Chapter 5
Keesokan paginya.
“Ryuuto, ayo bangun, ini sudah
pagi~!”
Aku bisa mendengar suara
Shirakawa-san dari jauh.
Suara pintu kamar dibuka, dan
langkah kaki ringan memasuki ruangan. Tak berselang lama, suara tirai dibuka.
Mimpi,
ya.
Mimpi
hari ini benar-benar mimpi yang cukup bagus.
Mimpi
seperti ini… dimana aku dan Shirakawa-san bisa tinggal di bawah atap yang sama.
…Hmmm?
Di
bawah atap yang sama!?!
“Ryuuto! Mau sampai kapan kamu
tidur terus?”
“Uwaaaa!?!”
Saat aku bangkit dari futon,
ada wajah Shirakawa-san dari dekat di depan mataku.
“…!”
Jaraknya begitu dekat
sampai-sampai kami bahkan bisa berciuman, dan jantungku yang terbangun terasa
seperti akan berhenti berdetak.
Mata
besar… imut…
Mungkin karena baru bangun
tidur, otakku sudah kehilangan banyak kosa kata.
Rupanya, Shirakawa-san baru
saja berlutut dan mengintip ke arahku, mencoba membangunkanku.
“Ryu…”
Pipi Shirakawa-san memerah, dan
dia buru-buru memalingkan wajahnya.
“Ryuuto, ini sudah pagi…?”
Masih dengan sedikit
kegelisahan, dia memberitahuku sambil melirikku.
“Y-ya, maaf…”
Ketika aku melihat smartphone-ku
di dekat bantal, waktu sudah menunjukkan jam tujuh. Jika ini liburan musim
panas tanpa rencana, aku mungkin akan kembali tidur jika di jam segini, tapi
hari ini berbeda.
Mulai hari ini, aku akan membantu warung pantai Mao-san bersama Shirakawa-san. Karena sudah direpotkan, aku menawarkan diri untuk membantu dengan cara apapun yang aku bisa. Jadi kami bertiga kemudian akan pergi dengan mobil Mao-san untuk waktu pembukaan pada jam sembilan.
Shirakawa-san mengenakan
t-shirt dan celana pendek, yang terlihat lebih kasual dari biasanya. Ketika aku
melihat lebih dekat, aku bisa melihat tali baju renang mengintip dari kerah
t-shirt, jadi sepertinya dia memakai baju renang di balik bajunya.
“Ayo cepat turun! Sarapan sudah
siap”
Lalu aku mengikuti
Shirakawa-san ke bawah, yang mengatakan itu padaku.
Sesampainya di lantai satu,
sarapan sudah berjejer di atas meja di ruang tamu, yang juga merupakan ruang makan.
“Ah, permisi…”
Merasa menyesal, aku pergi ke
dapur dan menemukan Mao-san menyiapkan nasi ke mangkuk semua orang.
“Pagi~! Apa kamu tidur dengan
nyenyak?”
“Ah iya….”
Kemarin malam, Sayo-san memesan
sushi dari toko kenalannya, dan mengatakan “Karena kita punya tamu”. Pesta
penyambutan diperpanjang dengan sushi segar yang lezat, dan sekitar pukul 11 malam
aku berbaring di kasur di kamar yang tersedia di lantai dua. Saat aku mengingat
kembali kalau hari kemarin terlalu banyak kejadian, aku sulit tertidur dan
tidak bisa bangun karena alarm, sehingga mengarah ke masa sekarang.
“Selamat pagi, Ryuu-kun”
Dan Sayo-san muncul dari kamar
mandi. Sepertinya dia sedang mencuci
pakaian.
“Selamat pagi. Maaf saya tidak
bisa membantu menyiapkan sarapan …. ”
“Tidak apa-apa. Itu hanya sisa
yang dihangatkan kembali. Dan sup misonya dibuat oleh Luu-chan, loh”
Saat aku melihat ke belakang ke
arah Shirakawa-san, dan dia tertawa “hehehe”.
“Betul sekali!”
“Tapi Luu-chan biasanya bangun
siang. Tapi karena Ryuu-kun hari ini ada di sini, 'Aku juga ingin melakukan sesuatu', katanya”
“Nenek Sayo!!”
Wajah Shirakawa-san memerah,
dan meninggikan suaranya.
Shirakawa-san,
kamu sampai membuat sup miso untukku…
Pikiran itu membuatku tersenyum
kecil.
“Nenek Sayo lincah dan pandai
memasak, jadi ketika aku masih kecil, dia memanjakanku dengan membuatku
mengkhususkan diri dalam membawa piring. Tapi dia sudah berusia 90 tahun, jadi
aku ingin melakukan apa yang aku bisa juga ”
Mengatakannya seolah-olah
membuat alasan, Shirakawa-san mengipasi pipi merahnya dengan tangan.
Dia menunjukkan kasih sayangnya
dengan terus terang saat cuma ada kami berdua, tapi tampaknya, dia masih merasa
malu jika kerabatnya mengetahui tentang pengabdiannya.
Dan kemudian, kami berempat
duduk mengelilingi meja persegi dan sarapan.
Lauk pauknya sederhana, seperti
acar buatan tangan Sayo-san, ikan kering, dan nattou. Tapi kalau di rumahku
sendiri, aku sarapan dengan sereal atau roti jadi menu sarapan ini terasa segar
untukku.
Makanan yang dibuat
Shirakawa-san adalah sup miso lobak dan rumput laut. Ada ketidakrataan dalam
ketebalan lobak, dan aku perlu lebih banyak tenaga untuk mengunyah lobak yang
lebih tebal, tapi rasanya masih tetap enak.
“…Bagaimana itu?”
Saat aku sedang mencicipi sup
miso, Shirakawa-san bertanya dari sebelahku. Wajahnya terlihat sedikit cemas.
“Ya, rasanya enak”
Shirakawa-san tersenyum ketika
aku menjawab.
“Syukurlah”
Senyum lega yang menghias
wajahnya sama mempesonanya dengan cahaya matahari pagi.
◇◇◇◇
Sama halnya dengan kemarin, hari
ini pancaran sinar mentari musim panas menyinari pantai.
“Aku ingin meminjam loker”
“Iya! Harganya 1.000 yen per
orang dengan mandi air hangat.”
Mungkin karena dia sudah
membantu selama dua minggu, Shirakawa-san menangani pelanggan yang datang ke warung
pantai “LUNA MARINE” dengan cara yang berpengalaman. Aku melihatnya sekilas,
karena aku sedang bekerja di waktu luangku, mengelap meja dan memposisikan
ulang tempat sumpit sekali pakai.
Banyak pelanggan datang untuk
berganti pakaian di pagi hari, tapi menjelang siang hari, jumlah pelanggan yang
membeli makanan berlipat ganda, dan secara bertahap kursi di dalam toko mulai terisi.
Ketika jumlah pengunjung mereda,
mendekati jam dua, kami dipanggil oleh Mao-san.
“Aku akan mengisi ulang
persediaan dan memeriksa keadaan nenek sebentar, jadi apa kalian bisa menjaga
toko untukku?”
“Ya, tentu saja! Hati-hati~”
“Kalian berdua bisa
beristirahat~. Dan makan apapun yang kamu suka jika merasa lapar”
“Ya!”
Shirakawa-san menjawab, dan aku
juga melihatnya pergi sembari mengangguk padanya.
“Ryuuto, kamu bisa makan siang
duluan. Aku punya es krim di belakang tadi”
“Kamu yakin? Terima kasih"
Dengan pertimbangan Shirakawa-san,
aku mulai makan takoyaki di sudut ruang tikar tatami sendirian.
Pada saat itulah terjadi….
“Ah, Luna-chan”
“Dia di sini lagi hari ini”
Suara laki-laki playboy
mengagetkanku, dan aku melihat ke arah pintu masuk toko.
Dua pria muda dengan pakaian
renang dan kulit kecokelatan, berjalan masuk dan menyapa Shirakawa-san dengan
seringai nakal.
“Selamat …..datang”
Entah bagaimana, senyum
Shirakawa-san juga berubah kaku.
“Luna-chan, apa kamu sendirian
sekarang?”
“Kamu juga sangat imut hari
ini. Kamu tinggal di mana? Dekat sini?”
Sembari menjawab “Ahaha~” dan
senyuman, Shirakawa-san mencoba menangkis rentetan pertanyaan dari 2 pria
tersebut. Dia memandang sekilas ke arahku, dan aku merasakan SOS darinya.
Tentu
saja aku ingin membantu Shirakawa-san. Tapi…
Menakutkan!
Mereka juga terlihat lebih tua, dan tipe orang yang ceria, atau bahkan galak,
dan tipe orang yang paling tidak aku sukai.
Sementara aku masih ragu-ragu,
mereka berdua terus mencoba berbicara dengan Shirakawa-san.
“Siapa yang ingin kamu coba
dulu*, aku atau orang ini?” (TN : Bisa diartikan buat cinta satu malam)
“Eh…”
“Sekali coba! Cuma memberi kami
kesempatan main satu ronde.”
Mungkin karena terpengaruh
alkohol, mereka berdua tidak membaca suasana hati, dan mulai mendatanginya
dengan semangat tinggi.
“Ngomong-ngomong, orang ini
gampang crott-nya”
“Nuh-uh, tapi punyaku sangat
besar”
“….”
Ini
keterlaluan. Mereka terang-terangan melakukan candaan jorok.
Seperti yang diharapkan, wajah
Shirakawa-san bahkan terlihat bermasalah. Ketika aku melihatnya, sesuatu
berkobar dalam diriku.
“Permisi!”
Ketika aku bangun dari tikar
tatami, para pria terkejut dan melihat ke arahku. Rupanya, mereka tidak
menyadari kehadiranku.
“Ap… Apa anda mau pinjam loker?
Atau untuk makan?”
Ini gayaku sendiri untuk mengatakan
"Cepat keluar dari sini jika kamu tidak punya urusan”
Dan kemudian, seolah
menyembunyikan kecanggungan mereka, para pria itu menyeringai dan saling memandang.
“Ah…”
“Apa kamu pekerja sambilan-kun?
Kami bukan pelanggan”
“Kami akan kembali lagi, oke, Luna-chan”
Kemudian mereka berbalik, dan
meninggalkan toko, namun…
“…Ngomong-ngomong”
Salah satu dari mereka mulai
berbicara dengan Shirakawa-san lagi.
“Cuma sekadar bertanya. Pekerja
sambilan-kun, aku, dan orang ini, siapa yang punya kesempatan?”
Hah?
Kenapa
aku dilibatkan segala…
Mungkin berniat untuk
melecehkanku, atau mengolok-olokku, mereka menatapku sambil menyeringai.
Abaikan
saja orang-orang bodoh ini. Saat itulah, ketika aku
memikirkan hal itu di benakku dan mengerucutkan bibir.
“Ia”
Shirakawa-san dengan datar
menjawab mereka.
“Dan Ia itu pacarku”
Dengan alis terangkat dan sudut
matanya, dia memelototi mereka.
Ini pertama kalinya aku melihat
wajah Shirakawa-san yang sangat marah.
“Heh?”
“Seriusan?”
Wajah para pria itu tampak
terkejut.
“Enggak nyangka banget~…”
“Eh, kamu cenderung suka tipe begitu?”
Kemudian dengan wajah
menyedihkan, mereka meninggalkan toko kali ini.
“Menyebalkan~”
“Aku ingin tahu apa ada gadis
cantik di suatu tempat”
Mungkin karena kecanggungan
karena sudah ditolak, orang-orang itu membuat suara keras dan disengaja satu
sama lain, lalu menghilang.
“…Shirakawa-san, apa kamu
baik-baik saja?”
Aku segera memeriksa
Shirakawa-san.
“Maaf, aku tidak bisa
membantumu sebelum mereka mengatakan sesuatu yang aneh ...”
“Aku baik-baik saja”
Shirakawa-san menggelengkan
kepalanya.
“Aku juga minta maaf karena sudah
menyeret Ryuuto. Mereka adalah pelanggan yang sudah sering datang sejak minggu
lalu. Mereka bilang kalau mereka mahasiswa dari sekitar sini”
“Apa mereka selalu mendatangimu
seperti itu?”
“Tidak, yang ini baru pertama
kali. Aku pikir itu karena Mao-kun tidak ada di sini”
Begitu
ya. Tentu saja, jika ada orang dewasa yang tampan seperti Mao-san yang berjaga-jaga,
aku yakin mereka takkan bisa mendekatinya dengan percaya diri seperti itu.
Rasanya sangat menjengkelkan bahwa mereka meremehkanku karena itu aku, tetapi
ketika aku mengingat kembali perkataan Shirakawa-san tadi, mulutku jadi
senyum-senyum sendiri.
──Ia. Dan Ia itu pacarku.
Dia
dengan percaya diri mengatakan itu bahkan di depan para perayu. Hal itu membuatku
bahagia.
Apa
boleh aku menjadi pacarnya?
Sedikit
demi sedikit… ya, sedikit demi sedikit, aku mulai bisa mempercayainya.
“….Kamu tahu, aku sering
kepikiran.”
Tiba-tiba, Shirakawa-san mulai
berbicara dengan tatapan sulit.
“Orang-orang yang mendekatiku
selalu semacam itu. Kenapa bisa begitu ya?”
Seolah-olah bertanya pada
dirinya sendiri, dia lalu menyilangkan tangannya.
“Mantan pacarku juga hampir
sama, dan bisa dibilang, Mao-kun juga tipe seperti itu, ‘kan? Sebelumnya aku
tidak terlalu memikirkannya… Tapi aku sudah sering berbicara dengan Ryuuto
akhir-akhir ini, jadi aku merasa sangat tidak nyaman”
Aku diam-diam menatapnya
berbicara.
“Shirakawa-san, apa kamu tidak
menyukai tipe orang seperti itu?”
Yah,
yang barusan agak terlalu buruk tapi bahkan sekarang, aku tidak bisa
menghilangkan perasaan bahwa jika kamu bukan pria mudah bergaul yang tampan,
kamu tidak akan layak berdiri di sampingnya. seorang gadis cantik seperti
Shirakawa-san.
“Eh? Tidak juga”
Shirakawa-san dengan cepat
menjawab.
“Sebenarnya, aku tidak
mempunyai tipe kesukaan atau semacamnya. Ada artis yang menurutku keren di TV,
tapi cinta itu tentang komunikasi, ‘kan? Aku juga tidak bisa mulai berpacaran
kecuali orang itu menyukaiku”
“Begitu ya…”
Bagi
gadis, ada berbagai macam pola cinta, ya. Ada tipe seperti Shirakawa-san, yang
pada dasarnya ingin berpacaran dengan seseorang yang menembaknya, ingin
mengenal satu sama lain dari sana dan jatuh cinta, atau tipe seperti
Kurose-san, yang tampaknya memiliki perasaan yang tumbuh di dalam diri mereka.
