Penerjemah : MeZhael
Editor : Kareha
Chapter
2.1 — Awal Dari Rutinitasku Sehari-Hari.
Pagi ini aku melihat Sugiuchi yang sedang berjalan menuju sekolah,
aku lalu menghampirinya dan menepuk bahunya.
“Yo.”
“Kukira siapa, ternyata itu kamu, Tonomura.”
Aku menyapanya dengan nada biasa, dan dia juga menyapaku dengan
cara yang sama.
“Karena ulahmu, ruang kelas kemarin jadi seperti neraka bagiku.”
Aku mengeluh padanya.
“Apa? Kamulah yang menjadi alasan kenapa libido-ku[1] hilang.”
“Hadeh, dan semoga kamu akan begitu terus selama sisa hidupmu.”
“Sudahlah jangan membahas itu. Aku lagi mencari sesuatu yang lebih
nyata… lagi pula, jaman sekarang sudah tidak ada lagi yang namanya gyaru atau
apalah itu.”
Entahlah, kawan.
“Ah, padahal itu baru saja dimulai, tapi kok sudah keluar saja.”
“Setidaknya, tubuhmu terlalu jujur[2].”
Sagiuchi yang sedari tadi berwajah tenang, mendadak tertawa
terbahak-bahak usai mendengar candaanku.
Aku sudah mengenal Sugiuchi sejak masa SMP, kami juga selalu berada
di kelas yang sama selama dua tahunku di SMA. Bagiku, dia adalah sosok yang
penting, karena aku hanya punya sedikit teman di SMA.
“Apa kamu pacaran dengan Hinaga-san?”
“Hah, aku tidak pernah pacaran dengannya, oke.”
“Rugi banget. Padahal kamu kelihatan akrab dengan cewek cantik
yang mirip seperti artis Seina.”
Seina atau Hishikawa Seinami, adalah artis favorit Sugiuchi.
Nampaknya, dia pernah menjadi model atau semacamnya.
Berkat orang yang satu ini, aku jadi tahu banyak tentang sesuatu
yang tidak aku minati.
“Kami tidak terlalu akrab … kami cuma kebetulan duduk bersebelahan,
jadi kami mengobrol sedikit.”
“Hmm.”
“Orang lain terlalu kelewat tingkah. Kamu akan cepat bosen kalau
terus-menerus melihat cewek cantik. Dan kenapa aku seyakin ini? Karena aku
sudah terbiasa melihatnya.”
“Jadi kamu mengakui kalau dia cantik?”
“Kampret, bukan begitu maksudku.”
Kami berjalan dengan menggendong tas di bahu sambil memasukan satu
tangan di kantong. Badanku lumayan tinggi dari kebanyakan murid SMA, sedangkan
Sagiuchi sendiri justu kebalikannya, jadi saat kami jalan bersama, kami
terlihat lumayan mencolok.
“Jadi~ Kalau aku melakukan ‘yang
begituan’ dengan Hinaga-san, kamu tidak keberatan, kan~?”
Caraya mengucapkan kata “yang
begituan” terkesan realistis.
Hinaga-san adalah cara Sagiuchi memanggil Hinagata.
Aku sudah mengenal Sagiuchi sejak SMP,
dan aku juga tahu kalau dia cowok yang baik, jadi saat dia sudah menemukan
cewek yang dia sukai, aku ingin
mendukung kehidupan cintanya.
“Ya, kalau kamu serius, Sugiuchi.”
“Oh ya… Bisakan kamu mendukungku tentang hal yang kumaksud
barusan?”
“Oh ... yah ... aku tidak tahu apa kamu serius atau cuma main-main”
Sugiuchi menengok dan tertawa, “buhaha”.
“Aku cuma bercanda doang, cuy. Jangan pasang muka serius begitu...
aku tahu kok kalau kamu tidak suka kalau ada cowok lain yang terlalu mengganggumu.”
“Bukan itu yang kumaksud.”
“Tapi bukannya tubuhmu lumayan jujur?”
“Jangan colong kata-kataku. Dan bukan begitu cara memakainya.”
Aku tahu kalau ada banyak cowok yang berusaha mendekati Hinagata, peristiwa
pertamanya mungkin saat dia duduk di bangku kelas 5 SD.
Saat itu aku mendengar kalau ada cowok kelas satu SMP menembaknya–
cowok yang cukup dewasa dari sudut pandang bocah kelas lima SD.
Tapi aku kurang tahu bagaimana itu bisa terjadi.
Lumayan sering cinta monyet seperti itu terjadi dengan cowok yang
duduk di bangku SMP. Tapi bagi Hinagata, bukan begitu. Baginya yang mungkin
sudah berpengalaman dalam hal percintaan, tindakan mereka cuma dicap sebagai
bocah yang cuma main-main.
Karena pengaruh besar itu, dia bahkan sudah lupa akan wajah-wajah
yang pernah menyatakan perasaan padanya.
