PROLOG – Gadis Yang Mencoba Bunuh Diri
Aku ingin
pacar.
Aku kepengen
punya pacar.
Aku beneran kepengen
punya pacar.
Yuuki Yuusuke, pelajar kelas 2 SMA, mendadak memikirkan
hal ini sejak dua hari yang lalu.
Sampai titik itu, bisa dibilang kalau Ia tidak terlalu
tertarik pada hubungan romantis. Atau bila dilihat dari sudut pandang lain, Ia
tidak punya waktu untuk memusingkan masalah itu. Yuuki yang kehilangan ayahnya
saat masih SMP, harus bekerja sambilan demi membiayai hidupnya dan selalu harus
mempertahankan peringkatnya sebagai murid penerima beasiswa, yang bebas dari
segala macam biaya sekolah.
Saat mendengar teman-temannya mengatakan sesuatu seperti “XX-san adalah idol sekolah,” atau “OO-senpai mirip seperti pangeran,” Ia
akan memfokuskan diri pada buku pelajarannya dan bergumam, aku sangat iri dengan waktu luang kalian. Dan sepulang sekolah, Ia
menghabiskan waktunya untuk bekerja sambilan untuk membiayai hidupnya.
Yuuki yang menjalani hidup begitu, mendadak berpikir
ingin mempunyai pacar saat Ia pulang dari pekerjaan sambilannya.
Begitu sampai di apartemen, Ia menyalakan lampu di kamar
gelap apartemennya, dan menyalakan pemanas untuk menghangatkan air mandi. Dan
saat membuka bungkus bento, sambil memikirkan mata pelajaran apa yang harus Ia
pelajari sebelum tidur…..
“…Aku ingin punya pacar.”
Perkataan tersebut keceplosan dari mulutnya tanpa Ia
sadari. Karena terkejut, Ia merenungkan kembali perkataan yang barusan Ia
katakan.
Aku ingin punya
pacar.
Mulutku sendiri
yang bilang kalau aku menginginkan pacar.
“Be-Benar. Jika dipikir-pikir lagi, kurasa itu tidak
mengherankan…”
Yuuki Yuusuke cenderung sedikit lebih tabah ketimbang
cowok yang sebayanya, tapi Ia juga remaja di masa pubertas. Tidak aneh jika Ia
ingin punya pacar. Bagaimanapun juga, Ia hanyalah manusia biasa.
“Konyol sekali, sekarang aku malah… ingin punya pacar…”
Akan tetapi, yah,
cuma karena aku sempat memikirkannya dan mengatakannya, itu bukan berarti aku
terlalu pengen punya pacar, pikirnya.
Dan seperti biasa, pada hari itu Ia menyantap makan
malam, masuk kamar mandi, belajar, dan pergi tidur. Namun, begitu nyala api
pubertas menyala, panasnya akan terus meningkat.
Bahkan pada keesokan harinya, sepanjang hari isi kepalanya
dipenuhi dengan imajinasi pergi berkencan dengan pacar yang tidak pernah Ia
miliki. Dan terakhir, saat pelajaran matematika berlangsung….
(cos − cos ) 2
+ (sin sin ) 2 = Aku ingin punya pacar
Aku baru saja
menciptakan rumus baru yang tidak dapat dipahami semacam ini, dan sepertinya
keadaan mentalku benar-benar menjadi buruk,
pikirnya.
“Aku saking kepengen punya pacar, ya…”
◇◇◇◇
Pada hari yang sama, Yuuki menyusuri jalan biasa setelah
menyelesaikan pekerjaan sambilannya dan membeli makan malamnya dari minimarket.
Cuacanya sedang diguyur hujan. Sambil memegang payungnya,
Yuuki sedang menghafal sejarah Jepang.
“Ieyasu, Hidetada, Iemitsu, aku ingin punya pacar… bukan
itu. Ienobu, Ietsugu, Yoshimune, aku ingin punya pacar… Aaah sialan!!”
Jenderal kelima
dan kesembilan berubah menjadi "Tokugawa Aku ingin punya pacar ".
