PERINGATAN : CHAPTER INI BERISI ADEGAN KEKERASAN YANG TIDAK PATUT UNTUK DIITIRU!!!!
Chapter 7 – Alasannya Untuk Hidup
“Ayah…”
“…Kotori”
Kotori memanggil Shimizu “ayah”, dan Shimizu memanggil
Hatsushiro dengan nama depannya, “Kotori.”
Pada awalnya, Yuuki tidak bisa memahami kejadian yang terlalu
tidak terduga ini, tapi Ia segera menelaah apa yang sedang terjadi.
Pelatih Shimizu
adalah ayah Hatsushiro? Tapi tunggu, nama keluarga mereka berbeda…
Saat Yuuki sedang termenung dalam pikirannya, Shimizu
mendekati Hatsushiro dengan langkah cepat, “APA YANG SEDANG KAMU LAKUKAN!?!?
HAAH!?!,” dan suara marah Shimizu bergema di dalam supermarket.
Suara Shimizu biasanya memang keras, tapi suara yang
barusan sangat berbeda baik dalam kenyaringan maupun kualitasnya. Nada suaranya
seolah-olah sedang memarahi seorang anak.
Pelanggan lain melihat ke arah mereka, merasa penasaran
dengan apa yang sedang terjadi.
“Te-tenanglah dulu, pelatih Shimizu”
“Ah, aah… Sial. Aku tidak bermaksud menakutimu”
Mendengar ucapan Yuuki, Shimizu menenangkan napasnya
sejenak. Ekspresinya tidak seperti senyumnya yang biasa. Senyumnya tertutup
rapat, matanya menyipit.
“Kotori, apa yang kamu lakukan selama ini?”
Nada suaranya sudah kembali seperti yang biasa, meski
begitu, Shimizu berbicara dengan nada seolah-olah Ia sedang mengintrogasinya.
Yuuki menatap Hatsushiro.
Hatsushiro benar-benar membeku di tempat, dan menundukkan
kepalanya.
“Apa ada yang salah? Aku takkan mengerti jika kamu tetap
diam”
“…”
Hatsushiro masih terdiam, menundukkan kepalanya.
“Apa kamu tidak mendengarku? Aku tanya, apa yang sudah kamu
lakukan setelah kamu menghilang dari rumah?”
“….A, a”
Hatsushiro menggerakkan bibirnya, berusaha mencoba
memberikan jawaban. Namun, hanya napas kecil tanpa kata yang keluar dari
bibirnya.
Melihat keadaannya, Shimizu semakin mengerutkan alisnya
dan berbicara.
“Apa yang salah? Cepat jawab pertanyaanku…”
“Tolong tunggu, Shimizu-san,” sela Yuuki, memotong
kata-kata Shimizu, Ia tidak bisa berdiam diri dan menonton.
Mana mungkin
Hatsushiro bisa memberikan jawaban jika dilihat dari kondisinya saat ini.
“Izinkan saya yang menjawab pertanyaan itu”
◇◇◇◇
Bersama Hatsushiro, Yuuki masuk ke mobil Shimizu. Di
kursi penumpang, Yuuki berbicara tentang apa yang terjadi sejauh ini saat
memandu jalan ke apartemennya.
Yuuki menceritakan bagaimana dirinya membawa pulang
Hatsushiro dari atap sebuah bangunan terbengkalai, basah kuyup di tengah hujan,
lalu mereka menjadi sepasang kekasih, dan hidup bersama sampai Hatsushiro
tenang. Ia menceritakan semuanya tanpa menyembunyikan apapun. Pihak lain adalah
orang tua Hatsushiro. Tidak ada gunanya menyembunyikannya saat ini.
Yah, seperti yang diduga, Yuuki masih menyembunyikan
tentang bagaimana Hatsushiro mencoba bunuh diri.
“…Begitu rupanya”
“Biasanya, kukira aku harus segera melaporkannya ke
polisi, tetapi aku tidak melakukannya karena keputusanku. Aku minta maaf karena
membuatmu sangat khawatir karena keputusanku …, ”tutur Yuuki seraya menundukkan
kepalanya.
Shimizu terdiam sejenak saat memegang kemudi.
Yuuki juga terdiam, menunggu balasan dari Shimizu. Ia
siap dimarahi. Keputusannya mungkin bukan hal yang benar untuk dilakukan, tapi
Yuuki bisa mengatakan dengan yakin bahwa apa yang Ia lakukan tidak salah. Itu sebabnya
Ia menerima omelan apapun.
Atau begitulah pikirnya.
“Ooh, aku sangat senang!! Aku senang dia tinggal bersama
anak laki-laki sepertimu, Yuuki-kun,” ujar Shimizu dengan nada seperti biasa,
tersenyum.
“Eh?”
Yuuki berpikir bahwa dirinyaa akan dimarahi
habis-habisan, seperti yang terjadi pada Hatsushiro, jadi tanggapan Shimizu
membuatnya kebingungan.
“Apa Anda tidak marah?”
“Hm? Yah, itu cuma hal sepele. Aku memang khawatir karena
dia tiba-tiba menghilang, dan aku pikir dia diculik oleh orang jahat atau semacamnya.
Jadi kembali ke ceritamu sebelumnya, Kamu tidak memiliki hubungan seksual
terlarang, kan?”
“Eh, ya-ya, tentu saja”
“Hmm-mm. Sangat luar biasa, berperilaku seperti siswa
teladan, menjunjung norma kesopanan dan sosial. Kotori kehilangan ibunya lebih
awal. Jadi, mungkin itu sebabnya dia menjadi introvert dan itu membuatku
khawatir. Tapi aku merasa lega kalau dia punya pacar yang bisa diandalkan
sepertimu, Yuuki-kun”
“...Tidak, Hatsushiro adalah gadis yang sangat perhatian
dan baik. Ah, belok kiri di lampu lalu lintas di sana.”
“Oke, aku mengerti. Ah, ngomong-ngomong, Hatsushiro
adalah nama keluarga dari mendiang istriku, kau tahu”
Begitu ya, jadi
itu sebabnya. Tidak heran jika tidak ada murid yang bernama Hatsushiro ketika Ootani mencarinya. Ketika Yuuki bertanya tentang namanya di malam hujan itu, dia pasti
langsung memberikan nama marga ibunya.
“Dan pastikan juga berterima kasih pada Yuuki-kun, oke,
Kotori!!,” kata Shimizu pada Hatsushiro yang duduk di kursi belakang.
“…Iya. Yuuki-san, terima kasih banyak”
“Aah, tidak apa-apa. Aku juga turut senang bersama
Hatsushiro”
“Hmm-mm. Aku suka, ini sangat murni… Ah, apa apartemenmu
yang ini?”
“Ah, itu benar”
Mobil Shimizu berhenti di depan apartemen Yuuki.
“Oke, kalian berdua bisa pergi dan ambil
barang-barangnya. Aku akan menunggu disini”
“…Iya”
Yuuki kemudian turun dari mobil.
Hatsushiro juga turun dari mobil, dia tetap diam.
Itu benar, dan wajar saja.
Mulai sekarang, Hatsushiro akan mengemasi semua barang
miliknya, dan kembali ke rumah aslinya, ke rumah Shimizu.
Kehidupan mereka bersama, yang telah berjalan hampir dua
bulan, tiba-tiba berakhir.
◇◇◇◇
“…”
“…”
Setelah sampai di kamar apartemen Yuuki, Hatsushiro
mengemasi barang-barangnya dalam diam.
Meski dibilang mengemasi, hampir tidak ada barang milik
Hatsushiro. Dia hanya mengemas barang-barang yang cukup untuk muat di tas
sekolahnya, dan seragam yang dia kenakan saat pertama kali tiba di kamar ini.
Kebutuhan sehari-hari yang dia gunakan dibeli oleh Yuuki, jadi yang tersisa
hanyalah pakaian yang mereka beli bersama dengan Ootani.
“…Tapi ini benar-benar mengejutkanku. Aku tidak pernah
menyangka kalau ayahmu adalah pelatih Shimizu. Apa itu sebabnya kamu sangat pandai
bermain lempar tangkap bola? ”
"Ah tidak. Kami tidak pernah melakukan sesuatu
seperti bermain bisbol bersama. Tapi, itu benar, aku sering pergi menonton
pertandingan ayahku dengan ibuku.”
“Aah, mungkin begitulah caramu mendapatkan bakat untuk
itu, Hatsushiro… tunggu, kurasa itu bukan Hatsushiro. Tapi Shimizu Kotori,
kan?”
“Panggil Hatsushiro juga tak masalah. Aku juga terbiasa
dipanggil seperti itu olehmu, Yuuki-san…”
“Benarkah? Yah tentu saja, aku juga biasa memanggilmu
seperti itu”
“Iya…”
“…”
“…”
Dan percakapan mereka terhenti.
Yuuki melihat sekeliling ruangan.
“Ah, mau bawa konsol game juga?,” kata Yuuki sambil
menunjuk konsol game yang terhubung ke monitor.
Hatsushiro menggelengkan kepalanya.
“Tidak, itu milikmu, Yuuki-san…”
“Ini awalnya sesuatu yang aku beli untukmu, Hatsushiro.
Jika kamu mau, kamu boleh membawanya”
“…”
Untuk beberapa saat, Hatsushiro menatap konsol game
dengan saksama tanpa berkata apa-apa.
Yuuki menunggu jawaban dari Hatsushiro.
30 detik pun berlalu, dan tak lama kemudian, dia
tersenyum kecil dan berbicara.
“…Memang. Kalau begitu, aku akan menerima tawaranmu”
“Jangan berlebihan mainnya dan jatuh sakit lagi, oke”
“A-Aku tidak bermain sebanyak itu lagi, tahu,” kata Hatsushiro
malu-malu sambil memasukkan konsol game ke dalam tasnya dengan hati-hati.
Dan dengan itu, dia bersiap untuk pergi.
“…Kalau begitu, aku pergi sekarang”
“Ya”
Hatushiro berdiri dengan tas dan pakaiannya, dan pergi ke
pintu masuk.
“Yuuki-san, terima kasih banyak atas semuanya,” ucap
Hatsushiro.
Dan saat dia hendak menundukkan kepalanya, “…Tunggu,
Hatsushiro. Ada satu hal yang ingin kutanyakan.”
“Apa itu?”
“Hatsushiro… Apa ada yang ingin kamu katakan padaku?”
Hatsushiro membuka matanya lebar-lebar pada pertanyaan
Yuuki.
“…Kenapa, kamu berpikiran begitu?”
“Itu karena kamu terus memainkan rambutmu sejak kita
berbicara sebelumnya. Kamu mungkin tidak menyadarinya, tapi itulah kebiasaanmu
saat kamu memiliki sesuatu untuk dikatakan tetapi tidak dapat mengucapkannya”
Betul sekali. Sudah lama sejak dia melakukan itu, tidak, dia
sudah seperti itu sejak mereka bertemu Shimizu.
Kebiasaan Hatsushiro yang memain-mainkan rambutnya terus
terlihat.
Itu sebabnya, ada sesuatu yang ingin dia katakan, Yuuki
yakin akan hal itu
Sesuatu yang ingin dia katakan, tapi tidak bisa
diungkapkan supaya tidak merepotkan orang lain.
