumpah untuk tidak membuat Shirakawa-san merasa khawatir lagi, aku
ingin menahan diri untuk tidak menghubungi gadis lain sebanyak mungkin.
“….Tidak apa-apa. Itu karena aku
ingin berhubungan denganmu.”
Kurose-san menjawab dengan
ekspresi gelap, dan melihat ekspresinya begitu membuatku ingin segera menjauh
darinya.
“Ak-Aku mengerti… ..”
Dia
tidak punya teman sejauh itu, ya…. Itu sudah melampaui tingkat
menyedihkan, aku jadi merasa sedikit khawatir.
“….Terima kasih.”
Saat aku mendaftarkannya
sebagai teman di ponselku, Kurose-san bergumam begitu dan pipinya sedikit
memerah.
Ya,
dia memang imut….
Yang
aku cintai sekarang adalah Shirakawa-san, tapi melihat Kurose-san seperti ini
membuatku teringat bagaimana perasaanku dulu saat masih menaruh rasa padanya.
Tapi
itu sudah berakhir sekarang, dan sambil merasa sedikit
kesepian, aku mengunci layar ponselku saat menyimpan alamat kontaknya.
◇◇◇◇
Pagi hari di hari terakhir masa
ujian akhir semester, akhir musim hujan diumumkan oleh badan meteorologi.
“Hore, sekarang liburan musim
panas!”
Dalam perjalanan pulang, wajah
Shirakawa-san benar-benar terlihat segar untuk pertama kalinya setelah sekian
lama.
“Tapi tetap saja, cuacanya masih
panas banget! Kupikir aku akan meleleh ~”
Menatap langit cerah di
pertengahan musim panas di siang hari dengan awan putih melayang, Shirakawa-san
mengucapkan "Yikes" dan
menjulurkan lidahnya.
Dia mengipasi menggunakan
tangannya ke arah dadanya yang belahannya hampir terlihat, jadi aku merasa
tersipu karena tatapanku tanpa sadar langsung mengarah ke lembah terlarang.
“Aku benar-benar ingin pergi ke
laut ~ ke laut! Kalau di atas tanah, ogah banget~”
“Hah, jadi kamu mau pergi ke
bawah laut? Menyelam? ”
“Hmmm, cuma di pantai sih ~.
Bukannya terasa menyegarkan untuk sesekali masuk ke laut~”
“Ah, jadi….”
Jika
itu masalahnya, bukannya pantai masih termasuk “di atas tanah” ?, dan
itulah yang aku pikirkan, tapi karena aku tidak mau dianggap sebagai cowok
rewel, aku jadi tetap diam.
Kemudian Shirakawa-san menatap
mataku.
“Hei, hei, apa kamu ingat kalau
besok hari apa?”
“Eh?”
Hari
apa lagi…. dan saat aku memikirkannya, Shirakawa-san langsung
cemberut dan berkata “Mouu~”.
“Satu bulan! Besok adalah
perayaan satu bulan sejak kita jadian.”
“… .Aaah!”
Sekarang
dia menyebutkannya, sudah satu bulan berlalu sejak aku menembaknya.
Saat
aku bersama Shirakawa-san setiap hari terasa baru dan menyenangkan, jadi
rasanya sudah banyak waktu yang telah berlalu, tapi ini baru sebulan, ya.
“Heey, kenapa kita tidak pergi
ke laut untuk perayaan satu bulan kita? Musim hujan juga sudah berakhir. ”
“Eh? Ya…. Aku sih tidak
masalah.”
Meski aku bilang begitu,
satu-satunya pengalaman yang aku miliki tentang berenang di laut adalah ketika aku
masih di SD, dan ketika orang tuaku membawaku ke sana setahun sekali.
“Hore! Jadi besok ya, oke! ”
“Ya-ya….”
Apalagi
besok. Aku tidak punya waktu untuk melakukan pemeriksaan awal.
Tunggu
sebentar, laut !?
Jangan
bilang kalau aku akan melihat Shirakawa-san dengan pakaian renangnya!?
Aku
bisa menghabiskan sepanjang hari dengan Shirakawa-san dengan .. bikini….!? Di
tengah terlalu asyik menikmati dirinya sendiri, lalu hal-hal yang akan meledak
menyelinap…. diharapkan, aku pikir itu tidak akan terjadi tapi, sial. Aku tidak
bisa menghentikan khayalan liar ini!
“… .Apa ada yang salah, Ryuuto?
Melamun seperti itu.”
“Bu-Bukan apa-apa! Semuanya
baik-baik saja.”
Gawat.
Jika aku berjalan sambil membungkuk ke depan, Shirakawa-san akan langsung tahu.
“Ka-Kamu benar-benar menantikannya,
ya. Maksudku, ke laut.”
“Ya! Aku sangat menantikannya!”
Jadi, sudah diputuskan kalau
besok kami akan pergi kencan ke laut untuk merayakan hari jadian satu bulan
kami.
<<=Sebelumnya |
| Selanjutnya=>>