Jika begini terus, lama-lama aku akhirnya akan menulis ‘Aku Ingin Pacar’ di lembar jawaban ujian, ‘kan?
Bagaimana bisa
malah berakhir seperti ini…
Salah satu
temanku di sekolah adalah cowok yang tampaknya paling cabul, tapi aku tidak
berpikir bahwa otaknya ternodai dengan pemikiran mesum terus.
“Aaa, ini benar-benar gawat. Dan, aku ingin punya pacar,”
keluhnya. Yuuki kemudian mendongak ke atas, “Hmm? Apa itu?”
Karena sudah
malam dan sedang hujan, aku jadi tidak bisa melihatnya dengan jelas, tapi aku
merasa seperti melihat bayangan seseorang di atas bangunan yang ditinggalkan di
seberang jalan.
“Haaah, mana mungkin iya ‘kan,” gumamnya. Namun, pada jam segini dan dalam cuaca seperti
ini, jika seseorang berada di atas bangunan yang ditinggalkan... tujuannya cuma
satu, iya ‘kan, Yuuki tak bisa menyingkirkan kemungkinan itu.
“…Cih,” dan Ia mulai menaiki tangga gedung yang
ditinggalkan.
◇◇◇◇
“Uugh, aku benar-benar tidak ingin melakukan ini,” gerutunya saat
mencapai bagian atap gedung.
Begitu membuka pintu atap, pandangan Yuuki langsung
tertuju pada sisi lain pagar setinggi pinggang yang mengelilingi atap, dan di sana berdiri
seorang gadis. Kalau dilihat-lihat lagi,
dia mengenakan seragam sekolah terkenal khusus perempuan di lingkungan sekitar
sini. Jika aku tidak salah ingat, aku merasa orang-orang di kelasku pernah mengatakan kalau
pita merah berarti masih kelas 1 atau semacamnya.
Aku sedikit ragu,
tapi karena sudah melihat ini, aku tidak bisa lagi berpura-pura tidak
melihatnya, pikirnya. Dan ketika Ia hendak memanggil si
gadis.
Tubuh gadis itu mulai condong ke depan.
“Yang benar saja!!”
Yuuki segera berlari sekuat tenaga dan bergegas mendekati
gadis itu, lalu memeluk tubuhnya.
“KORYAAAAAAAGGHH!!”
Ia mengerahkan seluruh tenaganya ke dalam lengannya dan
menarik tubuh gadis itu kembali ke atas atap.
Mungkin karena Ia dulu berada di klub olahraga saat SMP,
atau karena berat gadis itu tidak terlalu berat, tubuh si gadis melompati pagar
dan jatuh ke atap bersama dengan Yuuki.
“Haa, hah, hah”
Sambil mendengar suara jantungnya yang berdebar kencang,
Yuuki menoleh ke arah gadis itu.
“Seriusan, apa kamu ini gila, hah …” kata Yuuki dengan
nada sedikit marah.
Gadis itu mengangkat wajahnya usai mendengar ucapan Yuuki
dan, dagdigdug, jantung Yuki dibuat
cenat-cenut tak karuan.
Aku terkejut.
Dia cantik sekali.
Paras wajahnya sangat menggambarkan sosok Yamato
Nadeshiko. Wajahnya tampak lembut dan tertata rapi, rambut hitamnya yang
sepanjang pinggang meneteskan air dari hujan berkilau. Tubuh yang ada di
pelukannya beberapa saat yang lalu terlihat ramping, tapi ada cukup banyak
proporsi yang sesuai dengan yang seharusnya.
Tapi sekarang
bukan waktunya untuk memikirkan hal itu.
“Kamu, apa kamu benar-benar berniat untuk mati?”
Ketika Yuki bertanya, bahu gadis itu tersentak dan membeku
di tempat.
Dia tidak
mengatakan apa-apa. Tapi aku tahu kalau dia sangat takut padaku.
Setelah beberapa saat, gadis itu perlahan menganggukkan
kepalanya.
“Aku tahu itu, kamu beneran berniat melompat tadi,” gumam
Yuuki.
