Chapter 1 — Kamu memahami maksudku, ‘kan…?
“Ahhhh… Aku tadi ngomong apaan
sih…?”
Seorang pelajar SMA bergumam
pada dirinya sendiri saat berjalan di bawah langit malam. Namun, Ia bukan orang
yang mencurigakan. Pelajar itu adalah Kuze Masachika, yang sedang dalam
perjalanan pulang usai mengantar Alisa.
“Apanya 'Aku akan mendukungmu'. Apanya 'raih
tanganku'. Memangnya aku ini siapa? Mending mati saja sana. Ahh, ya ampun, apa
yang kukatakan tadi sangat menyeramkan dan memalukan. Tidak, ngomong-ngomong
masalah menyeramkan, aku yang sedang mengoceh tidak jelas begini bahkan lebih
menyeramkan.”
Ia melontarkan kalimat penuh
penyesalan dan mencela diri. Beberapa saat yang lalu, Ia sempat menunjukkan
kepada Alisa pemandangan langka dari sisi jantannya, tapi sekarang Ia merasa
jijik pada dirinya sendiri. Perkataan yang Ia katakan pada Alisa terus
terngiang-ngiang di kepalanya, membuatnya merasa seperti Ia akan mati karena perasaan
malu dan menyesal. Dan terlebih lagi…
“Alya… Dia benar-benar mengatakan
‘Aku menyukaimu’…”
Senyum
yang dia tunjukkan padaku di jalanan yang dipenuhi pepohonan itu seperti bunga
yang sedang mekar.
Masachika masih mengingat jelas
sentuhan lembut yang Ia rasakan di pipinya saat Alisa hendak memasuki apartemennya.
Ia tidak bisa tenang karena itu. Sampai sekarang, Ia berpikir bahwa kalimat
centil dan manis yang kadang-kadang dia gumamkan dalam bahasa Rusia cuma untuk
bersenang-senang. Ia pikir kalau Alisa cuma bermain-main, menjahilinya dengan
jahat, dan Alisa mendapatkan sensasi dari apakah Masachika akan mengetahuinya
atau tidak, dari betapa konyolnya hal itu yang tidak akan pernah Ia sadari.
Tapi
perasaan yang dia tunjukkan sebelumnya jelas-jelas lebih dari itu… Aku pikir
itu perasaan dia yang sebenarnya…
“Tidak, itu mustahil.”
Masachika segera membantah pemikiran
itu.
Dia
cuma terbawa suasana saja, ‘kan? Tentunya dia sudah sadar sekarang dan
merasakan rasa malu dan penyesalan yang sama. Ya, mana mungkin dia tidak
melakukannya.
Tapi meski Ia meyakinkan
dirinya sendiri tentang itu, ada fakta bahwa kasih akung yang ditunjukkan
Alisa… benar-benar membuat jantungnya berdetak kencang.
“Aku…pikir takkan pernah merasakan
jatuh cinta lagi…”
Faktanya, Masachika tidak
pernah menyukai siapa pun sejak gadis itu
menghilang. Ia masih melihat gadis-gadis dan berpikir, 'Dia cantik, ya', atau 'Dia
imut, ya', layaknya cowok remaja pada umumnya dan masih mempunyai hasrat
seksual. Tapi Ia tidak pernah menyukai orang lain sebagai lawan jenis, maupun
merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.
Aku
tidak berpikir ada orang yang mau menyukai seseorang mengerikan seperti diriku.
Dari awal, Masachika membenci
dirinya sendiri. Jadi sulit baginya untuk membayangkan bahwa ada orang lain yang
akan menyukai dirinya yang bahkan Ia sendiri tidak dapat mencintai dirinya
sendiri. Selain itu, berkat pengalaman masa lalunya dengan gadis itu, Ia jadi kehilangan
semua kepercayaan pada cinta. Masachika berpikir kalau seringnya, perasaan
romantis itu cepat berlalu dan akan hilang begitu ilusi pasangan mereka hancur.
Terutama jika menyangkut perasaannya sendiri, Ia ... tidak mempercayainya sama
sekali.