“Hatsushiro. Aku sudah pernah memberitahu hal ini
sebelumnya, Aku ingin kamu menjadi lebih egois. Aku akan menanggapinya
semampuku. Itu sebabnya, kamu tahu, maukah kamu membicarakannya denganku?,”
kata Yuuki, menatap lurus ke mata Hatsushiro.
Namun…
Hatsushiro segera mengalihkan pandangannya, dan melihat
ke bawah.
“…Tidak, tidak ada apa-apa”
“Hatsushiro…”
“Sungguh, tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja…”
“…”
Tapi, akspresinya sama sekali tidak menunjukkan terlihat
baik-baik saja.
Namun, bahkan jika Yuuki bertanya lebih jauh, Hatsushiro
mungkin tidak akan memberitahunya. Dengan paksa memintanya untuk berbicara ...
seperti yang diharapkan, Yuuki tidak ingin melakukan hal itu.
“Baiklah … aku mengerti. Beritahu aku jika kamu ingin
membicarakannya, oke ”
“…Maafkan aku”
“Tidak apa-apa, itu bukan sesuatu yang perlu minta maaf
segala. Yang lebih penting lagi, jika aku ingin bermain game, apa aku boleh
mampir ke tempatmu?”
“Iya tentu saja. Aku akan menunggu…,” kata Hatsushiro
sambil tersenyum.
Senyum yang dia tunjukkan tampak berbeda dari biasanya.
Itu adalah senyum kaku.
◇◇◇◇
Shimizu, yang turun dari mobil, sedang merokok.
“Bukannya kalian agak lama buat mengemasi barang-barang?”
“Aah, Saya minta maaf sudah membuat anda menunggu,” kata
Yuuki.
Shimizu kemudian menjatuhkan rokoknya ke tanah, dan
menggunakan kakinya untuk memadamkan rokok.
“Tidak, tidak apa-apa. Aku yakin kalian berdua juga ingin
membicarakan kenangan yang kalian miliki bersama.”
“…Kalau begitu, Yuuki-san. Aku berangkat sekarang"
“Ya”
Setelah Hatsushiro membungkuk pada Yuuki dan masuk ke
kursi belakang, pintu ditutup.
Setelah memastikan itu ditutup, Shimizu berjalan ke Yuuki
dan kemudian berbicara dengan suara kecil.
“Yuuki-kun. Sekali lagi, terima kasih telah merawat
Kotori dengan baik”
“Tidak, tidak sama sekali. Dia melakukan pekerjaan rumah
untukku, jikapun ada, akulah yang diurus olehnya…”
“Fufu, begitu, begitu ya. Masakan Kotori adalah sesuatu
yang luar biasa, kan?”
“Ya memang”
Masakannya sudah yang paling sempurna untuk Yuuki. Cukup
untuk mengatakan bahwa memakan masakan Hatsushiro setelah pulang ke rumah
merupakan alasannya untuk hidup.
“Aah, itu benar. Yuuki-kun.”
Shimizu mengeluarkan sebatang rokok lagi, menyalakannya,
dan mengisapnya.
“Apa kamu keberatan jika kamu tidak bertemu dengan Kotori
sebentar? Aku ingin punya waktu untuk membicarakan sesuatu sebagai orang tua
dan anak, tahu”
“…Aah, ya”
Itu sih, yah, kurasa
mempunyai waktu seperti itu juga diperlukan.
“Aku benar-benar tidak bisa cukup berterima kasih. Aku
akan menghubungimu ketika semuanya beres, oke ... Kebetulan, aku akan lebih
berterima kasih jika kamu bisa bergabung dengan klub bisbol ...”
“Kalau masalah itu, Saya harus menolak”
“Begitukah… Sungguh disesalkan. Sangat disayangkan”
Shimizu kemudian masuk ke kursi pengemudi dan menutup
pintu.
Rokoknya masih terselip di mulutnya, dan menyala.
◇◇◇◇
“…”
Di ruangan tempat Hatsushiro menghilang, Yuuki menatap linglung
sendirian.
Tak ada siapa pun kecuali dirinya sendiri. Hal itu
harusnya sudah menjadi pemandangan biasa saat dua bulan lalu. Namun, saat ini …
“Apa ini yang dimaksud, ada lubang menganga di hatimu?”
Jika memang
begitu, betapa rapuhnya hatiku ini. Kemana perginya, Yuuki Yuusuke yang terus
mengulang hari-hari monotonnya hanya untuk belajar dan bekerja lagi dan lagi.
Namun, aku
tidak bisa terus seperti ini selamanya.
Untuk saat ini,
ayo belajar, lalu Ia menuju untuk duduk di mejanya.
Namun.
“…Aah, ini tidak bagus.”
Yuuki tidak bisa berkonsentrasi sama sekali. Sampai hari
ini, ini adalah pertama kalinya Ia tidak dapat memahami kata-kata di buku
pelajaran.
Buku pelajaran yang pernah digunakan Hatsushiro yang
tergeletak di atas meja sangat mencolok baginya.
Kasur yang digunakan Hatushiro yang ditempatkan di sudut
ruangan, pisau dan peralatan makan yang dia gunakan untuk memasak, dan handuk
mandi yang dia gunakan, yang dia sukai. Meski Hatsushiro seharusnya membawa
barang-barangnya dan pergi, kehadirannya sudah tertanam di ruangan ini.
“Mending belajar di restoran keluarga saja”
Yuuki membawa dompet, alat tulis, dan buku pelajarannya,
lalu meninggalkan ruangan apartemennya.
◇◇◇◇
[Sudut Pandang Hatsushiro Kotori]
Mobil yang dikendarai Shimizu dan Hatsushiro berhenti di
taman sebuah rumah bertingkat dua.
Rumah tersebut merupakan rumah yang Shimizu dan
Hatsushiro tinggali bersama selama bertahun-tahun.
“…Kita pulang, Hatsushiro”
“…”
“Hei, cepat keluar”
“…Ya,” jawab Hatsushiro dengan suara kecil, turun dari
mobil, dan berjalan mengikuti Shimizu.
Saat dia membuka pintu depan dan masuk, bau rokok yang
familiar tercium di udara. Bau yang bahkan meresap ke dinding seharusnya
berasal dari rumah orang tuanya, namun, dia tidak bisa merasa santai sedikit
pun.
Kamar Yuuki-san
memiliki kehangatan yang membuatku secara tidak sadar menarik napas ketika
kembali dari luar, namun, aku penasaran apa perbedaan ini, pikir Hatsushiro.
Klak, pintu depan tertutup.
Wajah Shimizu, yang tersenyum sampai beberapa saat yang
lalu, sekarang berubah menjadi mengernyit.
“...Sekarang, Kotori. Aku ingin tau alasan apa yang ingin
kamu sampaikan ”
“…”
Mengetahui bahwa itu tidak ada artinya, Hatsushiro
menutup matanya dan mengatupkan giginya.
Segera setelah itu, benturan keras menghantam pipinya.
◇◇◇◇
[Sudut
Pandang Yuuki Yuusuke]
Ketika Yuuki tiba di restoran keluarga, Ia menemukan
wajah-wajah yang familiar.
“Wow, tumben sekali”
“Yo, Yuuki”
Orang yang dilihatnya adalah Ootani dan Fujii.
Sepertinya mereka telah mengobrol lama bila dilihat dari
es di dalam gelas kosong yang ada di meja.
Melihat buku pelajaran di tangan Yuuki, Fujii mengajak berbicara.
“Ayolah, Yuuki. Masa ujian baru saja selesai tapi kamu
masih mau belajar lagi? ”
“…Ya,” jawab Yuuki lesu.
Melihat keadaannya, Ootani mengerutkan kening dan
kemudian berbicara.
“Yuuki… Ada sesuatu yang terjadi, kan?”
“Tidak, tidak ada apa-apa”
“Jangan membalas ‘bukan
apa-apa’ dengan wajah murammu itu. Pertama-tama, rasanya aneh melihatmu
tidak bersama Hatsushiro-san meskipun ujian kita sudah selesai”
Yuuki tetap diam, dan tidak bisa mengatakan apa-apa saat
Ootani menatap tajam ke arahnya.
“Menyerah saja, Yuuki. Shouko-chan sangat keras kepala
dalam hal seperti ini,” kata Fujii sambil mengangkat bahu.
“Adapun aku, aku juga khawatir tentang sohibku. Jika kamu
tidak keberatan, maukah kamu membicarakannya dengan kami?”
“…Ya, kurasa begitu. Lagipula, kalian berdua lumayan
dekat dengan Hatsushiro ”
Yuuki kemudian duduk di meja mereka.
Untuk saat ini, Ia memesan minuman, dan kemudian
berbicara tentang apa yang terjadi hari ini.
Mereka pertama-tama mengangkat suara mereka karena
terkejut ketika mengetahui bahwa Shimizu adalah ayah Hatsushiro, tetapi setelah
itu, mereka tetap diam, mendengarkan cerita Yuuki dengan serius.
Yuuki menceritakan semuanya kepada mereka berdua.
Bukan hanya gambaran umum tentangnya, tapi juga bagaimana
perasaannya. Bagaimana Shimizu menunjukkan wajah yang berbeda di depan
Hatsushiro, bagaimana sebelum Hatsushiro pergi, dia tampak seperti ingin
mengucapkan yang tidak bisa dia katakan. Semua yang Yuuki rasakan, semuanya Ia
ceritakan.
“…Aku mengerti sekarang”
Ootani, yang telah mendengarkan keseluruhan cerita,
menyesap kopi yang baru saja dibawanya dari area pengisian minuman.
“Pertama-tama, Yuuki… Kamu itu sangat bego,” dia
menyatakannya dengan blak-blakan.
Saat Yuuki terkejut dengan kata-kata yang tidak Ia duga,
Ia membalas dengan kaget.
“Ap-Apa maksud perkataanmu itu?”
“Persis seperti itu maksudnya, dasar tolol. Jika kamu
tahu Hatsushiro-san memiliki sesuatu yang ingin dia katakan tapi tidak berani
mengungkapkannya, mengapa kamu tidak membuatnya berbicara?”
“It-Itu…”
Ootani melanjutkan sambil meletakkan cangkir kopi di atas
meja.
“Lagian, kenapa kamu gampang sekali menuruti kata-kata
Shimizu dan membiarkannya membawa Hatsushiro-san pergi. Bahkan kamu bisa mengetahuinya,
‘kan? Hatsushiro-san… tidak ingin kembali bersamanya.”
“…”
Betul sekali. Itu pasti sesuatu yang bahkan Yuuki bisa
katakan.
Ia telah berpikir jika itu mungkin terjadi.
Tapi…
“Tapi, hal itu terserah Hatsushiro untuk memutuskan apa
yang harus dilakukan…”
“Yuuki, kamu ini…”
“Memberitahunya untuk melakukan ini dan itu rasanya… tidak
benar. Aku tidak ingin memaksanya untuk berbicara. Dan bukan berarti kita tidak
akan bertemu lagi. Lagipula, Shimizu adalah ayah Hatsushiro, lho. Ia jelas
khawatir. Lalu… dan kemudian”
Yuuki menggenggam gelas di tangannya dengan erat.
“…Jika Ayahmu masih hidup, bukannya kamu ingin tinggal
bersamanya? Ia tidak akan ada selamanya, jadi…”
“Yuuki…,” Fujii, yang pernah melihat Yuuki berlatih
dengan ayahnya, bergumam pelan.
Sementara itu, Ootani mengangkat cangkirnya sekali lagi,
dan meminum habis semua kopi yang tersisa.