“Itu artinya, orang yang
membuatmu jatuh cinta adalah tipemu… apa itu berbeda dari itu?”
Saat aku bertanya,
Shirakawa-san menatap langit-langit dengan wajah yang rumit.
“Mmmmm…”
Setelah berpikir sebentar, dia
terlihat sedikit malu.
“…Mungkin. Mungkin, seseorang
seperti Ryuuto adalah tipeku…”
Dia bergumam dengan suara
kecil, dan menatapku.
“Ngomong-ngomong, aku
mencintaimu Ryuuto”
Shirakawa-san
dengan pipi yang merah merona sambil tersenyum masih terlihat sangat manis.
“Uuu…”
Aku dibuat tersipu sehingga
tanpa sadar aku menekan jantungku.
Dan Shirakawa-san menatap
wajahku yang seperti itu.
“Bagaimana dengan Ryuuto?”
“Hmm?”
“…Bukannya gadis seperti Maria
adalah tipemu?”
Barusan, aku benar-benar
memikirkan tentang Kurose-san jadi aku terkejut.
Dadaku
terasa sakit saat mengingat tentang Kurose-san. Tapi, ketika aku melihat
Shirakawa-san yang ada di hadapanku, aku menyadari sekali lagi bahwa aku tidak
bisa mengkhianatinya.
“Jadi~? Bagaimana?”
Shirakawa-san terlihat cemberut,
menurunkan alisnya, dan menatapku cemas dengan kepala dimiringkan. Saat aku
melihatnya seperti itu, perasaan cinta membanjiri dadaku.
Seperti
yang diharapkan, bahkan aku memiliki keyakinan dalam hal itu. Dan itu... dia
merasa cemburu padaku.
Imut
banget…
“Nnn…”
“…!?”
Saat aku mengerang,
Shirakawa-san menjadi tersipu.
Imut.
Dia sangat imut sampai-sampai membuatku bisa mati ...
“Jika kita berbicara tentang
tipe, tipe yang sopan dan polos tentu lebih aku sukai ketimbang tipe gyaru,
tapi…”
Shirakawa-san menyusut
mendengar kata-kataku.
Imut.
Aku
ingin melihatnya lebih seperti itu, jadi aku merasa lebih ingin menempatkannya
di tempat, tapi aku akan merasa kasihan padanya jika aku melakukan sesuatu yang
begitu kejam seperti itu.
“Shirakawa… Luna-san adalah
tipeku, begitulah menurutku”
Saat aku mengatakan itu
padanya, pipi Shirakawa-san memerah.
“Kenapa sampai pakai nama
lengkap segala!?”
Dengan seluruh wajahnya merah
padam dalam sekejap, Shirakawa-san membuka mulutnya.
“A-Aku juga heran kenapa. Aku
hanya berpikir itu akan menyampaikannya dengan lebih baik … ”
Shirakawa-san merasa sangat
malu, jadi aku juga ikutan tersipu, merasa seperti telah mengatakan sesuatu
yang memalukan.
“Kamu tahu, Ryuuto. Kamu itu
sangat licik. Kamu sama sekali bukan playboy, tapi kamu mengatakan sesuatu
seperti itu dengan sangat serius ”
Shirakawa-san menggerutu dengan
wajah yang masih memerah.
“Dan terlebih lagi, pada
akhirnya kamu mengatakan hal yang sama dengan apa yang kukatakan”
“…Kamu benar”
“Yah, tidak apa-apa, sih”
Kemudian, Shirakawa-san
tersenyum kecil.
“Kita .. sama-sama tipe yang
disukai masing-masing, ‘kan?”
“Sepertinya… begitu, ya”
Jika
itu yang dia rasakan, aku sangat senang.
Ketika tatapan mata kami
bertemu, aku jadi merasa malu, lalu menunduk ke bawah, dan, "fufu", aku
tertawa. Saat aku melihat sekilas kea rah Shirakawa-san, dia sepertinya juga
melakukan hal yang sama.
Rasanya memang memalukan tapi
ini waktu yang membahagiakan.
“Permisi, aku ingin membeli minum.”
Kemudian, ada suara orang
berseru dari pintu masuk. Saat melihat kea rah pintu, aku menemukan seorang
pelanggan berdiri di depan lemari es di etalase, di mana botol PET direndam
dalam air es.
“Ah…”
“Iyaaaa!”
Lebih cepat sebelum aku bisa
bergerak, Shirakawa-san berlari menuju pintu masuk.
“Takoyaki akan menjadi dingin,
tau? Cepat dimakan dulu”
Dia
melihat ke belakang ke arahku dan mengedipkan matanya sangatlah mempesona...
Kurasa aku tidak keberatan jika musim panas ini berlanjut selamanya.
◇◇◇◇
Setelah Mao-san kembali, kami
berdua beristirahat dan bermain-main di laut. Shirakawa-san benar-benar bermain
seperti anak kecil, dan melihatnya juga menyenangkan bagiku.
Saat itulah, ketika kami berada
di dalam mobil untuk pulang setelah waktu tutup.
“Ah, Mao-kun”
Di kursi belakang yang duduk di
sebelahku, Shirakawa-san berbicara seolah dia baru saja mengingat sesuatu.
“Apa kamu sudah membeli apa
yang aku minta?”
“Ah, ya. Untuk daging sapi, apa
kamu tak masalah dengan daging yang sudah dipotong-potong?”
“Eh? Sudah dipotong-potong?”
“Kamu mau menggunakannya untuk
apa?”
Shirakawa-san ditanya dari
kursi pengemudi melalui cermin, dan dia melirik wajahku dan membuang muka.
“Hmmm …”
“Yah, selama itu bukan untuk
sesuatu seperti bola nasi yang dibungkus dengan daging, bahan itu bisa
digunakan untuk sebagian besar hidangan, ‘kan?”
“Syukurlah, terima kasih!”
“…?”
Aku
ingin tahu tentang apa ini. Apakah Shirakawa-san akan memasak?
Setelah kami tiba di rumah,
Shirakawa-san dengan cepat mandi, berganti pakaian, lalu dengan cepat dan
bersemangat memulai persiapan sesuatu di dapur.
“Oh, Luu-chan. Apa ada yang
salah?”
Ketika dia dipanggil oleh
Sayo-san, Shirakawa-san menjawab dengan senyum penuh tekad.
“Hari ini, aku akan membuat
makan malam!”
“Ara”
Sayo-san tersenyum, dan
menatapku.
“Terima kasih, aku
menantikannya”
“Ak-Aku juga akan membantu”
Saat aku akan bergabung
dengannya di dapur karena aku tidak ada kerjaan, Shirakawa-san menghentikanku
dengan tangannya.
“Enggak usah! Ryuuto, kamu duduk
saja dan main beberapa game ”
“Eh… o-oke…”
Jika aku diberitahu begitu
seperti itu, aku tidak bisa tidak berpikir apakah aku harus membantunya atau
tidak.
Dan kemudian, saat aku sedang
menunggu Shirakawa-san di sudut ruang tamu sambil bermain dengan ponselku.
“Hah? Nenek Sayo~?”
“Nn~?”
Dipanggil oleh Shirakawa-san,
Sayo-san, yang sedang duduk di meja minum teh sambil menonton TV, berdiri dan
menuju dapur.
“Kentangnya ada di mana?”
"Kentang? Kupikir kita
tidak memilikinya sekarang”
“Eh, bukannya terakhir kali
kita punya kentang!?”
“Kupikir aku membuatnya menjadi
kroket kemarin”
“….Aaaaaa~~”
Shirakawa-san berteriak dengan
pose apa yang disebut "tidaakkkk!".
“Apa masih ada sisanya? Tidak ada
yang memberi? ”
“Aku tidak menerima kentang,
tahu. Lagipula tidak ada yang memproduksinya di sekitar sini ”
“Eh~…”
“Memangnya kamu harus
menggunakan kentang? Bagaimana dengan ubi jalar?”
“Nggak…”
“Sebenarnya kamu mau memasak
apa?”
“….daging….”
“Eh?”
“….tew”
“Eh? Stew Daging dan kentang?”
“Tidak, jangan katakan itu!!”
Mendengar suara keras
Shirakawa-san, tanpa sadar aku berdiri dan mengintip ke dapur.
“….Ah”
Tatapan Shirakawa-san dan
mataku bertemu, dan dia terlihat seperti akan menangis.
“…Padahal aku berpikir untuk
membuatnya menjadi kejutan~…”
“Kejutan? Apa kamu
menyembunyikannya dari Ryuu-kun? maafkan aku, Luu-chan”
Bahkan Sayo-san menjadi bingung
saat melihatnya seperti itu.
“Tapi, menyebutnya sebagai 'kejutan' sambil membuatnya ketika orang
itu berada di dekatmu rasanya justru... Iya ‘kan?”
Ditanya begitu oleh Sayo-san,
aku hanya bisa tersenyum masam.
“Shirakawa-san… Apa kamu
mencoba membuatkan stew daging dan kentang
untukku? Terima kasih banyak”
“…Tapi, tidak ada kentang….”
Shirakawa-san merasa sedih.
“Mau aku belikan?”
Saat aku mengajukan penawaran
itu padanya, Shirakawa-san mengangkat wajahnya dengan penuh semangat.
“Aku akan pergi membelinya.”
Melihat kami seperti itu,
Sayo-san tersenyum.
“Yah, bagaimana kalau kalian
berdua pergi membelinya? Tempatnya dekat di 'Toko
Ishida', Kamu bisa sampai di sana dengan berjalan kaki”
◇◇◇◇
Jadi, aku pergi bersama
Shirakawa-san untuk membeli kentang.
Rupanya, ada toko kelontong
kecil bernama "Toko Ishida" sekitar delapan menit berjalan kaki
menaiki lereng di sepanjang jalan utama di depan rumah Sayo-san.
Waktu sekarang masih belum
pukul 6 sore di awal Agustus, dan langit masih belum menunjukkan tanda-tanda
akan menjelang malam. Suhunya juga tidak turun sebanyak itu, dan aku bisa
merasakan pakaianku berkeringat setiap kali menaiki lereng yang landai.
“…Ryuuto, apakah kamu suka stew
daging dan kentang?”
Sambil berjalan di sampingku,
Shirakawa-san dengan santai menatapku seolah mengintipku, dan bertanya.
“Eh? ….Ya, aku menyukainya”
Ini semacam "suka", di mana aku jarang
memilihnya sendiri saat makan di luar, tapi aku akan senang jika hidangan itu
dijadikan sebagai lauk untuk makan malam.
Shirakawa-san tersenyum
mendengar jawabanku.
“Syukurlah! Aku pikir itu
mungkin terlalu klise, tapi saat menyangkut 'hidangan
yang ingin pacarku buatkan untuk aku' itu saja, kan? Aku penasaran apakah
Ryuuto akan menyukainya, dan kemarin aku mencari banyak resep sebelum tidur ”
Pipinya sedikit memerah saat
dia memberitahuku.
“Tapi aku tidak bisa membuatnya
menjadi kejutan”
Aku tersenyum padanya, yang
memasang senyum getir.
“Aku masih merasa senang bahkan
jika itu bukan kejutan, tahu”
Aku berbicara seolah-olah untuk
menghiburnya.
“Semua yang Shirakawa-san coba
lakukan untukku… semuanya membuatku bahagia”
“Ryuuto…”
Shirakawa-san menatapku, dan tatapan
matanya menjadi basah. Dan kemudian dia tersenyum, seolah-olah berusaha
menyembunyikan rasa malunya.
“Itu wajar, kan? Melakukan
sesuatu untuk Ryuuto. Lagipula aku ini pacarmu”
“Tapi bagiku, itu tidak wajar…
dan aku juga tidak ingin menganggapnya sebagai hal yang wajar”
Menjalani
hidup dengan pacar, ini pertama kalinya dalam hidupku.
Terlebih
lagi, seorang gadis cantik bernama Shirakawa-san menjadi pacarku.
Bahkan
jika satu, lima, atau sepuluh tahun dari sekarang aku bisa terus berpacaran
dengan Shirakawa-san… Bahkan jika suatu hari nanti menjadi hal yang wajar bagi
kita untuk bersama.
“Apa yang Shirakawa-san lakukan
untukku… Umm, bagiku, semua itu selalu spesial….”
Rasanya
sangat memalukan, ceroboh, dan tidak keren, tetapi aku harus mengatakannya
dengan benar.
“Perasaan ini… aku ingin selalu
menyimpannya bersamaku, selamanya”
Shirakawa-san tersenyum bahagia
usai mendengar perkataanku.
“…Begitu ya. Mungkin karena Ryuuto
seperti itu, aku jadi ingin melakukan sesuatu untukmu”
Dia bergumam dan menjatuhkan pandangannya
ke bawah.
“Hei, bisakah kita berpegangan
tangan?”
“Eh?”
“Kamu tidak mau karena panas?”
Dia menatapku dengan tatapan
memelas, dan aku menggelengkan kepalaku.
“Tidak, ayo berpegangan tangan”
Aku buru-buru menggosok
tanganku di celana untuk menyeka keringat di telapak tanganku.
“Sini…”
Tangan putih ramping
Shirakawa-san menumpuk di atas tangan yang kuulurkan… dan jari-jarinya yang
ramping terjalin di sela-sela tanganku.
“…!”
Ap-Apa
ini, mungkin... yang disebut gandengan ala kekasih...!?
Karena gaya berpegangan tangan
saat kami berkencan di taman adalah tipe normal, serangan mendadak ini membuat
jantungku berdegup kencang, dan suhu tubuhku tiba-tiba melonjak.
“Hehe”
Shirakawa-san tersenyum malu-malu,
dan kepalanya menyandar di bahuku sekali.
“Cuacanya panas, iya ‘kan~”
“... La-Lagipula ini musim
panas”
“…Mau berhenti pegangan tangan?”
“T-tidak! Aku baik-baik saja”
Jadi, kami berjalan di jalan
pegunungan sembari bergandengan tangan, sampai kami tiba di toko.
"Toko
Ishida" yang Sayo-san beritahu adalah toko kelontong kecil
di tengah antara minimarket dan supermarket (seukuran minimarket). Ada tumpukan
besar makanan yang tidak mudah rusak seperti minuman dan permen, tapi kelihatannya
ada juga beberapa rak dengan sayuran dan paket daging.
“Ah, itu kentangnya!”
Melihat di bagian rak sayuran,
Shirakawa-san berlari ke sana, dan memasukkan jumlah kentah yang dibutuhkan ke
dalam keranjang.