Aku
bahkan tidak bisa mengingat nama maupun wajahnya... Bagaimana aku bisa
benar-benar mencintai seseorang? Dan perasaan cinta antar pelajar itu sangatlah
bodoh. Orang berpacaran saat SMA hampir tidak pernah benar-benar menikah.
Kejadian semacam itu cuma terjadi di dalam fiksi. Pasangan SMA yang asli bisa
bersama dan putus gara-gara masalah sepele. Bahkan jika Alya benar-benar
mennyukaiku, perasaan itu akan hilang begitu dia mengetahui kalau diriku punya
banyak kekurangan. Dan bahkan ... Bahkan mereka yang menikah setelah berpacaran
lama saat masih SMA sekalipun, pada akhirnya tetap akan bercerai.
Ia membayangkan orang tuanya
dan tersenyum getir seolah mengolok-olok dirinya sendiri. Kemudian Ia menghela
nafas panjang.
“… Merepotkan sekali…”
Kalimat tersebut tanpa sadar
keluar dari mulutnya.
Yang
namanya cinta itu….merupakan perasaan tidak pasti dan ambigu ….serta
membuang-buang waktu saja. Benar-benar tidak ada gunanya.
Lagian, Masachika sendiri tidak
terlalu ingin punya pacar, dan Alisa bahkan tidak menembaknya.
Kenapa
aku harus memikirkan ini, sih? Hahh… Jika berpikir seperti ini terus, aku takkan
pernah mendapatkan pacar.
Pikiran mencela diri sendiri
berputar-putar di kepalanya, membuatnya merasa semakin tertekan.
Ketika
aku dalam suasana hati seperti ini, aku harus pergi menonton anime untuk
menjernihkan pikiran.
Dengan pemikiran itu, Masachika
bergegas pulang. Ia membuka pintu depan, tengah bersiap-siap untuk melarikan
diri ke dunia 2D, dan…tertegun. Ia terkejut karena ada sepasang sepatu di pintu
masuk yang seharusnya tidak ada di sana.
“…Bukannya dia bilang punya
urusan…?”
Mau tak mau Masachika
memikirkan kemungkinan lain saat pemikiran tersebut muncul.
“Tidak, kurasa itu takkan aneh.”
Jika apa yang terjadi hari ini
merupakan jebakan untuk membuat Masachika bergabung dengan OSIS, jadi
wajar-wajar saja jika Yuki juga terlibat. Jika dia mau, dia mungkin bisa
menjadi orang yang bertanggung jawab atas keseluruhan rencana.
“Aku dijebak… Atau lebih
tepatnya, aku dipaksa, ya.”
Masachika menghela nafas saat membuka
pintu kamar mandi. Dan…
“Eh…?”
“Ah…?”
Tatapan mata mereka saling
bertemu. Di depannya berdiri Yuki yang benar-benar telanjang, sedang mengeringkan
rambutnya dengan handuk. Matanya melebar kaget dan dia dengan cepat menutupi
bagian depannya dengan handuk. Lalu…
“Kyaa! Onii-chan no ecchi!”
“Brengsek ... kamu sengaja baru
keluar sekarang, iya ‘kan.”
“Ketahuan, ya.”
“Ketahuan banget, lah. Kamu
mungkin mendengarku menutup pintu dan sengaja baru keluar. ”
Begitu rencana jahilnya
terekspos, Yuki langsung menghentikan aktingnya dan menyeringai nakal.
Masachika hendak meninggalkan kamar mandi ketika dia tiba-tiba mulai melakukan
peregangan.
“Oi, oi, tunggu dulu. Apa kamu
tidak merasa penasaran kenapa aku melakukan itu?”
“Tentu saja penasaran, tapi
pertama-tama kamu harus mengenakan sesuatu dulu.”
“Sudah, sudah, dengarkan dulu
sebentar, Masachika-kun. Baru saja, aku menyadari sesuatu yang benar-benar mengerikan.”
“…Sesuatu yang benar-benar
mengerikan?”
