Penerjemah : MeZhael
Editor : Kareha
Prolog
“Pulang sekolah nanti, ada sesuatu yang
ingin kubicarakan denganmu, jadi tunggu aku.”
Saat jam istirahat makan siang hampir selesai, Hinagata Shiori
mendadak berbicara begitu padaku. Sejenak, hal itu lumayan membuatku grogi.
Sepulang sekolah... Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu…
Jika ada seorang gadis, terlebih lagi gadis yang paling cantik di
sekolahmu, tiba-tiba membeitahumu sesuatu ambigu seperti itu. Aku yakin, kalian
pasti merasa grogi.
Apa dia ingin menembakku atau semacamnya? Mau tak mau, aku jadi
membayangkan hal itu.
Pada saat itu, balasanku sedikit kaku, “Oh, oke.” Tapi jika kupikir-pikir lagi, tidak ada hal khusus
antara aku dan Hinagata. Kami berdua cuma teman masa kecil. Jadi, bukan sesuatu
yang seperti itu. Saat dipikir-pikir lagi, logikanya segampang satu tambah
satu.
“Oi, Tonomura. Ayo pulang?”
Sugiuchi yang merupakan teman sekelas, datang menghampiri mejaku
saat aku sudah bersiap untuk pulang.
“Aah…. Buat hari ini. Itu…..”
“Hm, kenapa?”
Aku menengok ke arah Hinagata, dan memastikan bekal kotak makan
siangku ada di dalam tas.
“Hari ini aku ingin pulang sendiri saja."
“… Ohh. Okelah.”
Maafkan aku, kawan.
Kita selalu bersama setiap hari, tapi tidak untuk hari ini Kami kemudian cuma bertukar salam.
Saat Sugiuchi hendak meninggalkan ruang kelas, dia tiba-tiba
berhenti di depan pintu dan berbalik dengan wajah cengengesan.
“Oh ya, video nek*p*i tentang cewe gyaru yang kamu saranin kemarin
itu sangat mantap!”
“Woi ... Jangan membahas itu sekarang!”
Sugiuchi tertawa sembari melambaikan tangannya lalu pergi. Aku
yakin, dia sengaja melakukan hal itu.
Seisi ruangan kelas, yang masih ada beberpa murid, langsung
terdiam dan ada yang langsung bergegas keluar. Aku baru saja naik kelas dua dan
aku bisa melihat kalau popularitasku langsung menurun anjlok…
Hinagata menarik kursi yang ada di sebelahku dan duduk di sampingku
“Boleh aku bicara denganmu?”
Dia memiliki mata sipit yang terlihat agak sadis dan wajah yang
cantik. Rambut hitamnya mudah terurai saat dia akan membalikan wajahnya untuk
menengok. Aku bisa paham kenapa orang menyebutnya kecantikan yang sempurna atau
semacamnya.
“Ada apa, tiba-tiba memanggilku?”
“Aku bukan cewek gyaru, oke?”
Sugiuchi.. awas saja kau...
“Memang pedih saat orang berbuat kejam seperti itu kepadaku.”
Bukan maksudku hingga dia bersikap seperti itu.
Mungkin karena suaranya yang tenang dan jelas itulah yang sampai membuatku
terdengar sangat meyedihkan.
“Maaf. Maaf, tapi kamu duluan yang menjahiliku, oke? Jadi, apa
kita bisa mulai berbicara serius?”
“Yeah.”
Aku bersandar di kursi dan mulai memintanya untuk melanjutkan,
tapi Hinagata hanya terdiam dan menggosok lututnya. Dia ragu-ragu melirik ke wajahku
dan kemudian menunduk ke bawah lagi. Dia mulai membuka mulutnya seolah-olah
sudah yakin tapi menutupnya lagi karena ragu.
Pipinya tampak memerah dan aku yakin itu bukan karena pancaran sinar
matahari yang menyinari kelas.
..... Hei, reaksi malu-malu
itu. Mustahil...
Jangan bilang...
“Aku sudah menemukan orang yang kusuka.”
“… Oh… Ya, ya.”
Aku dibuat takut. Aku tidak tahu, aku tidah tahu kenapa, tapi aku
merasa sedikit gugup.
“Bukannya itu bagus untukmu.”
“Ya..”
Pipi Hinagata sedikit mengembang. Orang lain cenderung menanggap kalau
dia itu keren dan tak punya emosi, tapi terkadang emosinya melunjak seperti
ini.
“Terus?”
“Kupikir Ryunosuke bisa memberiku beberapa saran.”
“Jangan bertanya kepadaku yang seolah-olah aku ini veteran dalam
hal percintaan.”
“Aku ngerti, kok. Kamu
masih perjaka.”
“Diam.”
Lagipula, aku tidak pernah pacaran. Dan, yah, dia sendiri
harusnya sudah mengetahui itu.
.....Hmm? Dan dia ingin meminta saran dariku?
“Hinagata, apa kamu serius mau meminta saran dariku? Bukannya kamu
bertanya pada orang yang salah?”
“Aku yakin, aku tidak salah orang.” Dia meyakiniku.
“Hal kayak gini, kamu tahu, lebih baik kalau bertanya pada temen
dekat cewek daripada denganku atau semacamnya.”
“… rasanya memalukan. Selain itu, aku juga kurang peka tentang
perasaan cowok, apalagi yang berkaitan dengan hal romansa.”
Aku tahu, gadis yang tumbuh berdasarkan manga Shoujo saja takkan
bisa memahami perasaaan cowok.
“Aku tahu kamu menyukai cewek gyaru, tapi setidaknya ...”
“Jangan mengungkit-ungkit hal itu lagi.”
Jelas itu bikin hati tersinggung, kan?
“Lihat, Hinagata. Misalnya saja begini, kamu pasti merasa bosan
kalau cuma makan daging dan kentang terus setiap hari”
“?”
Dia memiringkan kepalanya dengan kebingungan.
“Setidaknya untuk hari ini,
ayo makan makanan ringan!? kadang cowok menyukai hal-hal kayak begitu.”
“?”
Wajahnya masih terlihat kebingungan.
“Cewek gyaru, makanan riangn…..?”
“Lupakan saja.”
Nampaknya masih terlalu awal untuk dia terbiasa dengan kehidupan
cowok sejati.
Dan aku cukup lega karena dia ada niatan untuk memahami cara berpikir
cowok.
Tubuhnya yang langsing serta wajahnya yang cantik sangat populer
dikalangan cewek maupun cowok. Dan Hinagata
justru sangat populer di kalangan cewek ketimbang cowok.
Hinagata, yang sudah sering ditembak, menolak kedua kaum itu
dengan dengan cara yang sama. Aku juga kadang mendengar gosip kalau dia lebih
menyukai cewek ketimbang cowok.
“Cuma ingin memastikan saja. Kamu memilihku untuk memberimu saran
dan ingin tahu cara berpikir cowok, itu berarti, yang kamu suka itu seorang
cowok, ‘kan?”
“Ya.”
Benar. Inilah bagian terpenting, aku harus memastikannya.
“Ini mirip perasaan romantis… ‘kan? Bukan 'suka' yang umum,
melainkan 'cinta'.”
Aku merasa malu sendiri saat mengucapkan kata ‘cinta’ di luar
pelajaran bahasa Inggris.
“Itu cinta; Aku serius.”
Oke, beneran cinta, ya...
“Kalau kamu tidak mau memberitahuku tidak masalah. Tapi, orang
yang kamu sukai itu cowok seperti apa?”
Saat aku bertanya karena penasaran, dia menengok ke atas seakan
sedang berpikir lalu menjawab.
“Aku mengenalnya, sifatnya baik dan tampan.”
Oh, jadi dia menyukai cowok yang seperti itu. Menghitung cowok
tampan yang bisa kupikirkan... Karena Hinagata ada di klub basket cewek. Jadi,
apa anggota yang ada di klub basket cowok? Klub basket itu terkesan santai dan
keren. Itu sesuatu yang banyak orang tahu.
“Ujung-ujungnya lihat tampang juga.”
Aku ngerti, aku ngerti, tapi jumlah cowok ganteng terbatas.
“Aku… aku suka wajahnya. Aku tidak tahu tentang pandangan orang
lain kepadanya.”
“Hmmm. Apa kamu ingin berpcaran dengan cowok itu, berpegangan
tangan, dan menciumnya?”
Dia mengeluarkan suara aneh lalu terdiam beberapa saat, wajahnya
memerah. Setelah itu, dia pun mengangguk pelan.
“… Ya.”
Ekspresinya itu sangat menggambarkan wajah seorang gadis yang sedang
dilanda asmara.
Tidak, aku sebenarnya tidak tahu seperti apa ekspresi gadis yang
sedang dilanda asmara, tapi aku yakin seperti inilah ekspresi gadis yang sedang
jatuh cinta.
“Aku ingin menciumnya.”
“Hm.”
Sekali lagi, Hinagata menutup wajahnya demi menutupi rasa malunya.
Dia bisa menutup wajahnya yang memerah tapi tidak untuk telinganya.
Gitu, ya? Aku tidak bisa membayangkan ada cewek yang
menginginkanku seperti itu.
“Sekarang gimana? Seberapa dekat hubungan kalian?”
“…..Seseorang yang sering aku ajak ngobrol.”
Jadi, kurasa kebanyakan kandidatnya adalah seseorang dari sekolah
ini.
“Siapa?”
“Masih rahasia.”
Dalam urusan cinta, dia tidak begitu mahir— begitulah menurutku. Dia
mungkin takkan bisa megatakannya semudah itu. Jika aku tau siapa cowoknya, akan
lebih gampang untuk memberinya saran. Tapi, mungkin aku tidak punya pilihan
lagi. Aku tidak ingin terlalu kepo
seperti bocah, dan mungkin Hinagata memilihku untuk memberinya saran karena aku
adalah tipe yang dia percayai.
“Apa nomer kontaknya?”
“Mungkin aku bisa tahu saat aku berniat mencarinya, tapi aku tidak terlalu paham tentang SNS[1] atau sejenisnya.”
Dia bilang mereka cukup deket karena sering mengobrol, tapi tidak cukup
dekat sampai bertukar kontak pribadi.
“Ya, kamu harus tahu nomer kontaknya dulu. Jika tidak. Kamu takkan
bisa memberitahu sesuatu yang ingin kamu ucapkan, bukan?”
“Ya, aku akan berusaha semampuku.”
“Kenapa kamu tidak mengajaknya berkencan saja?”
“Yah, itu…! Aku enggak bisa…!”
Dia mengelus dadanya dan mengambil nafas dalam-dalam. Cuma
membanyangkan saja mungkin sudah membuatnya senang.
Dia bahkan belum mengetahui nomer kontaknya, tapi dengan melihat
wajah cantiknya… maksudku, mana ada cowok yang menolak ketika dihubungi
olehnya.
Aku menepuk bahunya. Tubuh Hinagata tersentak… Eh? Apa aku
sangat membuatnya kaget?
“Hinagata, berjuanglah. Mana ada cowok yang akan menolak saat kamu
meminta nomer kontaknya.”
“Ya, mungkin.”
“Ya.” Aku menganggukkan kepalaku berulangkali.
Guru datang dan menyuruh kami untuk keluar karena kelas akan
dikunci, jadi kami berdua pun keluar. Aku melihat jam di ponselku dan melihat
kalau kami sudah mengobrol kurang lebih selama satu jam, dan sebelum aku
menyadarinya, matahari mulai terbenam dan koridor nampak mulai gelap.
Saat aku berjalan menuju gerbang, aku mengeluarkan sepatu ketsku
dari loker dan memakainnya. Lalu aku pun berjalan keluar bersama Hinagata yang
berjalan di sampingku.
“Kalau diingat-ingat lagi, kita belum pernah pulang bareng sejak
musim semi kelas 2 SMP,.”
“Oh, iya juga...”
Aku ingat itu. Kami berdua sibuk dengan kegiatan klub. Jadi, jam
pulang kami berbeda. Cuma karena kita pulang di arah yang sama bukan berarti
jam pulang kita juga sama.
“Apa kalian berdua
pacaran?” aku tidak ingin diejek oleh Senpai dan teman sekelas, dan aku
merasa malu kalau dilihat dengan keluargaku.
Kurasa mungkin sudah ketebak dari sikap dan wajahnya. Hinagata
sudah tidak ingin lagi mengobrol denganku saat keluar gerbang sekolah, apalagi
saat ini kita sedang berjalan pulang.
Tampaknya hari ini dia sudah merasa cukup dengan saranku hingga
tidak menanyakan apapun, dan aku juga tidak mengatakan apapun.
“Umm,” Aku mendengar gumaman lalu menoleh Hinagata yang terdiam
beberapa langkah di belakangku
“Ryunosuke”
“Ya?”
Hinagata mengambil ponsel dari sakunya, tapi karena dia tidak
memegangnya dengan benar, ponsel itu terjatuh.
Kenapa, apa itu bak-baik saja?
“Apa ponselmu baik-baik saja?
“Ya. Tidak apa-apa."
Dia mengambil nafas dalam-dalam lalu mengambil ponselnya, dan
memberitahuku kalau itu baik-baik saja
“….Yuk, goyangkan[2].”
Apa ini pertukaran ID SNS?
“Yah, aku tidak tahu itu....”
Kurasa, aku pernah punya kesempatan seperti ini saat dulu kita ada
di kelas yang berbeda. Dan meski aku tahu nomernya, aku takkan mengirim pesan
karena kami jarang mengobrol.
Aku mengeluarkan ponselku dan bertukar ID dengannya.
Tapi sekarang aku mengerti, rasanya jauh lebih gampang untuk
mengobrol dengannya.
“Ma-makasih…”
“Tidak masalah,” kataku.
Hinagata melihat layar ponselnya dan tersenyum simpul. Itu adalah
ekspresi seorang gadis yang sedang jatuh cinta.
Saat aku menatap wajahnya, ekspresi itu terkesan berbeda dari yang
dia yang biasanya tanpa emosi. Ekspresi santainya terlihat manis.
... Aku jadi teringat mengenai percakapan kami di kelas tadi.
Orang yang dia suka mungkin ada di sekolah yang sama, dia sudah mengenalnya,
dan dia tidak tau nomer kontaknya.
Siapa orang yang disukai Hinagata?
Apa jangan-jangan...
Yah, pasti bukan seperti yang kupikirkan.
<<=Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya=>>
[2] Shiori menyebutkan 'Shake it', salah satu fitur di LINE adalah 'Shake it!' karena memungkinkanmu untuk langsung menambahkan seseorang dengan hanya menggoyangkan smartphonemu. Agar ini berfungsi, kau dan temanmu harus lebih dekat dan mengaktifkan GPS atau Layanan Lokasi