“Fiuh… aku sedikit mengerti perasaanmu”
Kemudian dia meletakkan cangkir itu di atas meja dengan
keras, seolah-olah akan membantingnya.
“Yuuki, kamu secara tidak sadar benci menyuruh orang lain
melakukan ini dan itu, bukan? Aku pikir itu mungkin karena kamu dipaksa bermain
bisbol oleh ayahmu sendiri. Kamu mengatakan bahwa kamu tidak benar-benar
membencinya, tapi kamu secara tidak sadar mengerti bahwa itu salah, dan kebaikan
yang tak berguna itu membuatmu tidak ingin melakukan itu pada orang lain.”
“…Itu…”
Sama sekali
tidak benar. Kalimat yang ingin Ia ucapkan tidak bisa
keluar. Hal tersebut membuktikan perkataan Ootani sangat mengena di hati Yuuki.
Yuuki memang memiliki kecenderungan untuk menghindari
membuat orang lain melakukan sesuatu untuknya. Terutama ketika pihak lain
menolak sekali, Ia kemudian akan mundur dengan mudah. Saat Ia mencoba
berpegangan tangan dengan Hatsushiro, saat Yuuki mencoba meminta Hatsushiro
membuatkan sarapan untuknya, saat Ia mencoba memberinya hadiah, dan kali ini
juga. Pada dasarnya, Yuuki hanya akan menunggu sampai pihak lain bersedia, atau
bertanya secara tidak langsung untuk membuat mereka bersedia.
“Yah, aku akan bertanya padamu nanti tentang kenapa,
untuk beberapa alasan, kamu tidak merasa sungkan ketika meminta bantuanku. Kamu
ingin ikut campur, tapi kamu juga tidak ingin memaksanya. Aku pikir itu cara
berpikir yang bagus. Dan karena kamu seperti itu, kupikir itu sebabnya Hatsushiro-san
bisa merasa nyaman di sisimu… Tapi asal kamu tahu…”
Ootani mendekatkan wajahnya ke Yuuki, lalu berbicara.
“Mencampuri dengan paksa tidak selalu merupakan hal yang
buruk. Saat kita sedang berbelanja pakaian, aku memaksamu untuk membeli pakaian
untukmu. Apa itu hanya aku yang mengganggu? ”
“…Tidak, Hatsushiro sangat kegirangan. Dia bilang aku
terlihat keren. Aku justru merasa senang atas apa yang sudah kamu lakukan.”
“Itulah yang kumaksud. Bahkan sekarang pun sama. Karena aku
dengan paksa memintamu untuk berbicara lebih awal, Kamu dapat berbagi cerita
dengan kami seperti ini ”
“…”
“Bahkan kamu seperti itu, Yuuki. Kita sedang membicarakan
Hatsushiro-san, tahu? Jika kamu tidak ikut campur sedikit, gadis itu pasti akan
terus memendamnya sendiri… Memang, sampai dia mencoba melakukan bunuh diri
lagi”
“… Kenapa kamu bisa tahu tentang itu?” Tanya Yuuki dengan
kaget.
“Saat aku memilih pakaiannya. Aku bertanya tentang hal
itu saat kami berbicara ... Ini tentang mencoba bunuh diri, ”
Ootani mengeluarkan ponselnya dan menelusuri layar.
“Awalnya, aku curiga kalau itu akibat pembullyan di
sekolahnya. Lagipula dia memang seperti itu, jadi kupikir dia mungkin tidak
bisa berhubungan baik dengan teman-teman sekelasnya, dan memar dan bekas luka
di tubuhnya, yang kulihat saat aku memilih pakaiannya, mungkin karena itu. Tapi
asal kamu tahu ... Beberapa waktu yang lalu, aku mendapat kontak dari temanku
yang sudah mencari-cari info di sekolah khusus perempuan itu….”
Ootani meletakkan ponselnya di atas meja.
Apa yang ditunjukkan di layar adalah pertukaran pesan.
Isinya tentang bagaimana tidak ada siswa yang bernama
Hatushiro, tetapi memang ada murid kelas satu yang bolos sekolah selama dua
bulan. Mungkin murid yang dimaksud adalah Hatsushiro. Jika harus dicari dengan
nama Shimizu Kotori, bisa diketahui kalau murid ini adalah Hatsushiro.
Dan kemudian, hal yang membuat Yuuki terkejut terbentang
di layar smartphone Ootani.
“…… tidak ….ada pembullyan?”
“Ya. Tepatnya, ada sekelompok gadis yang menjahilinya.
Tapi sepertinya suatu hari, ketika mereka dengan setengah bercanda mendorong
Hatsushiro-san, dia jatuh secara spektakuler dan mengeluarkan darah dari
kepalanya.”
Namun, reaksi Hatsushiro pada saat itu sangat aneh.
Dengan wajah berlumuran darah dan tanpa mengubah
ekspresinya, dia hanya meminta maaf dan berkata, “Maafkan aku.”
“Sepertinya gadis-gadis yang mendorongnya merasa
ketakutan. Yah, itu jelas reaksi yang aneh. Dan sejak saat itu, tidak ada yang
mau berhubungan dengannya lagi. Lagipula sekolah itu merupakan tempat untuk
anak-anak yang cukup cerdas. Aku pikir matematika mereka cukup unggul karena
tidak mau terlibat dalam hal yang jelas-jelas berisiko.”
Itulah satu-satunya kejadian saat Hatsushiro terluka di
sekolah. Tidak pernah terjadi sebelumnya dan tak pernah lagi setelah itu.
Bukan berarti dia diabaikan. Namun, semua orang menjaga jarak, dan hanya
melakukan kontak minimal dengannya.
“Tunggu… Jadi, luka dan memar Hatsushiro berasal…”
Ketika kami belajar
bersama, dia memberitahuku bahwa setelah pulang dari sekolah dia akan segera
pulang.
Jika apa yang
dia katakan tidak bohong... bukannya itu satu-satunya tempat di mana Hatsushiro
bisa mendapatkan luka-lukanya, yang juga merupakan sumber dari itu?
“Hei, Yuuki. Aku tidak tahu seperti apa ayahmu. Tapi, apakah
ayah Hatsushiro-san, apa Shimizu terlihat seperti ayah yang baik di matamu?”
Setelah mendengar kata-kata Ootani, Yuuki sekali lagi
mengingat sikap Shimizu terhadap Hatsushiro.
Kata-kata pemaksaan, sikap menuntut, dan ekspresi yang
tidak berusaha menyembunyikan kemarahannya.
Ayah Yuuki juga sama, tapi jelas kualitasnya berbeda…
“Hei, Yuuki”
Fujii, yang selama ini diam, mulai angkat berbicara.
“Aku menerima pelatihan dari orang itu. Ini membantuku
bahwa pelatihannya benar-benar mendalam dan mudah dimengerti. Aku selalu
terkesan dengannya, seperti yang diharapkan dari mantan pemain bisbol
profesional. Tapi, ada sesuatu yang selalu mengganjal pikiranku…”
Fujii menurunkan nada suaranya dan kemudian berbicara.
“Ia tersenyum dan berbicara dengan riang, namun matanya
tidak terlihat seprti orang yang tersenyum, dan itu cukup menakutkan untuk
dilihat”
Itu juga merupakan rasa tidak nyaman yang Yuuki ingat.
Mungkin, mengapa rasanya sulit untuk berbicara tentang
Shimizu, karena dia tidak terlihat bersenang-senang sedikit pun, meskipun
wajahnya seharusnya tersenyum. Dan orang seperti itu telah lama tinggal bersama
Hatsushiro, dan Ia masih bersamanya sampai sekarang.
“…HATSUSHIRO!!!”
Yuuki menemukan dirinya tiba-tiba berdiri.
Mendengar teriakan itu, Fujii kemudian berbicara.
“Jika mengenai rumah pelatih Shimizu, Ia tinggal di rumah
dua lantai dengan atap merah di seberang tempat yakiniku dekat SMA negri.”
Fujii memasukkan salah satu es batu dari gelasnya ke
dalam mulutnya. Saat Ia mengunyahnya, “Hmm baiklah… Kenapa kamu tidak melakukan
apapun yang kamu mau? Jika kamu butuh sesuatu, aku akan selalu ada untuk parfait
jumbo,” kata Fujii sambil tersenyum kecil.
“Ya, aku akan mentraktirmu sebanyak yang kamu mau.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, Yuuki meletakkan uang
1.000 yen di atas meja, lalu meninggalkan restoran keluarga.
◇◇◇◇
[Sudut Pandang Hatsushiro Kotori]
Seseorang tidak
akan pernah terbiasa dengan rasa sakit.
Mereka cuma,
sudah lelah dengan itu, Hatsushiro meyakini itu.
“Kamu ini bikin beban saja, kamu membuatku melalui semua
masalah ini tanpa hasil”
Dengan tangannya yang besar dan kasar, Shimizu mengangkat
kerah Hatushiro.
“…Ak-Aku minta maaf”
“Jangan berpikir meminta maaf saja sudah cukup!!”
Dengan teriakan marah, Ia membanting Hatsushiro ke
lantai.
Sebuah erangan tanpa suara keluar dari bibirnya saat
udara keluar dari paru-parunya.
Rasanya sangat menyakitkan. Namun, dia bahkan tidak bisa
berteriak.
“Sementara aku berurusan dengan sekelompok bocah SMA
songong di siang yang panas-panas begini, kamu malah bersenang-senang dengan
cowok? Apa kamu sedang mempermainkanku?”
“Aku, minta ma…”
“Seperti yang kubilang, meminta maaf saja tidak cukup!!”
Seperti bola sepak, Shimizu menendang perut Hatsushiro
dengan sekuat tenaga.
GEDEBUK! Seluruh tubuh Hatsushiro kejang karena kejutan yang bergema sampai ke
organnya.
Shimizu kemudian berbicara, terengah-engah karena sangat marah.
“Haah, haah… Dasar anak… Hmm?”
Pada saat Hatsushiro terjatuh, isi tas sekolahnya
tercecer ke atas lantai.
Ada satu benda di antara barang tercecer yang menarik
perhatian Shimizu.
“Apa-apaan kotak ini?”
Itu adalah konsol game yang Yuuki berikan padanya saat
dia pergi.
Barang itu dibeli Yuuki untuknya, konsol game Yang dia
mainkan bersama Yuuki sambil tertawa.
“Aah, konsol game yang ada di beberapa iklan, ya… Ooh?
Apa itu hadiah dari si Yuuki itu? Sampah, BARANG INI...!!”
Saat Shimizu mengangkat kedua tangannya ke atas, hendak
membanting konsol game ke tanah, “TIDAK!!”
“Ap-Apa!?”
Hatsushiro dengan putus asa melompat ke arah Shimizu, dan
merebut konsol game dari tangannya.
“…Hei, apa yang baru saja kamu lakukan, Kotori?”
“Ah, umm, itu…”
Sudah terlambat,
aku telah melakukannya, pikir Hatsushiro.
Dengan ekspresi yang lebih dipenuhi amarah, Shimizu
berjalan ke arah Hatsushiro yang terbaring di lantai.
Ia kemudian menginjak Hatsushiro dengan tumitnya sekeras
yang Ia bisa.
“Gu…ha”
Sekali lagi, erangan tak bersuara keluar dari bibir
Hatsushiro.
Meski begitu, Shimizu tidak berhenti. Lagi dan lagi, Ia
menginjak-injak Hatsushiro.