Masachika pikir kalau itu pasti
sesuatu yang bodoh lagi, jadi Ia bertanya sambil menghadap jauh dengan tangan
di kenop pintu. Yuki yang melihat Masachika tidak tertarik mulai menutupi salah
satu matanya dengan tangannya dan tersenyum puas. Gerakan itu sangat elegan,
membuatnya tampak seperti detektif terkenal yang baru saja menemukan kebenaran
di balik sebuah kasus. Itu pemandangan yang cukup aneh, karena Masachika bisa
melihat banyak area yang tidak ditutupi oleh handuknya. Yuki sama sekali tidak
peduli, dia membuka matanya dan berteriak.
“Iya… padahal kita sudah lama
tinggal di bawah satu atap tapi belum pernah ada event tak-sengaja-masuk-saat-ganti-pakaian!”
“Tak disangka 'sesuatu yang benar-benar mengerikan' yang
kamu maksud akan seburuk itu!”
“Setiap kakak laki-laki pasti
pernah tak sengaja masuk ke kamar adik perempuannya yang sedang berganti
pakaian! Pasti !!!"
“Itu cuma terjadi dalam dunia
2D! Dasar otaku bodoh!”
“Onii juga sama-sama otakunya!”
“Kampret! Omonganmu lebih
nyelekit karena apa yang terjadi hari ini!”
Beberapa jam yang lalu,
Masachika berada di toko teh bersama kakak perempuan cantik Alisa dan berpikir 'Ha! Apa ini event ciuman tidak langsung?!’,
sesuatu yang cuma dipedulikan para otaku. Perkataan Yuki seperti mengoleskan
garam pada lukanya.
Yuki tiba-tiba meraih lengan Masachika
dan membalikkannya. Ia secara refleks mengerang saat melihat pose menggoda yang
Yuki lakukan.
“Oleh karena itu, inilah yang
disebut fans-service. Kyaa~.”
“Kenapa kamu membuatku
berbalik? Mengapa?”
“Hah? Jadi ini bukan
fans-service kalau kamu tidak melihatku telanjang, ya.”
“Kamu sudah telanjang bulat,
tau?! Cerewet, ah! Cuma otaku bodoh yang ingin melihat itu!”
“Jadi maksudmu, kamu ingin
melihatnya."
“Ahhh, iya. Aku pasti ingin
melihatnya. Ya~y.”
Masachika berbalik menghadap ke
arah Yuki, dan membuat tanda peace.
Berbicara secara objektif, ini jelas bukanlah sesuatu yang harus dilakukan oleh
sesama saudara.
“Hmm, ini pastinya fanservice
yang sangat nyata!”
“Berkat salahmu sendiri!”
Ia dengan cepat membalas Yuki,
yang mengangguk dengan ekspresi serius. Dia menghentikan sandiwaranya dan
tersenyum jahat.
“Kesampingkan candaan tadi,
anggap saja ini permintaan maafku karena sudah sedikit menipumu, Onii-chan.”
“Jangan tunjukkan tubuh
telanjangmu sebagai permintaan maaf, tahu ...”
“Oh, boo, masuk akal jika kamu
benar-benar membiarkanku memberi tahu Kamu. Bukannya kamu menatap setiap bagian
diriku dari atas sampai ke bawah?”
“Yuki… Mumpung ada kesempatan,
biar kuberitahu hal ini.”
“Oh, ada apa, Ani-ki? Memasang
tampang sok keren begitu.”
“Menunjukkan segalanya padaku…
Itu justru mengecewakan. Justru yang namanya chirarizumu merupakan keadilan. ” (TN : Chirarizumu
itu istilah…hmmm gimana cara nyampainnya ya, kayak ngeliatin kancut tapi gak
pernah bisa keliatan. Pernah nonton anime Mondaiji-tachi Isekai kara kuru desu
yo? Ada karakter Kuro-usagi yang make rok pendek tapi kancutnya gak pernah bisa
keliatan, nah itu namanya chirarizumu. Jepang memang aneh-aneh :’v)
“…Begitu ya? Aku tidak pernah
memikirkan hal itu.”
Untuk beberapa alasan, kedua
saudara ini berbicara satu sama lain dengan ekspresi serius di wajah mereka.