Setelah itu, ketika kami menuju
ke kasir di mana om-om sedang duduk diam, Shirakawa-san melihat rak minuman.
“Aah, kurasa aku juga akan
membeli cola”
Mungkin karena Sayo-san memberi
kami uang seribu yen dan berkata, “Beli
saja apapun jika ada yang kamu inginkan”.
“Hei, Ryuuto, apa yang ingin
kamu makan besok?”
“Eh? Apa saja tak masalah sih…”
Aku sudah diurus dan juga tidak
bisa memasak sendiri, jadi kupikir itu pernyataan dengan niat baik, tapi
Shirakawa-san menggembungkan pipinya.
“Mouuuu~! 'Apa saja tak masalah' adalah hal yang paling menyusahkan seorang
istri, tahu? Apa kamu tidak tahu kalau itu pernah viral di SNS?”
“Eh!?”
Meski aku dikejutkan oleh
pernyataan "istri" yang tiba-tiba, aku merenungkan apa yang dikatakan
Shirakawa-san, dan buru-buru memikirkan apa yang ingin kumakan.
“Biar kupikir dulu ... Bagaimana
dengan steak hamburg?”
“Steak Hamburg? Bagaimana kamu
membuatnya?”
“Ehh….umm... mau aku carikan di
internet cara membuatnya?”
“Biar aku saja yang mencarinya!
… umu..jadi bahan yang diperlukan cuma daging giling dan bawang~!”
Kami kembali ke bagian sayuran,
memasukkan bawang ke dalam keranjang belanja, lalu menuju bagian daging.
“Daging giling… Ah, ketemu”
Shirakawa-san kemudian
mengambil paket daging. Namun, saat melihat label harganya, wajahnya
mengerutkan kening.
“Aah~ mahal banget! 200 gram
harganya semahal ini, ya … kurasa aku tidak bisa membelinya kecuali aku
mengurangi sesuatu”
“Mungkin karena itu daging
sapi? Dan sepertinya daging giling campuran* sudah habis terjual” (TN : Campuran dari
daging sapi dan daging babi)
Aku
sendiri tidak yakin karena aku biasanya tidak pergi berbelanja, tapi aku merasa
pilihan dagingnya buruk dan mahal, mungkin karena masalah lokasi.
“Yah, aku tidak keberatan jika
itu bukan steak hamburg, kok”
“Kamu yakin? Apa ada hidangan lain
yang ingin kamu makan?? ”
“Hmmmm ... Bagaimana kalau
kari?”
“Aah, aku suka itu! Kalau
begitu, aku akan membeli lebih banyak kentang! Apa daging babi baik untuk
daging? Karena sudah ada beberapa daging babi di dalam freezer ”
“Ya”
“Kamu tahu, Ryuuto, aku pandai
membuat kari, loh! Bawangnya juga enak, dan masih banyak wortelnya, jadii…”
Shirakawa-san tiba-tiba mulai
berbelanja dengan penuh semangat.
Dan kemudian, kami menghabiskan
hampir semua 1.000 yen kami di meja kasir, dan meninggalkan “Toko Ishida”.
“Biarkan aku yang membawanya”
Saat kami mulai kembali
menyusuri jalan utama, Shirakawa-san meraih barang bawaan yang kubawa.
Di kasir, kami juga mendapatkan
kotak tisu yang diminta Sayo-san, jadi aku membawa tas belanja dan tisu dengan
kedua tangan.
“Ini enggak terlalu berat kok,
jadi aku baik-baik saja”
Aku mengatakan itu padanya, berusaha
mencoba menunjukkan sisi kejantananku, tapi Shirakawa-san membuat wajah murung.
“Nnn…”
Saat aku penasaran kenapa dia
berekspresi begitu, Shirakawa-san menatapku dengan mata memelas dan bergumam
pelan.
“Tapi, kita tidak bisa
berpegangan tangan, ‘kan?”
“Ah…”
Begitu
ya. Jadi itu sebabnya, ya …
Saat aku dikejutkan oleh
keimutannya dan melakukan renungan, Shirakawa-san meraih belanjaan tisu dari
tanganku.
Dan kemudian dia meraih
tanganku.
“Tuh, kita bisa begini ‘kan!”
Shirakawa-san menjadi lebih
menggemaskan saat dia mengatakan itu dengan gembira, dan wajahku yang lesu
hampir menyeringai.
Sambil berpegangan tangan, kami
menuruni jalan gunung saat kegelapan malam menghampiri kami.
Di tangan kami masing-masing
ada tas belanja dan sekantong tisu.
“…Entah bagaimana, kita ini seperti
pasangan suami istri, ya”
Shirakawa-san berbicara dengan
malu-malu.
“Aku ……rasa begitu”
Aku jadi ikut merasa malu, dan merasa
khawatir dengan keringat di telapak tanganku meskipun sudah sangat panas dan
lembab.
“…Sampai sekarang, kurasa aku
tidak mengerti sama sekali arti dari pacaran”
Tiba-tiba, Shirakawa-san
bergumam.
“Berpacaran dengan seseorang
ternyata ... bisa seluar biasa seperti ini”
Kemudian Shirakawa-san
menatapku dan matanya tampak berbinar-binar.
“Kamu benar”
Aku menggenggam tangannya erat.
Aku
berharap suatu hari nanti, semua kenangan cowok yang pernah memegang tangan ini
akan ditulis ulang olehku.
Dengan perasaan begitu, aku
memegangnya dengan erat dan lembut.
◇◇◇◇
Begitu kami tiba di rumah
Sayo-san, Shirakawa-san dengan bersemangat kmbali berdiri di dapur lagi.
“'Oke, saatnya membuat stew
daging dan kentang!”
“Ah, biarkan aku ikut membantu…
juga”
“Eh? baiklah…”
Kemudian Shirakawa-san
memiringkan kepalanya, dan berpikir sejenak.
“…Kalau begitu, bisakah kamu
mengupas kentangnya untukku?”
“Ya, aku mengerti”
Kurasa
aku bisa melakukan sebanyak itu, dan saat aku hendak mencuci tangan,
Shirakawa-san tersenyum padaku.
“Ini seperti apa yang kulakukan
sebelumnya, ‘kan”
“Nn?”
“Membawa belanjaan bersama… dan
sekarang memasak bersama, itu supaya kita punya waktu untuk berdua, ‘kan?”
Ketika aku mendengar itu, aku jadi
teringat ketika Shirakawa-san membawa tisu sehingga kami bisa berpegangan
tangan.
“Ah, ya, itu… benar”
Saat aku merasa penasaran
apakah dia menyadari ketidaknyamannku berada di ruang tamu sendirian, itu
membuatku bahagia.
Shirakawa-san
selalu memikirkan perasaanku. Dia mencoba melakukan sesuatu untukku. Dan dia memberiku
banyak pemikiran.
Karena
dia seperti itu, aku dengan sepenuh hati percaya bahwa aku juga ingin
menghargainya.
Tidak
seperti Shirakawa-san, ini pertama kalinya aku berpacaran dengan seseorang,
jadi aku sendiri tidak yakin.
Tapi
jika ini yang dimaksud dengan hubungan pacaran, maka itu adalah hal yang sangat
luar biasa.
Apa
mungkin stigma publik yang menyatakan kalau gadis itu menyusahkan atau lebih
mudah sendirian, yang selama ini aku juga percayai, merupakan jebakan untuk
menjauhkan pemurung semakin jauh dari cinta?
Waktu yang aku habiskan bersama
Shirakawa-san sangat menyenangkan dan nyaman sehingga membuatku berpikir
seperti itu
“Ryuuto, apa kamu sudah
mengupas kentangnya?”
“Ya, segini baik-baik saja?”
“Ah, itu dikupas dengan baik!
Makasih!”
Saat menyerahkan kentang, tangan
kami bersentuhan sejenak dan Shirakawa-san tersenyum ramah.
Pada saat-saat seperti ini,
kenyataan bahwa ini rumah Sayo-san dan ada Mao-san berada di dekat kami sedang
menyiapkan meja makan, aku sudah melupakannya, dan aku memimpikan kalau kami
tengah hidup berdua.
“Ke-Kentangnya mau aku kupaskan
lagi?”
“Ah, ya, terima kasih!”
Shirakawa-san membalasku lalu
menekan kentang yang dia terima dariku ke talenan dengan tangan yang kikuk, dan
memotongnya dengan pisau.
“…U-Ummm, mulai sekarang,
bisakah aku juga membantu memasak seperti ini… juga?”
Ketika aku mengatakannya dengan
takut-takut….
“Eh?”
Shirakawa-san mengangkat
wajahnya, dan menatapku.
“Ah, ya… baiklah”
Lalu dia tersenyum layaknya
bunga matahari di musim panas.
“Terima kasih banyak, Ryuuto”
Memikirkan
kalau aku bisa melihat Shirakawa-san seperti ini setiap hari selama dua minggu
ke depan.
Rasa kegembiraan memenuhi
hatiku.
Menu makan malam hari itu
adalah salad mentimun dan tomat yang dibuat oleh Sayo-san, sup miso, makarel
cincang yang dibuat oleh Mao-san, dan kemudian stew daging dan kentang yang
dibuat oleh Shirakawa-san, yang aku bantu membuatnya. Rupanya, Sayo-san dan
Mao-san membuat lauk pauk saat kami berbelanja.
Stew daging dan kentang yang
dimasak Shirakawa-san tidak terlalu istimewa, tapi rasanya tetap enak. Dan
kebalikan dari lobak tadi pagi, kentangnya terlalu lembek dan sering remuk,
tapi bumbunya meresap dengan baik.
“Ya, ini enak… stew daging dan
kentang ini.”
Saat aku menyampaikannya pada
Shirakawa-san, dia tersenyum bahagia.
“Yaaay! Aku sangat senang aku
memilih resep yang paling populer~!”
Wajah tersenyum polosnya itu
sangat menggemaskan, tanpa sadar aku membayangkannya sebagai istri baru, dan
itu membuatku kepalaku jadi kepanasan.
◇◇◇◇
Dan begitulah, liburan musim
panasku yang bahagia bersama Shirakawa-san dimulai.
Aku akan bangun di pagi hari,
pergi ke warung pantai untuk bekerja dengan menaiki mobil Mao-san, pulang di
sore hari, memasak dan menyantap makan malam, dan kemudian Shirakawa-san akan
pergi ke kamar Sayo-san, sementara aku akan pergi ke kamar pribadiku yang
berada di lantai dua untuk tidur.
Dan pada hari tertentu, setelah
menjalani kehidupan seperti itu selama beberapa hari….
Hari ini, aku dan Shirakawa-san
berada di rumah Sayo-san sejak pagi. Hal itu karena apa yang dikatakan Mao-san
kepada kami, “Minggu depan adalah musim obon dan pastinya bakalan sibuk, jadi
bagaimana kalau kalian libur dulu sehari di minggu ini”.
Ada teras di lantai pertama
rumah Sayo-san. Mungkin karena menghadap ke timur, bayangan di siang hari akan
tepat, jadi aku meletakkan kipas angin listrik, dan aku mengobrol bersama
Shirakawa-san atau bermain game di telepon.
“Ryuuto, ayo makan camilan~!”
Setelah makan siang dengan soumen, tak berselah lama Shirakawa-san
datang sembari membawa sendok di satu tangan. Dia berkata dalam suasana hati
yang baik, dan memberiku salah satu gelas plastik di tangannya yang lain.
“Ah, dingin!”
Camilan yang dibawanya adalah
jeli dingin.
“Itu camilan yang dikirim ibu
Ryuuto! Aku taruh di freezer sebentar~! Nenek Sayo bilang kita bisa memakannya
jika kita mau”
“Aah…”
Beberapa hari yang lalu, sebuah
kotak kardus besar yang dikirim oleh orang tuaku datang. Isinya adalah baju
ganti yang aku minta, bermacam-macam jeli buah berkualitas tinggi yang ditujukan
kepada Sayo-san, dan surat terima kasih karena sudah merawatku, putra mereka,
“Nn~ enak banget~!Cemilan dari Sembi●ya
memang lezat~!”
Kami mulai memakannya
berdampingan di teras, dan Shirakawa-san memegang pipinya dengan ekspresi
bahagia di wajahnya.
“Buah persik adalah yang
terbaik! Bagaimana dengan buah pirnya, Ryuuto?”
“Ya, rasanya juicy dan enak”
“Kedengarannya enak! Boleh aku
cicipi sedikit?”
Shirakawa-san kemudian membuka
mulutnya usai berkata demikian.
“Eh!?”
Apa
ini mungkin... event aku-akan-menyuapimu!?
Shirakawa-san membuka mulutnya
secara alami, jadi aku tidak punya waktu untuk mempersiapkan diri.
Dengan tangan yang gemetaran
karena gugup, aku berhasil menyendok jelly itu… namun, aku segera menyadari
bahwa tidak ada buah di dalamnya, jadi mengulanginya… dan akhirnya aku siap,
meski secara perlahan.
“Ini…”
“Aanh”
Dengan kedua tangan diletakkan
di tanah, Shirakawa-san mencondongkan tubuhnya ke arahku. Lalu dadanya yang
terjepit di antara lengannya… dan didorong ke depan, menciptakan postur yang menekankan
belahan dadanya.
“…!”
Sungguh
sudut pemandangan yang mengerikan…!
Bagus…!
Mungkin
Shirakawa-san tidak menyadarinya, tapi pemandangan ini buruk buat jantungku
jadi kuharap dia menghentikan postur ini… Yah, aku senang, tapi dia akan tahu
jika aku terangsang pada jarak ini, jadi aku tidak bisa terlalu menatapnya tapi
sulit.
Apa
yang Shirakawa-san kenakan hari ini adalah tank top dengan hiasan tambahan di
bahu dan celana pendek, pakaian kasual dibandingkan dengan pakaian keluarnya.
Dan perbedaan yang tercipta sebagai hasilnya juga sangat sensasional. Bagus.
Sementara aku dinodai oleh
pikiran duniawi seperti itu, Shirakawa-san dengan polos mengambil sendok yang aku
pegang ke dalam mulutnya.
“…Yep, yang ini juga enak!”
Layaknya pembawa acara gourmet
di TV, dia memegangi kedua pipinya.
“Apa Ryuuto ingin mencicipinya
juga?”
Tubuhku tersentak saat ditanya
begitu.
“… Ap-Apa kamu yakin?”
“Tentu saja! Tidak enakan jika cuma
aku satu-satunya yang mencicippinya, ‘kan?”
Ujarnya dengan jujur, dan Shirakawa-san
menyendok camilan jelinya sendiri.
“Ini, ayo bilang aaan…”
Shirakawa-san mendesakku, dan
mulutku, yang belum pernah aku buka untuk siapa pun selain dokter gigi dan otolaryngologist, dengan malu-malu
terbuka.