“Untuk saat ini, apa yang harus kulakukan di saat seperti
ini? Apa aku perlu menelpon orang tua atau polisi…,” Lanjutnya sambil
mengeluarkan ponselnya.
Gadis tersebut menarik ujung bajunya. Dan kemudian, tanpa
berkata apa-apa, dia menggelengkan kepalanya sedikit.
“Yah, tapi tetap saja…”
Sedangkan Yuuki sendiri percaya kalau urusan hidup terserah
orang itu sendiri untuk memutuskan bagaimana menggunakan hidup mereka. Namun,
melihat seseorang yang mati di hadapannya tentu lebih dari menyakiti hati
nuraninya.
Namun, dengan suara kecil, suara yang sangat kecil
seolah-olah akan menghilang, “…Jangan…tolong, jangan lakukan itu…,” gadis
tersebut memberitahu itu padanya.
“Bahkan jika kamu bilang begitu ...”
Bahkan Yuuki punya alasan sendiri untuk merasa ragu dan
tidak bisa langsung membantunya.
“Hei, luka memar itu, apa terjadi sesuatu?”
“…!?”
Gadis itu terkejut dan memeluk bahunya sendiri seakan
ingin menutupi luka lebam di tubuhnya.
Ketika Yuuki menariknya, bagian dari seragamnya terbuka,
dan Ia melihat baju seragam yang gadis itu kenakan.
Karena sekarang sedang hujan. Baju seragam itu menempel
di kulitnya, dan sedikit tembus pandang.
Biasanya, peristiwa yang begini akan menjadi adegan
erotis, tapi Yuuki melihat sesuatu yang tidak mengijinkan dirinya mengatakan sesumbar
dengan keras.
Bekas luka dan memar itu terlihat jelas bahkan melalui
baju seragam si gadis.
Dulu Yuki biasa berolahraga , jadi urusan cedera dan
bekas luka merupakan kejadian yang biasa baginya.
Itu sebabnya Ia bisa tahu kalau luka semacam ini, yang
meninggalkan bekas luka yang begitu jelas, tidak datang secara alami.
Kecuali, ini adalah bekas dari kekerasan yang disengaja.
Terlebih lagi, kekerasan tersebut sengaja ditujukan ke tempat-tempat yang akan
disembunyikan oleh seragamnya. Seharusnya tidak sulit untuk membayangkan kejadian
seperti apa yang menimpanya.
“Aku beneran… baik-baik saja…”
Seperti yang diduga, Yuuki akan merasa bersalah jika
mengabaikan ucapan gadis itu, yang memohon padanya dengan tatapan memelas, dan
menyerahkannya kepada polisi.
Meski begitu, aku
tidak bisa meninggalkannya sendirian…
“…Haah, aku mengerti.”
Yuuki meletakkan kembali ponselnya. Untuk sekarang, biarkan dia tenang dulu.
“Pokoknya, mampirlah dulu ke rumahku sekarang.”
“…Eh?”
Gadis itu menatapnya dengan penuh penasaran.
“Yah, kamu akan masuk angin jika tetap basah begitu,
‘kan?”
Meski aku yang mengatakannya
sendiri, emangnya seseorang yang mencoba bunuh diri peduli dengan masuk angin?, pikirnya.
◇◇◇◇
Bunyi guyuran air shower bergema di kamar apartemen
tempat Yuuki tinggal.
“Kurasa ini pertama kalinya ada gadis yang mampir ke
kamar apartemenku,” ujar Yuuki pada dirinya sendiri sambil duduk bersila di
tempat tidur ruang tamu.
“…Terima kasih banyak sudah mengijinkan aku menggunakan
shower.”
Gadis yang baru saja mencoba melompat dari atap beberapa
saat yang lalu, datang ke ruang tamu sambil menyeka rambut hitam panjangnya
dengan handuk. Dia mengenakan jaket olahraga yang dipinjamkan Yuuki padanya.
Karena Yuuki berbadan tinggi, jaket yang dikenakan si gadis agak kepanjangan.