Seolah-olah ada percikan listrik di antara mereka.
Dan dengan ekspresi puas di
wajahnya, Masachika tiba-tiba meninggalkan ruang ganti, ketikaー
“Tunggu sebentar. Aku tidak
bodoh, oke? Kamu melihatnya, bukan? Kamu benar-benar melihat tubuhku dari atas
ke bawah, iya ‘kan? ”
“… Aku cuma melihat dadamu.”
“Jadi kamu mengakuinya! Dasar
fetish Oppai! ”
“Berisik, dasar lonte mesum.”
“Aku ini lonte perawan, bukan
yang mesum!”
“Tsukkomi macam apa itu! Atau
lebih tepatnya, cepat pakai baju sana, dasar idiot! ”
Masachika membanting pintu
ruang ganti begitu selesai meneriaki Yuki. Ia malah mencuci tangannya di
wastafel dapur, lalu dengan cepat pergi ke kamarnya.
“Ha…”
Ia menghela nafas sambil
menjatuhkan tasnya ke lantai. Ia lalu melepas blazer dan kemejanya, mengenakan
tank top, dan melepas celananyaー
“Permisi!!!!”
“Uohh?!”
Dan Yuki tiba-tiba menendang
pintu seperti biasa. Dia menyerbu kamar Masachika, dengan rambut myang asih
basah dan hanya mengenakan pakaian dalam dan kaos. Masachika sangat terkejut
sampai-sampai kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tempat tidurnya, celananya
masih di sekitar pergelangan kakinya. Wajah Yuki menyeringai nakal saat dia
melihat pemandangan menyedihkan yang Masachika alami.
“Hehehe, kamu punya badan yang
bagus juga, Nii-chan.”
“Kamu bikin kaget saja! Apa sih
yang sedang kamu lakukan!”
“Yah, karena ini kesempatan
sempurna untuk mendapat event ‘adik
perempuan mengintip kakak laki-lakinya yang berganti pakaian’. Tentu saja,
adik perempuan itu mengintip melalui celah di pintunya dan menggunakan cermin
besar untuk melihat sisi depan tubuhnya.”
“Seberapa menyenangkan bisa
melihat pakaian dalam kakak laki-lakimu, dan bahkan tidak secara
langsung?"
“Ya~h, kalau dibilang
menyenangkan…..”
Saat Yuki mengatakan ini, dia
melihat tubuh bagian bawah Masachika sambil menghela nafas.
“Serius… Kamu bahkan tidak
bereaksi sama sekali saat melihat adik perempuanmu telanjang? Apa ada yang
salah dengan adik kecil-mu itu?”
“Karena tidak ada yang salah,
itu sebabnya aku tidak bereaksi. Mana ada kakak yang benar-benar ingin melihat adik
perempuannya telanjang. ”
“Tapi aku terangsang dari tubuh
Onii-chanku!”
“Yup, aku akan berpura-pura
tidak mendengarnya.”
“Tapi aku terangsang saat
melihat tubuh Onii-chan! Aku jadi sange!!!”
“Jangan diulangi! Aku tidak
ingin tahu itu!”
“Tapi astaga~… Aku tidak bisa
membayangkan apa yang akan terjadi padamu saat dihadapkan oleh tubuh kekar
ketua OSIS ……”
“Jadi yang bikin terangsang bagian itu! Kamu,
sejak kapan kamu jadi gadis fujoshi ?! ”
Masachika dengan cepat menarik
celananya ke atas saat membentak Yuki. Dia memberikan senyum pasrah dan
membuang muka.
“Awalnya kupikir kamu tidak
memilikinya. Tetapi sekarang setelah melihatnya langsung, aku bisa yakin kalau
kamu memang punya, apalagi ukurannya lumayan bagus juga.”
“Kamu sudah benar-benar
kecanduan, ya? Maksudku, aku tidak tahu kamu punya buku semacam itu di
kamarmu!”