“Ah!”
“Eh?”
Shirakawa-san melihat bagian
dalam mulutku dan tangannya berhenti, jadi berpikir mungkin ada bawang di
dalamnya, aku segera menutup mulutku.
Namun, Shirakawa-san mengatakan
sesuatu yang tidak terduga.
“…Ryuuto, gigimu imut deh”
“Gigi !?”
Ini
pertama kalinya aku diberitahu seperti itu. Rahang bawahku sempit, dan memiliki
deretan gigi seperti zig-zag, dan itu bahkan cukup untuk memberiku kompleks
kecil.
“Ya, imut, entah bagaimana
seperti tetangga sebelah yang mengantri dan saling menyapa”
“…”
Begitu
ya... Jadi bisa dilihat dari sudut pandang seperti itu, ya.
Saat aku mengagumi kekuatan
imajinasi Shirakawa-san, Shirakawa-san lalu berkata “Ah” dan berhenti.
“Apa kamu tersinggung? Maafin
aku, ya kalau kamu tersinggung”
“Tidak, tidak sama sekali, kok”
“Aku tidak bermaksud buruk, oke
...”
Shirakawa-san berkata, seolah
membuat alasan. Dan kemudian pipinya sedikit memerah.
“Hal yang aku sukai dari
Ryuuto, jadi bertambah satu lagi dan hal itu membuatku bahagia”
Shirakawa-san…
Jika
kamu memberitahuku sesuatu seperti itu, aku juga akan senang sekaligus malu.
Shirakawa-san
bahkan mengubah kompleksku menjadi hal yang menggemaskan.
“…Maafkan aku. Ini, aku akan
memberimu jelly”
Setelah menenangkan diri, dia
sekali lagi berkata "Aaan"
dan aku mengambil jeli dengan mulutku.
Meski hanya buahnya yang
berbeda, rasanya sangat manis.
Melanjutkan makan jeli dengan
sendok yang barusan kusuapi pada Shirakawa-san entah kenapa terasa geli, dan
membuat jantungku berdetak kencang.
Sementara itu, suara acara
bincang-bincang dari TV terdengar jelas dari ruang tamu dengan pintu geser
kertas yang tertutup. Rupanya, Sayo-san mengalami sedikit gangguan pendengaran,
jadi volume TV memang disetel cukup keras.
“Aaa, rasanya sangat enak!”
Shirakawa-san menghabiskan cemilan
jelly lebih cepat dariku, dan dia mengangkat cangkir kosong dan berbicara.
“Alangkah baiknya jika ‘LUNA
MARINE’ menyajikan ini juga”
“Menyajikan jeli Sembi●ya di warung
pantai? Emangnya boleh?”
“Entah. Kurasa aku akan mencoba
bertanya pada Mao-kun”
Dan Shirakawa-san tersenyum.
“Atau mungkin aku akan meminta
ibuku untuk membawakan jeli”
Sepertinya ibu Shirakawa-san
juga berencana untuk datang ke mari selama Shirakawa-san tinggal di rumah
Sayo-san. Bertemu dengan seorang ibu jauh berbeda dengan bertemu dengan nenek
buyut dan paman, dan memikirkannya saja membuatku gugup sekarang.
“Apa ibu Shirakawa-san
memberitahu kapan dia akan datang?”
“Tidak, aku belum mendengar
kabar darinya. Aku mendengar kalau Maria tidak akan datang lagi tahun ini”
“Begitu ya…”
Saat aku mendengarnya, ada
bagian dalam diriku yang sedikit lega.
“…Kau tahu, nama ‘LUNA MARINE’ aslinya
berasal dari nama kami berdua”
Tiba-tiba, Shirakawa-san
berbicara dengan suara lembut.
“Awalnya, Mao-kun berpikir
untuk menamainya ‘LUNA MARIA’, tapi Maria memprotes ‘Aku bahkan tidak suka laut, jadi hentikan saja’, dan namanya
berubah menjadi seperti sekarang”
Begitu...
Rencana awalnya menggunakan nama saudari kembar ini, ya.
“Tapi, nama 'Maria' berasal dari 'Marine', ‘kan? Jadi nama saat ini juga masih
terdengar bagus” (TN
: Kanji pertama dari nama Maria “æµ·æ„›” mempunyai arti laut, lautan, air. Sedangkan kanji keduanya ‘æ„›’ memiliki makna cinta, kasih sayang)
“Kurasa begitu. Mao-kun
memanjakanku dan Maria, jadi sepertinya Ia ingin menggunakan nama kami. Saat
kami tinggal bersama, aku yakin Maria juga sangat menyukai Mao-kun, tapi...
karena kami tinggal terpisah, kurasa dia agak menjaga jarak. Mao-kun sering
meratap seperti 'Belakangan ini Maria
sangat jutek~'”
“Begitu rupanya”
Sama
halnya dengan Shirakawa-san, aku merasa Mao-san juga tipe orang yang disukai
oleh orang-orang di sekitarnya, jadi aku merasa aku bisa memahami mengapa
Kurose-san jadi kayak tsundere.
“Karena Maria tinggal bersama
ibu, dia bisa bertemu Mao-kun lebih sering ketimbang diriku, tahu. Aku sedikit
iri padanya”
Shirakawa-san tersenyum, wajahnya
tampak sedikit kesepian.
“Tapi, sebagai gantinya aku
bisa tinggal bersama ayah, jadi kurasa itu apa boleh buat. Orang harus memilih
demi mendapatkan sesuatu, dan tidak dapat memiliki segalanya”
“…Aku rasa begitu”
Aku
terkejut. Aku tidak pernah berpikir bahwa Shirakawa-san, yang selalu tampak
ceria dan memiliki segalanya, mempunyai pemikiran filosofis seperti itu.
“Sudah dari dullu, tampaknya
Maria akan menyukai apa yang tidak diberikan kepadanya lebih dari apa yang
diberikan kepadanya”
Tidak menyadari keterkejutanku,
Shirakawa-san melanjutkan berbicara dengan pelan.
“Itulah sebabnya, aku sedikit
mengerti mengapa Maria jatuh cinta pada Ryuuto”
“Eh…?”
“Aku pikir itu disebut
meragukan niat baik orang lain? Menarik diri ketika orang mengatakan mereka
menyukaimu, dan berpaling ke sesuatu yang jauh. Terkadang aku bertanya-tanya
apa itu tidak sulit baginya ”
Ketika aku mendengarkan cerita
Shirakawa-san, aku merasa kalau aku bisa sedikit memahami sifat Kurose-san lebih
jelas dari sebelumnya.
Dia
benar-benar kebalikan dari Shirakawa-san, ya.
“Aku dan Maria selalu
berbanding terbalik dulu. Namun… aku menyayangi Maria.”
Shirakawa-san bergumam, dan
tersenyum penuh kasih, mungkin memikirkan adik perempuannya yang jauh darinya.
“Maria itu imut, iya ‘kan”
Aku menunggu sebentar tapi
Shirakawa-san tidak melanjutkan, jadi aku dengan enggan mengangguk.
“…Aku rasa begitu”
Dan kemudian, Shirakawa-san
membuka matanya lebar-lebar.
“Aah, kamu masih menyukai
Maria, ‘kan!?”
“Eeeeh!?”
Mana
mungkin!
Tadi
itu jebakan!?!
“…Boong, cuma bercanda, kok~”
Shirakawa-san tersenyum jahil
layaknya anak SD yang nakal, hal itu membuatku merasa lega.
“It-Itu sesuatu di masa lalu.
Kejadian sebelum aku bertemu Shirakawa-san…”
Aku berbicara seakan-akan
membuat alasan, dan Shirakawa-san juga mengangguk.
“Ya, itu semua sudah masa lalu,
‘kan ...”
Seolah-olah hendak membujuk
dirinya sendiri, Shirakawa-san bergumam.
“Perasaan Ryuuto sekarang
adalah untukku, dan bukan Maria. Aku tahu itu di dalam kepalaku, tapi…..”
Dan kemudian, dia mendongakkan
wajahnya dan menatapku.
“Aku pernah mengatakan hal ini
sebelumnya, kan? Mengenai aku memberitahu Ryuuto bahwa setiap kali aku
berbicara tentang mantan pacarku, kamu membuat wajah yang kurang nyaman”
“Aah, yeah”
Aku mengingat bahwa itu topik
percakapan kami saat berada di kereta menuju Enoshima.
“Alasannya, aku merasa kalau
aku mengerti sekarang”
Dan kemudian Shirakawa-san
tersenyum.
“Kupikir aku mungkin merasakan
hal yang sama. Karena aku mencintai Ryuuto sekarang, kurasa aku ingin kembali
ke masa lalu dan mengambil Ryuuto dari masa lalu untuk diriku sendiri juga…”
Sembari menatap ke langit, dia
berbicara seolah-olah sedang berbicara pada dirinya sendiri. Dan kemudian dia
menoleh ke arahku.
“Ryuuto, bagaimana caramu
mengendalikan perasaanmu?”
“Eh?”
“Karena aku punya banyak mantan
pacar… Jika situasinya terbalik, aku yakin kalau aku akan cemburu. Aku akan
penasaran apa kamu berpacaran dengan gadis yang lebih manis dariku sebelumnya ”
“…Daripada disebut
mengendalikan perasaanku….”
Hal ini merupakan sesuatu yang
sudah lama kupikirkan sejak mulai berpacaran dengan Shirakawa-san, jadi aku
menemukan jawabanku sendiri.
“Apa yang membuatku merasa
tidak nyaman, menurutku, hal itu disebabkan karena kurangnya rasa kepercayaan
diriku. Tapi, aku yakin itu akan diselesaikan oleh waktu. Saat aku menghabiskan
lebih banyak waktu bersama Shirakawa-san, dan ikatan kita semakin dalam...
Kupikir suatu hari nanti, tentu saja, jika aku mencoba untuk peduli dengan
mantan pacarmu atau semacamnya, aku bahkan takkan peduli sama sekali... Dan
sekarang, aku menunggu hal itu terjadi.”
Shirakawa-san terdiam beberapa
saat, lalu membalas….
“…Begitu ya” gumamnya.
Saat aku berusaha mencari
kata-kata untuk diucapkan, Shirakawa-san membuka mulutnya lagi.
“Aku rasa begitu. Seiring
berjalannya waktu, kita pasti akan menjadi lebih nyaman satu sama lain, ‘kan”
Tuturnya dengan nada ceria dan
tersenyum padaku.
Dan kemudian, wajahnya
tiba-tiba berubah serius dan menatapku.
“Hei, Ryuuto”
“Nn?”
“Kupikir rasanya agak aneh
untuk mengatakan ini, tapi ...”
Setelah jeda singkat,
Shirakawa-san melanjutkan.
“Jika kamu bisa…bersamaku,
maukah kamu berteman dengan Maria?”
“A-apa maksudmu?”
Tidak mengerti maksudnya, aku
menatapnya dan Shirakawa-san balas menatapku dengan tatapan serius.
“Aku ingin berteman dengan
Maria”
“Eee!?”
“Karena kupikir itu akan
ditolak jika aku menempuh cara biasa. Kami ini sekelas, ‘kan? Semua orang di
sekolah tidak tahu tentang hubungan kami. Itu sebabnya, aku berpikir bahwa Maria
tidak bisa mengabaikannya jika aku dengan paksa datang kepadanya untuk
mengatakan 'Ayo berteman'”
“Jadi sambil menyembunyikan
fakta bahwa kalian berdua adalah saudara kembar dari semua orang, kamu ingin
lebih dekat dengannya hanya sebagai teman sekelas…?”
“Ya. Dan aku ingin dukungan
darimu”
Shirakawa-san mengangguk
dalam-dalam.
“Tentu saja, aku pikir itu
sulit untuk dilakukan sekarang. Aku juga berpikir bahwa Maria perlu waktu untuk
menenangkan perasaannya terhadap Ryuuto ”
“…”
Aku
hanya bisa tercengang. Sungguh strategi yang memaksa…
Akan tetapi, Shirakawa-san
terlihat serius. Di sore musim panas yang gerah, dengan keringat mengalir di
dahinya, dia menatap langit yang jauh dengan penuh kasih, seolah-olah sedang mengharapkan
sesuatu.
“Saat musim gugur, dan di awal
musim dingin… aku ingin bisa berada di sisi Maria lagi. Aku ingin duduk di
bawah kotatsu, menonton TV, dan berbagi setengah Papi●* dengan Maria lagi” (TN : Nama merk es
krim)
“Eh, makan Papi●0 di musim
dingin?”
Shirakawa-san berbicara tentang
es krim renyah yang bisa kupikirkan hanya untuk musim panas, jadi aku bertanya
balik dengan terkejut.
Lalu, Shirakawa-san menatapku
dengan tatapan terkejut.
“Eeh, kamu belum pernah
mencobanya!? Makan Pa●co di bawah kotatsu tepat setelah mandi di musim dingin
merupakan pengalaman yang terbaik, tahu!”
“Hmmm, jika ngomongin masalah
kesukaan sih, kupikir aku berada di faksi Yukimi”
“Uhuh, yang itu juga enak”
“Musim dingin tak bisa lepas
dari es krim yang lezat, ‘kan?”
“Aah, sekarang setelah kamu
mengatakannya, aku juga mulai merasa seperti itu~! Tapi aku suka Pa●pico!”
“Begitu ya”
Pada akhirnya, hal itu menjadi
cerita lucu kami, jadi aku masih tidak tahu seberapa serius Shirakawa-san dalam
menjalankan rencananya.
Tapi, aku memahami perasaan
Shirakawa-san terhadap Kurose-san.
Perasaan yang tulus, jauh lebih
dalam dan lebih kuat terhadapnya, bahwa itu tidak bisa dibandingkan dengan
perasaan para pria dalam kelompok Kurose-san.
Mau tak mau aku berharap Kurose-san
segera menyadari perasaan kasih sayang yang besar ini untuknya.
◇◇◇◇
Pada hari lainnya.
Setelah makan malam, di hari
tertentu di mana warung pantai ramai dikunjungi konsumen bahkan pada hari kerja
saat obon mendekat.
“Ryuutoo! Ayo main kembang
api!”
Setelah aku keluar dari kamar
mandi, Shirakawa-san menunjukkan padaku sebuah kemasan vinil. Di dalam isi
kemasan vinil itu terdapat berbagai jenis kembang api.
“Mao-kun memberikannya padaku!
Ia bilang kita bisa memainkannya bersama-sama”
“Aku mendapatkannya dari
distributorku~! Sepertinya itu stok lama, jadi mungkin sudah basah”
Mao-san juga datang, dan
menyiapkan keranjang dan korek api di taman di depan teras.
“Dan ini, Luna”
Apa yang Mao-san berikan kepada
Shirakawa-san adalah sebuah telepon. Tidak ada satu goresan pun di layar, dan
kelihatannya benar-benar baru.
“Aku baru mengambilnya
sekarang. Sepertinya kerusakannya cukup sulit untuk diperbaiki, dan mereka
harus mengirimnya ke cabang yang ada di Tokyo untuk menyelesaikannya, jadi
butuh waktu lama untuk mengambilnya”
“Eh, tapi yang mereka lakukan
cuma mengganti layar kacanya, ‘kan?”
“Kurasa begitu? Lagipula itu
murah. Karena ini adalah toko resmi, aku diberitahu bahwa mereka tidak dapat
memberikan garansi jika rusak lagi”
“Yaa!”
Shirakawa-san dengan senang
hati pergi ke kamarnya dulu, dan kembali ke taman.
“Ta-da! Sekarang sudah
kembali!"
Shirakawa-san menunjukkan
ponselnya di dalam casing "Osausa"
yang sepasang denganku. Rupanya, casing smartphone-nya
sendiri tidak rusak.
“Dengan ini aku bisa memotret
kembang api! Yaaay!”
“Memangnya bisa terfoto dengan
bagus? Cahayanya sulit ditangkap, tahu ”
Pada saat yang sama, persiapan
terus berlanjut. Dan kemudian Shirakawa-san dan aku mulai menyalakan kembang
api.
Melalui kaca di pintu geser
kertas, Sayo-san dan Mao-san menonton pola cahaya yang kami buat.
“Hah~? Kembang apinya tidak
menyala dengan baik ...”
Ada beberapa kembang api yang
menyala dengan buruk, mungkin karena sudah kadaluwarsa.
“Coba aku lihat…”
Begitu aku mendekati kembang
api yang Shirakawa-san pegang.
WHOOSH!
Sebuah percikan menyembur
keluar dari tabung tipis.
“Wah!”
“Bikin kaget aku saja!”
Kami menatap kembang api yang
mulai meledak secara tiba-tiba, dan kemudian melihat wajah satu sama lain.
“… Sebenarnya, Ryuuto, kamu
sangat terkejut barusan”
Mungkin karena reaksi kagetku
yang terlihat lucu, Shirakawa-san pun tertawa.
“Tadi benar-benar mengejutkan
lho”
“Ahaha, itu sangat lucu!”
Sambil tertawa, dia membuat
gerakan membawa bunga api lebih dekat ke aku.
“Ayo, ke sini~!”
“It-itu berbahaya!”
“Jika cuma segini, tidak
berbahaya untuk mendekat, tahu?”
“Kamu akan mengompol jika
bermain-main dengan api seperti itu, tahu?”
Wajah Shirakawa-san berubah
serius setelah mendengar perkataanku.
“Eh, seriusan?”
“Itulah yang nenekku katakan.
Mungkin itu cuma kepercayaan takhayul saja ”
“Oh ayolah”
Shirakawa-san tersenyum,
mukanya terlihat lega. Dia pasti sempat
mempercayainya. Imutnya.
“Baguslah ~, mengompol pada
usia segini terlalu ekstrim!”
“Mengatakan sesuatu seperti itu
akan membuat pertanda, loh?”
“Oh tidak! Kalau begitu mending
berhenti saja!”
Sambil membicarakan hal-hal
sepele, kami menikmati bermain kembang api.
Saat itulah, setelah selesai
dengan kembang api genggam biasa, kamu lalu menyalakan kembang api kecil yang
tersisa.
“…Kembang api Sparkler memiliki bentuk yang menarik,
ya” (TN : Kembang
Api sparklers bentuknya kayak gini, klik di sini)
Sambil berjongkok dan mendekap
lututnya, Shirakawa-san melihat kembang api sparkler yang menyala di tangannya,
dan menggumamkan kalimat itu.
“Bentuknya terlihat seperti
kepingan salju, iya ‘kan? Tapi terasa panas”
“Aah, benar juga. Aku pikir
bentuknya tampak seperti jaring laba-laba. Kembang api biasa terlihat seperti
sapu”
“Aah~. Soalnya, untuk yang
biasa aku pikir itu terlihat seperti rumput susuki ”
Dan kemudian Shirakawa-san
tertawa kecil.
“…Omong-omong tentang susuki”
Kembang api Shirakawa-san habis
terbakar, dan dia meraih kembang api baru.
“Saat kamu menembakku, aku
masih mengingatnya sekarang. Kamu mengatakan 'Susuki desu', dan kupikir aku salah dengar menjadi 'Suzuki'. Tapi aku berpikir seperti,
bukannya itu nama yang salah?”
“Aaa…”
Masa
lalu yang memalukan.
Saat aku memasang tampang
cemberut, Shirakawa-san melirikku dan tertawa.
“Aku pikir kamu menarik. Kamu terlihat
gugup, tapi kamu akan menembakku”
“Itu …”
Aku
harus memberitahunya.
Sebelum
menjadi sulit untuk membicarakannya lagi, sama seperti masalah yang terjadi
dengan Kurose-san.
Aku
tidak ingin menyembunyikan apapun dari Shirakawa-san lagi.
“Sebenarnya hukuman”
Mendengar pengakuanku,
Shirakawa-san menghentikan tangannya yang membawa kembang api ke lilin.
“Hukuman? Hukuman dari
permainan?”
“Dengan teman-temanku, kami
bertaruh mengenai bagaimana nilai kami 'benar-benar
gagal' dalam ujian UTS. Tapi karena aku mendapat nilai yang bagus, jadi aku
kena hukuman ”
Aku meringkasnya dengan cara
yang sederhana dan mudah dimengerti, tapi aku rasanya intinya sudah
tersampaikan dengan jelas.
“Eh, tunggu, tunggu dulu
sebentar.”
Shirakawa-san segera menjadi
tidak sabaran.
“Lalu, apa itu berarti Ryuuto
tidak menyukaiku sama sekali?”
“Tidak, bukan itu yang terjadi”
Aku juga membalas dengan panik,
dan segera melanjutkan.
“Isi hukumannya adalah tentang 'menembak kepada seseorang yang kamu sukai'"
Setelah mendengar itu,
Shirakawa-san tampak lega.
“Begitu ya… Sebenarnya, Ryuuto,
sejak kapan kamu memiliki perasaan padaku?”
“Eh? Hmmm…”
Awal
dari perasaan sepihak ini ialah saat aku meminjamkan pensilku, tetapi jauh
sebelum itu, aku secara sepihak memandang dan mengaguminya.
“…Sejak kelas 1 SMA”
“Eh, bahkan saat kita berada di
kelas yang berbeda?”
“Iya”
“Mengapa?”
“… Karena kamu cantik”
“Eeeh, bukannya ada banyak
gadis cantik lain di luar sana”
Meski bilang begitu,
Shirakawa-san terlihat senang.
“Kalau begitu kamu seharusnya
menembakku lebih cepat”
“Yah itu sih…”
Aku merenungkan beberapa hal
sebelum aku berpacaran dengan Shirakawa-san, dan aku tersenyum masam.
“Aku tidak punya niat untuk
menembakmu. Jika tidak ada peristiwa hukuman, mungkin bahkan sekarang ... kupikir
aku masih tidak menembakmu”
Sebenarnya,
aku hampir yakin bahwa aku masih takkan menembaknya sampai hari kelulusan.
“Eh? Kenapa?”
“Itu karena aku tidak memiliki
kepercayaan diri… Aku juga tidak pernah berpikir akan dijawab oke saat
menembakmu”
“Tapi aku membalas oke, ‘kan”
“Makanya aku merasa kaget”
Apa yang terjadi pada hari itu
dalam enam belas kehidupanku memiliki dampak yang sama besarnya dengan
kelahiran Kristus dalam sejarah manusia.
“Eh…”
Shirakawa-san bergumam tak
percaya, dan mendekap lututnya lebih erat dengan tangan yang tidak memegang
kembang api.
“…Tapi kalau begitu, Ryuuto
sangat peduli dengan temanmu, ‘kan”
Dia tersenyum padaku, dan aku keceplosan
bilang “Eh?” dengan nada bingung.
“Karena itu janji dengan teman,
kamu masih menembak meski berpikir kamu akan ditolak, iya ‘kan?”
“Ya…”
“Dan itu sangat menakjubkan. Aku
pikir kamu benar-benar peduli dengan teman-temanmu. ...Selain itu, kamu
orangnya serius. Kepribadian Ryuuto bisa terlihat jelas”
Karena aku tidak pernah
berpikir untuk dipuji untuk itu, aku menjadi tersipu, dan menggaruk pipiku.
“Yah…”
“Pasti begitu, iya ‘kan”
Seolah-olah telah memahami
sesuatu, Shirakawa-san menganggukkan kepalanya.
“Di dalam diri Ryuuto, sejak
awal sudah ada cinta yang besar atau kebaikan di dalam hatimu. Dan aku yakin kamu
memberikannya kepada teman, keluarga, atau seseorang yang kamu sayangi. Dan
kebetulan saja tidak ada gadis yang menerimanya”
Dia menyalakan kembang api baru
lagi sambil terus berbicara.
“Dan tidak peduli seberapa
besar aku mengharapkan cinta sejati, tidak ada orang seperti Ryuuto yang pernah
menembakku… sepertinya aku telah melakukan kesalahan, di jalan cinta”
Kembang api yang tampak seperti
kepingan salju atau jaring laba-laba, menyinari tangan Shirakawa-san. Dirinya,
yang sedari tadi berbicara sambil menatap percikan kembang api, lalu mengangkat
wajahnya dan menatapku.
“…Ryuuto, terima kasih, karena
sudah memilihku”
Mata Shirakawa-san yang
diterangi oleh percikan itu bergetar dan basah, dan tampak berkilau.
“Shirakawa-san…”
Aku
ingin memeluknya, pikirku.
Memeluknya,
lalu… menciumnya.
Dengan pemikiran itu, aku
mengulurkan tanganku ke bahunya. Tapi untuk memastikannya, aku menoleh ke
belakang.
“…..!”
Dan pada saat itu, aku
melihatnya.
Dari sisi lain kaca di pintu
geser rumah, aku melihat Sayo-san dan Mao-san cepat-cepat memalingkan wajah
mereka dengan energi yang luar biasa.
“….”
Jika
cicit atau keponakanmu berduaan dengan seorang cowok yang penuh gairah seksual,
tentu saja kamu akan penasaran.
“…Ah, itu jatuh”
Shirakawa-san mengangkat suara
yang disesalkan. Ketika aku menengok ke arahnya, kembang api di tangannya sudah
hilang.
“Ah, sepertinya itu kembang api
yang terakhir. …Mau masuk ke dalam sekarang?”
Langit sudah gelap untuk waktu
yang lama, tetapi malam hari yang sangat panas terasa panas dan lembab, sangat
jauh dari kata nyaman.
“Ya, baiklah…”
Aku tidak punya alasan untuk
terus berada di sini, atau dalih untuk berada di luar.
aku
ingin menciumnya…
Sebenarnya,
kami belum berciuman sama sekali sejak kencan di atas kapal hari itu. Padahal
sekarang kami bisa berpegangan tangan seperti hal yang lumrah.
Apa
kamu baik-baik saja dengan ini? Dan tidak peduli seberapa besar kamu ingin menghargai
Shirakawa-san, bukannya kamu terlalu berhati-hati?
Aku merapikan ember kembang api
dan masuk ke dalam rumah sembari terganggu oleh pertanyaan seperti itu.
◇◇◇◇
Dan malam itu.
Aku tak biasanya terbangun di
tengah malam untuk pergi ke toilet, mungkin karena aku menderita karenanya,
atau mungkin karena takut mengompol karena bermain api.
Karena rumah Sayo-san adalah
rumah bergaya khas Jepang, aku harus berjalan di kegelapan karena kurangnya
penerangan. Dan berjalan dalam kegelapan agak menakutkan karena rasanya seperti
permainan horor.
Apalagi toiletnya berada di
lantai satu, jadi aku harus turun karena aku tidur di lantai dua.
Tak berselang lama, setelah aku
selesai menggunakan toilet sambil merasa takut, dan hendak kembali ke lantai
dua….
“…Hah?”
Aku perhatikan bahwa pintu
geser yang menghubungkan teras dan ruang tamu terbuka sebagian. Apa yang
terakhir tidur lupa menutupnya?
Ini
mungkin wilayah pedesaan, tapi belakangan ini banyak bahaya… Jadi,
saat aku pergi ke sana untuk menutupnya untuk berjaga-jaga…
“…!”
Aku melihat sesosok orang di
teras.
Aku berteriak kaget, tapi
ketika aku melihat lebih hati-hati, ternyata orang tersebut adalah
Shirakawa-san.
Dengan pakaian rumah kasual
yang biasa, Shirakawa-san sedang duduk di teras memandang ke arah luar.
Aku
merasa tegang.
Sebelum
keluar dari kamar, aku memeriksa bahwa sekarang sudah lewat jam satu pagi.
Karena masih dini hari, Sayo-san dan Mao-san mungkin sudah tidur.
Mungkin,
kami bisa mendapatkan suasana hati yang baik dan berciuman… Jadi,
aku mendekati sana dengan pemikiran jahat seperti itu di kepalaku.
…Namun.
“…Shirakawa-san?”
Ketika aku melihat wajahnya,
motif tersembunyiku langsung terbang entah kemana.
Ekspresi Shirakawa-san terlihat
murung.
“…Ryuuto”
Menyadari keberadaanku, dia lalu
menoleh ke arahku. Aku benar-benar tidak dapat menemukan keceriaannya yang
biasa.
“Shirakawa-san, apa ada sesuatu
yang terjadi?”
“Nn…”
Shirakawa-san menunduk ke
bawah. Tatapannya jatuh pada ponselnya yang diletakkan di pangkuannya.
“Ibu bilang dia tidak bisa
datang kali ini”
“Eh…”
“Dia bilang kalau tahun ini dia
sudah menggunakan beberapa hari dari jatah cutinya untuk pindahan… Dia bilang karena
dia pekerja sementara, dan tidak merasa nyaman jika dia mengambil cuti dari
pekerjaan di musim panas ketika karyawan perusahaan juga ingin mengambil cuti
kerja”
Sambil mendengarkan, aku duduk
di sebelah Shirakawa-san.
Rupanya, ibu Shirakawa-san
bekerja di sebuah department store di Tokyo. Aku mendengar dari Shirakawa-san
bahwa jarang ada hari libur berturut-turut karena sistem shift. Dan aku
mendengar dari Shirakawa-san bahwa akan sulit bagi ibunya untuk datang ke sini
dalam perjalanan sehari, dan juga bekerja pada hari berikutnya, jadi dia diberitahu
bahwa ibunya akan menghubunginya jika dia bisa mengatur jadwalnya.
“…Bagaimana kalau bertemu
dengannya saat kamu kembali ke Tokyo?”
Saat aku menyarankannya karena
aku merasa kasihan pada Shirakawa-san, dia memiringkan kepalanya.
“Aku tidak tahu. Dia harus
menghubungi ayah jika dia akan bertemu denganku setelah aku kembali, ‘kan? Dia
juga baru saja berpisah dengan pria barunya. Dan karena canggung, dia juga
sepertinya tidak ingin menghubunginya sekarang”
“Begitu ya…”
Jadi
ada keadaan seperti itu, ya.
“Ini benar-benar merepotkan”
“Ya. itu benar-benar
merepotkan, bukan”
Dia menghela nafas, dan
Shirakawa-san tidak berbicara sejenak.
“…Ibuku, dia setia pada ayah
sejak mereka berpacaran saat kelas satu SMP, sampai dia berpisah dengannya”
Tak lama kemudian, dia mulai
berbicara.
“Dia melahirkan Onee-chan, dan
kemudian Maria dan aku lahir… Sekitaran waktu itu, ayah pernah ketahuan
selingkuh. Tapi, ibu memaafkannya. Dia mencintai ayah, dan karena dia tidak
pernah berpacaran dengan orang lain selain ayah, kudengar dia tidak yakin apakah
dia bisa jatuh cinta dengan pria lain, meski dia sudah bercerai dengannya.
Lagipula untuk terus hidup sendiri itu sangatlah tidak nyaman ”
Aku cuma bisa mengangguk sambil
mendengarkannya. Karena sampai sekarang aku hampir tidak memiliki pengalaman
dalam mendengarkan keadaan rumit rumah orang lain, aku tidak tahu harus berkata
apa.
“Aku ingin tahu apa dia yang
menjadi alasan ... Dia terus mengulanginya kepada kami seperti mantra, 'Laki-laki akan menyelingkuhimu',
katanya”
Shirakawa-san mendongak ke
langit dengan tatapan jauh seolah-olah dia sedang mengingat masa lalu.
“Tapi, sepertinya itu takkan
berhasil lagi ketika Ayah ketahuan selingkuh untuk kedua kalinya. Ketika dia
berpikir betapa seriusnya ayah bersumpah untuk tidak melakukannya lagi saat
pertama kali kepergok, Ibu tidak bisa mempercayai kata-kata ayah lagi ... Dalam
hal ini dia tidak bisa lagi tinggal bersamanya, katanya”
Meski
begitu, aku yakin tidak ada yang akan mengkritik ibunya. Sungguh menyakitkan hatiku
ketika aku berpikir bahwa keputusan itu menghancurkan keluarga Shirakawa-san.
“Aku tidak berpikir bahwa Ayah
serius dalam perselingkuhannya. Itu karena, Ayah sepertinya masih mencintai Ibu
sampai sekarang”
Dan kemudian Shirakawa-san
menatapku dan tersenyum. Senyuman yang terlihat menyakitkan.
“Aku pikir alasan mengapa Ayah
mengambil hak asuhku … karena aku terlihat seperti ibu. Aku sering dibilang
begitu akhir-akhir ini. 'Luna semakin
lama semakin mirip ibumu', katanya. Dan Ia terlihat sangat bahagia ketika dia
mengatakan itu padaku… Sangat bodoh, iya ‘kan”
Rasanya sangat menyakitkan
melihat Shirakawa-san seperti itu, dan aku sedang mencari cara apa aku bisa
mengalihkan topik pembicaraan dari masa lalunya ini.
“Apa ayahmu berpacaran dengan
seseorang sekarang?”
Shirakawa-san berpikir sedikit
tentang pertanyaanku, lalu dia menggelengkan kepalanya.
“Nnn… Kurasa Ia tidak
berpacaran dengan siapa pun akhir-akhir ini. Sebelumnya, Ia biasa pergi pada
hari libur, tapi aku pikir mereka putus ”
“Begitu ya…”
“Aku pikir itu karena ada aku.
Bukannya menurutmu memiliki anak perempuan yang sudah SMA atau sesuatu akan
menjadi hal yang paling tidak menyenangkan bagi pacarnya? ”
Nada cerianya yang biasa,
sekarang bergema sedih di teras di tengah malam.
“Selama aku ada di rumah, kehidupan
cinta ayah mungkin takkan berjalan mulus. Aku merasa tidak enak untuknya, tapi
yah ... kurasa inilah yang kamu sebut sebagai mendapat balasan setimpal”
Sambil mengerutkan kening,
sudut bibir Shirakawa-san terangkat, dan kemudian berubah menjadi senyuman.
Meski itu komentar sepele, ini
pertama kalinya aku mendengar Shirakawa-san berbicara buruk tentang orang lain.
Ketika aku berpikir betapa
rumit perasaannya terhadap ayahnya, penyebab perceraian orang tuanya, dadaku terasa
sesak.
“…Jadi, apa sesuatu terjadi,
Ryuuto? Apa kamu benar-benar mengompol?”
Mungkin karena wajahku terlihat
sangat muram, Shirakawa-san menggodaku dengan nada bercanda.
“A-Aku berhasil tepat waktu
sampai di toilet, oke”
Tidak
peduli apa yang aku katakan di sini, itu hanyalah komentar orang luar yang tak
bertanggung jawab. Dengan pemikiran itu, aku tidak bisa kembali
ke topik sebelumnya lagi. Aku tidak punya pilihan selain mengikuti candaan
Shirakawa-san.
“Begitu. Kurasa aku juga akan
pergi ke toilet, lalu kembali ke kamar”
Shirakawa-san lalu tersenyum,
berdiri, dan melambaikan tangannya.
Aku juga ikut berdiri ... dan
kemudian.
Setelah mengumpulkan
keberanian, aku meraih tangan Shirakawa-san.
“… Ryuuto?”
Shirakawa-san menatapku dengan
heran.
Mengingat ciuman yang tidak
dapat aku lakukan ketika kami sedang menikmati kembang api, hasrat di dadaku mulai
menyala.
Tidak
ada yang menonton sekarang.
Tidak
ada yang menonton, tapi…
──Ibu bilang dia tidak bisa datang kali ini
Ketika aku mengingat wajah Shirakawa-san
yang kesepian, hatiku terasa terasa disayat.
Rasnaya sangat menyakitkan dan
tak tertahankan, aku hanya ingin memeluknya.
Tapi,
untuk Shirakawa-san… sekarang bukan waktunya untuk itu kan…?
“…Selamat malam, Shirakawa-san.
Sampai jumpa besok”
Pada akhirnya, hanya itu yang
bisa kukatakan dan aku dengan enggan melepaskan tangannya.
Shirakawa-san balas menatapku,
dan tersenyum simpul. Dan kemudian dia berbalik, punggungnya menghadapku.
“…Ya. Selamat malam, Ryuuto”
Aku merasa bahwa suara yang
datang dari punggungnya saat dia menuju koridor menjadi sedikit sesenggukan.
◇◇◇◇
Musim panas ini, aku merasa
seperti selalu menderita.
Kalau terus begini, akankah
musim panas berakhir tanpa bisa mencium untuk kedua kalinya?
Tapi dengan kami menghabiskan
hari di warung pantai dan malam di rumah, di mana ada Sayo-san dan Mao-san,
mana mungkin aku bisa mengambil tindakan berani…
Dan akhirnya, hari perayaan
festival musim panas telah tiba.
Di pagi hari, kami pergi ke warung
pantai seperti biasa. Lusa nanti setelah sarapan, Mao-san akan memberi kami
tumpangan sampai ke stasiun untuk mengantar kepulangan kami, jadi hari ini akan
menjadi hari terakhir kami bekerja di warung pantai.
Sekitaran jam sibuk mulai
mereda, Shirakawa-san meminta Mao-san mengantarnya kembali ke rumah Sayo-san.
Sepertinya dia ingin memakai yukata dan menata rambutnya untuk festival musim
panas di malam hari nanti.
Saat aku menjaga toko
sendirian, Mao-san kembali sembari mengatakan "Terima kasih atas kerja kerasmu" dan menyerahkan sebuah amplop
kepadaku.
“Terima kasih untuk dua minggu
ini. Dan Ryuuto-kun, kamu boleh pergi sekarang”
“Eh…”
Padahal
sekarang masih sekitaran jam tiga sore. Saat aku memikirkan itu,
Mao-san dengan ringan menepakku.
“Kudengar hari ini hari jadianmu
yang kedua bulan, ‘kan? Bagaimana kalau kamu mencari sesuatu? Karena Luna suka
kejutan, kupikir itu akan membuatnya sangat bahagia, tahu~?”
“Ah…!”
Sekarang
Ia menyebutkannya, ya. Kepalaku penuh dengan pikiran tentang kencan festival
musim panas dengan Shirakawa-san dalam yukata, tapi sudah tepat satu bulan
sejak kami pergi ke Enoshima.
“Dan itu dana perangmu~!”
Arah yang ditunjuk Mao-san
adalah amplop yang ada di tanganku.
“…?”
Aku
merasa kalau aku tidak berhak menerima uang saku dari pamannya…
Dengan pemikiran seperti itu, aku membukanya untuk melihat karena aku masih
tidak tahu apa ada uang di dalamnya atau tidak. Tapi aku justru dibuat terkejut
ketika tatapanku tiba-tiba melihat beberapa uang kertas 10.000 yen di dalam
amplop.
“Ini ….!?”
“Penghasilan dari kerja
sambilanmu~! Itulah hasil dari jerih payah selama lima jam sehari ”
“Aku bekerja sebanyak itu !?”
Aku
memang membantu dari pagi hingga sore, tapi aku akan bermain-main di laut
ketika tidak sibuk, dan bahkan jika aku berada di toko, aku juga sering
menghabiskan banyak waktu hanya untuk mengobrol dengan Shirakawa-san.
“Yah, setidaknya kamu sudah
bekerja sebanyak ini”
“Tidak, tapi… dalam dua minggu
ini aku juga menginap di rumah Sayo-san”
Mempertimbangkan
biaya untuk merawatku, aku sudah berpikir untuk bekerja secara cuma-cuma
sebagai hal yang sudah tentu. Meski aku menyebutnya bekerja, rasanya seperti
menjaga kafe di festival sekolah, dan aku bahkan berpikir bahwa aku berharap
aku membalas budi setidaknya sedikit ...
Saat aku dengan bingung
memberitahunya, Mao-san tersenyum lembut.
“Dengan meminta Ryuuto bekerja
untukku, aku dapat melakukan distribusi dan persiapanku selama jam kerja, dan
ditambah, aku dapat membantu nenek. Jadi, kamu telah melakukan kebaikan untuk
kita semua. Dan ini adalah kompensasi untuk itu ”
Sifat kesembronoannya tidak
tampak sama sekali, dan aku bisa merasakan ketulusan dalam nada suaranya.
Kurasa
aku bisa memahami kenapa Shirakawa-san mengagumi Mao-san. Bahkan aku, yang
notabene-nya cowok, merasa terpesona olehnya.
Aku
senang Mao-san adalah paman Shirakawa-san… Jika orang seperti ini adalah
sainganku, aku pasti tidak akan bisa menang.
“…Te-Terima kasih banyak!”
Hanya itu yang bisa aku katakan
sambil menundukkan kepala. Dan Mao-san tersenyum dan melambaikan tangannya.
“Buatlah kejutan yang mengagetkan!
Dan tolong jaga Luna untukku”
◇◇◇◇
Setelah berganti pakaian dan
meninggalkan warung pantai, aku lalu menuju ke tempat lokasi diadakannya festival
musim panas.
Festival musim panas akan
berlangsung di kuil yang terletak di tempat yang sedikit lebih tinggi di sisi
gunung. Mungkin karena pertunjukan kembang api akan dinyalakan dari pantai,
sudah ada kios-kios yang berjejer di sepanjang pantai.
“Bahkan jika Ia menyuruhku
untuk membuat kejutan ..."
Di
tempat seperti ini, apa aku bisa mendapatkan sesuatu yang akan membuat pacarku
bahagia?
Di antara kios-kios yang
berjejer, tidak hanya pedagang kaki lima profesional, tapi juga bisnis lokal
yang mendirikan kios mereka seperti pasar loak.
Karena ini bagian terpanas hari
itu, kerumunan orang-orangnya masih sedikit. Saat sedang memeriksa kios-kios
sendirian di tengah keramaian itu, aku melihat sebuah kios di sudut jalan.
◇◇◇◇
Sekitar pukul lima ketika suhu
panas sudah cukup mereda, aku berjalan ke rumah Sayo-san untuk menemuinya saat aku
menerima "Persiapan sudah selesai!" dari telepon Shirakawa-san,
“Bagaimana, Ryuuto?”
Aku tak bisa berkata apa-apa
saat melihat Shirakawa-san keluar dari pintu masuk.
Imut…
super duper imut.
Shirakawa-san mengenakan yukata
bermotif bunga dengan warna dasar ungu dan pink. Selain itu, dia mengenakan
selempang berwarna gelap yang sama, dan tersenyum sambil memegang tas keranjang
kecil. Meski gaya rambut mencolok seperti gal, dia mengenakan gaya ortodoks,
dan benar-benar berbeda dari salah satu gaya yang diharapkan, yaitu gaya trendi.
Mungkin karena Sayo-san membantunya dalam berpakaian. (TN : Perbedaan gaya ortodoks dan gaya trendi)
“…Ka-Kamu terlihat sangat imut”
Menanggapi rasa maluku yang biasa,
Shirakawa-san mengeluarkan "Aah" dan cemberut.
“Reaksi dengan baju renang jauh
lebih baik! Ryuuto, kamu mesum! Apa yukata
ini kurang bagus?”
“It-itu tidak, kok! Ka-Kamu beneran
sangat imut”
“Hmm~ apa kamu serius tentang
itu~?”
“Ya, aku serius!”
Lelucon kami berakhir ketika
Sayo-san keluar dari belakang Shirakawa-san. Kemudian kami bertukar salam
dengan Sayo-san, dan meninggalkan rumah.
Meskipun kuil dan rumah
Sayo-san berada di sisi gunung yang sama, arahnya berbeda, jadi kami memutuskan
untuk turun ke pantai, lalu mengikuti kios-kios makanan hingga ke kuil. Meski
kami harus turun ke pantai lagi untuk melihat kembang api, kami tidak punya pilihan
lain selain melakukan begitu jika kami ingin menikmati festival sepenuhnya.
Karena aku mengkhawatirkan Shirakawa-san
yang memakai sandal geta, kami berjalan sedikit lebih lambat dari biasanya.