“Apa, kamu tidak mematuhiku?! Orang tua kandungmu
sendiri?!?”
Lagi dan lagi. Shimizu terus menginjaknya sambil
memarahinya.
Bahkan tanpa bisa bergerak, yang bisa dilakukan
Hatsushiro hanyalah menahan rasa sakit, dan meringkuk ketakutan.
Meski begitu, dia memeluk konsol game yang penuh kenangan
dengan kedua tangan, seakan-akan berusaha melindunginya.
“KAMU!! PIKIR!! DENGAN!! UANG!! SIAPA!! KAMU MAKAN HAH!?!!”
Suara ayahnya yang dipenuhi amarah menggema.
…Di tengah rasa sakit yang membuatnya merasa seperti akan
kehilangan kesadaran, Hatsushiro bertanya-tanya.
Mengapa
berakhir seperti ini?
Setidaknya pada awalnya, sampai Hatsushiro berusia tujuh
tahun, mereka adalah keluarga yang bahagia.
Ibunya berparas cantik dan baik, namun terkadang tegas.
Ayahnya adalah pemain bisbol profesional, jadi dIa tidak sering berada di
rumah. Meski begitu, ketika ayahnya pulang ke rumah, mereka bertiga akan pergi
ke restoran terdekat dan makan bersama. Menu favorit Hatsushiro adalah paket
pancake. Dia ingat betul bagaimana ayahnya biasa membujuk ibunya, yang akan
berkata, “Aku bisa membuat sesuatu seperti ini di rumah.”
Mereka bertiga tersenyum bahagia.
Namun, ketika Hatsushiro berusia tujuh tahun, ibunya
meninggal karena kecelakaan.
Hari itu, dia bersama ibunya sedang dalam perjalanan
kembali dari kolam. Dalam perjalanan, ketika Hatsushiro dengan egois meminta es
krim, dan mencoba menyeberang jalan ke minimarket yang ada di seberang jalan,
tanpa mendengarkan peringatan ibunya untuk menghentikannya, sebuah minivan yang
melaju kencang datang menghampirinya.
Ibunya segera menyelamatkan Hatushiro, dan ditabrak
mobil.
Dia dibawa ke rumah sakit, tetapi pada saat ayah Hatsushiro
mendengar berita itu dan bergegas, ibunya sudah meninggal. Hatsushiro dengan
jelas mengingat kata-kata yang diucapkan ibunya di nafas terakhirnya.
Maaf, aku minta
maaf. Itu karena aku egois.
Minivan itu memang melaju kencang. Namun… Lampu lalu lintas
sudah berwarna hijau.
Dialah yang menyebrang tanpa mengindahkan peringatan
ibunya. Jadi seharusnya dia yang mati, bukan ibunya…
Kepada Hatsushiro, yang menangis dan meminta maaf, ibunya
berbicara dengan suara serak.
'Maafkan aku juga, Kotori... Jadilah gadis yang baik,
oke. Tolong dukung ayahmu menggantikanku…’
Hatsushiro mengukir kata-kata itu dalam hatinya.
Ya, Bu.
Aku akan,
menjadi gadis yang baik. Aku akan melakukan yang terbaik. Supaya aku bisa
mendukung ayah menggantikan ibu.
Ayahnya juga telah pensiun dari bisbol, dan lebih sering
berada di rumah ketimbang sebelumnya. Namun, dia menghabiskan sepanjang waktu
bersembunyi di kamarnya, menangis.
Dan kemudian, setelah hari tertentu, ayahnya mulai
mendisiplinkan Hatsushiro dengan cara yang belum pernah dilakukan saat ibunya
masih ada.
'Jangan
bermain-main terus. Cepat pergi belajar,' ujar
ayahnya kepada Hatsushiro.
Tentu saja, Hatsushiro mencoba yang terbaik untuk
mendukung ayahnya, seperti yang dikatakan mendiang ibunya.
Ya, ayah. Aku
akan menjadi gadis yang baik.
Sejak hari itu, Hatsushiro tidak pernah bermain lagi, dan
hanya bekerja keras untuk pelajaran sekolahnya. Hanya saja, bahkan ketika dia
berjuang keras untuk belajar dan mendapat nilai bagus, ayahnya tidak tersenyum
padanya.
“Mengapa kamu tidak setidaknya membantu pekerjaan rumah?”
Ya, aku akan
melakukan yang terbaik.
Hatsushiro bertanggung jawab atas semua pekerjaan rumah
di rumah sejak hari itu.
Meski begitu, ayahnya masih merasa tidak senang.
'Kamu itu perempuan, setidaknya berlajar memasak satu
hidangan'
Ya, aku akan
melakukan yang terbaik.
Sejak hari itu, Hatsushiro belajar memasak menggunakan
buku catatan masakan ibunya.
Dia berlatih keras, supaya ayahnya bisa tersenyum lagi padanya.
Namun, tidak peduli seberapa lezat dia mencoba memasak, ayahnya hanya
memakannya tanpa mengatakan apa-apa dengan ekspresi kosong dan tidak pernah
tersenyum padanya.
Pada hari tertentu, ketika Hatsushiro bermain-main dengan
kucing liar dalam perjalanan pulang sekolah dan kembali di waktu menjelang
malam, ayahnya menampar pipinya dengan penuh amarah.
'Jangan membuatku khawatir!! Dasar bodoh'
Pada saat itu, dia berpikir bahwa Ayahnya mungkin masih
mengkhawatirkan dirinya, dan secara tidak sengaja melakukan kekerasan.
Namun, sejak saat itu, kekerasan ayahnya terus
menjadi-jadi.
Ditinju, ditendang, dibanting terbang, dan nyala puntung
rokok ditekan ke badannya.
Hal seperti itu sudah menjadi kejadian sehari-hari. Meski
begitu, Hatsushiro berpikir kalau semua itu baik-baik saja. Jika hal tersebut
bisa membuat ayahnya merasa lebih baik, yang tidak pernah tersenyum sejak
ibunya meninggal, maka….
Tolong awasi
aku, bu. Aku akan mendukung ayah menggantikanmu.
Ayah. Aku
baik-baik saja, jadi tolong tersenyum lagi.
Dan begitulah, waktu terus berlalu…
Pada hari hujan lebat, dua bulan lalu.
Hatsushiro berhasil menciptakan kembali rasa kari yang
biasa dibuat ibunya secara tidak sengaja.
Itu adalah rasa yang selalu dia cari. Dia pernah
mendengar kalau kari ini adalah makanan pertama yang dimasak ibunya untuk
ayahnya. Tidak salah lagi jika ini akan membuatnya bahagia.
Hatsushiro menyajikan kari itu untuk makan malam.
Ketika ayahnya memakannya, Ia berhenti bergerak.
Aku ingin tahu
apa Ayah akan mengatakan itu enak dengan senyum di wajahnya, harapan seperti itu memenuhi hatinya.
Namun, ayahnya tiba-tiba berdiri dengan membawa piring di
tangannya, dan, “...Hei, apa kamu menghinaku karena kehilangan dia? Atau apa
kamu benar-benar berpikir bahwa kamu bisa menggantikannya?”
Ayahnya kemudian melemparkan seluruh kari ke dalam tempat
sampah.
Hatsushiro tertegun melihat pemandangan itu.
Setelah itu, dia dipukuli dan diteriaki seperti biasa, tapi
dia tidak ingat banyak tentang bagian itu.
Dia baru menyadari bahwa apa yang dia lakukan selama ini
tidak ada gunanya.
Aku penasaran
buat apa aku hidup sampai sekarang, pikirnya. Mengalami pengalaman pahit, menyakitkan, dan
menyiksa seperti ini.
…Aku ingin beristirahat
meski cuma sebentar, pikirnya.
Itu sebabnya, tanpa dia sadari, dia sudah memasukkan
barang-barang seminimal mungkin ke dalam tas sekolahnya, dan meninggalkan
rumah.
Setelah berkeliaran tanpa tujuan, dia mendapati dirinya
berada di atap sebuah bangunan yang ditinggalkan.
Dia memanjat pagar dan menatap ke bawah.
Aah, sepertinya
aku bisa istirahat, sejujurnya dia berpikir begitu.
Dia kemudian menghempaskan tubuhnya, seolah-olah dia
sedang tersedot …
Pada saat itulah, dia mendengar suara seseorang. Suara
cowok yang seumuran dengannya.
“…Su… Shiro”
Betul sekali.
Suaranya terdengar seperti ini. Suara yang entah bagaimana lembut dan menenangkan.
Mungkin, sejak saat itu, entah bagaimana aku sudah terpesona oleh orang itu.
“HATSUSHIRO!!”
“…Eh?”
Yuuki berdiri di pintu masuk ruang tamu, dengan keringat
yang bercucuran dan terengah-engah.
◇◇◇◇
[Sudut
Pandang Yuuki Yuusuke]
Sekitar sepuluh menit yang lalu. Yuuki berlari menaiki
bukit ke sekolah SMA negri terdekat.
Nafasku sudah
ngos-ngosan begini.
Sial, staminaku
sudah menurun.
Lereng curam dan aspal yang panas serta lembab meskipun
matahari terbenam, melemahkan stamina Yuuki.
Ia mulai kehilangan sensasi di kakinya.
Meski begitu, Ia terus berlari.
Mengayunkan lengannya, dan menggerakkan tubuhnya ke
depan.
Kenapa Ia melakukannya sampai sejauh ini?
Jawabannya sudah jelas, karena….
Pacarku sedang
menungguku…
Bila dipikir-pikir lagi, sejak awal, Hatsushiro sangat
takut disentuh oleh orang lain. Dan memar dan bekas luka terlihat di balik
seragamnya. Dan betapa anehnya dia takut merepotkan orang lain bagi.
Yuuki segera tahu bahwa dia membawa sesuatu yang berat di
punggungnya.
Tapi…..Akan tetapi, Hatsushiro adalah gadis baik yang
mencoba yang terbaik untuk menanggapi perasaan Yuuki.
“Rasanya sangat disayangkan jika gadis secantik dirimu
mati, jadi berpacaranlah denganku,” bahkan pada usulan bodoh dan sangat
mendadak tersebut, dia menerimanya, dan merasa senang dengan perasaan Yuuki
yang terus terang.
Ketika Yuuki ingin berpegangan tangan dengannya, dia
menggenggam tangan Yuuki, meskipun dengan takut-takut.
Demi Yuuki, dia memasak makanan lezat setiap hari.
Dan di atas segalanya.
Bagaimana Yuuki, yang masa mudanya hanya diisi dengan belajar
dan pekerjaan sambilan, dan bahkan tidak dapat menemukan cinta yang normal,
mencoba membuatnya bahagia dengan caranya sendiri.
Perasaan canggung Yuuki, yang dikatakan sulit dimengerti
oleh Ootani.
Hatsushiro melihatnya, memahaminya, dan merasa senang
dibuatnya.
Mungkin tidak ada lagi yang seperti itu. Kebahagiaan
seperti itu.
Mungkin tidak ada orang lain seperti dia. Gadis yang
sangat baik hati.
Itu sebabnya, Yuuki berlari sekuat tenaga.
Tunggu aku,
Hatsushiro. Aku akan menuju ke tempatmu sekarang.
Setelah mendaki bukit, Ia melihat sekolah SMA negeri.
Setelah berputar searah jarum jam di sekelilingnya, ada tempat yakiniku dengan
tanda hitamnya yang khas.