Meski itu bukan kamarnya, Yuki
punya kamar tersendiri di kediaman Kuze. Isi kamarnya cuma ada tempat tidur dan
semua koleksi hobi otaku-nya, yang mana menjadikan tempat tersebut berubah
menjadi ruang hobi. Masachika selalu meminjam manga dan buku dari sana, jadi Ia
tahu persis koleksi macam apa yang Yuki miliki. Sejauh yang Ia tahu, seharusnya
tidak ada buku semacam itu* sama sekali. Saat Masachka menyipitkan matanya
karena curiga, Yuki menanggapi dengan mengangguk. (TN : Oke, kalian tahu ‘kan kesukaan Fujoshi
apa? Yup, BL alias Boys Love alias gay :’v)
“Yah begitulah. Tapi aku
menyimpannya di kantor Ayah, sih.”
“Ap-, kamu serius?!”
“Tapi aku sudah meminta ijin,
oke? Ayah memberitahuku, 'Kamu bisa
menyimpannya di sini jika kamu tidak memiliki ruang di kamarmu'.”
“Tapi aku tidak mengira kamu
akan menyimpan buku-buku semacam itu!”
“Ayah juga sempat bilang, 'Yah, setiap orang mempunyai hobi yang
berbeda ...', kan?”
“Kenapa kamu tidak menghnetikan
putrimu, Ayah! Putrimu akan menjadi rusak!!!”
“Ia juga memberitahuku, ‘Ahh, itu merepotkan, kan…’. Sembari
memasang ekspresi, seperti, senyum lelah, dan Ia tampak agak sedih. Rasanya
seperti garis rambutnya surut di depan mataku.”
“Kamu bahkan menyadarinya, dasar
brengsek. Dan jangan beritahu dia tentang garis rambutnya. Malu dikit napa!!”
Yuki menertawakan kata-kata
Masachika dan meninggalkan kamarnya, lalu dengan cepat kembali sambil membawa
pengering rambut dan sikat. Dia berbicara keras dengannya saat dia dengan
hati-hati mengeringkan rambutnya yang panjang.
“Ngomong-ngomong, Ani-jya~”
“Apa?”
“Sekarang setelah kamu
berbicara dengan kandidat ketua OSIS dan Masha-san, apa kamu ingin bergabung
dengan OSIS?”
“…Ahh, uh, mengenai hal itu…”
“Hm~?”
Yuki mematikan pengering rambut
dan mendongak ketika Masachika tiba-tiba menjadi pendiam dan canggung. Ia
menatap adiknya dan memutuskan untuk menceritakan semuanya.
“Aku akan membantu Alya untuk
menjadi ketua OSIS.”
Yuki berdiri dalam diam. Dia
tertegun, dan matanya melebar. Tapi itu sangat wajar kenapa dia sampai berekasi
begitu. Membantu Alya menjadi ketua OSIS berarti sama saja menjadikan Yuki sebagai
musuhnya karena dia mengincar posisi yang sama. Dari sudut pandang luar, perbuatannya
itu pasti terlihat seperti pengkhianatan.
“Oー”
“O?”
Masachika secara mental sudah
mempersiapkan dirinya menerima keluhan atau amarah Yuki, tapi Yuki tiba-tiba
melemparkan dirinya ke tempat tidurnya. Dia membenamkan wajahnya di bantalnya
dan berteriak.
“Alya-san mencuri
Onii-chaaaaaaan-ku!!!”
“Yah, kata mencuri itu sedikit ..."
Ketika Masachika dengan tenang
menjawabnya, Yuki tiba-tiba mengangkat kepalanya dan meletakkan kedua tangan di
payudaranya.
“Sialan, dasar penyembah Oppai!
Apa kamu masih tidak puas dengan payudara C-cupku?! E-cups-nya Alya (diperkirakan) dengan mudah
mengalahkanku!”
“Jangan seenak jidat mengekspos
ukuran dadamu seperti itu!”
“Bagaimana kamu bisa begitu tenang,
bra-ther! Tidak, brother! C-cup yang
bisa kamu grepe-grepe jauh lebih baik ketimbang E-cup yang tidak akan pernah
bisa kamu sentuh!”
“Kedua-duanya tidak ingin aku
sentuh, tau?!”
“Atau mungkin ada gadis lain
yang kamu inginkan?! Kamu ingin mencicipi D-cups Ayano juga?! Kamu ingin
mempunyai harem dengan mereka berdua atau semacamnya? Dasar cowok bejat! ” (TN: Ayano adalah
karakter baru yang muncul di volume 2. Dia adalah teman masa kecil Masachika
dan Yuki, dan keluarganya telah melayani Kuze selama beberapa generasi.)
“Kampret!! Aku serius bakalan
grepe-grepe, dasar cewek tengilー”
“Yeaaa, ayolah, hohhhh! Tolong
jangan terlalu kasar ~!!!”
“Kenapa kamu sangat
bersemangat!”
Masachika menjawab dengan marah
dan Yuki berdiri berlutut di tempat tidurnya. Masachika tiba-tiba memeluknya
dengan kedua tangan dan menurunkannya sambil berputar.
“Eh~? Apa yang kamu lakukan~?
Mau mengambil pengalaman pertama adik perempuanmu dengan menyentuh
payudaranya~?”
“Pertama kali, ya. Kamu
terdengar seperti anak SMA yang bodoh dan sange.”
“Apa? Tapi Onii sudah
mengambilnya saat aku SD dulu~”
“Aku tidak punya ingatan
semacam itu!!!”
Ketika Yuki mendengar itu,
seringai menyebalkannya berubah menjadi 'Ehh?',
yang membuat Masachika menjadi 'Eh?
Seriusan?’ dan berusaha lebih keras untuk mengingatnya.
“Onii-chan… Apa kamu
melupakannya? Saat aku kelas dua…”
“Eh… eh?”
“Kita bertabrakan satu sama
lain saat main kejar-kejaran ... Kamu terjatuh dengan wajahmu mendarat di
antara kakiku dan meremas payudara kananku!”
“Aku tidak ingat kejadian
protagonist mesum semacam itu! Jangan seenak jidat bilang omong kosong itu! Dan
ayolah! Penyakit asmamu masih sangat buruk saat kelas dua SD dulu sampai-sampai
kamu hampir tidak bisa keluar! ”
“Dan sekarang aku gadis paling
sehat di sekolah! Aku belum pernah kena flu sejak SMP!”
Masachika menatap Yuki dengan
kecewa saat dia berdiri berlutut dan dengan bangga membusungkan dadanya.
“Ya, tapi apa kamu tidak bisa
sedikit lebih elegan dan sopan?”
“Bukannya kamu sudah tau
sendiri! Aku selalu bertingkah baik di rumah maupun di sekolah!”
“…Aku sungguh minta maaf.”
“Jangan meminta maaf! Sebagai
gantinya, manjakan aku! ”
Yuki mengulurkan pengering
rambut dan sisirnya ke arah Masachika dengan mendengus. Ia tahu apa yang Yuki
maksud, jadi Masachika mengambilnya darinya sambil menghela nafas dan duduk di
tempat tidur.
“Hehe, tolong lakukan dengan
baik~”
Yuki tampak bahagia saat dia
dengan malas bergerak mendekati Masachika dan duduk membelakanginya.
“…. Aku tidak pandai dalam hal
ini.”
Masachika menyalakan pengering
rambut dan dengan hati-hati menyisir rambut hitam panjangnya. Mereka duduk
dalam diam untuk beberapa saat, tetapi ketika Masachika mengubah suhu pengering
menjadi dingin, Yuki tiba-tiba angkat bicara.
“Begitu ya… Jadi kamu mendukung
pencalonan Alya-san.”
“Ahh… Maaf ya.”
“Hmm~? Onii tidak perlu meminta
maaf segala juga kali. Lagian, bukannya persaingan antar saudara jauh lebih
mendebarkan dan menegangkan.”
“Hahaha…”
Masachika tertawa kering
mendengar kata-kata yang Yuki yang sepertinya dikutip dari beberapa anime.
“… Aku akan mengatakan ini
untuk berjaga-jaga, Yuki. Bukannya aku membencimu atau semacamya, oke?”