“Apa kakimu baik-baik saja?”
“Yup, semuanya baik-baik saja.
… Ryuuto, dari tadi kamu terus menanyakan itu”
Sepertinya aku sudah terlalu
sering mengulangi pertanyaan itu, dan Shirakawa-san tertawa terbahak-bahak.
“Maaf… Ini pertama kalinya aku
berjalan dengan seorang gadis yang memakai yukata”
Pada kencan kami sebelumnya,
kakinya melepuh, dan aku juga tidak tahu betapa sulitnya berjalan dengan sandal
geta, jadi aku tak sengaja akhirnya terlalu mengkhawatirkannya.
“Fufu, terima kasih banyak”
Shirakawa-san tertawa senang.
Kira-kira
sudah berapa lama sejak aku pergi ke festival. Aku merasa kalau sampai kelas 6
SD, aku biasa pergi ke festival lokal atas ajakan teman-temanku.
Ketika kami turun ke bawah ke jalanan,
tempat berjejernya berbagai kios, jauh lebih ramai dari sebelumnya. Biasanya ini adalah kota pedesaan yang
tenang kecuali pantai, jadi dari mana semua orang ini berasal?
“Cheese corn dog itu makanan apa? Dan ada banyak sekali kios di
sini”
Saat kami mulai berjalan,
sembari melihat kios di kiri dan kanan, aku mengutarakan pertanyaan yang aku
miliki sejak inspeksi awalku di sini.
“Eh, kamu enggak tahu? Itu
makanan ringan dari Korea Selatan. Camilan dengan keju yang terbentang dari
dalam dan terlihat sangat berkilau!”
“Mirip seperti cheese dog?”
“Ah, ya ya. Meski yang ini
digoreng, sih”
“Dan cheese dog goreng itu mengkilat?”
"Ya! Ada juga dengan keju yang
berwarna pelangi”
“Heeh~ pertama kali ini aku
mendengarnya”
“Itu sudah cukup lama menjadi
makanan pokok, lho!”
“Oh begitu ya ”
Tampaknya tren stan makanan di
festival telah berubah sejak aku tidak mengunjunginya. Ada juga kios yang
menjual minuman boba yang disukai Shirakawa-san.
“Bahkan ada minuman boba”
“Oh bagus! aku mulai haus”
“Mau aku belikan satu untukmu?”
“Aku akan membelinya sendiri.
Tapi aku juga ingin makan manisan apel, jadi aku harus memilih di antara
keduanya…”
“Biar aku saja yang membeli dua-duanya”
“Eh, apa yang terjadi, Ryuuto.
Apa kamu habis memenangkan lotre?”
Shirakawa-san terkejut. Sambil
berpikir bahwa aku biasanya tampak pelit, aku tersenyum kecut.
“Aku mendapat bayaran dari
Mao-san”
“Wah? Tidak mungkin! Itu sangat
bagus!”
“Kamu tidak mendapatkannya,
Shirakawa-san?”
“Ya… Tapi bagaimanapun juga,
aku sudah meminta dia membayar untuk perbaikan ponselku. Aku akan mencoba
bertanya padanya saat kita kembali ”
“Aku pikir Ia mungkin berniat
memberimu nanti”
Sambil mengobrol seperti itu, aku
membelikannya minuman boba dan manisan apel karena punya kelebihan uang.
“Yaay, aku sangat senang!
Rasanya seperti aku bisa mendapatkan segalanya di dunia ini! Terima kasih
banyak, Ryuuto!”
Dengan rasa senang yang
berlebihan, Shirakawa-san menggigit manisan apel.
“…Kudengar hal pertama yang
ayah belikan untuk ibu adalah manisan apel. Dan ini adalah festival musim panas
lokal”
Seolah dia tiba-tiba teringat
sesuatu, Shirakawa-san berbicara.
“Aku ingin tahu kalau kita apa
ya? Mungkin minuman boba? ”
“Ya, kurasa begitu”
Aku ingat saat kami membeli itu
saat kencan merayakan ulang tahun Shirakawa-san.
“Ibu dan ayah adalah seseorang
yang aku kagumi. Meski pada akhirnya mereka berpisah, tapi… ketika tidak ada
yang salah, mereka sangat akrab dan terlihat sangat serasi”
Shirakawa-san berhenti sejenak,
sambil menggigit manisan apel.
“Aku sudah pernah mengatakan
ini sebelumnya, bahwa aku punya mimpi kalau aku ingin menikahi orang pertama
yang pernah kukencani, mirip seperti ibu”
Dan kemudian, dia menundukkan
kepalanya, dan menggigit manisan apel.
Langkahnya berangsur-angsur
melambat … dan akhirnya, dia berhenti.
“Shirakawa-san?”
Karena penasaran ada apa, aku
melihat wajahnya dan dibuat terkejut.
Butiran air mata mulai mengalir
dari kedua mata Shirakawa-san.
“Ap-Apa kamu baik-baik saja?”
Saat aku panik jika dia juga
teringat akan sesuatu yang menyakitkan tentang orang tuanya, Shirakawa-san
bergumam.
“…Kenapa….. ini bukan pertama
kalinya bagiku”
Dia bergumam pelan dengan nada
sedih.
“Ketika aku melihat Ryuuto yang
tidak terbiasa dengan banyak hal, itu membuatku sedih"
“Eh…”
Shirakawa-san mengangkat
wajahnya dan menatapku yang sedang kebingungan.
“Ini bukan pertama kalinya bagiku.
Memang bukan di festival ini, tapi ini bukan pertama kalinya aku berjalan memakai
yukata dan mengunjungi festival bersama cowok… atau pertama kali menonton
kembang api bersama”
Ekspresinya saat dia berbicara
berkerut kesakitan.
“Aku berharap ini pertama
kalinya bagiku…”
Air mata tersebut tak berhenti
mengalir.
Di depanku, yang bahkan tidak
bisa mengeluarkan suara terkejut, dia, seolah-olah melarikan diri dari tatapan
orang yang lewat, menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
“Semua yang kulakukan bersama
Ryuuto, kuharap ini menjadi pengalaman pertamaku juga….. aku ingin menghapus
ingatanku sendiri…”
Shirakawa-san menangis tersedu
sampai bahunya bergetar.
“Ryuuto sudah memberiku begitu
banyak pengalaman pertamamu … meski itu membuatku bahagia, namun … aku tidak
bisa memberi Ryuuto apapun pengalaman pertamaku …”
Dia
biasanya ceria, tetapi tak disangka bahwa sekarang dia menangis seperti ini.
Aku tercengang, tapi kemudian
aku teringat sesuatu.
“Tapi kamu sudah memberiku
banyak hal”
Aku lalu memberitahunya.
“Meski lokasi kencan bukan
pertama kalinya bagimu… Jika perasaan yang dirasa Shirakawa-san saat kamu
bersamaku berbeda dari waktu lain sebelumnya… aku sudah merasa senang”
Kamu
tidak dapat memutar kembali waktu. Meski seseorang tidak dapat berpura-pura
bahwa masa lalu tidak pernah terjadi ... Aku berharap kamu tidak akan begitu
patah hati, dan menyesali waktu yang sudah berlalu.
Karena
saat ini, aku sangat mencintai Shirakawa-san yang ada di depanku.
“Ryuuto…”
Mata basah Shirakawa-san
bergetar.
“Sini biar aku pegang”
Aku menerima cangkir minuman
boba dari tangan Shirakawa-san, dan kemudian menggenggam tangannya.
Untuk beberapa saat, kami
berjalan dalam diam.
Si penjaga kios okonomiyaki,
yang kelihatannya pada dasarnya sedang istirahat sebelumnya, sibuk
mengayun-ayunkan spatula di depan barisan pelanggan. Sebuah benturan dibuat dari
kios maknana di suatu tempat, dan untuk sesaat, orang-orang di sekitarnya
membuat kegemparan.
“... Aku pikir aku bertentangan
dengan diriku sendiri, tapi…”
Di antara jeda dari menggigit
manisan apelnya, Shirakawa-san mulai berbicara lagi.
“Ada bagian dari diriku yang merasa
senang bahwa aku baru berpacaran dengan Ryuuto sekarang”
Aku dengan sabar menunggunya
terus melanjutkan, sambil penasaran apa yang dia maksud. Dan kemudian
Shirakawa-san tersenyum padaku.
“Jika pertama kali aku
berpacaran dengan seseorang seperti Ryuuto… aku merasa seperti akan menerima
begitu saja, dan melewatkan begitu banyak hal indah tentang Ryuuto”
Dia bergumam, dan kemudian
tertawa kecil.
“Jika ada, kamu mungkin
mengeluh ‘Pacarku tidak terlalu sering
menyentuhku, apakah dia tidak mencintai aku?’ atau sesuatu seperti itu
kepada teman-temanmu”
Aku menimpalinya dengan
lelucon.
“Eh, pfft…”
Saat aku meniru cara bicara
Shirakawa-san yang biasa, dia justru tertawa lepas.
“…Sebelumnya, ketika pacarku
menginginkanku, aku merasa lega. Aku akan berpikir bahwa aku dicintai, dan
berpikir bahwa ini adalah tempat di mana aku seharusnya berada”
Shirakawa-san menyipitkan
matanya, seolah-olah dia sedang berduka atas rasa sakit di hari yang jauh.
“Dan saat aku pikir-pikir lagi
sekarang, sebaliknya itu berarti aku tidak bisa merasakan cinta kecuali saat
dalam situasi echhi, iya ‘kan”
Aku mendengarkannya diam-diam
saat dia membuat senyum mencela diri sendiri.
“Mungkin karena aku menjadi
diriku yang sekarang sehingga aku bisa memahaminya. Itu artinya… Ryuuto sangat
peduli padaku”
Shirakawa san tersenyum bahagia
seraya menurunkan pandangannya sedikit,
“Ketika aku memikirkannya… aku
merasa bahwa aku dapat berpikir… bahwa hubungan yang sudah kujalani sampai
sekarang, meski terasa menyakitkan, mungkin tidak terlalu sia-sia”
“Shirakawa-san…”
Pacar
pertamaku sangat berpengalaman.
Aku
terus berpikir bahwa hanya pihak cowok yang akan memiliki perasaan bertentangan
mengenai fakta itu.
Tapi
aku tidak pernah menyangka bahwa dia juga akan berbagi perasaan yang sama
mengenai hal itu…
Itu
sudah cukup.
Sepertinya
sudah waktunya bagiku melupakan mantan pacar Shirakawa-san.
“Shirakawa-san, apa kamu
mencoba permainan airsoft ?”
“Eh, ada apa ini, tiba-tiba
menanyakan itu?”
Shirakawa-san membuka matanya
lebar-lebar terhadap perubahan topik pembicaraanku yang mendadak, dan kemudian
dia menggelengkan kepalanya.
“Tidak pernah. Permainan itu,
kalau tidak salah, sebuah permainan di mana kamu saling menembak di hutan?”
“Betul sekali. Ichi… bersama kedua
temanku, kami terus berbicara tentang seberapa banyak kami ingin mencobanya, tapi
tempat yang ingin kami tuju membutuhkan minimal enam orang, dan kami kekurangan
tiga… Jika kamu mau, apa kamu mau ikutan? Dengan Shirakawa-san… Yamana-san, dan
mungkin pacarnya”
“Ah, Nikoru tidak punya pacar
sekarang”
“Begitu ya…”
“Tapi aku ingin pergi! Apa aku
boleh mengajak Akari? Dia itu gadis dari kelas kita!”
“Iy-Iya, tak masalah”
Meski menganggukkan kepalaku,
aku merasa seperti telah mengatakan sesuatu yang buruk. Ketika aku membayangkan
Ichi dan Nishi menjadi kaku dikelilingi oleh gadis-gadis periang dan modis, dan
kemudian perasaan cinta-benci mereka
terhadap Yamana-san mengenai masalah di izakaya, dan kemudian dilecehkan dengan
“Kamu berani pamer kemesraan dengan
Shirakawa-san, dasar cowok muram palsu! ”, membuatku mulai mengeluarkan
keringat dingin meski suhu di sini cukup panas.
Tapi,
aku ingin membawanya.
Aku
ingin membawa Shirakawa-san ke tempat yang belum pernah dia kunjungi
sebelumnya.
“Shirakawa-san, mari kita
banyak hal pertama bersama denganku”
Shirakawa-san menatapku dengan
saksama saat aku berbicara dengan antusias.
“Sebelum kita mulai pacaran, kita
seharusnya hidup di dua dunia yang sama sekali berbeda… jadi kupikir, kita
dapat melakukan banyak hal yang kita inginkan jika kita mau. Pengalaman baru,
bersama denganku”
“Ryuuto…”
Sekali lagi, mata Shirakawa-san
tampak berbinar-binar.
“…Ya, kamu benar. Ayo lakukan
banyak pengalaman pertama bersama-sama”
Menggenggam erat tangan kami
yang saling bergandengan, Shirakawa-san mencondongkan tubuh lebih dekat ke
arahku. Sandal getanya mengeluarkan suara dentingan.
“… Ryuuto, aku sangat
mencintaimu”
Saat aroma buah atau bunga
melayang dengan kental terhirup hidungku, aku menikmati suara manis yang
berbisik lembut di telingaku, dan berharap untuk selalu mengingatnya bahkan
setelah aku menginjak dewasa.
◇◇◇◇
Ketika kami berjalan sepanjang
jalan yang penuh dengan kios menuju jalan gunung, kami menemukan satu kios yang
mencolok di sudut jalan.
“Ah, yang itu sangat lucu!”
Tempat yang Shirakawa-san
tunjuk adalah kios yang menjual aksesori. Sebuah nampan diletakkan di atas meja
yang dilapisi kain putih, dan cincin serta anting-anting dengan berbagai batu
warna berjajar. Penjaga kiosnya adalah seorang wanita modis dengan dua warna
rambut yang berbeda, yang memberikan kesan sangat khusus.
“Ini aksesoris batu alam. Aku
pergi ke Turki untuk membelinya, dan membuatnya, jadi jauh lebih murah daripada
harga pasar. Semuanya buatan tangan, jadi semua aksesori ini unik-unik”
Wanita itu mulai berbicara
dengan Shirakawa-san, yang mendekat dengan penuh minat.
“Hee~ mereka terlihat cantik!
Tapi aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang batu”
“Banyak orang memulai dengan
batu kelahiran mereka. Bulan apa ulang tahunmu?”
“Um, bulan Juni”
“Kalau begitu, itu akan menjadi
batu bulan”
“Batu bulan ...”
Shirakawa-san sepertinya
tiba-tiba tertarik dengan nama batu yang berasal dari namanya sendiri.