Dan di
seberangnya… ketemu. Rumah dengan atap merah.
Nama yang tertulis di pelat pintu adalah
"Shimizu."
Saat Yuuki berlari ke pintu depan dengan seluruh
kekuatannya yang tersisa, dan hendak membunyikan interkom, Ia bisa mendengar
teriakan marah Shimizu dan suara keras yang datang dari dalam.
Tidak perlu menebak-nebak dengan apa yang terjadi.
Yuuki segera meletakkan tangannya di pintu depan.
Pintunya tidak terkunci.
Ia membuka pintu, dan berlari menuju ruang tamu, di mana
suara gaduh dan teriakan marah itu berasal.
Dan kemudian, apa yang menyambut mata Yuuki adalah...
seperti yang diharapkan, pemandangan terburuk.
“HATSUSHIRO!!!”
Yuuki mendapati dirinya berteriak.
“…Yuuki, san?”
Dengan wajah pucat, Hatsushiro meringkuk di lantai, dan
Shimizu tengah menginjak-nginjak tubuhnya.
Sangat jelas sekali apa yang sedang Ia perbuat.
Darah mengalir ke kepala Yuuki.
“Shimizu, keparat... cepat singkirkan kaki itu sekarang
juga!!”
“Haah, sungguh menyebalkan. Masuk tanpa izin merupakan
tindak kejahatan, tahu, Yuuki-kun,” kata Shimizu, sambil memindahkan kakinya
menjauh dari Hatsushiro seperti yang Yuuki suruh.
Shimizu memasang senyumnya yang biasa. Namun, matanya
tidak tersenyum sama sekali, seperti yang dikatakan Fujii sebelumnya.
Cuma kamu
satu-satunya yang tidak punya hak menuduhku melakukan kejahatan, pikir Yuuki dari lubuk hatinya.
“Yuuki-san… Kenapa…”
“Jangan membuatku terus mengatakannya. Itu karena aku ini
pacarmu, Hatsushiro” ujar Yuuki dengan suara lembut dan menghadap Shimizu.
“Hei, Yuuki-kun. Ini masalah rumah tangga kami tahu. Meski kamu itu
pacarnya, orang luar sepertimu tidak punya
hak untuk ikut campur…”
Si anj*ng ini
... Pada waktu seperti ini, Ia masih memiliki keberanian untuk mengatakan itu.
Yuuki menggertakkan giginya.
“...Hei, apa kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan?,”
ucap Yuuki, dengan suara yang kasar dan mengutuk, kebalikan dari cara dia
berbicara dengan Hatsushiro.
Namun, tanpa mengubah ekspresinya, Shimizu membalas.
Jika kamu bertanya apa yang aku lakukan, Cuma itu, kamu
tahu ... mendisiplinkan.”
“Mendisi ... plinkan?”
“Ya, itu benar sekali. Aku sedang mendisiplinkannya. Aku
mencoba mendidik anak perempuan nakal ini yang kabur dari rumah tanpa memberitahu
orang tuanya ke mana dia pergi, dan tinggal di rumah seorang pria selama dua
bulan tanpa pergi ke sekolah. Aku hanya mencoba untuk memastikan ini tidak
terjadi lagi, oke? Itu tidak aneh, ‘kan?”
Apa yang
dibicarakan keparat ini, yang bahkan tidak mengajukan laporan orang hilang? Ia
mungkin cuma takut mereka akan mengetahui tentang tindakan kekerasannya
terhadap Hatsushiro.
“Memukul seseorang sampai babak belur begini dibilang mendidik?
Jangan bercanda denganku!!!”
“Ini disebut kebijakan didikan. Hal ini wajar ketika
mendisiplinkan anak yang tidak mendengarkanmu. Begitulah cara kerjanya di
keluarga Shimizu ”
Shimizu tidak terlihat bersalah sama sekali.
Pria ini sudah
tak tertolong lagi.
Ayahku juga
terkadang melakukan hukuman fisik sedikit, tetapi pria ini melakukannya di
tingkat yang sangat berbeda.
Menilai bahwa tidak ada gunanya melakukan percakapan
lebih jauh, Yuuki berbicara.
“…Kenapa kamu tidak mencoba mengatakan hal yang sama
kepada polisi”
Alis Shimizu berkedut.
Benar sekali. Saat Yuuki melihat adegan kejahatan ini,
Shimizu sudah terpojok. Tidak peduli seberapa banyak tipu muslihat yang dibuatnya,
mana mungkin Ia bisa lolos ketika ada bukti yang jelas terukir di tubuh
Hatsushiro.
“Haah,” Shimizu menghela nafas.
Apa Ia
menyerah?, pikir Yuuki.
Akan tetapi Shimizu dengan gambling mengatakan, “Apa kamu
mau memanggil polisi? Tak masalah, kalau begitu telpon polisi sana”
“Apa…?”
Yuuki mengerutkan kening melihat sikapnya, yang mana
sikapnya itu tidak sesuai dari seseorang yang benar-benar terpojok.
Shimizu lalu berjalan menuju Yuuki.
Meski Ia bergerak lambat, hal itu cukup berdampak jika
orang dewasa besar dengan tinggi di atas 180cm datang ke arahnya.
Tak berselang lama, Shimizu sampai di hadapan Yuuki.
Dan kemudian….
BAM!!, benturan keras menghantam perut Yuuki.
“Guho…”
Shimizu mendaratkan serangan lutut tanpa ampun ke perut
Yuuki.
“Gu… Ha…”
Organ-organ dalamnya menjerit kesakitan, dan mulutnya
mengeluarkan erangan kesakitan.
Si baj*ngan ini
benar-benar gila, diafragmanya kejang, dan Ia tidak bisa
berbicara.
Yuuki tak berdaya, tapi Shimizu tanpa ampun mengayunkan
tangan kanannya.
CRAK! Bersamaan dengan suara tulang yang berderit, kali ini, sebuah benturan
menembus pelipisnya.
Yuuki jatuh ke lantai dan berjongkok.
“Yuuki-san!? Berhenti, tolong hentikan, Ayah !! ”
Tangisan sedih Hatsushiro bergema di seluruh ruangan.
Entah bagaimana berhasil mengangkat bagian atas tubuhnya,
Yuuki melihat ke arah Shimizu. Namun, darah masuk ke matanya dan mengaburkan penglihatannya.
Sepertinya kepalanya berdarah.
Apa yang terpantul dalam penglihatannya yang kabur oleh
darah adalah ekspresi Shimizu saat menatap Yuuki dari atas.
Senyum kaku yang sama, yang tidak mencapai mata, terasa
seolah-olah dia telah kehilangan sesuatu yang penting baginya.
“Ya, tepat sekali. Silahkan saja panggil polisi. Sebagai
gantinya, aku akan mengungkapkan semuanya kepada publik, dan memberi tahu pihak
sekolah, oke? Pelecehan macam apa yang telah aku lakukan, dan bahwa kalian
berdua telah hidup bersama selama dua bulan terakhir ”
“Itu…”
Melihat Yuuki yang kehilangan kata-kata untuk sesaat,
Shimizu memperdalam senyumnya, dan berbicara seolah-olah mendesak jawaban.
“Kamu yakin tidak apa-apa? Kamu akan menyebabkan masalah
bagi semua orang tahu? Bagaimana dengan beasiswamu? Meski kalian berdua
sama-sama anak SMA, bukannya tidak baik hidup bersama selama dua bulan di
apartemen dengan biaya sewa dari sekolah? Takkan ada orang dewasa yang akan
mempercayaimu bahkan jika kamu menyatakan kalau kamu tidak memiliki hubungan
seksual terlarang, Kamu tahu? Kemungkinan terburuk adalah pengusiran… atau
paling tidak, mungkin dikeluarkan dari program beasiswa. Terlebih lagi, jika aku,
pelatih klub bisbol ditangkap karena kekerasan , klub secara alami akan
ditangguhkan untuk waktu yang lama. Teman dekatmu itu, Fujii-kun, tidak akan
bisa bertanding sampai ke tingkat nasional juga ”
“Fuji? Orang itu tidak begitu tertarik dengan hal semacam
itu”
“Aah, sepertinya kamu belum mendengarnya. Dan baru-baru
ini, Fujii-kun telah berlatih hampir setiap hari sampai menit terakhir sebelum
pulang tahu?”
Si Fujii sialan... Ia tidak
pernah bilang apa-apa tentang ini.
“Kamu pasti sudah berusaha keras untuk mengejar impianmu
sampai sekarang, dan kemudian teman dekatmu, Fujii-kun, juga mulai serius
berupaya keras di bisbol. Aku yakin Ia pasti mengincar tingkat nasional. Ia
sudah bermain bisbol sejak sekolah SD, dan terus bermain bisbol yang Ia sukai,
tahu. Selain itu, bukannya kamu melupakan hal yang paling penting?”
Shimizu meraih lengan Hatsushiro, yang terbaring di
lantai, dan dengan paksa menariknya ke atas.
“Kenapa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan Kotori?
Ini akan diungkapkan kepada publik bahwa dia mengalami kekerasan, dan itu akan
menyebabkan masalah yang tidak dapat diperbaiki bagimu dan Fujii-kun, iya ‘kan?
Tidak mungkin gadis ini menginginkan hal itu, bukan begitu? Iya ‘kan? Kotori”
Hatsushiro mengangguk pelan.
“Maka kamu harus memohon untuk itu, kan? Mohonlah pada
Yuuki-kun”
“…Yuuki-sa… n”
Dengan suara serak, Hatsushiro dengan putus asa
berbicara.
“Terima kasih banyak, sudah datang… aku, aku sudah merasa
sangat senang, perasaanmu saja sudah cukup…”
“Hatsushiro…”
“Yuuki-san adalah orang yang baik, itu sebabnya, itu
sebabnya kamu harus berhenti di sini… aku baik-baik saja. Bagaimanapun juga,
selalu seperti ini ... "
Dengan tubuh penuh luka, Hatsushiro berbicara sambil
tersenyum.
“…Menurutku, menjadi dokter adalah mimpi yang sangat
indah. Aku akan selalu menyemangatimu”
Ucapannya benar-benar seperti perpisahan terakhir. Tidak,
itu mungkin dikatakan dengan maksud untuk tidak melihat Yuuki lagi.
Ya, aku tahu.
Aku benar-benar
tahu. Hatsushiro adalah gadis seperti ini.
Aku yakin bahwa
justru karena ayahnya, Shimizu, juga mengetahui hal ini, sehingga Ia begitu
tenang tentang hal itu.
“Jadi begitulah, Yuuki-kun”
Shimizu mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya, dan
menghisapnya.
“Pokoknya, cobalah untuk mendinginkan kepalamu, Yuuki-kun.
Membuang semua hal yang sudah kamu bangun hanya untuk satu gadis merupakan hal
yang bodoh, bukan? Jika Cuma gadis, ada miliaran dari mereka selain Kotori di
dunia ini. Jika kamu menginginkan cinta, kamu harus melupakan segalanya tentang
Kotori dan menemukan seseorang yang baru. Dan itulah cara hidup yang bijaksana”
“…Aku mengerti sekarang. Shimizu, aku benar-benar
mengerti apa yang kamu bicarakan ”
Fuu, Yuuki menarik napas, dan kemudian berbicara dengan suara tenang.
“Tentu saja, aku sudah bekerja keras sampai sekarang
untuk menjadi seorang dokter. Jika dua bulan yang aku habiskan untuk tinggal
bersama Hatsushiro dilaporkan ke sekolah , aku pasti takkan bisa tetap menjadi
murid penerima beasiswa. Jika itu terjadi, maka aku harus meninggalkan sekolah
itu karena mencoreng nama baik sekolah.”
“Ya. Itu benar sekali. Semua kerja kerasmu akan sia-sia,
bukan”
“Dan masalah Fujii juga. Aku agak senang sekarang bahwa
orang itu akhirnya menganggap sesuatu dengan serius. Ia pasti akan menjadi
pemain yang luar biasa. Dan aku dengan tulus ingin mendukungnya”
“Itu benar, Ia mempunyai bakat. Jika kamu bergabung
dengan klub, Kamu juga bisa serius mengincar tingkat nasional. Dan itulah
perasaan jujur ku yang sebenarnya sebagai mantan pemain
profesional”
“Dan kemudian… Aku juga tahu bahwa Hatsushiro takkan
pernah ingin mimpi kita hancur karena dia. Lagipula, aku jatuh cinta padanya
karena dia gadis yang seperti itu”
“Aku senang kamu bisa mengerti semua itu. Sekarang,
pulanglah, Yuuki-kun. Pulanglah, lupakan Kotori, dan lanjutkan hidupmu seperti
sebelumnya”
Karena Shimizu tidak punya urusan lagi dengan Yuuki, Ia
melihat ke arah Hatsushiro.
Ekspresinya itu tampak seperti penjahat.
“Sekarang, Kotori. Ayo lanjutkan. Pembicaraan kita belum
selesai, kau tahu. Kali ini, kamu mendapatkan hukuman keras khusus. Buka
mulutmu. Aku akan mengukir rasa sakit begitu keras sehingga kamu tidak akan
membuat kesalahan yang sama lagi.”
Shimizu mengambil rokok dari mulutnya.
Dan kemudian, Ia mencoba menekan punting rokok ke lidah
Hatsushiro.
Pada saat itu.
“──Jangan meremehkanku, dasar keparat!!!”
GEDEBUKK!!
Tubuh Shimizu berguling-guling di lantai setelah menerima
benturan dari samping.
“Gu, ha. Ap-Apa…”
Shimizu dibuat kebingungan dengan perkembangan yang tidak
terduga.
Sambil menatapnya, Yuuki mengepalkan tangan kanannya
erat-erat, yang kesemutan karena memukul tubuh Shimizu.
“Hatsushiro, apa kamu baik-baik saja?"
Yuuki berjongkok di samping Hatsushiro, dan dengan lembut
mengangkat tubuhnya.
“…Yuuki-san. Ke… Kenapa….”
Yuuki berbicara dan menatap Hatsushiro, yang memasang
ekspresi tidak percaya,.
“Jangan membuatku terus mengatakannya. Aku ini pacarmu,
kan?”
“Bajingan …”
Sambil terhuyung-huyung, Shimizu berhasil berdiri.
Ia bahkan tidak menunjukkan senyum palsu lagi. Sepertinya
wajah itu menunjukkan sifat sebenarnya dari pria ini, ekspresi tak sedap dipandang
yang dibalut dengan kebencian.
“YUUKI, B*JINGAN, APA YANG KAMU LAKUKAN!? Apa kamu
mengerti dengan apa yang sudah kamu lakukan?”
Ya, aku
memahaminya sepenuhnya.
Bahwa aku takkan
bisa tinggal di sekolah itu jika aku kehilangan status pelajar beasiswaku.
Bahwa jalan
menuju turnamen bisbol nasional, yang telah dicapai dengan susah payah oleh
Fujii, akan terhalang.
Dan Hatsushiro mungkin
akan menderita karena rasa bersalah.
Akan tetapi….
“Lantas apa?,” teriak Yuuki.
“Apa!?”
Shimizu terkejut. Namun, Hatsushiro bahkan lebih
terkejut.
“Ka-Kamu tidak boleh, Yuuki-san!!”
“Benarkah? Kalau cuma ingin menjadi dokter, hal itu masih
mungkin meski aku tidak bisa sekolah, kan? Aku tinggal mengikuti ujian
kesetaraan sekolah menengah. Dan kemudian ada itu. Aku tidak tahu tentang
anak-anak lain dari klub bisbol, tapi aku akan mentraktir Fujii dengan parfait
jumbo dan meminta maaf lagi. Tentu saja aku takkan berhenti sampai Ia
memaafkanku”
“Itu…”
Hatsushiro menggelengkan kepalanya.
“Kamu tidak boleh, Yuuki-san… Kamu sudah berusaha sangat
keras untuk sampai sejauh ini, kan?”
“Sepertinya begitu. Itu sebabnya aku tinggal berusaha
keras lagi. Jadi, Hatsushiro, tentang bagaimana kamu sebenarnya menderita rasa
bersalah”
Betul sekali. Bagi Hatsushiro, ini mungkin rasa sakit
yang paling tak tertahankan. Lebih menyakitkan dari kekerasan ayahnya.
Namun…
Mulut Yuuki melengkung menjadi seringai.
“Aku memutuskan untuk mengabaikan bagian itu”
“…Haa?”
Hatsushiro tampak kosong dan bingung
Oh, rasanya aku
sudah lama tidak bisa melihat ekspresi imutnya.
“Aku sudah berhenti peduli tentang bagian dirimu itu.
Tidak akan ada habisnya jika aku meladeni kebaikanmu. Jadi, aku memutuskan
untuk menyelamatkanmu atas kemauanku sendiri karena aku mau. Sebenarnya, aku
sudah memukul Shimizu. Jadi sudah terlambat untuk itu. Jadi menyerahlah dan
biarkan aku menyelamatkanmu.”
“…”
Hatsushiro terdiam dengan mulut terbuka.
Yap, pacarku
dengan ekspresi itu juga sangat imut.
“Lalu, terus apa lagi? Aah, jika fakta bahwa kamu
dilecehkan terungkap ke publik dan bla bla bla, bukan? Sesuatu seperti kamu
tidak bisa menjadi pengantin lagi? Itu cukup gampang.”
Sembari menggenggam kedua tangan Hatushiro, Yuuki
berbicara.
“Kalau begitu aku akan melamarmu sebagai istriku. Apa itu
baik-baik saja denganmu?”
“Eh, ya-ya. Jika kamu baik-baik saja denganku… tung,
EEH!?”
“Bagus. Dengan ini semuanya beres”
Yuuki melipat tangannya, "hmph," mendengus, dan menyeringai pada Hatsushiro.
“Bagaimana, Hatsushiro? Ini adalah cara menjadi egois.
Luar biasa, kan?”
“Yuuki-san… Kamu… itu, selalu…”
“KALIAN BERDUA BENAR-BENAR KURANG AJAR!?!,” teriak Shimizu sambil memegangi pipi
kanannya yang dipukul.
“Aku tidak main-main. Pada dasarnya aku hampir serius. Aku
cowok yang serius, sangat serius sampai-sampai aku pernah disuruh membaca
suasana selama pelajaran olahraga. Dan sepertinya kamu membuat kesalahpahaman
yang sangat besar. Tadi kamu bilang kalau itu tindakan bodoh membuang kerja
kerasku untuknya karena ada banyak wanita di luar sana, bukan?”
Dengarkan ini
baik-baik, brengsek.
“Justru kebalikannya!! Ada banyak cara untuk hidup dan
begitu banyak cara untuk mencapai impianmu. Tapi apa kamu tahu, cuma ada satu
Hatsushiro di dunia ini. Duniaku yang abu-abu menjadi berwarna ketika aku
bertemu dengannya. Aku sudah tidak bisa kembali seperti dulu lagi jika aku
tidak memakan makanan yang dia buat, dan menggodanya sebelum tidur. Itu sebabnya
tidak ada yang namanya pengganti”
Menanggapi pernyataan Yuuki yang kurang ajar, Shimizu
berbicara kepada Hatsushiro sambil menggaruk kepalanya hingga membuat hidungnya
gatal, mungkin karena kejengkelannya mencapai puncaknya.
“Kamu sudah putus asa, dasar otak bucin. Sepertinya tidak
ada gunanya lagi berbicara. Hei, Kotori!! Katakan dengan mulutmu sendiri.
Katakan padanya apa yang Ia lakukan cuma mengganggu!!”
Yuuki menatap Hatsushiro. Tubuhnya gemetaran. Hatsushiro
mungkin tidak pernah bisa melanggar perintah marah dari ayahnya sejauh ini.
Itulah sebabnya Yuuki berbicara kepada Hatsushiro dengan
suara lembut.
“Hei, Hatsushiro. Aku sudah memberitahumu ini
berkali-kali sebelumnya, tapi aku akan memberitahumu ini sekali lagi. Aku ingin
kamu menjadi lebih egois. Aku ingin kamu mengungkapkan isi hatimu dan
mengatakan apa yang ingin kamu lakukan. Aku akan berada di sana untukmu
sebisaku, oke? ”
Hatsushiro tampak ragu-ragu untuk sesaat, tapi kemudian
dia memejamkan matanya sebentar.
Dan kemudian ketika dia membuka matanya, ada tekad kuat
yang tersembunyi dalam tatapannya.
“…Ya, Yuuki-san. Aku akan… mencoba menjadi egois”
Hatsushiro menatap lurus ke mata Shimizu.
Tiba-tiba, kehangatan yang familiar menyentuh tangan
Yuuki.
Dan kemudian berbisik, “...Bisakah kita berpegangan
tangan?,” tanya Hatsushiro.
“Ya, tentu saja,” jawab Yuuki dengan berbisik.
Hatsushiro menarik napas dalam-dalam.
Dan kemudian, dengan suara kecil, “Maafkan aku, Bu,”
gumamnya.
“Apa yang salah?! Cepat katakan padanya!! Apa kamu tidak
mendengar apa yang orang tuamu katakan padamu!?! ”
“───TIDAK!!!!”
Hatushiro berteriak dengan suara paling nyaring yang
pernah dia keluarkan sejauh ini dari dasar perutnya.
“Apa!?”
"AKU TIDAK INGIN BERSAMAMU!!! AKU INGIN BERSAMA
YUUKI-SAN, ORANG YANG BILANG MENCINTAIKU DAN MENYAYANGIKU!!! ITULAH KENAPA AKU
TIDAK MAU MENDENGARKANMU!!!”
Itu adalah suara yang jelas dan kuat yang bergema di
seluruh rumah.
Yuuki tanpa sadar tersenyum.
Ya, akhirnya
aku mendengarnya. Perasaan Hatsushiro yang sebenarnya keluar dari mulut Hatsushiro.
Dan kemudian, seolah-olah didorong oleh suaranya, tubuh
Shimizu terhuyung-huyung.
“…Kotori. Bahkan kamu… bahkan kamu juga…”
“He-hei, ada apa, Shimizu?”
Jelas, ada sesuatu yang aneh.
Kekuatannya terkuras keluar dari seluruh tubuhnya,
seolah-olah ekspresi marahnya tadi hanyalah sebuah kebohongan. Ekspresinya
tampak hampa, dan tidak fokus.
“He-hei!!Kamu mau pergi kemana!?”
Dengan langkah terhuyung-huyung, Shimizu meninggalkan
rumah dan berjalan entah ke mana.
“…”
“…”
Setelah Shimizu pergi, Yuuki dan Hatsushiro terdiam
beberapa saat, tanpa mengatakan apapun.
Segalanya terasa sunyi. Seakan-akan semua peristiwa yang
terjadi sampai sekarang hanyalah kebohongan.
Namun, tubuh Hatsushiro tiba-tiba kehilangan tenaganya.
“Hei, kamu baik-baik saja?”
“Ya ……aku baik-baik saja. Lututku hanya sedikit lemas”
Hatsushiro tampak benar-benar kelelahan.
Wajar saja dia begitu. Karena dia sudah dipukuli oleh
Shimizu sampai beberapa saat yang lalu.
Namun, meski begitu, ekspresinya tampak sangat cerah.
“Yuuki-san. aku… berhasil mengatakannya,” kata Hatsushiro
dengan bangga.
“Ya”
“Aku mengatakannya dengan jelas”
“Ya”
“Aku bisa melakukan yang terbaik karena kamu ada untukku,
Yuuki-san. Karena kupikir kamu pasti akan berada di sisiku, aku bisa
mengatakannya…”
Hatsushiro lalu tak mampu mengeluarkan suara lagi.
Butiran air mata mulai keluar dari matanya. Bibirnya yang
tertutup rapat menyampaikan lebih dari sekadar kata-kata bahwa dia berusaha
mati-matian untuk menahan sesuatu.
Melihat keadaannya, Yuuki merasakannya sekali lagi.
Ya, Hatsushiro
benar-benar melakukan yang terbaik. Dia memberanikan diri dari hatinya yang
ketakutan, dan bertahan sebaik mungkin.
Yuuki tidak bisa mengendalikan dorongan yang muncul di
dalam dirinya lagi.
“Hei, Hatsushiro. Apa kamu masih ingat dengan apa yang kukatakan
hari itu, saat kita pertama kali mencoba berpegangan tangan tapi kita tidak
bisa melakukannya?”
“…Eh?”
Yuuki tiba-tiba merentangkan tangannya lebar-lebar, dan
membungkus tubuh Hatsushiro di sekitarnya.
Dan kemudian, gyuutto.
Yuuki memeluk Hatsushiro. Dengan lembut, tapi erat.
“Yuuki-... san?”
“…Meski kamu merasa takut, kamu benar-benar bertahan
dengan baik”
“… uu”
Tetesan besar air mata mengalir dari mata Hatsushiro, dan
dia mulai terisak.
“Rasanya menakutkan, benar-benar menakutkan ...”
“Ya, kamu benar-benar hebat”
Tubuhnya yang gemetar dalam pelukan Yuuki sangat rapuh.
Meski begitu, aromanya lemah lembut, dan hangat.
Sambil berharap untuk tetap seperti ini selamanya, Yuuki
terus membelai punggung Hatsushiro dengan lembut sampai dia berhenti menangis.
Ketika Hatsushiro telah tenang dari menangis untuk
beberapa saat, dia menyadari sesuatu.
“…Yuuki-san, bukannya kamu juga gemetaran?”
“Ah, aku ketahuan? Sebenarnya, aku cukup ketakutan, tahu?
”
Rasanya
memalukan setelah mengucapkan banyak kata-kata berani.
Tapi yah,
maksudku, itu benar-benar menakutkan. Sesuatu seperti menghadapi orang dewasa
yang menggunakan kekerasan tanpa mengedipkan mata. Shimizu memang sudah
pensiun, tetapi tubuhnya masih cukup besar.
Saat kepala Yuuki dipenuhi dengan pemikiran seperti itu,
tubuh Yuuki terbungkus oleh kehangatan.
Ternyata itu Hatsushiro yang memeluk balik Yuuki.
“Ini adalah hadiah balasan. Meski kamu takut, kamu
benar-benar bertahan dengan baik…”
Ini adalah perkataan yang Yuuki ucapkan sebelumnya.
…Yah, aku tidak
akan menangis, oke. Seperti yang diharapkan, rasanya memalukan untuk menangis
dalam situasi ini.
Ah, sial, aku
mulai sedikit menangis.
Rasanya aku
ingin menangis jika tidak segera berpisah dengannya…. Tapi, aku benar-benar
tidak ingin melakukan itu.
Pada akhirnya, Yuuki mengibarkan bendera putih pada
kehangatan Hatsushiro, dan menangis sebentar di pelukannya.
◇◇◇◇
Shimizu berkeliaran tanpa tujuan di area pemukiman
layaknya orang yang berjalan dalam tidur.
“…Segala sesuatu dalam hidupku seharusnya berjalan
lancar”
Ia mulai bermain bisbol di sekolah dasar dan bakatnya
dengan cepat berkembang. Ia terus menjadi pemain andalan dan pemukul keempat di
sekolah SMP dan SMA, lalu menjadi runner-up
di turnamen nasional.
Semua orang memuji Shimizu. Ia kemudian melanjutkan
bergabung dengan tim di Tokyo sebagai pick kedua dalam draft, dan menjadi
pitcher sejak tahun pertamanya bersama tim.
Dan kemudian, Ia mengenal dan menikahi istrinya, Hatsushiro Kureha. Pada
Tahun berikutnya, mereka memiliki seorang anak. Bahkan bila mengesampingkan
bias orang tua, dia adalah anak yang cantik dan menggemaskan, sama seperti
istrinya.
Semuanya terlihat sempurna. Semuanya pasti berjalan
mulus.
Semuanya persis seperti yang diinginkan Shimizu.
Namun, seiring dengan cedera bahunya, semuanya mulai
berantakan satu per satu.
Selama delapan tahun dalam karir profesionalnya, Ia
menjadi tidak mampu mengangkat bahunya dengan baik. Dan ketika dia mencoba
memaksakan dirinya untuk melempar, kali ini siku dan sendi pinggulnya ikut
cedera juga.
Media massa, penggemar, dan pelatih yang sangat memujinya
hingga kemarin berhenti mempedulikannya.
Dua tahun kemudian, niat tim untuk tidak memperbarui
kontrak dengannya diumumkan. Shimizu sendiri sudah tahu bahwa Ia tidak bisa melempar
bola lagi.
Meski begitu, hal ini pasti terjadi di dunia profesional.
Ia memiliki seorang istri yang selalu mendukungnya dan seorang putri yang Ia
cintai. Ia mengesampingkan rasa frustrasinya, dan berusaha bekerja keras pada
karir keduanya.
Saat itulah kecelakaan yang belum pernah terjadi
sebelumnya terjadi. Yang bisa Ia ingat hanyalah bahwa Ia menangis saat melihat
tubuh dingin istrinya.
Meski begitu, Ia masih memiliki seorang putri, jadi Ia
harus bertahan.
…Tolong awasi
aku, Kureha. Aku akan menunjukkan kepadamu bahwa aku pasti akan melindungi
putri kita yang berharga.
Pekerjaan barunya adalah sebagai sales di sebuah
perusahaan makanan lokal.
Namun, hal itu tidak berjalan baik seperti dunia bisbol.
Ini adalah kehidupan kerja di mana Ia harus dimarahi dan tunduk pada semua orang
di sekitarnya. Dan ketika sampai di
rumah, pekerjaan rumah sudah menunggunya. Semuanya tidak berjalan seperti yang
Shimizu harapkan. Rasanya seperti ilusi bahwa belum lama ini, Ia adalah pemain
bisbol profesional yang dikagumi semua orang. Akhirnya, pekerjaannya tidak
bertahan lama dan Ia berhenti.
Tanpa Ia sadari, Shimizu telah kehilangan segalanya.
Ia hanya menghabiskan hari-harinya seperti cangkak kosong.
Kemudian pada hari tertentu, dia melihat putrinya
menonton TV di ruang tamu untuk waktu yang lama. Omong-omong, sekarang setelah ibunya pergi, aku harus mengingatkannya
tentang hal-hal ini sendiri, pikirnya.
'Jangan cuma bermain-main terus. Pergi belajar sana'
Setelah itu, putrinya langsung berhenti menonton TV. Dan
sejak hari itu, dia hampir tidak melakukan apa-apa selain belajar di rumah.
Ada hari dimana Ia merasa kalau mencuci piring menjadi
merepotkan. Dan pada hari tertentu itu.
“Kenapa kamu setidaknya membantu pekerjaan rumah?”
Ketika Shimizu menyuruhnya dengan frustrasi, lebih dari
sekadar mencuci piring, putrinya mulai bertanggung jawab atas semua pekerjaan
rumah sejak hari itu.
…Aah.
Cuma gadis ini
yang masih menuruti apa yang kuinginkan.
Begitu pemikiran seperti itu muncul di benaknya, Shimizu
mulai kehilangan kendali.
Bahkan jika diperintahkan, dimarahi dengan kasar,
ditinju, atau ditendang, putrinya akan dengan setia menurut apa yang
diperintahkan kepadanya tanpa mengeluh sedikitpun.
Ya, aku masih
di atas orang-orang.
Tepat sekali,
itu wajar saja.
Lagipula,
akulah yang membesarkanmu. Dengan uangku, aku memberimu makan dan
membesarkanmu. Itu wajar bagimu untuk melakukan apa yang aku inginkan.
Namun, beberapa saat yang lalu.
'───TIDAK !!!!'
Ia ditolak oleh putrinya.
Pada saat itu, Shimizu melihat gadis di depannya sebagai
manusia, bukan boneka yang hanya mendengarkan keinginannya.
Sebagai seorang gadis. Sebagai putri yang berharga, yang mana
Ia bersumpah kepada mendiang istrinya untuk melindunginya.
Benar sekali. Aku…
Tidak. Untuk
putriku, aku…… Tidak, itu salah. Demi diriku sendiri, untuk putriku dan
putrinya yang berharga, aku…
Ketika Ia menyadarinya, Shimizu telah melarikan diri dari
tempat itu.
“Aku… aku… Apa yang sudah aku lakukan selama ini…”
Pada saat itu.
Bruk, Ia menabrak seseorang dari depan.
“Duh, itu sakit banget, bang.”
Ada sepasang pria yang tampak seperti berandalan. Salah
satu pria itu berambut pirang, dan yang satunya lagi berkepala gundul.
Bug! Serangan kuat menghantam perut Shimizu. Sepertinya Ia habis ditendang
keras.
“…Guh”
Shimizu berjongkok, jatuh berlutut kesakitan. Namun,
kedua pria itu tanpa ampun menghujaninya dengan kekerasan.
Sakit, sakit...
Aah, aku sudah melakukan ini pada gadis itu selama ini, ‘kan?
“Hei, bang. Matamu di taruh kemana jalan enggak
lihat-lihat, hah? ”
Pria pirang itu menjambak rambutnya ke atas.
“…”
“Hei, kamu enggak mau ngomong?”
“Yah terserahlah, cepat keluarkan dompetmu. Maka kami
akan memaafkanmu”
“… Ke mana aku melihat, huh”
“Apa?”
“Apa yang kamu ocehkan?”
“… Sungguh, aku penasaran kemana aku melihat selama ini”
Bruk! Jotosan Shimizu mengenai wajah pria berambut pirang itu.
“…Guha”
Pria pirang itu jatuh berlutut, hidungnya berdarah.
“Bajingan. Persetan… goho!!”
Ia juga memukul kepala pria gundul itu sebelum bisa
selesai berbicara.
Dengan berlinang air mata, Shimizu menendang pria gundul
yang jatuh itu hingga terpental.
“HEEYY!!! KATAKAN PADAKU!!!"
Lagi dan lagi, sama seperti yang Ia lakukan dengan
putrinya.
“DIMANA!!! AKU MELIHAT SELAMA INI!?!?”
“KEPARAATTTTT!!!”
Pria berambut pirang itu bangkit, dan berlari ke arahnya.
Di tangannya ada alat yang tajam dan berkilauan dalam
warna perak.
“MAMPUSSSSSSS LUUUUU!!!”
Kemudian darah segar menciprat ke atas tanah.
◇◇◇◇
Shimizu ditangkap karena pembelaan diri yang berlebihan.
Pagi harinya, rumah Shimizu menerima telepon dari seorang
pria yang mengaku sebagai pengacara.
Mereka mendengar bahwa, rupanya, Ia berkelahi dengan dua
pria di jalan tadi malam. Salah satu pria mengeluarkan senjata tajam dan
berusaha untuk menyerang. Dan dalam perkelahian sengit, senjata tajam itu
menusuk jantung pihak lain, dan
membunuhnya.
Mereka memberitahu bahwa hukumannya dapat dikurangi
karena fakta bahwa itu adalah perkelahian satu lawan dua, dan kedua orang itu
yang memulai perkelahian dulu, lalu pisau tersebut sudah disita. Namun, karena
seseorang meninggal, dan Shimizu sendiri juga mengakui bahwa Ia melawan secara
berlebihan, mereka memberitahu bahwa Ia mungkin akan dijatuhi hukuman penjara.
Setelah kembali ke apartemen Yuuki bersama Hatsushiro dan
menghabiskan satu hari di sana, mereka berdua pergi mengunjunginya.
“Hei, kalian berdua. Apa kalian tidur nyenyak kemarin?”
Cara Shimizu melihat ke sisi lain dari panel kaca di
ruang tamu sulit untuk dijelaskan...seolah-olah Ia telah dirasuki roh jahat.
“Shimizu. Kamu…”
“Hahaha, ayolah, jangan menatapku dengan mata kasihan
begitu. Aku hanya mendapat karma yang pantas aku dapatkan,…,” katanya dengan
senyum mencela diri sendiri.
Senyumnya tampak alami, dan perasaan tidak menyenangkan yang
bisa dirasakan dari matanya beberapa waktu lalu sudah lenyap.
Ia tampak benar-benar tenang.
Dengan suara kecil yang hanya bisa didengar oleh Yuuki
dan Hatsushiro, “…Tenang saja. Aku tidak mengungkit apa pun tentang kalian,
”kata Shimizu kepada mereka.
"Itu ... yah, cukup melegakan”
“…Ayah,” kata Hatsushiro dengan suara khawatir di sebelah
Yuuki.
“Haha, ayah, ya. Tidak apa-apa, Kotori. Kamu bisa terus
terang dan mencelaku”
Hatsushiro menggelengkan kepalanya.
“Tidak, kamu masih ayahku, Ayah. Bukan berarti aku akan
melupakan rasa sakit yang aku alami, tapi… Kamu adalah orang penting yang telah
membesarkanku sampai ke titik ini.”
“…Kotori”
“Ayo makan bersama setelah kamu dibebaskan, oke. Aku akan
menunggu dengan kari yang aku buat saat itu ”
Mendengar kata-katanya, Shimizu mendongak dan menutupi
wajahnya.
Ia mengambil napas dalam-dalam beberapa kali, dan menatap
Hatsushiro lagi.
“Fiuh. Kamu terlalu baik hati. Kamu seperti ibumu dalam
aspek itu. ”
Mungkin itu bukan ilusi bahwa area di sekitar matanya sedikit
basah.
“Oh yah, aku akan memastikan aku memakannya dengan benar
lain kali ...”
“…Ya,” kata Hatsushro senang dan tersenyum.
Setelah itu, mereka sedikit berbicara sebagai orang tua
dan anak, tetapi kemudian Shimizu melihat jam dan berbicara dengan Hatsushiro.
“…Aah, maaf, Kotori. Aku punya sesuatu yang ingin aku
bicarakan dengan Yuuki-kun. Aku tahu ini sedikit lebih awal, tapi bisakah kamu
pergi duluan?”
“Eh? Iya. Aku mengerti. Aku akan datang lagi, oke”
“Sesekali saja tidak apa-apa. Yang lebih penting lagi,
kamu harus menjaga dirimu sendiri”
“…Tidak. Aku akan lebih sering berkunjung kemari.”
Hmph! Kemudian Hatsushiro mendengus.
Shimizu tertegun karena terkejut melihat respon putrinya.
Hatsushiro membungkuk kepada sipir penjara, dan kemudian
meninggalkan ruangan.
“…”
“Hei, Shimizu. Sampai kapan kamu akan terus seperti itu”
“Aah, baiklah, maaf. Tak kusangka Kotori akan mengatakan
sesuatu seperti itu... Dia gadis yang kuat, ya”
“Dia gadis yang paling imut, kan? Itulah pacarku.”
“…Ha ha ha. Aku benar-benar bukan tandingan kalian.”
Shimizu tersenyum.
Ya, kamu
benar-benar tersenyum. Kamu tersenyum dengan benar.
Tunjukkan itu
pada Hatushiro nanti, oke.
“Jadi, apa yang mau dibicarakan?”
“Ya, ini,” ucap Shimizu dan menyerahkan sesuatu padanya.
Benda yang diserahkan pada Yuuki adalah buku tabungan.
“Itu salah satu rekening bank yang aku miliki di mana aku
menyimpan sebagian uang kontrak saat aku masih menjadi pemain pro. Uang itu
bisa kamu gunakan demi menjaga Kotori untukku”
“Bahkan jika kamu memberiku ini, tidak seperti Kotori,
aku tetap takkan memaafkanmu, tahu”
“Jika aku menginginkan pengampunanmu, aku akan
menyerahkan ini di depan Kotori. Dengan begitu, akan sulit bagimu untuk
menghukumku, kan? Sebaliknya, aku akan merasa sedikit tidak nyaman jika pacar
Kotori memberikan pengampunan terlalu mudah. Oleh karena itu, kamu bisa terus
menyimpan dendam terhadapku ”
“…Jadi”
Yuuki kemudian memeriksa isi buku tabungan.
“...Hei, seperti yang diharapkan, bukannya menurutmu ini
salah satu digit? Tak peduli bagaimana aku melihatnya, jumlah ini ...”
“Apa itu terlalu banyak? Maka aku akan senang jika kamu
menggunakannya jika terjadi sesuatu pada Kotori. Ngomong-ngomong, nomor pinnya
1111”
“Nomor pin yang terlalu gampang. Kamu terlalu malas.”
“Padahal kurang benar, ...”
Maksudmu apa?
Shimizu berbicara kepada Yuuki, yang memiringkan
kepalanya.
“Sebelas November, … Itu adalah hari ulang tahun ibu
Kotori.”
Shimizu memiliki senyum mencela diri sendiri di wajahnya.
“Untuk hal-hal seperti ini, Kurasa itu bukan masalah besar
untuk mengubahnya. Hanya saja, ya. Aku hanya tidak ingin mengubahnya.”
“…Hei, Shimizu. Jika itu wanita, ada banyak dari mereka
di luar sana. Dan ketika kamu mengatakan seseorang yang terobsesi pada satu
orang itu bodoh, apa kamu sedang membicarakan dirimu sendiri?
Shimizu baru berusia 28 tahun ketika dia kehilangan ibu
Hatsushiro. Meskipun sudah pensiun, Ia punya cukup uang dan bisa mencari
pasangan baru sebanyak yang Ia mau.
“Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan ... aku lupa”
“Begitu ya… Baiklah, kalau begitu aku akan menerima ini
dengan rasa terima kasih”
Yuuki memasukkan buku tabungan ke dalam sakunya.
Tepat pada saat itu, “Sudah hampir waktunya,” ujar sipir
penjara kepada Yuuki.
Yuuki berdiri dari tempat duduknya.
“Yuuki-kun. Mungkin ini adalah sesuatu yang tidak berhak aku
katakan, tapi…” kata Shimizu, menundukkan kepalanya dalam-dalam.
“Tolong… Jaga Kotori”
“Ya, serahkan dia padaku. Dan kamu juga lebih baik
menjaga dirimu sendiri”
◇◇◇◇
“Apa yang kamu bicarakan dengan ayah?” Hatsushiro
bertanya saat mereka sedang berjalan dalam perjalanan pulang.
“Hm? Aah, hanya sedikit pembicaraan antar laki-laki.”
"Fufu, apa maksudnya itu,” kata Hatsushiro dan
terkekeh.
“…”
Namun, wajahnya yang tersenyum tampak agak suram.
“Hei, Hatsushiro. Seperti yang kuduga, kamu masih
khawatir Shimizu ditangkap? Mungkinkah kamu merasa kalau itu salahmu?”
“Itu… Ya, sedikit”
“Oh yah, kurasa bahkan jika aku memberitahumu itu bukan
salahmu, itu tidak akan membuatmu merasa tenang.”
Yuuki juga berhutang budi pada Fujii. DIa berencana untuk
meminta maaf habis-baisan kepada Fujii nanti.
“Kurasa begitu… ini sudah seperti sifatku”
Kemudian Hatsushiro menghentikan langkahnya.
“Hei, Yuuki-san. Kemarin aku memberitahumu tentang ibuku,
kan?”
“Ya”
Sepanjang hari kemarin, Yuuki mendengarkan seluruh kisah
hidup Hatsushiro.
“Sejak hari itu, aku menjadi diriku sendiri, bertindak
egois dan menyebabkan ibuku meninggal, aku mulai berusaha membantu ayahku untuk
menggantikan ibuku. Aku ingin mengembalikan kebahagiaan yang diambil darinya
karena aku. Untuk itulah aku hidup. Tapi pada akhirnya, justru berakhir seperti
ini…”
Wajah Hatsushiro tampak seperti di ambang menangis.
Astaga...
Seperti yang Shimizu katakan. Dia terlalu baik, itu membuatku jadi khawatir.
Yuuki merentangkan tangannya dan memeluk Hatsushiro.
Seperti yang Ia lakukan dua hari lalu. Dengan lembut, tapi erat.
“Aku akan membuatmu bahagia. Dan tolong terus buat aku
bahagia juga”
“…Iya”
Hatsushiro juga melingkarkan tangannya di tubuh Yuuki,
dan mereka saling berpelukan erat.
Kehangatan lembut menyelimuti mereka berdua.
Sambil membenamkan wajahnya di dada Yuuki, Hatsushiro
berbicara.
“Alasanku untuk hidup ... aku telah menemukannya”
“Begitu ya… aku senang mendengarnya…”
Yuuki kemudian berbicara dengan suara lembut.
“Tapi kamu tahu, bukan hanya alasan untuk hidup untukku…
Tapi mari kita temukan berbagai hal menyenangkan untuk dilakukan mulai
sekarang, oke?”
Betul sekali. Kehidupan Hatsushiro baru saja dimulai.
Bukan untuk tinggal di tempat ibunya, tapi untuk memilih apa yang dia inginkan
dengan kehendaknya sendiri. Kehidupan bersama seperti itu akan segera dimulai.
“Iya. Tapi karena aku akan merasa kesepian jika
melakukannya sendiri, tolong tetaplah bersamaku, Yuuki-san. Oke?”
“Ya tentu saja. Aku juga tidak ingin melakukannya tanpamu”