“Aku tahu, kok~? Onii-chan sangat
mencintaiku, bukan?”
“…begitulah…”
“Hehe, sisi dere Onii-chan.”
“Berisik.”
Yuki tidak bisa menahan tawanya
saat dia mengguncang tubuhnya karena digelitik. Kemudian dia menggelengkan
kepalanya saat dia berdiri tegak di atas lututnya.
“Oke, cukup sampai segini
saja.”
“Serius sampai segini saja?”
“Iya, makasih.”
Yuki mengambil pengering rambut
dan sisir dari Masachika lalu beranjak dari tempat duduknya. Dia berbalik dan
mulai berjalan menuju pintu.
“Kalau begitu, kurasa mulai
sekarang kita adalah rival… Oh iya….”
“Ya?”
“Aku ini gadis baik yang tidak
terlalu keberatan dengan perselingkuhan. Jadi, jika kamu sudah bosan dengan
Alya-san, aku akan selalu ada untukmu, oke?”
“Tidak, selingkuh itu tidak
baik. Lagian, aku takkan melakukan itu.”
“Hmm, toh pada akhirnya kamu
akan kembali padaku.”
“Kamu memang gadis yang baik.”
“Nihihi. Sampai jumpa, bye
nyaa~”
Dia tertawa menggoda mendengar
jawaban kakaknya dan meninggalkan kamarnya. Ketika dia menutup pintu, Yuki
mengepalkan tinjunya, dan bergumam pada dirinya sendiri dengan suara kecil
supaya tidak didengar Masachika.
“Ahh… Jadi Ia menemukan seseorang
yang bisa memotivasinya.”
Dia berbalik dan berbicara
dengan lembut kepada kakaknya dari luar ruangan.
“Aku turut senang untukmu,
Onii-chan.”
Tatapan matanya terlihat baik
dan penuh perhatian, serta suaranya dipenuhi dengan kasih sayang. Setelah
beberapa detik menghadap ke kamar kakaknya, Yuki berbalik dan berjalan menuju
kamarnya sendiri.
“Ahh ~, aku masih belum cukup
baik, ya …”
Dia menutup pintu kamarnya dan
bergumam pada dirinya sendiri saat dia bersandar di sana.
Dia menatap kakinya sebentar,
masih bersandar di pintu, tapi kemudian dia mendongak lagi.
“Tapi, yah…”
Dan pada saat itu, tidak ada
cinta atau kebencian yang tersisa di benaknya. Sebaliknya, tampang serius dan
penuh tekad menghiasi wajahnya.
“Aku tidak akan kalah.”
Raut wajah Yuki saat dia
mengatakan ini merupakan pemandangan yang pantas untuk dilihat... ekspresi
keseriusannya mirip seperti wajah Masachika saat Ia memberitahu kalau Ia akan
membantu Alisa.
◇◇◇◇
“Nn…”
Keesokan paginya, Masachika
terbangun karena alarmnya berbunyi. Ia berguling dengan malas dan menghentikan
alarm.
“Haa…”
Ia duduk dan membuka gorden
kamarnya. Saat menyipitkan mata dari sinar matahari pagi yang cerah, Ia tiba-tiba
menyadari sesuatu. Adik perempuannya, yang biasanya dengan ribut untuk membangunkannya,
tidak ada di sana.
“….”
Kalau dipikir-pikir lagi, Yuki
bertingkah sedikit aneh tadi malam. Biasanya mereka akan bersemangat mendiskusikan
acara setelah menonton anime bersama, tapi tadi malam, dia dengan cepat
tertidur setelah menonton anime larut malam favoritnya.
“Hahh…”
Mungkin
dia masih terkejut dengan pengkhianatanku. Dia bilang dia tidak keberatan, tapi
aku mungkin tetap menyakitinya.
Pikiran tersebut muncul di
benaknya saat Masachika menggaruk rambutnya yang berantakan dengan cemberut.
Saat sedang melakukan ini, tidak ada tanda-tanda Yuki datang. Di luar kamarnya
benar-benar sunyi. Mungkin dia meninggalkan rumah lebih awal karena dia merasa
tidak nyaman melihatnya, atau dia mungkin masih tertidur karena dia sulit tidur
tadi malam…
“Ah…”
Masachika membayangkan Yuki
menangis di tempat tidurnya. Ia merasa sedikit lebih baik saat berpikir kalau
adiknya bukan tipe orang yang melakukan itu, tapi Ia masih merasakan sakit yang
tajam menusuk di dadanya. Masachika pun bangun dari tempat tidur, sembari
berpikir Ia harus melakukan sesuatu untuk menghibur adiknya, tetapi pada saat
itu ...
“Wah?!”
Tiba-tiba, seseorang meraih
pergelangan kakinya, dan Ia tersandung ke belakang. Masachika berlari ke sisi
lain ruangan dengan kaki yang berat, dan memegangi dadanya. Jantungnya berdetak
cepat karena panik. Ia melihat Yuki di bawah kolong tempat tidurnya sedang
menyeringai jahil.
“Bwahahahaha! Kamu pikir kamu
bakalan mati karena ada monster?! Itu sangat lucu! Aku ini gadis yang selalu
menepati ucapanku sendiri!”
“Dasar kampret…!!!”
Tawa sombong Yuki membuatnya
ingat apa yang dia katakan tempo hari. Yuki pernah memberitahunya, 'Aku akan masuk ke kolong tempat tidurmu dan
memegang pergelangan kakimu saat kamu bangun, oke?'. Masachika berpikir
kalau ini mungkin balasan karena sudah menyakitinya kemarin, tapi setelah
dipikir-pikir lagi… Adiknya bukanlah tipe orang yang akan merasa depresi karena
hal seperti itu!
“Bahahaha! Hahahaha… Haa…”
Kemudian tawanya tiba-tiba
mereda dan lengannya jatuh ke lantai dengan suara gedebuk. Saat dia dengan
malas menggerakkan tangannya kembali ke bawah tempat tidur, dia tersenyum
menggoda.
“Tolong bantu keluar.”
“Eh?”
“Aku tidak bisa keluar, tahu.
Jangan membuatku mengatakannya, rasanya memalukan ih…”
Sepertinya Yuki menemukan
sedikit ruang di antara kotak kardus pakaian dan buku teks lamanya yang
Masachika simpan di bawah tempat tidurnya. Dia entah bagaimana berhasil membuat
dirinya masuk ke sana, tapi itu mungkin terlalu sempit, jadi dia tidak bisa
keluar. Dia melambaikan tangannya dan tersenyum, seolah berkata, 'Hehe, aku dalam masalah, ya?'.
Masachika menanggapinya dengan tersenyum lembut, dan... meraih selimut dari
tempat tidurnya dan meletakkannya di wajah Yuki.
“Gehu! Apa yang sedang kamu
lakukanー!!!”
“Rasakan ini—! Aku akan
menguburmu! Aku akan menguburmu! Rasakan-!”
“Kyaaaa! Bau apek seperti cowok
! Aku akan hamil!”
“Hamil dengkulmu! Kamu cuma
gadis terlindung yang mendapat pendidikan seks ketinggalan jaman dari nenek!”
“Aku benar-benar gadis yang
terlindung, memangnya apa ?!”
“Oh, gadis yang terlindung, ya.
Kalau begitu, ayo buat kamu terlindung di bawah tempat tidurku! ”
“Kyaaaa! Hentikaaaaaaaaannn!!!”
Pada akhirnya, tidak ada
suasana canggung maupun permusuhan. Kakak beradik itu terus bercanda satu sama
lain sampai sebuah mobil datang untuk menjemput Yuki.
<<Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya=>>
Enaknya punya sodara wkwk
BalasHapusKakaknya kuat iman,gmn ya klo alya tau yuki itu adiknya kuze
BalasHapusVjird sloeerd
BalasHapusNggak pernah berhenti ngakak liat kelakuan 2 sodara ini
BalasHapusBjirrrrrr
BalasHapusNgakak lah
BalasHapusDah berapa minggu gw gk cek web ini, setelah dicek lah kok beda
BalasHapus