Gimai Seikatsu Vol.5 Kisah Pendek

V5 Cerita Pendek — Bermain Teka-Teki Silang bersama Adik Tiriku

 

Musim dingin menghampiri begitu cepat, bahkan pada hari Minggu sore ini. Karena aku tidak punya jadwal kerja dan semua PR-ku sudah selesai, kupikir aku mungkin akan bersantai minum kopi di ruang tamu, jadi aku berjalan di sana. Begitu berjalan ke sana, aku disambut oleh pemandangan Ayase-san yang berdiri di sudut ruangan, menggumamkan sesuatu pada dirinya sendiri. Dia pasti sangat fokus, karena dia bahkan tampaknya tidak menyadari kedatanganku. Sejujurnya, aku merasa agak takut. Akhirnya, dia berbalik untuk menatapku.

“Apa yang dimiliki saudara tiri, tetapi tidak buat saudara kandung? Sembilan huruf. ”

“Hah? Uhh, itu terlalu mendadak.”

Aku dibuat kebingungan, tapi kemudian aku melihat Ayase-san menatap bungkus cemilan, menggumamkan beberapa kata acak. Akhirnya, dia membalikkan kotak itu dan menunjukkannya kepadaku.

“Aku sedang mengisi teka-teki silang ini.”

Aku bisa melihat teka-teki silang normal yang digambar di bagian bawah bungkus kotak cemilan. Tidak jarang hal-hal semacam ini ada di bungkus cemilan, mungkin sebagai bonus yang bermaksud baik untuk hiburan. Jadi, semua yang dia gumam akan merujuk pada ...

“Apa kamu meminta bantuanku?”

“Yup. Aku terjebak pada tiga horizontal. Lihat.”

Begitu rupanya, itu jauh lebih masuk akal. Tadi itu pertanyaan apa?

“Apa yang dimiliki saudara tiri, tetapi tidak buat saudara kandung? Sebelas huruf. ”

Karena dia bertanya langsung kepadaku, aku kira dia tidak bisa mengeluh kalau aku menebak dengan asal jawabannya. Jadi aku memberinya jawabanku

“Pengekangan.”

“Hm?”

“Itu punya 11 huruf, dan saudara tiri pasti akan menunjukkan pengekangan, ‘kan?” balasku.

“Ahhh! Pengekangan ... oops, sayang sekali. Tidak cocok.”

Dang.

“Jawabannya harus memiliki huruf N di akhir katanya.”

Ahhh, begitu ya. Tapi hal itu jadi membuatnya lebih membingungkan. Ayase-san menatap langit-langit dengan tampilan termenung. Dia benar-benar suka merenungkan pertanyaan-pertanyaan semacam ini ketika dia tidak dapat menemukan jawabannya, ya? Kepribadiannya yang kompetitif benar-benar ditunjukkan pada waktu seperti ini.

“Umm, Ayase-san, kenapa kamu tidak duduk dulu saja sekarang?”

“Hah? Oh ya.”

Dia bahkan tidak menyadari bahwa dia masih berdiri. Sungguh konsentrasi yang mengesankan.

“Aku tadinya mau membuang ini setelah selesai memakan semua cemilan ini, tapi teka-teki ini menarik perhatianku,” katanya.

“Apa kamu sudah memecahkan setiap pertanyaan lainnya?”

“Cuma satu pertanyaan ini saja yang tersisa.”

Ketika aku melihat teka-teki itu, aku melihat bahwa dia bahkan belum mengisi kotak kosong lainnya. Dia mungkin mengisi kotak kosong di kepalanya. Sungguh ingatan yang mengesankan. Masuk akal bahwa dia cuma kurang pandai di pelajaran bahasa Jepang modern.

“Bagaimana dengan ‘berpasangan,’ ?”

Aku mengatakan hal pertama yang terlintas dalam benakku.

“Hm? Ah, tunggu, kurang tepat. Itu pasti akan dimiliki saudara kandung juga.”

“Kamu benar, maaf.”

“Sesuatu yang dimiliki saudara tiri ... sesuatu yang dimiliki saudara tiri ... 'takut-takut'? Tidak, mana mungkin dia memilikinya. "

Oh benarkah?

“Belum lagi kata itu tidak memiliki huruf N di akhir ...”

“Kira-kira kenapa mereka menekankan bagian 'saudari', ya.” Aku mengomentari sesuatu yang telah menggangguku.

“Hm? Apa maksudmu?”

“Maksudku, kebalikan dari saudara tiri adalah saudari sedarah, ‘kan? Namun mereka lebih memilih kata 'saudari' sebagai gantinya.”

“Ap…? Ah, kamu benar. Aku benar-benar melewatkan bagian itu.”

Coba pikir, Yuuta. Apa faktor pembeda penting antara saudari tiri dan saudari sedarah ... apa bedanya?

“Ah!”

“Hah? Ada apa?”

“Aku tahu jawabannya. Jawabannya adalah 'pengasingan'. Sebagai saudari tiri, Kamu umumnya akan sedikit lebih mengasingi diri dari keluargamu, dan kamu memiliki ruang pribadimu sendiri. Berbeda dengan itu, saudari sedarah berbagi hampir semua hal, seringkali bahkan kamar mereka. ”

“Ahhhhhhhhhhhh!” Ayase-san menghela nafas lega dan membiarkan tubuh bagian atasnya merosot ke atas meja. “Aku sangat terpaku pada bagian 'saudari tiri' sehingga detail penting itu benar-benar tidak terlintas di kepalaku!”

“Sudah, sudah, karena teka-tekinya sudah diisi semua ... apa kamu mau minum kopi?”

Karena Ayase-san sudah berusaha keras, aku memutuskan untuk menyeduhnya kopi panas yang nyaman. Dengan secercah rasa malu, dia menanggapi kembali dengan “terima kasih.”

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama