Epilog – Pacar Dan Masa Muda
Kelabu
Yuuki Yuusuke bangun sedikit lebih awal dari jam alarmnya
seperti biasa.
Seperti biasa, Ia mematikan alarm yang belum berbunyi,
berganti seragam, dan menyantap sarapan.
Untuk menu sarapannya, Yuuki cuma memakan onigiri dan jus sayuran yang Ia
beli dari minimarket tempo hari. Hal ini juga masih sama seperti biasanya. Ia
bahkan tidak mengatakan “Ittadakimasu,” atau “Terima kasih untuk makanannya.”
Ia kemudian meninggalkan ruangan apartemennya sambil
membawa bahan belajarnya, yang sudah Ia masukkan ke dalam tasnya kemarin.
Ia tidak mengatakan “Aku pergi dulu.” Tidak ada orang
yang bisa Ia ajak bicara, jadi itu tidak perlu.
Hari ini juga, seperti biasa, Ia akan belajar untuk
mengejar mimpinya menjadi seorang dokter. Cuma itu saja.
Yuuki berangkat menelusuri rute biasa yang menuju ke
sekolah.
“──Jadi aku baru saja bermimpi nostalgia seperti itu,”
ujar Yuuki sambil mengunyah sarapannya.
Sebulan telah berlalu sejak insiden Shimizu.
Liburan musim panas juga telah berakhir, dan awal
semester baru akan dimulai hari ini.
“Begitu ya… Jadi itu mimpi sebelum kamu bertemu denganku,
ya,” balas Kotori sambil memakan ikan bakar dari seberang meja dengan rapi.
Luka yang disebabkan oleh Shimizu sebulan yang lalu telah
sembuh total, dan bahkan tidak ada bekas memar.
Dan kemudian, seragam yang dikenakan Kotori adalah
seragam sekolah Yuuki.
Setelah kejadian itu, teman lama Shimizu, yang mana
adalah kepala sekolah, memberikan berbagai macam bantuan. “Aku minta maaf karena begitu dekat dengannya, namun gagal
menyadarinya,” kepala sekolah meminta maaf seperti itu kepada Kotori.
Sementara itu, beliau mengusulkan Kotori untuk pindah ke sekolah Yuuki dari
sekolah khusus perempuannya yang mana rumor buruk sudah menyebar.
Kotori menerima usulan tersebut, lulus ujian masuk, dan
mulai bersekolah di sekolah yang sama dengan Yuuki, sebagai siswa satu tahun di
bawahnya.
“Ya, kurasa kamu bisa menggambarkan bahwa aku seperti
robot … Ini baru tiga bulan, tapi aku merasa sangat bernostalgia”
“Seperti robot?”
“Ya. Rasanya seperti, tidak punya alasan untuk hidup. Aku
merasa seperti mesin yang hanya memiliki tujuan, dan bekerja dengan tenang
untuk mencapainya. Tapi sekarang, aku punya alasan untuk hidup, memakan sarapan
bersamamu yang dimasak olehmu seperti ini, Kotori.”
Ngomong-ngomong, tempat tinggal Kotori yang sekarang adalah
gedung apartemen yang sama dengan Yuuki. Artinya, mereka bertetanggaan.
Itu sebabnya mereka bisa sarapan bersama seperti ini.
Waktu makan malam juga, berpegangan tangan dan meringkuk bersama sebelum tidur
juga. Seperti yang diharapkan, mereka tidak bisa tidur bareng lagi, tapi selain
itu, kegiatan mereka tidak jauh berbeda saat mereka tinggal bersama.
“Selain itu, mengucapkan 'selamat pagi' kepadamu di pagi hari, mengatakan 'aku pulang' ketika aku sampai di rumah,
jalan-jalan bersama, dan bersantai sambil berpegangan tangan sebelum tidur.”
“Alasanmu untuk hidup sudah banyak, iya ‘kan?”
“Semua yang berhubungan denganmu adalah alasanku untuk
hidup, Kotori.”
“…”
…Fiuh, kurasa
itu skakmat, ya, pikir Yuuki dalam hatinya.
Sudah tiga
bulan sejak aku mulai berpacaran dengan Kotori. Dan akhirnya, dengan wajah
datar, aku, tidak, sambil merasa sedikit malu tapi tidak terlalu terlihat jelas
aku gugup, aku bahkan bisa menyampaikan kalimat memalukan itu.
Ayo, Kotori.
Tunjukkan wajah tersipumu, pikirnya.
Namun, Kotori memegang cangkir puding susu buatan sendiri
di depan Yuuki, dan menyendoknya dengan sendok di tangannya, dan mengulurkannya
di depan Yuuki.
“Ini. Yuuki-san”
“…Ada apa, Kotori?”
“Kamu mengatakan beberapa hal yang membuatku bahagia,
jadi kupikir aku akan menyuapimu ini.”
…apa yang dia
bilang!?
Aku bakal
disuapi. Kalau dipikir-pikir lagi, kami memang belum pernah melakukan itu.
“Kamu tidak mau?”
Kotori memiringkan kepalanya.
...Astaga, kamu
sangat imut sekali, oi.
“Tentu saja mau.”
“Baiklah kalau begitu, katakan aah”
Yuuki membuka mulutnya, dan memakan puding susu di sendok
Kotori.
Seperti biasa,
rasanya sangat pas, tidak terlalu manis tapi lembut. Yah, sekarang aku sedang
menikmati kemanisan dalam arti yang berbeda, sih.
“Apa rasanya enak?”
Yuuki dengan jujur menganggukkan
kepalanya.
Aa sialan,
tentu saja enak. Saking enaknya sampai membuatku bahagia, tau.
Yuuki mengunyah dengan mulutnya saat Ia tersipu.
“Fufu. Terima kasih sudah memakannya dengan sangat enak”
Kotori tertawa kecil melihat reaksi Yuuki.
“Kalau begitu, ayo kita beres-beres dan bersiap-siap
untuk pergi ke sekolah, Yuuki-san,” kata Kotori dan berdiri.
Uh. Aku
berpikir untuk membuat Kotori merasa malu, tapi keadaannya malah berbalik
padaku.
Sial ... aku
harus meningkatkan ... Hmm?
“Hei, bukannya telingamu merah?”
“A-Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan?”
Dia kemudian membuang muka melihat ke arah lain yang
menghadap jauh dari Yuuki, dan mencoba menutupi telinganya dengan kedua tangan.
“…Yah, kamu juga merasa malu, kan? Coba, lihat ke sini”
“…Muu”
Kemudian Kotori berbalik untuk melihat ke arah Yuuki, dan
wajah cemberutnya berubah semerah dirinya.
“Oke, kalau begitu aku akan menyuapimu juga”
"Ya ya, aku akan mengambil piring”
“Ah, Hei. Jangan kabur, Kotori”
…Ya, inilah
yang dinamakan kebahagiaan.
Begitulah keseharian baru Yuuki.
Kehidupan sehari-hari, di mana Ia dan Kotori melakukan
percakapan sepele.
Waktu pagi,
yang mana biasanya dihabiskan untuk bersiap-siap dan meninggalkan kamarku
ketika aku sendirian, telah menjadi sangat menyenangkan.
Pada hari itu,
beberapa hari sebelum aku bertemu Kotori. Aku entah bagaimana sangat
menginginkan seorang pacar. Itu, mungkin, aku secara tidak sadar mengharapkan
kehangatan seperti ini, pikir Yuuki. Belakangan ini, Ia mulai memiliki pemikiran seperti itu.
“Hah? Kalau dipikir-pikir, surat apa itu?,” tanya Kotori,
saat melihat kertas tulis merah muda dan amplop di atas meja ketika Yuuki
hendak membawa tumpukan piring ke dapur.
“Hm? Ah, yang itu?”
Yuuki kemudian berbicara sambil memasukkan kertas tulis
ke dalam amplop.
“Yah, anggap saja sebagai laporan rutin”
◇◇◇◇
Dan beberapa hari kemudian.
Ibu Yuuki menerima surat dari putranya.
'Sebulan
sekali, Kamu harus mengirimi laporan terbaru yang sangat antusias ke dalam
surat'
Itulah kondisi yang diberikan ibunya saat Yuuki
meninggalkan rumah orang tuanya.
Sampai sekarang, surat-surat yang dikirim sangat
menggambarkan sifat Yuuki dan seperti robot, laporan terbaru tentang kemajuan
nilainya, kesehatan fisik, dan tabungannya ditulis secara rinci. Dan ibu Yuuki
dengan bosan mengatakan, “Bukan itu yang
ibu maksud.”
Namun, surat hari itu benar-benar berbeda dari
sebelumnya.
Surat itu dimulai dengan kalimat ini.
_________________________________________
Ibuku tersayang,
Aku punya pacar.
Aku akhirnya punya pacar!!
Pacar terbaik yang pernah ada!!
_________________________________________
Sejak saat itu, selembar kertas ukuran A4 dikhususkan
untuk menulis tentang bagaimana pacarnya itu merupakan pacar terbaik. Melihat
surat yang seperti itu, ibunya merasa cringe
sendiri sampai merasa kalau tubuhnya akan tercabik-cabik.
Ini sangat memalukan.
Anakku, membuatku cringe berarti kamu sudah dewasa, ya?
Perasaan seperti itu terlintas di benak ibunya pada suatu hari di musim
panas.
<<=Sebelumnya | Daftar isi
| Selanjutnya=>>