“Batu bulan adalah yang ini”
Wanita penjaga kios menunjuk ke
contoh batu permata kasar, mata Shirakawa-san langsung berbinar begitu melihat
batu tersebut.
“Wah, cantik sekali!”
Batu bulan yang dimaksud
mempunyai warna seperti putih susu, dengan nuansa transparan seperti susu yang
dilarutkan dalam air panas, yang sedikit terlihat seperti mutiara, berkilau,
dan misterius. Jika aku diberitahu tentang batu bulan, aku memiliki firasat
bahwa itu mungkin terlihat seperti ini.
“Desain seperti apa yang anda
miliki untuk batu ini?”
“Anting-anting ini misalnya”
“Anting-anting, ya”
“Karena ini adalah ear cuff, orang yang memiliki tindikan
juga dapat menggunakannya”
“Nnnn… aku ingin memiliki batu
yang lebih besar. Apa ada cincin?”
“Cincin? Cincin ya ... Aah, sayannya
cincin batu bulan sudah dibeli orang... ”
Dan di sana, wanita itu membuka
matanya lebar-lebar ketika tatapan matanya melihat wajahku.
“Ah…”
Percakapan antara Shirakawa-san
dan wanita itu berlanjut, dan tidak ada celah bagiku untuk mulai berbicara. Dan
ketika aku berpikir untuk menyela pembicaraan mereka….
“Hmmm, memang sangat disayangkan.
Aku juga berpikir itu akan sangat cocok untukmu ”
Untuk beberapa alasan, wanita penjaga
kios mengatakan itu pada Shirakawa-san, dan kemudian dia mengedipkan mata
padaku.
“Sayang sekali ... aku akan
datang lagi”
“Aku mengerti, aku mungkin akan
berada di sini lagi tahun depan!”
Suara wanita itu mengantarnya
pergi, dan Shirakawa-san mulai berjalan lagi dengan ekspresi menyesal di
wajahnya.
“Batu bulan, katanya. Ini
pertama kalinya aku melihatnya, tapi ternyata sangat cantik~. Aku ingin memakainya jika ada
cincin”
Saat dia mengatakan ini,
Shirakawa-san mengarahkan tangannya ke depan wajahnya, lalu merentangkan kelima
jarinya.
“Kupikir ini sudah tumbuh
panjang, tapi ornamen pada kuku ini disebut shell,
tahu. Karena ronanya mirip dengan shell
ini, aku pikir batu bulan tadi pasti cocok dengan ornament kuku punyaku. ”
“Be-Begitu ya”
Jantungku berdebar-debar saat
mendengar ucapannya.
Sebenarnya…
Orang yang membeli cincin batu bulan dari toko itu sebelumnya adalah aku.
Tentu
saja, aku tidak memutuskan membeli yang ini karena itu adalah batu kelahiran
Shirakawa-san, atau itu bernama batu bulan. Karena aku gugup untuk berbicara
dengan wanita penjaga kios yang modis, aku hanya berjalan beberapa kali,
meliriknya dari kejauhan dan memeriksa harganya, dan aku langsung mengambil
keputusan karena melihat ada tulisan ‘cocok semua ukuran’.
Saat
aku akan memberitahunya.
Saat
aku akan memberikannya padanya…
Karena
aku baru saja membelinya beberapa waktu lalu, aku tidak punya rencana atau
sesuatu seperti itu sama sekali.
“Baiklah. Ah, lihat, lihat ke
sana~”
Shirakawa-san, yang perhatiannya
langsung beralih ke hal lain, kemudian akan berbicara denganku di setiap
kesempatan yang dia dapatkan sambil menyeruput minuman boba dan menggigit manisan
apel sedikit demi sedikit. Dan sambil memberikan tanggapanku, aku terus menerus
berpikir tentang masalah cincin dan merasa gelisah.
“…Ah, tapi batu yang tadi
sangat cantik, iya ‘kan”
Setelah topik pembicaraan
berganti beberapa kali, Shirakawa-san kembali ke topik aksesoris batu alam.
“Jika kita melewati kios itu
lagi saat kembali, seperti yang diharapkan, apa sekalian lihat ear cuff juga kali ya? Tapi harganya
lumayan mahal juga. Kata si penjaga tadi harganya 5.000 yen. Aku juga harus membayar
untuk perbaikan smartphone-ku ... Akan lebih baik jika itu 500 yen ” (TN : 5.000 yen
kalau dikonversikan kira-kira sekitar 600 ribu rupiah)
“Aku rasa begitu…”
Sambil mengobrol begitu, kami
terus berjalan menyusuri jalan gunung, dan datang ke tempat kuil.
Kuil yang kami kunjungi adalah
kuil kecil yang terletak di atas tangga batu yang curam, dan aku bisa membayangkan
bahwa tempat ini biasanya sepi. Tapi sekarang bahkan ada kios yang berjejer di
tempat itu, dan kuil ini merupakan kuil dewa local daerah pedesaan yang ramai.
“Karena kita mumpung di sini,
mari kita kunjungi kuil”
Dipandu oleh Shirakawa-san,
kami melemparkan persembahan uang di depan kuil lalu berdoa.
“Apa yang kamu doakan, Ryuuto?”
“Nn? Hmmm…”
Cuma ada satu keinginan di
hatiku.
Aku berharap aku bisa bersama dengan
Shirakawa-san selamanya
Tapi, permintaan tersebut
terlalu serakah.
Jadi sekarang, aku membuat
permintaan yang sedikit masuk akal dan wajar.
“Aku berharap bisa merayakan hari
jadi dua bulan yang hebat bersama Shirakawa-san”
Dan kemudian, wajah
Shirakawa-san tampak terkejut.
“Jadi kamu mengingatnya…”
“Maaf, sebenarnya aku ingin
memberimu hadiah yang sesuai, tapi…”
Di tengah kata-kataku,
Shirakawa-san menggelengkan kepalanya dengan penuh semangat.
“Cuma perasaanmu saja sudah
cukup”
Kemudian, dia menatapku dengan
mata berbinar.
“Itu karena, bertemu dengan
Ryuuto adalah hadiah terbaik yang pernah kudapatkan”
Layaknya bunga matahari,
Shirakawa-san tersenyum dengan ceria.
“Hei, apa kamu mau mendengar
keinginanku?”
“Eh? Ya-ya”
“‘Kuharap aku bisa bersama dengan Ryuuto selamanya’”
“Ah…”
Dadaku dipenuhi perasaan
gembira saat mengetahui bahwa kami memikirkan keinginan yang sama.
Shirakawa-san menatap ke arahku
dan tersenyum.
“Meski itu dari hukuman, terima
kasih karena sudah menembakku saat itu”
“Shirakawa-san…”
Seharusnya
aku yang mengucapkan terima kasih.
Karena
sudah mau datang ke tempat parkir guru pada waktu itu. Dan memberi balasan oke
dari pengakuan teman sekelas yang belum pernah kamu ajak bicara.
Itulah
awal dari kebahagiaan ajaib yang berlanjut hingga hari ini.
“…Ah, Shirakawa-san”
Aku merogoh kantongku saat
mengingat sesuatu.
“Dan aku minta maaf.
Sebenarnya, bukannya aku tidak memberimu hadiah…”
“Eh?”
Aku menyerahkan kotak aksesori epada
Shirakawa-san yang terkejut. Shirakawa-san lalu mengeluarkan isinya dan cuma bisa
terdiam saat melihat cincin dengan batu putih susu di telapak tangannya.
“Ini …!”
Dengan mata terbuka lebar, dia
menatapku dengan mulut tertutup dan terbuka.
“Mustahil!? Eee!?! Kapan kamu
membelinya!?!”
“Beberapa waktu yang lalu…
Sebelum aku pergi menjemput Shirakawa-san”
“Kenapa .. kamu membeliku batu
ini ...?”
“Karena kupikir batu ini
mungkin terlihat cocok dengan kuku
Shirakawa-san saat ini… untuk beberapa alasan. Dan sesuatu seperti, shell? Padahal aku tidak tahu istilah
itu sama sekali”
Saat aku berbicara, aku bisa
melihat sesuatu berkedip di mata Shirakawa-san.
Jadi aku buru-buru melanjutkan.
“Sebenarnya, aku ingin
memberikan sesuatu yang lebih pantas… jika aku mengatakannya, mungkin perkataan
ini sedikit tidak sopan untuk wanita penjaga kios itu, tapi aku berpikir untuk
membelikanmu sesuatu yang lebih mahal di toko yang akan menaruh sesuatu seperti
pita di kotaknya dan meletakkannya di dalam tas mengkilap ...”
Karena
aku mendapat penghasilan dari pekerjaan sambilanku, aku juga menambahkan bagian
itu dari ulang tahunnya beberapa waktu lalu ... ada perasaan seperti itu dalam
diriku. Tetapi di kota kecil di tepi pantai ini, aku tidak dapat menemukan toko
semacam itu. Jadi aku hanya mencoba untuk membuatnya tepat waktu, namun….
Aku
tak pernah menyangka dia akan sebahagia ini.
“Tidak, ini sudah lebih dari
cukup ...”
Sambil menyeka air mata,
Shirakawa-san menggelengkan kepalanya.
“Ini bagus untuk sekarang”
Lalu dia tersenyum malu-malu.
“Kegembiraan menerima benda
seperti ini, aku ingin menyimpannya untuk waktu mendatang…”
Waktu
mendatang…?
Di dalam kepalaku, ada gambaran
Shirakawa-san dalam balutan gaun pengantin yang tersenyum padaku.
“…Hei, bisakah kamu memakaikan
ini untukku?”
Ditanya oleh Shirakawa-san, aku
yang tadi seikit melamun kembali tersadar.
“Ah, iya”
Aku mengambil cincin itu dari
tangan Shirakawa-san, dan menatapnya untuk melihat jari mana yang harus aku
pakai.
“Hmmm, sebelah sini!”
Shirakawa-san menyerahkan
tangan kanannya kepadaku, dan dia mengepakkan jari manisnya.
“Baiklah”
Shirakawa-san tersenyum padaku,
yang hanya sedikit menyesali karena cincin tersebut tidak dipasang di jari
kirinya.
“Masih belum… oke” gumamnya.
“…Yeah” balasku.
Isi hatiku dipenuhi dengan
perasaan hangat, dan wajahku secara alami tersenyum.
Aku
penasaran apa aku diperbolehkan untuk percaya bahwa memang ada masa depan yang seperti
itu.
Masa
depan dimana aku bisa bersama dengan Shirakawa-san selamanya.
Jika
itu hanya keinginanku, aku tidak memiliki keyakinan kalau itu akan terwujud.
Tapi jika itu keinginan Shirakawa-san...jika itu keinginan gadis baik seperti
dirinya, bahkan sang dewa mungkin akan mengabulkannya.
“…Waa cantik banget!”
Dengan pipi memerah,
Shirakawa-san mengangkat batu bulan di tangan kanannya ke langit.
“Rasanya seperti ada dua bulan
...”
Di bergumam dengan wajah
gembira dan pipi yang merah merona saat membandingkannya dengan benda bulat yang
muncul di langit malam.
BANG!
Suara ledakan bergema dari
lingkungan sekitar kami.
Bersamaan dengan suara itu
muncul, bunga-bunga cahaya besar bersinar di langit yang masih sedikit terang.
“Eh, sudah waktunya pertunjukkan
kembang api!?”
Mata Shirakawa-san terbuka
lebar.
Rencananya kami ingin menonton
kembang api di pantai, tapi kami masih berada di kuil di dataran tinggi.
Mencoba menemukan tempat di mana setidaknya kami bisa menemukan pemandangan
yang lebih baik, kami mencari tempat di mana pepohonan tidak menghalangi.
Setelah meninggalkan kuil, kami
naik lebih jauh ke tangga yang terbelah menjadi dua, dan menemukan tempat
dengan pemandangan yang jelas di sepanjang jalan. Karena arus orang baik menuju
kuil atau pantai, tidak ada pengunjung sebelum kami dan tempat yang kami
temukan adalah tempat yang tenang.
“Yaay! Ini tempat rahasia”
“Kamu benar”
Kembang api yang diluncurkan ke
langit bermekaran persis setinggi mata. Rasanya sungguh nyaman karena kami
tidak perlu mendongak ke atas.
“Ryuuto”
Shirakawa-san tiba-tiba bersandar
di dekatku. Dia meraih lenganku, dan merangkulnya. Merasakan sensasi lembut yang
menempel di lengan atasku, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.
“Bisakah kita tetap seperti ini
sampai pertunjukkan kembang api berakhir?”
Ditanya dengan suara manja dan
sengau, aku mengangguk gugup.
“Y-Ya”
“Fufu”, aku mendengar tawa dari
arah sampingku.
“…Jika hatimu dekat dengan
seseorang, kamu tentu ingin dekat dengan mereka, ya. Aku tidak pernah menyadarinya
sampai aku mulai berpacaran dengan Ryuuto”
Kembang api diluncurkan terus
menerus dengan kecepatan normal. Di tengah-tengah pemandangan yang tenggelam
dengan cepat ke dalam kegelapan, suara Shirakawa-san di sisiku terdengar merdu
di telingaku.
“Aku mencintai Ryuuto. Jika
perasaan ini tetap bersamaku, aku yakin akan tiba… dimana aku ingin berhubungan
seks dengan Ryuuto”
Shirakawa-san…
Aku menoleh ke samping dengan
jantung berdebar kencang. Kemudian tatapan mata kami bertemu.
Shirakawa-san melepaskan
rangkulannya. Kami kemudian saling berhadapan, dan menatap mata satu sama lain.
Shirakawa-san dengan malu-malu
mengalihkan pandangannya.
Saat tatapan kami bertemu lagi,
aku memberitahunya.
“Aku mencintaimu, Luna”
Matanya dengan cepat menjadi
lembab dan basah. Lalu, seakan-akan tak bisa membendungnya lagi, butiran air
mata mengalir di pipinya.
“Aku juga”
Seakan diliputi emosi yang tak
terbendung, dia berbicara.
“Aku juga mencintai Ryuuto”
Aku menyeka air mata yang
mengalir di pipinya, lalu mendekatkan wajahku padanya. Aku memperhatikan matanya
yang besar saat terpejam, dan dengan lembut menempelkan bibirku di bibirnya
yang lembut.
Aku bisa mendengar suara ledakan
dari pertunjukan kembang api.
Dan aku merasakan kehangatan dari
kekasihku tercinta.
Di momen ini, cuma itulah segalanya
di duniaku.
<<=Sebelumnya |
| Selanjutnya=>>
Aduh diabetes dah gw
BalasHapusP dicari mantannya luna untuk dieksekusi karena luna merasa menyesal telah berpacaran sebelum dengan ryuuto
BalasHapus