Mungkin karena mereka bukanlah orang yang dia kenal.
“Apa kamu pernah dengar tentang gosip Hinaga-san yang diam-diam
ikut lomba kecantikan dan mendapat juara pertama?”
“Hah? Secara diam-diam?”
“Ya, para cewek yang tidak ikut lomba atau cuma sebagai penonton,
secara rahasia memilih untuk siapa yang terbaik. Ini agak berbeda dari lomba
pada biasanya, karena semua cewek dapat memilih, jadi ini lumayan menegangkan.”
“Aku tahu kalau dia populer, tapi aku tidak mengira kalau dia
sepopuler itu.”
“Ya, temen masa kecilmu sangat populer,” Ujar Sugiuchi yang nampak
seperti sepuh.
Aku pernah mendengar ungkapan ‘Cewek
tercantik di sekolah’, Tapi ternyata ungkapan itu tertuju kepadanya.
Aku bisa memastikan kalau semua murid cowok di kelasku mengenal
Hinagata, karena mereka akan terus memperhatikan semua gerak-geriknya. Pasti
saja selalu ada cowok yang menghampirinya hanya untuk pamer, mau itu dari kelas
sebelah maupun yang dari sekelas.
Selalu saja ada cowok yang bergabung dan mengobrol dengannya hanya
untuk membicarakan hal yang tidak penting.
Semua yang terjadi ini cukup untuk memastikan kalau dia mendapat
juara pertama pada lomba kecantikan rahasia itu.
“Cewek-Cewek yang ikut lomba kecantikan tahun lalu tidak terlalu
seru, kan? Beberapa dari mereka hanya terlihat mencolok doang, beberapa juga
yang hanya modal pengen, dan bahkan ada yang cuma ingin pamer.”
Mending jangan mendengarkan ocehan Sugiuchi tentang itu.
“Oh ya, ngomong-ngomong tentang gosip…” Tatapan Sugiuchi lalu
berpapasan dengan Hinagata.
Dia sedang berjalan bersama beberapa teman klubnya beberapa
langkah di depan kami.
Hinagata, yang mungkin mendengarkan obrolan kami, merespon dengan
10% gerakan, dan senyuman simpul di wajahnya.
Dia tidak menyela dan tetap menjaga ekspresi datarnya, tapi dia
bukan tipe orang tidak bisa kamu tebak apa yang sedang dia pikirkan.
Gadis yang lebih tinggi yang berjalan di samping Hinagata, Uchino
Kura-san, menengok kea rah kami yang berjalan di belakangnya, dia lalu menepuk
bahu Hinagata.
Saat dia melihatku, dia dengan begitu kencang berbalik lagi hingga
kupikir dia tidak menyukaiku.
“Hei, Tonomura, sepertinya mereka tidak menyukaimu...”
“Tidak, tidak, jelas-jelas itu bukan aku. Mereka pasti tidak
menyukaimu.”
“Apa?”
“Hah?”
Saat kami saling bercanda gurau sambil meninju bahu satu sama lain,
kami mendengar kata, “cewek gyaru” dari arah depan.
“......”
“Oi? Pukulanmu sakit, njir.”
“Ya, Ini salahmu.”
Aku pikir aku cuma memukulnya pelan, tapi nampaknya pukulanku mengenai
bagian yang aneh, dan Sugiuchi mengerang kesakitan.
Aku anggap itu sebagai balasan untuk candaan kemarin.
Hinagata mempunyai teman yang bisa diajak untuk berangkat bersama ke
sekolah seperti ini, kenapa dia tidak curhat tentang hal itu dengan mereka? Aku
ingin tahu apa modal dekat doang takkan menjamin untuk saling curhat.
Aku tidak mengerti, tapi saat aku menemukan gadis yang kusuka, aku
ingin tahu apa aku akan curhat dengan temen dekatku (maksudku) Sugiuchi tentang hal itu.
Aku mungkin akan merasa malu untuk melakukan itu.
Mungkin Hinagata pikir kalau dia tidak keberatan curhat denganku.
Aku memikirkan itu dengan suasana hati yang campur aduk.
*****
Sebelum jam pelajaran berakhir, tepatnya sepuluh menit sebelum
waktu istirahat, aku bertanya pada Hinagata tentang kemajuan yang kemarin.
“Jadi, bagaimana hasilnya?”
“Apanya?”
“Tidak, aku cuma ingin tahu apa kamu bisa dapat nomer kontaknya
atau tidak.”
Aku berbicara dengan suara pelan supaya orang lain tidak bisa
mendengarku.
Kemarin dan hari ini, apa kamu masih belum memintanya?
“Aku sudah memintanya.”
“Ah…Oke.”
Meski punya sifat pemalu, tapi dia memiliki kesiapan nyali yang
hebat.
Apa itu kekuatan seorang gadis yang sedang jatuh cinta atau
semacamnya?
Kalau itu aku, aku akan butuh waktu seminggu cuma untuk
mengumpulkan keberanian.
-Ya, Lagian itu cuma SNS, dia mungkin bisa meminta temannya untuk
memberi nomer kontak.
“Oh, apa kamu sudah menyapanya?”
Dia menggelengkan kepalanya.
“Jadi, kalau tidak menyapa, apa yang kamu bicarakan dengannya?”
“Aku tidak tahu ...”
Jadi selama ini apa
saja yang sudah dia lakukan, pikirku.
Aku mengira kalau dia mengatakan sesuatu seperti, "Senang bertemu denganmu" sekali
saja pasti akan membuat cowok senang.
Aku menoleh ke Hinagata.
“?”
Apa dia tetap jadi pemalu bahkan di SNS?
Di sosmed, aku tidak terlalu suka saat ada orang yang sangat
cerewet sampai-sampai mengubah karakter asli mereka.
“Tapi karena aku sudah punya nomer kontaknya, aku harus melakukan sesuatu dengan itu.”
“Melakukan apa?”
“Kamu tahu, seperti—”
“Maafkan aku, wahai temen masa kecil. Aku tidak tahu apa yang
sedang kamu pikirkan.”
Obrolan berakhir di situ, saat Hinagata di ajak oleh gadis lain
hingga obrolan kami terhenti.
*****
Malam hari di hari itu. *Ring* *Ring*~
Aku mendengar nada dering ponselku, dan mengangkatnya. Di layar
menampilkan nama “Shiori”.
Hah? Apa terjadi sesuatu hingga dia ingin mengobrol denganku?
“Halo?”
“......”
Hah? Tidak ada respon. Aku melihat layar ponseluku lagi, tapi status panggilan masih aktif.
“Halo---o?”
“....m.”
Meski pelan, tapi aku bisa mendengar sesuatu yang nampak seperti suara
seseorang.
Jadi apa mungkin mic ponselnya rusak, atau volumenya yang terlalu
kecil?
“Halo? Kamu bisa mendengarku?”
“Ryu...”
“Ryu?”
Aku bisa dengar suara nafas yang lembut.
“Ryunosuke...... Ah, salah. Tonomura-kun, Apa kamu ada di sana?”
Apa kamu ada di sana? Atau bukan? Atau apa ada orang yang
berpura-pura menjadi diriku?
Yah, tapi aku senang dia bisa mendengarku dengan baik.
“Hm, apa ini Hinagata? Kalau kamu menelpon Tonomura-kun, ini adalah
ponselnya, jadi kamu benar.”
“Ahh…..”
Aku mendengar efek suara dan mengecek layar ponsel lalu terlihat
bahwa panggilan telah terputus.
“Hah...?”
Barusan itu apa-apaan?
Saat aku memiringkan kepala dengan kebignungan, aku menerima
sebuah pesan.
Isi pesannya sama seperti yang dia ucapkan di telepon tadi, “Apa kamu ada di sana?.”
*Triliiing*
Kemudian, aku menerima pesan baru. Saat aku membuka isi pesan, aku
melihat sticker beruang yang sedang memeluk kedua lututnya.
Lalu, sticker itu dikirim sebanyak 10 kali berturut-turut.
“Oi, oi, oi, oi! Tenanglah dulu, Hinagata!” kataku ke arah
ponselku.
“Aku melakukan kesalahan.” Lalu dia mengirimi pesan yang tertulis
seperti itu.
Tidak, maksudmu kesalahan yang mana? Kesalahan dimana telponan
dadakan ini seperti seorang yang rindu dengan temen lamanya? Atau yang
"Apa kamu ada di sana"? Atau karena kamu mengrimiku sticker beruang
berturut-turut?
Aku tidak tahu harus berkata apa, jadi aku hanya mengiriminya
pesan pendek, “Jangan khawatir.”
Dalam satu detik pesan itu sudah dibaca.
Ayo lupakan saja kesalahan kecil ini. Aku bukan lagi anak kecil
yang mempermasalahkan hal seperti ini.
Aku mendengar ada notif pesan yang masuk ke ponselku dan aku
menengok lagi ke layar.
“Apa besok pagi aku boleh mampir ke rumahmu?”
Besok pagi? Apa berarti Hinagata akan datang ke rumahku?
Saat aku terdiam karena bingung, aku melihat pesan itu sudah terhapus.
Hinagata tidak mengatakan apa-apa mengenai pesan yang terhapus
tadi, dan aku sendiri tidak bertanya lebih jauh.
Saat di pagi hari, Hinagata tidak mampir ke rumahku dan aku berangkat
sekolah seperti biasa.
<<=Sebelumnya | Daftar isi
| Selanjutnya=>>
[2] Untuk menguatkan konteks, mereka sedang bercanda jorok yang mengarah ke per-ewe-an dan pengen-crot-an :v