Namun, gadis yang baru saja keluar dari kamar mandi
memiliki pesona tersendiri yang bisa membuatmu ingin mengaguminya.
Gadis itu terus berdiri diam di sana sebentar.
Aah, dia
bingung harus duduk di mana, ya, Yuuki
menyadari hal itu.
“Kamu bisa duduk di kursi sana,” ucap Yuuki sambil
menunjuk ke kursi di depan satu-satunya meja di ruangan itu.
Gadis itu membungkuk sebentar dan duduk di kursi.
Setiap tingkah lakunya terlihat sopan, atau lebih
tepatnya, anggun. Melihatnya yang begitu akan membuatmu merasa kalau dia
dibesarkan dengan baik.
“…”
“…”
Gadis itu menundukkan kepalanya sedikit tanpa berkata
apa-apa, jadi ruangan tersebut penuh dengan keheningan.
Karena tidak tahan dengan suasanya hening, Yuuki
memutuskan untuk mencoba bertanya.
“Namaku Yuuki Yuusuke. Dan kamu?”
Ketika ditanya Yuuki, gadis itu tersentak. Kemudian dia
mulai berbicara dengan suara kecil.
“….Hatsushiro Kotori,” tutur gadis itu, Hatsushiro,
dengan suara serak yang sepertinya hampir menghilang.
“Hatsushiro, ya. Jadi, kenapa kamu tadi mencoba melakukan
hal seperti itu?”
“…”
Saat ditanya begitu, Hatsushiro cuma memejamkan matanya
rapat-rapat, menunduk, dan tetap diam.
Ya ampun, pikir Yuuki. Pasti masalah tersebut cukup rumit, sampai-sampai dia rela
mengakhiri nyawanya sendiri. Sejak tadi, dia hanya meringkuk ketakutan setiap
kali Yuuki menanyakan sesuatu padanya, jadi pasti ada sesuatu yang terjadi.
“Aah, maaf. Kamu tidak perlu menjawabnya jika kamu tidak
mau.”
“…Karena aku….tidak punya…..”
“Hm?”
“Karena aku sudah… tidak punya… alasan untuk hidup…,”
ujar Hatshushiro.
Pada saat yang sama, ada kegelapan yang dingin dan tak
berdasar di matanya yang hampir menakutkan untuk dilihat.
Aah, ini
benar-benar gawat. Jika aku meninggalkannya sendirian, kemungkinan besar dia
akan mencoba bunuh diri lagi.
Temannya pernah mengatakan sesuatu seperti “Di dunia ini, ada orang yang terus
mengatakan mereka ingin mati, mati, dan mati, tetapi tidak memiliki niat untuk
mati. Mereka cuma pencari perhatian yang cuma ingin kamu menaruh perhatian pada
mereka,” Akan tetapi, gadis ini
benar-benar berniat mengakhiri hidupnya.
Apa yang harus
kulakukan. Aku ingin tahu apa ada sesuatu yang bisa mencegahnya untuk melakukan
bunuh diri. Sejujurnya, aku pikir sangat disayangkan ada gadis yang seusiaku
berniat untuk mati. Selain itu, wajahnya juga cukup cantik.
Sebenarnya, gadis ini sangat manis sekali, ‘kan.
Dia jauh lebih manis
ketimbang idol dan artis di TV, tahu. Mungkin karena
pemikiran seperti itu, tanpa Ia sadari, Yuuki mengatakan hal ini.
“Kalau begitu, jadilah pacarku.”
“…?”
Hatsushiro memiringkan kepalanya dengan kebingungan.
“Hm? Hah?”
Yuuki mengingat apa yang Ia katakan barusan.
Apa yang baru
saja kukatakan pada gadis ini?
“Ah, yah, tunggu sebentar. Maksudku yang kubilang tadi
berbeda, oke, berbeda. Ini mengenai hal itu, saat kamu bilang kalau kamu tidak
punya alasan untuk hidup. Jadi, kamu tahu, kupikir jika kamu punya pacar atau
semacamnya, kamu mungkin punya alasan untuk hidup. Dan saat ini kebetulan aku
sangat menginginkan pacar, kau tahu. Terlebih lagi, Hatsushiro sangat sesuai
dengan seleraku dan… Aah, apa yang kukatakan tadi, sih!!”
Yuuki berulang kali menyundul bantalnya sendiri.
“Ini sangat berbeda, oke!! Aku tidak punya niatan seperti
itu saat membawamu ke kamarku, oke!! Sama sekali tidak ada!!! Setidaknya tidak ada
saat aku membawamu ke kamarku!!”
“Saat kamu membawaku… ke sini, ‘kan?”
“Iya!! Aku inta maaf!! Sekarang sudah ada!! Maksudku,
kamu itu sangat imut, dan juga sangat cocok dengan seleraku. Dan aku juga ingin
punya pacar.”
Yuuki kembali membenamkan wajahnya ke bantalnya, dan
berbicara dengan suara bergumam.
“Tidak apa-apa. Aku tidak keberatan jika kamu mau pergi. Kamu
mungkin merasa tidak aman jika seseorang yang menginginkan pacar hantu di sini.”
Yuuki menyebutkan bentuk kehidupan yang membuat seseorang
ingin berkata, “Hantu atau alien, jadi
yang mana?,” dan Ia sudah kehabisan akal.
Akan tetapi, “…Fufu,” Hatsushiro tertawa kecil.
Detak jantung Yuuki meroket pada keimutan ekspresi
wajahnya yang dia tunjukkan untuk pertama kalinya.
Kemudian, Hatsushiro menatap langsung wajah Yuuki dan mengatakan
sesuatu yang tidak Ia duga.
“Aku tidak keberatan.”
“…Eh? Apa?”
Yuuki mengatakan sesuatu yang klise seperti yang akan
dikatakan protagonis rom-com.
“…Aku mau menjadi pacarmu.”
Yuuki berhenti bergerak, dan tidak bisa menelaah situasi
setelah mengusulkannya sendiri.
“Jika aku boleh mengatakannya sebagai balasan, apa aku boleh
tinggal di sini sebentar?”
“Eh? Yah. Sepertinya kamu juga punya keadaanmu sendiri.
Dan juga tidak aneh jika orang yang kamu pacari menginap di rumahmu sebentar…
‘kan.”
Yuuki lalu bertanya dengan ragu-ragu.
“Apa kamu yakin? Padahal aku dan Hatsushiro baru saja
bertemu, ‘kan?”
“…Iya. Aku juga tidak memiliki tempat lain, atau hal-hal
yang ingin aku lakukan, dan aku pikir Yuuki-san adalah orang yang baik karena kamu
tidak memaksaku untuk melakukan ini atau itu hanya karena kamu sudah
menyelamatkanku. Apalagi…”
“Apalagi…?”
“...Umm, jika kamu mengatakan sesuatu seperti 'kamu imut' atau 'kamu sangat cocok dengan seleraku' dengan lugas begitu... membuatku... bahagia...,” ujar Hatsushiro,
sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
Tidak masalah untuk menyembunyikan wajahnya, tapi ujung
telinganya sampai ikutan memerah.
Gadis ini
sangat imut, hei.
“…Kalau begitu, tolong jaga aku, oke… Pacarku.”
“Y-ya. Sama-sama, jaga aku juga, ya… pacarku”
Wajah Yuuki ikut memerah saat mengucapkan itu.
Akhirnya muncul juga Yamato Nadeshiko versi anak SMA tapi yang wow di sini dia sebagai main heroine'nya. Apalagi novelnya tanpa tag drama maupun tragedy. Tapi bekas luka dan memarnya ini yang patut dipertanyakan, perasaan saya ndk enak kalau emang memarnya sampai ke bagian yang sensitif.
BalasHapusHati-hati bang.
BalasHapusHatinya dikunci dulu, karena bunga mawar itu biasanya berduri.
Okeh saatnya cari cewe gudluking yang pen lomat indah dari jembatan
BalasHapusughh, ma heart
BalasHapus